‘The traditional symbol of medical care the kindly
old family doctor with big heart and little bag, part healer, part family counselor’
Somers,1970
dr.Ida Srisurani Wiji Astuti,M.Kes
The American Academy of Family Physician (1969) 1. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja 1. Kesepakatan Mengenai Layanan Kesehatan Primer Tahun 1978 di Alma Alta : Slrh neg.angg. WHO membuat kesepakatan Primary Health Care : (1)penyuluhan kesh ; (2)gizi ; (3)sanitasi dasar dan air bersih ; (4)KIA ; (5)Imunisasi 6 peny. Utama :BCG, DPT, Polio, Campak ; (6)pencegahan dan pengelolaan peny.endemik ; (7)pengobatan peny. Yg umum dijumpai ; (8)tersedianya obat esensial 2. Konferensi OTTAWA Tahun 1986 di Ottawa, Canada : Ottawa Charter for Health Promotion-Health Promotion, menganjurkan peluang bagi usaha peningkatan pengawasan dan pembaharuan kesh.masy. melalui : a) Membangun kemampuan personal b)Menciptakan dukungan dari lingkungan c) Reorientasi layanan kesehatan d)Membangun mediasi dan advokasi e) Memperkuat aksi dan peran 3. Deklarasi Jakarta ttg Promkes Abad 21 Dihadiri oleh anggota WHO tu neg. Berkembang “Promkes merupakan modal yg bernilai” Kesehatan HAM/esensi pengemb.sosek
Peningkatan Kualitas YanKes PROMKES
Pembangunan Kesehatan “bagi semua” Keterlibatan semua pihak Tujuan : mengurangi kesenjangan informasi kesehatan yang diperoleh masyarakat dari luar Komitmen : visi dan misi baru ttg promkes utk menghadapi abad 21 3. Deklarasi Jakarta ttg Promkes Abad 21 “Keterbatasan Kesehatan, Tantangan BARU” Kebutuhan masy. Dunia : perdamaian, perumahan, pendidikan, keamanan, relasi sosial, makanan, pendapatan, pemberdayaan perempuan, stabilitas ekosistem, dll kemiskinan dan kesehatan sebagai ANCAMAN Pertumbuhan penduduk, arus perpindahan penduduk , berdampak permasalahan kesehatan dan penularan penyakit Harapan Deklarasi Jakarta Kita Butuh respon baru… Karena berbagai jenis tantangan Sosial dan kesehatan yang Makin cepat dan tidak terduga, Makin kuat shg tdk bisa dilawan sendiri, perlu kerjasama PROMKES hrs menjadi bagian kerja individu, keluarga. Lingk, Swasta dan pemerintah Apakah masalah kesh. Ini hanya tanggung jawab dokter yg berhub. dgn kesh.klinik semata ?
TANGGUNG JAWAB KITA SEMUA!
Karena faktor penentu peny. : genetik, lingk, perilaku
Masalah kesehatan dibagi 3 kategori berdasarkan tugas dan
tanggung jawabnya: 1. Khusus bersifat medis dokter 2. Tanggung jawab pemerintah Depkes 3. Bukan tanggung jawab dokter dan pmrt masyarakat Millis, 1966
1. Menurunnya harga diri dokter
umum dibanding dokter spesialis 2. kesempatan memperdalam ilmu dokter umum kurang 3. makin buruknya kondisi kerja dokter umum dibandingkan dokter spesialis Somers,1970
1. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dokter umum
2. menggantikan dokter umum dan dokter keluarga yang terdidik secara khusus 3. melatih semua dokter dalam filosofi dan teknik pelayanan kesehatan yg menyeluruh 4. menciptakan lingkungan yg memacu terselenggaranya pelayanan kesehatan yg menyeluruh dan terpadu 2. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan spesialis yang luas yang bertitik tolak dari suatu ilmu yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu lainnya terutama ilmu penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu kebidanan dan kandungan, ilmu bedah, serta ilmu kedokteran jiwa yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan yang terpadu, diperkaya dengan ilmu perilaku, biologi dan ilmu-ilmu klinik, sehingga mampu mempersiapkan setiap dokter mempunyai peranan yang unik dalam menyelenggarakan penatalaksanaan pasien, penyelesaian masalah, pelayanan konseling serta dapat bertindak sebagai dokter pribadi yang mengkoordinasikan seluruh pelayanan kesehatan. Pada intinya→ ruang lingkup pelayanan kesehatan keluarga lebih banyak membahas masalah-masalah keluarga yang banyak hubungannya dengan masalah kesehatan masyarakat. Misalnya masalah kesejahteraan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan penyakit dan kecelakaan, tumbuh kembang, dan atau masalah gizi, bayi, dan anak. BAGAIMANA PRAKTIKNYA? INDONESIA SINGAPURA MYANMAR JEPANG THAILAND RRT MALAYSIA KOREA SELATAN * Dokter keluarga memiliki kesempatan khusus untuk menjadi kekuatan efektif dalam pencegahan penyakit dan promosi kesehatan. * Aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pencegahan penyakit dengan gaya hidup dan promosi kesehatan dapat diaplikasikan ke seluruh unit keluarga. * Walau masalah bedah medis kadang membutuhkan konsultasi sub spesialis, dokter keluarga adalah spesialis bagi pasiennya.
* PERAN DOKTER KELUARGA
* Praktik dokter keluarga sama dengan praktik dokter umum * Praktik dokter keluarga adalah praktik spesialistik * Praktik dokter keluarga menunjuk kepada tata cara pelayanan yang diselenggarakan * Praktik dokter keluarga tidak sama dengan dokter umum, tetapi antara keduanya terdapat banyak kesamaan
*Kedudukan dokter keluarga
Aktivitas pencegahan penyakit secara tradisional diklasifikasikan menjadi: Pencegahan primer Pencegahan sekunder Pencegahan tersier Pendidikan medis banyak terfokus pada pasien yang sudah sakit (pencegahan tersier), sedangkan sedikit waktu yang diberikan pada pencegahan primer dan sekunder. Hal ini dapat menyebabkan mahasiswa kedokteran dan dokter mengutamakan evaluasi dan terapi dalam reaksinya terhadap gejala pasien, daripada berusaha mengantisipasi dan mencegah masalah pasien. EVALUASI TINDAKAN PENCEGAHAN PADA KESEHATAN
Jika memadai, rekomendasi US Preventive
Services Task Force (USPSTF) dapat diterapkan. Tidak semua penyakit berubah dengan baik dari intervensi medis di tingkat tersier ke pencegahan di tingkat primer maupun sekunder. Beberapa parameter digunakan untuk menentukan validitas perubahan ini. Tidak ada jalan lain menyukseskan kesehatan masyarakat kecuali memanfaatkan JASA KOMUNIKASI PENGURANGAN NYERI Nyeri merupakan keluhan terbanyak pada sakit terminal, dan menuntut untuk segera disembuhkan. Penanganan nyeri yang tidak adekuat bisa menurunkan derajat hidup pasien. Hal itu dikarenakan penurunan derajat hidup pasien juga berpengaruh terhadap anggota keluarga yang lain. Seperti pada saat pasien tidak dapat beraktifitas sebagaimana biasa, depresi, dan mengisolasi diri. Penanganan nyeri yang tepat dapat mengurangi perawatan di rumah sakit. TIPE NYERI Ada tiga tipe nyeri secara umum : 1. Viseral – hal ini yang paling berkaitan dengan obstruksi usus parsial maupun total, distensi kapsular hepar. Karakter nyeri adalah tekanan yang dalam, mengejang, nyeri yang tumpul ataupun tajam.
2. Somatik – merupakan nyeri kulit ataupun muskuloskeletal.
Karakternya adalah nyeri tajam biasa yang konstan. 3. Neuropatik – terdapat dua tipe nyeri. Nyeri pertama menyerupai disesthesia, berkarakter seperti rasa terbakar, tersengat listrik, dll. Yang kedua nyeri terasa tajam sekali, menusuk , seperti tertusuk benda tajam, onset mendadak. Penanganan nyeri Pendekatan untuk mengetahui tingkat nyeri adalah menanyakan kepada pasien bagaimana dia mendefinisikan nyeri ke dalam skala 1-10, meskipun hal itu bisa sangat subyektif. Skala numerik selanjutnya diterjemahkan ke dalam kata-kata dan keadaan. Nyeri juga bisa digambarkan melalui skala wajah dan menanyakan pasien wajah mana yang sesuai dengan kondisinya saat itu. Hal ini dilakukan pada pasien anak dan yang tidak dapat memahami komunikasi verbal. Penanganan nyeri pada kanker Hal yang perlu diperhatikan adalah nyeri pada sakit terminal merupakan fenomena yang komplek, dimana terdapat kombinasi gangguan sensori, afektif, dan kognitif. Tidaklah cukup mengandalkan pengobatan dengan obat medis saja. Bahkan terkadang hal terpenting dari pengobatan kanker stadium akhir adalah memperhatikan aspek lain tersebut. Daftar penanganan nyeri kanker: Lokasi, kualitas, intensitas, onset, durasi, dan frekuensi Faktor yang mengurangi dan meningkatkan Hubungan dengan keluhan lain, misal: batuk, obstruksi usus Gunakan skala nyeri, 0 menggambarkan tidak ada nyeri. Sedangkan 10 menandakan nyeri terburuk yang dirasakan Pastikan pasien mencatat intensitas nyeri setiap hari Pastikan pasien menerjemahkan nyeri yang dirasakan dengan kata-kata Catat dengan rinci setiap pengobatan yang dipakai Pendekatan psikologi (mencari tanda depresi) Investigasi : hiperkalsemia meningkatkan nyeri kronik pada kanker, ginjal dan hepar yang menurun fungsinya berpengaruh pada ekskresi obat, X-rays, USG, CT scan untuk mengeksplorasi nyeri Pemakaian obat-obatan untuk jangka panjang tidak efektif pada kasus kanker terminal. Cari hal lain seperti pendekatan sosial, emosi, dan spiritual. Bahkan hanya dengan memperhatikan keluhan pasien dan perawatan yang nyaman dapat mengurangi nyeri. Mendatangkan ahli spiritual dapat merupakan penyembuh tersendiri. Hal itu perlu dilakukan secara teratur dan berkala. Pendekatan medis tergantung kondisi dan progresifitas penyakit atau hal lain yang berpengaruh. Pendekatan nyeri kanker mencakup multi dimensi, tergantung yang diperlukan masing-masing pasien :
radionuklida 2. Anastesi : blokade saraf, epidural, dll 3. Analgesik : opium, NSAID, paracetamol 4. Analgesik tambahan : kortikosteroid, antikonvulsan 5. Fisik : TENS, bidai 6. Psikososial : hubungan pasien dan keluarga, tokoh agama Pemakaian analgesik menurut WHO Aturan WHO tentang pemakaian analgesik, dapat membantu dokter mengatasi nyeri kronik karena kanker sampai 90%. Pendekatan farmakoterapi sederhana : 1. nyeri ringan sampai sedang belum mendapat terapi sebelumnya, dapat diterapi dengan langkah pertama. Seperti non-opioid (paracetamol) +/- terapi tambahan 2. nyeri sedang atau nyeri yang tidak respon terhadap pengobatan pertama harus diterapi langkah kedua seperti opioid lemah (kodein) +/- nonopioid +/- terapi tambahan 3. nyeri berat atau nyeri yang tidak respon terhadap langkah 1 & 2 diterapi dengan langkah 3, seperti opioid kuat (morfin) +/- nonopioid +/- terapi tambahan
Dosis rendah langkah 3 lebih baik daripada dosis tinggi
langkah 1/2 Prinsip penanganan nyeri Penting untuk meyakinkan pasien bahwa terapi terbaik telah diberikan sesuai tingkatan nyeri. Empat prinsip utama : 1. pemilihan analgesik sesuai tipe nyeri 2. pasien nyeri kronik atau kekambuhan berulang harus menerima analgesik secara berkala tiap hari. Hal ini berkaitan dengan kestabilan obat, dimana dapat meminimalisir efek samping dan mencegah pengobatan sub terapi 3. episode atau perkembangan nyeri harus diantisipasi dan diobati sesuai penyembuhan nyeri yang dicapai, sehingga pemberian analgesik harus secara teratur dan berkala 4. dosis pemberian obat harus dititrasi selayaknya sesuai derajat pengurangan nyeri. Dosis dapat diubah 1-2 hari Pemberian per oral biasanya diutamakan, tetapi pada gangguan cerna pemberian transdermal dapat digunakan Penggunaan opioid Ketergantungan merupakan masalah utama yang dihadapi keluarga dan dokter. Tetapi ketergantungan iatrogenik jarang terjadi pada penyakit berat. Pseudo addiction sering terjadi karena pengobatan inadekuat Toleransi (peningkatan dosis sehingga tercapai efek terapi yang sama dengan sebelumnya) merupakan hal normal yang terjadi pada pasien dengan pemberian opioid beberapa hari Tidak ada batasan pemberian morfin pada pasien terminal. Bila pemberian memperhatikan keamanan dan efektifitas maka morfin bisa diberikan dalam dosis besar Pengurangan nyeri tidak berkaitan dengan pemberian terapi medikasi kanker lainnya. Oleh karena itu dokter tidak boleh menolak pemberian terapi nyeri Efek samping dan penanganannya Efek samping yang harus diantisipasi dan dicegah : Sebagian besar langkah 1 menyebabkan dispepsia, dimana dapat dicegah dengan misoprostol Anak-anak berisiko lebih besar menderita efek samping GI akibat NSAID dan mereka tidak dapat menoleransi dosis maksimal acetaminophen karena toksisitas hepar Efek samping opioid yang sering adalah nausea, konstipasi, sedasi, dan mioclonus Hati-hati saat mengobati nausea karena antiemetik memiliki efek samping tersendiri Konstipasi sering terjadi, oleh karena itu pengobatannya diberikan bersamaan dengan pemberian opioid Sedasi dapat diobati dengan psikostimulan Mioklonus dapat diobati dengan klonazepam Depresi napas jarang terjadi jika opioid diberikan sesuai aturan Ko-analgesik dan terapi tambahan Contoh ko-analgesik : 1. Kortikosteroid, untuk mengurangi edema peritumor yang disebabkan kompresi saraf 2. Antidepresan, seperti amitriptilin untuk “membakar” nyeri 3. Antikonvulsan, seperti karbamazepin, gabapentin, sodium valproat untuk nyeri neuropatik 4. Metastasis tulang diterapi dengan NSAID dan biofosfat 5. Diazepam untuk spasme muskuloskeletal 6. Hysocine untuk spasme otot polos 7. Kortikosteroid dan oktreotide untuk obstruksi usus 8. Antibiotik untuk infeksi (nyeri selama celulitis atau penyebaran tumor) 9. Anxiolitik dan antidepresan untuk depresi Terapi tambahan Terapi topikal Terapi fisik Pijat TENS Radiasi Kemoterapi psikoterapi Manajemen nyeri yang tidak terkontrol Sekitar 10% pasien mengalami efek samping intolerabel terapi yang diberikan. Hal ini dapat diperbaiki dengan : - penggantian obat - perubahan rute pemberian obat - pemberian analgesik invasif, seperti analgesia spinal, blokade saraf Jika terjadi nyeri, harus segera diberikan analgesik per oral, sesuai ketentuan : nonopioid (aspirin & paracetamol), kemudian opioid sedang (kodein), lalu opioid kuat seperti morfin, sampai pasien bebas nyeri. Untuk mengurangi takut dan cemas, terapi tambahan juga harus diberikan. Obat harus diberikan teratur setiap hari, “by the clock”. Setiap 3-6 jam, bukan sesuai permintaan pasien. Bila hal ini dilakukan dengan benar pengobatan bisa efektif sampai 80-90%. Bila obat tidak efektif bisa dilakukan pembedahan saraf. Morfin Merupakan hal utama dalam farmakologi penanganan kanker. Akan tetapi morfin masih ditakuti sehingga penggunaannya masih belum optimal. Orang awam masih enggan menggunakannya karena beranggapan bahwa morfin merupakan pilihan terakhir pengobatan dan biasa digunakan sampai pasien meninggal (pasien tanpa harapan dan pasti mati). Morfin tersedia dalam berbagai sediaan: suspensi, tablet release terkontrol, dan injeksi. Dosis awal berkisar 5-10 mg per 4 jam. Khusus pada manula, perlu diberi terapi tambahan terkait kakeksia, disfungsi renal dan hepar. Dosis harus dititrasi dan diberikan lebih dari 24 jam sampai didapatkan efek analgesik. Aturan penggunaan morfin Pemberian optimal melalui mulut Pemberian sesuai aturan jam, dan tidak hanya saat pasien merasa sakit. Dosis perlu disesuaikan perkembangan nyeri Mulai dengan dosis titrasi yang diperbolehkan Once the required 24 hours dose is established convert to slow released formulation together with mixtures for breakthrough pain Naikkan dosis reguler jika ada dua episode kegagalan penanganan Konstipasi selalu terjadi, sediakan laksatif untuk mengatasinya Morfin per parenteral 2-3 kali lebih efektif daripada per oral Perhatikan selalu ketergantungan, toleransi, dan efek samping pengobatan demi kepatuhan pasien Opioid mencapai kadar puncak di plasma ± 90 menit setelah pemberian per oral / rektal, 30 menit subkutan / intramuskuler, dan 6 menit intravena. Opioid dan metabolitnya diekskresi melalui ginjal, memiliki waktu paruh 4 jam. Lalu, efektifitas kadar plasma yang tetap diperoleh setelah 4-5 waktu paruh dalam 24 jam. Jika nyeri tidak terkontrol terjadi setelah pemberian 24 jam, morfin dan opioid lain dapat dititrasi cepat 50- 100% dari dosis biasa. Dosis equivalen morfin per oral Dosis morfin Dosis sediaan lain 1-2 mg Kodein 30 mg & acetaminophen 325 mg (oral) 1-2 mg Hydrocodone 5 mg & acetaminophen 500 mg (vicodin) (oral) 5 mg Oxycodone 5 mg tablet (oral) 20 mg Morfin 7 mg (SC/IM/IV) 20 mg Hydromorphone (dilaudid) 5 mg PO / 1 mg IV/SC Alternatif lain pemberian morfin Alternatif lain pemberian morfin diperlukan saat pasien tidak dapat menelan dan pencapaian tujuan terapi tidak tercapai dengan pemberian per oral. Bisa juga pada kasus gangguan penyerapan, seperti kasus pengosongan lambung yang terlambat : 1. sublingual : oxycodone dan morfin merupakan tablet terlarut (20mg/ml) yang dapat diabsorbsi dengan baik sub lingual atau mukosa bukal 2. rektal : biasanya pasien merasa tidak nyaman. Dosis sama dengan pemberian per oral 3. transdermal : fentanyl tempel merupakan salah satu sediaan, tetapi harga masih mahal, onset lebih lambat dan cenderung tidak efektif saat pasien berkeringat. Pasien meminta dosis berlebih untuk menghilangkan nyeri dan memiliki tingkat analgesik yang berbeda kesimpulan Analgesik untuk sakit kronis harus diberikan sesuai dosis untuk mengurangi distres. Diberikan “around the clock”, sesuai durasi (setiap 4 jam untuk opioid), bila tidak mendesak. Dan harus ditambah “rescue dose” bila dibutuhkan di antara pemberian reguler. Analgesik tersebut harus diberikan bersama terapi tambahan, seperti antidepresan trisiklik, antikonvulsan, psikostimulan, glukokortikoid. Semua pasien yang mendapat opioid harus diberikan laksatif untuk mencegah konstipasi. Nalokson bisa diberikan bila laksatif tidak membantu 4. sub kutan : cara ini bisa dipakai untuk pemberian intermiten atau penggunaan berkala melalui pompa portabel, sehingga pasien bisa mengontrol tingkat analgesik yang diinginkan 5. IV : cara ini sedikit dihindari karena menimbulkan rasa tidak nyaman dan meningkatkan risiko infeksi. Tetapi sangat bermanfat bila diperlukan efek analgesik cepat 6. IM : cara ini sangat tidak nyaman, nyeri, dan banyak ditinggalkan sejak cara subkutan dinilai lebih efektif 7. epidural/ intratecal : jarang dipakai 8. inhalasi/ nebulisasi : banyak dipakai sejak diketahui onset dan durasi morfin sama dengan pemberian IV melalui sistem aerosol, meski bioavailabilitasnya hanya 59% Nyeri yang tidak terkendali Tidak semua nyeri berespon dengan pengobatan opiod. Nyeri neuropatik dan spasme otot sangat kecil kemungkinan berespon terhadap opiod. Pada beberapa pasien terapi tambahan non narkotik seperti antikonvulsan, antidepresan, antianxiolitik, dan kortikosteroid lebih memberikan efek. Nyeri tulang dapat diberikan NSAID, sedang spasme otot diberikan diazepam. Non medikamentosa juga bisa diberikan, seperti nyeri karena mulut kering bisa diterapi dengan perawatan mulut, luka dekubitus dengan perubahan posisi, pakaian yang nyaman, gel anastesi lokal, dan kasur yang nyaman. Distensi kandung kemih dg kateterisasi, dan rektum yang penuh dengan evakuasi feses. Penting juga untuk mengingat nyeri yang tidak ditimbulkan dari kanker, baru atau lama. nyeri neuropatik meningkat karena sulit untuk ditangani. Obat terpilih adalah antikonvulsan dan antidepresan trisiklik. Gabapentin adalah pilihan pertama. Antidepresan trisiklik efektif untuk mengurangi nyeri neuropatik meski pasien mengalami depresi, sedangkan inhibitor serotonin tidak efektif untuk pengobatan ini. Obat lain penanganan nyeri Bisfosfonat untuk mencegah metastasis tulang dan menghilangkan nyeri. Seperti radioisotop strontium-89 Opioid baru, pilih yang long acting dan transdermal, karena mudah dan menguntungkan Lokal anastesi yang diberikan sistemik, seperti lignocain parenteral (lidocain) atau mexiletin per oral, dan ketamin untuk nyeri neuropatik Psikostimulan untuk menghilangkan efek sedasi opioid Anastesi lokal topikal, seperti krem Emla (lignocain & prilocain), untuk mengurangi nyeri kulit sehabis pembedahan Pengurangan nyeri khusus, melalui pembedahan. Seperti blokade saraf dan spinal (epidural dan intrathecal) Nama lain → terminal care, care of the dying, end of life care
WHO : perawatan / terapi aktif menyeluruh pada
penderita yang mengidap penyakit dimana tidak terdapat respon terhadap pengobatan yang diberikan Tujuan : meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik mungkin O’ niell & Fallon,97’: • memberi pengertian bahwa hidup dan mati adalah sebuah proses normal • Setiap makhluk hidup pasti akan mati • Mengurangi terjadinya nyeri dan gejala menyakitkan lainnya • Membentuk sebuah sistem agar penderita bisa tetap aktif sampai akhir hayat • Membentuk sebuah sistem yang mendukung fungsi coping keluarga Karsinoma nasofaring Etiologi → virus Epstain Barr, genetik, diet, rokok, lingkungan kanker nasofaring merupakan keganasan tertinggi di bidang kepala leher ras mongoloid insiden meningkat daripada kulit putih karena letak anatomis, ca nasofaring sulit dideteksi tetapi penjalaran sel kanker sangat cepat Karsinoma nasofaring Be aware ! → pada telinga berupa suara berdengung & terasa penuh pada satu sisi tanpa disertai rasa sakit sampai dengan pendengaran berkurang.
pada hidung berupa mimisan sedikit dan
berulang, ingus bercampur darah, hidung tersumbat terus-menerus, pilek di satu sisi Karsinoma Bronkogenik Gejala dibagi empat : . Bronkopulmoner . Ekstrapulmoner intratorasik . Ekstrapulmoner non metastasis . Ekstrapulmoner metastasis Gejala ekstrapulmoner intratorasik 1. Pancoast Tumor : Apex - Nyeri bahu/ nyeri lengan unilateral - Atrofi otot lengan - Sindroma Hornner : Miosis/ Enolftalmus/ ptosis 2. VCSS ( Sindrom Vena Cava Superior ) 3. Suara parau 4. Paralise Nevus Frenikus ( Diafragma Letak Tinggi ) 5. Metastase ekstra pulmonal : jantung/ costae/ pleura Karsinoma Paru penyebab kematian utama pada kelompok kematian akibat keganasan 1/5 pada pria, 1/3 pada wanita ca paru meningkat 20% pertahun 1 dari 5 penderita merupakan perokok pasif angka kesintasan penderita hanya 13% paliatif care; keluarga harus diikutkan “ CA PARU BISA DICEGAH DENGAN TIDAK MEROKOK “ Keluhan yang sering ditemui pada penderita karsinoma saluran napas : 1. Batuk 2. Batuk darah 3. Sesak napas : . merupakan gejala subyektif atas ketidaknyamanan bernapas . Harus dibedakan dari takipneu dan hiperpneu . Faktor lelah fisik, emosi, sosial, & spiritual 4. Nyeri dada Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti : • Berat badan berkurang • Nafsu makan hilang • Demam hilang timbul Terapi paliatif batuk : . Bila infeksi beri antibiotik, supresan batuk, ekspektoran & fisioterapi . Bila akibat penyakit bersama (asma/PPOK) : beri bronkodilator, kortikosteroid, dan fisioterapi . Bila obstruksi saluran nafas oleh karena keganasan : beri kortikosteroid, supresan batuk, nebulasi anestesi lokal, dan fisioterapi Terapi paliatif batuk darah : . Pemberian supresi batuk, obat hemostatika, radiasi eksternal, dan kemoterapi Terapi paliatif sesak napas : . Onkologi → radiologi dan kemoterapi . Farmakoterapi → bronkodilator, kortikosteroid, respiratori simultan (progesteron sintetik), respiratori sedatif . Terapi oksigen . Fisioterapi : perkusi dada, postural drainase, mukolitik, ekspektoran, hidrasi air minum Terapi paliatif nyeri dada : . Obat analgesik non opioid (asetaminofen, aspirin, ibuprofen) dan terapi adjuvan Gejala lain yang menyertai ca saluran napas 1. Pada stadium lanjut kanker menyebar ke tempat jauh/organ lain → paru-paru, hepar, usus, kelenjar getah bening 2. Rasa sakit timbul bila ukuran kanker semakin membesar, sehingga timbul peregangan. Selain itu saraf-saraf tepi sudah terkena kanker 3. Perdarahan timbul saat kanker sudah memakan pembuluh darah dan bisa akibat pembuluh darah baru yang dibentuk kanker rapuh 4. Bau busuk 5. kelumpuhan Terapi paliatif penunjang • Bila ada perdarahan maka harus dihentikan • Bila terjadi kekurangan darah segera beri transfusi darah • Bila ada borok sedapat mungkin dihilangkan • Bila ada sesak napas karena rongga paru telah penuh dengan cairan maka harus dikeluarkan Pengobatan paliatif untuk kanker paru meliputi radioterapi : Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni : 1. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan. 2. Fungsi paru buruk. kemoterapi, medikamentosa, fisioterapi, psikososial. intervensi bedah: pemasangan stent dan cryotherapy dapat dilakukan. Seorang wanita 45-y-tua dengan karsinoma sel skuamosa epidermoid dari lobus kiri atas. (A) CT scan menunjukkan tumor primer (panah ganda) dan pembesaran kelenjar getah bening paraaortic (panah tunggal). (B) 99mTc-Tetrofosmin SPECT dalam pandangan transaxial menunjukkan area yang abnormal serapan meningkat sesuai dengan tumor primer (panah ganda) tetapi tidak ada akumulasi dalam mediastinum. Pancoast Tumor sering menginvasi pleura dan kostae sehingga menyebabkan nyeri bahu dan sering diobati sebagai nyeri muskuloskeletal. Tumor ini dapat menyebar ke ganglion dan menyebabkan sindrom horner, yang bermanifestasi sebagai enolphtalmus, miosis, ptosis parsial dan anhidrosis. Secara CT scan akan terlihat masa di apek paru disertai destruksi dari kosta pertama Adenokarsinoma insidennya meningkat dan sekarang merupakan tipe sel yang paling banyak muncul sekitar 25-30% dari seluruh kanker paru. Tipikal tumor ini adalah nodul soliter paru. Lebih dari 80% foto torax pada laki- laki usia 50 th ke atas adalah adenokarsinoma. Karsinoma sel alveolar bersifat multilokal tetapi beberapa penyelidik menganggap fokus tunggal (single fokus) dengan cepat menjalar secara limfogen. Ada 2 bentuk yaitu : (1) bentuk noduler dan (2) Bentuk difus yang secara radiologik menyerupai konsolidasi pneumonia. Large Cell Carcinoma insidennya sekitar 10- 20 % dari seluruh kanker paru. Paling sering letaknya diperifer, dengan batas masa yang tidak tegas, ukuran lebih dari 7 cm, adenopati hilus dan mediastinum terjadi lebih dari 1/3 pasien dan juga metastasenya ke ekstratorakal. Small Cell Lung Carcinoma insidensnya 20- 25 % dari seluruh kanker paru. Tipikal tumor primernya adalah lesi yang kecil terletak disentral dan disertai dengan adenopati di hillus dan mediastinum serta metastase jauh ke hepar, sumsum tulang, kelenjar adrenal dan otak Adenoma bronkial digolongkan ke dalam tumor ganas karena bermetastasis secara limfogen, tetapi prognosisnya lebih baik dibandingkan tumor ganas paru lain. TERima kasih