“BUNG TOMO”
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah PANCASILA
Dosen :
Bapak Yupiter S.pd.I.M.pd.I
Disusun Oleh:
Profil dan Biografi Bung Tomo. Rakyat Indonesia mengenal dirinya sebagai Bung
Tomo atau Sutomo, salah satu pahlawan nasional Indonesia Dari Surabaya. Beliau adalah
salah satu tokoh penting yang mengobarkan semangat rakyat melawan Belanda melalui
pidatonya yang berapi api ketika pertempuran 10 november di Surabaya.
Bung Tomo atau Sutomo dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 3 Oktober
1920 tepatnya di Kampung Blauran, di pusat kota Surabaya.
Ayahnya adalah seorang serba bisa. Ia pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja,
dan pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya dan
menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit Singer.
Masa Kecil
Dalam Biografi Bung Tomo, diketahui bahwa Sutomo melakukan berbagai pekerjaan
kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu.
Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang kedua di
Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Sebelum pendudukan Jepang pada
1942, peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.
Pada waktu itu Surabaya diserang habis-habisan oleh tentara-tentara NICA. Sutomo
terutama sekali dikenang karena seruan-seruan pembukaannya di dalam siaran-siaran
radionya yang penuh dengan emosi.
Meskipun Indonesia kalah dalam Pertempuran 10 November itu, kejadian ini tetap
dicatat sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah Kemerdekaan Indonesia.
Dalam biografi Bung Tomo diketahui bahwa setelah kemerdekaan Indonesia, Sutomo
sempat terjun dalam dunia politik pada tahun 1950-an, namun ia tidak merasa bahagia dan
kemudian menghilang dari panggung politik.
Bung Tomo juga tercatat sebagai anggota DPR pada 1956-1959 yang mewakili Partai
Rakyat Indonesia. Namun pada awal 1970-an, ia kembali berbeda pendapat dengan
pemerintahan Orde Baru.
Mengkritik Soeharto
Ia berbicara dengan keras terhadap program-program Suharto sehingga pada 11
April 1978 ia ditahan oleh pemerintah Indonesia yang tampaknya khawatir akan kritik-
kritiknya yang keras.
Ia sangat dekat dengan keluarga dan anak-anaknya, dan ia berusaha keras agar
kelima anaknya berhasil dalam pendidikannya.
Jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke tanah air dan dimakamkan bukan di sebuah Taman
Setelah pemerintah didesak oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Fraksi Partai
Golkar (FPG) agar memberikan gelar pahlawan kepada Bung Tomo pada 9 November 2007.