DISUSUN OLEH :
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Kami
panjatkan puji dan rasa syukur kami atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nyalah sehingga kami dapat menyeselesaikan makalh ini dengan tepat waktu.
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Studi Fiqih yang
telah memberikan tugas ini kepada kami. Selanjutnya kami ucapkan kepada teman-teman yang
ikut serta dalam pembuatan makalah ini.
Didalam makalah ini masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini baik dalam
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca, sehingga makalah ini bisa menjadi perbaikan makalah yang selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian waris 2
A. Kesimpulan 14
B. Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Waris merupakan salah satu kajian dalam Islam yang dikaji secara khusus
dalam lingkup fiqh mawaris. Pengkhususan pengkajian dalam hukum Islam secara
tidak langsung menunjukkan bahwa bidang waris merupakan salah satu bidang
kajian yang penting dalam ajaran Islam. Bahkan dalam al-Qur’an, permasalahan
mengenai waris dibahas secara detail dan terperinci. Hal tersebut tidak lain adalah
untuk mencegah terjadinya sengketa antar anggota keluarga terkait dengan harta
peninggalan anggota keluarga yang telah mati.
Ruang lingkup pembelajaran kajian terkait dengan waris sangat luas. Di antaranya
meliputi Pengertian waris, Hak-hak yang wajib diramaikan sebelum warisan di
bagikan, Syarat dan rukun pembagian harta warisan, sebab-sebab memperoleh
harta warisan dan sebab-sebab terhalang mendapatkan warisan, dan masih banyak
lagi seperti tentang penambahan atau pengurangan bagian waris. Orang yang
berhak menerima waris, dalam konteks hukum Islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Waris
Kata mawaris merupakan bentuk jamak dari mirast (irts, wirts, wiratsah dan turats, yang
dimaknai dengan mauruts) merupakan harta pusaka peninggalan orang yang meninggal
yang diwariskan kepada para keluarga yang menjadi ahli warisnya. Orang yang
meninggalkan harta pusaka tersebut dinamakan muwarits. Sedang yang berhak menerima
pusaka disebut warist.
Muhammad Ali ash-Shabuni mengatakan bahwa mawarits adalah: “Pindahnya hak milik
orang yang meninggal dunia kepada para ahli warisnya yang masih hidup, baik yang
ditinggalnya itu berupa harta bergerak dan tidak bergerak atau hak-hak menurut hukum
syara‟.
Waris adalah berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seseorang yang telah
meninggal dunia kepada ahli warisnya. Dalam istilah lain, waris disebut juga dengan
fara‟idh artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang
berhak menerimanya.
Sedangkan faraidh, merupakan bentuk jamak dari faraidhah. Kata ini derivative dari
fardhu. Fardhu dalam istilah ulama‟ mawaris adalah bagian tertentu bagi para ahli waris
yang telah ditetapkan oleh syara‟ seperti setengah (nisyfu), seperempat (rubu‟), sepertiga
(tsuluts), seperenam dan lain-lain.
2
B. Ahli Waris Dan Bagian-Bagiannya
Menurut Kompilasi Hukum Islam, ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal
dunia mempunyai hubungan darah dan hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama
Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. Dengan demikian, yang dimaksud
ahli waris adalah mereka yang jelas-jelas mempunyai hak waris ketika pewarisnya
meninggal dunia, tidak halangan untuk mewarisi (tidak ada mawani‟ al-irts).
Secara umum hukum Islam membagi ahli waris menjadi dua macam, yaitu:
1. Ahli waris nasabiyah, yaitu ahli waris yang hubungan kekeluargaannya timbul
karena adanya hubungan darah.
2. Ahli waris sababiyah, yaitu hubungan kewarisan yang timbul karena sebab
tertentu, yaitu:
Perkawinan yang sah (al-musaharah)
Memerdekakan hamba sahaya (al-wala‟) atau karena perjanjian tolong
menolong.
Apabila dilihat dari bagian-bagian yang diterima, dapat dibedakan kepada:
1. Ahli waris ashab al-furud, yaitu ahli waris yang menerima bagian yang telah
ditentukan besar kecilnya, seperti 1/2, 1/3, atau 1/6.
2. Ahli waris „ashabah, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa setelah harta
dibagikan kepada ahli waris ashab al-furu‟.
3. Ahli Waris zawi al-arham yaitu ahli waris karena hubungan darah tetapi menurut
ketentuan Al-Qur'an tidak berhak menerima warisan.
Apabila dilihat dari hubungan kekerabatan (jauh-dekat)nya sehingga yang dekat lebih
berhak menerima warisan daripada yang jauh dapat dibedakan.
1. Ahli waris hijab, yaitu ahli waris yang dekat yang dapat menghalangi yang jauh,
atau karena garis keturunannya menyebabkannya menghalangi orang lain.
2. Ahli waris mahjub, yaitu ahli waris yang terhalang oleh ahli waris yang dekat
hubungan kekerabatannya. Ahli waris ini dapat menerima warisan, jika yang
menghalanginya tidak ada.
3
Jumlah keseluruhan ahli waris yang secara hukum berhak menerima warisan, baik
ahli waris nasabiyah atau sababiyah, ada 17 orang, terdiri dari 10 orang laki-laki dan
7 orang perempuan. Apabila dirinci seluruhnya ada 25 orang, 15 orang laki-laki dan
10 orang perempuan. Agar lebih mudah dipahami, uraian selanjutnya digunakan
jumlah ahli waris 25 orang.
Sedangkan jika ahli waris perempuan semuanya ada, urutannya adalah sebagai
berikut:
a) Anak
4
b) Cucu
c) Ibu
d) Ibu dari ibu
e) Ibu dari ayah
f) Saudara kandung
g) Saudara seayah
h) Saudara seibu
i) Ibu
j) Orang yang memerdekakan dengan hak wala‟.40
Apabila seluruh ahli waris yang berjumlah 25 orang (laki-laki dan perempuan) semua
ada, maka hanya 5 orang saja yang berhak mendapat bagian, mereka yaitu:
Sebagai ahli warisan sababiyah, mereka dapat menerima warisan apabila perkawinan
suami-isteri tersebut sah. Begitu juga hubungan yang timbul sebab memerdekakan
hamba sahaya, hendaknya dapat dibuktikan menurut hukum yang berlaku.
6
1/6 sebagai pelengkap 2/3 jika bersama seorang anak
perempuan, tidak ada cucu laki-laki dan tidak mahjub. Jika
anak perempuan dua orang atau lebih ia tidak mendapatkan
bagian.
c) Ibu, berhak menerima bagian:
1/3 jika tidak ada anak atau cucu (far‟u waris) atau saudara dua
orang atau lebih.
1/6 jika ada far‟u waris atau bersama dua orang saudara atau
lebih.
1/3 Sisa, dalam masalah Gharrawain, yaitu apabila ahli waris
terdiri dari: suami/isteri, ibu dan ayah.
d) Ayah berhak menerima bagian:
1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki 1/6 + sisa, jika
bersama anak perempuan atau cucu perempuan garis laki-laki.
Jika ayah bersama ibu:
Masing-masing 1/6 jika ada anak, cucu atau saudara dua orang
atau lebih.
1/3 untuk ibu, ayah menerima sisanya, jika tidak ada anak,
cucu atau saudara dua orang lebih.
Ibu menerima 1/3 sisa, bapak sisanya setelah diambil untuk
suami atau isteri.
e) Nenek, jika tidak mahjub berhak menerima bagian:
1/6 jika seorang 1/6 dibagi rata, apabila nenek lebih dari
seorang dan sederajat kedudukannya.
f) Kakek, jika tidak mahjub, berhak menerima bagian:
1/6 jika bersama anak laki-laki atau cucu laki-laki 1/6 + sisa,
jika bersama anak atau cucu perempuan tanpa ada anak laki-
laki. 1/6 atau muqasamah (bagi rata) dengan saudara
sekandung atau seayah, setelah diambil untuk ahli waris lain.
7
1/3 atau muqasamah bersama saudara sekandung atau seayah,
jika tidak ada ahli waris lain.
g) Saudara perempuan sekandung, jika tidak mahjub, berhak menerima
bagian:
1/2 jika seorang, dan tidak bersama saudara laki-laki
sekandung.
2/3 dua orang atau lebih, tidak bersama saudara laki-laki
sekandung.
h) Saudara perempuan seayah, jika tidak mahjub, berhak menerima
bagian:
2/3 seorang diri dan tidak bersama saudara laki-laki seayah.
2/3 dua orang atau lebih tidak bersama saudara laki seayah.
1/6 jika bersama dengan saudara perempuan sekandung
seorang, sebagai pelengkap 2/3.
i) Saudara seibu, baik laki-laki ataupun perempuan kedudukannya sama.
Apabila tidak mahjub, saudara seibu berhak menerima bagian:
1/6 jika seorang diri 1/3 dua orang atau lebih bergabung
menerima 1/3 dengan saudara sekandung, ketika bersama-sama
dengan ahli waris sunni dan ibu (musyarakah)
j) Suami, berhak menerima bagian:
1/2 jika tidak mempunyai anak atau cucu.
1/4 jika bersama dengan anak atau cucu.
8
Sebagai penerima bagian sisa, ahli waris „ashabah, terkadang menerima
bagian banyak (seluruh harta warisan), terkadang menerima sedikit, tetapi
terkadang tidak menerima bagian sama sekali, karena habis diambil ahli waris
ashab al-furudh. Adapun macam-macam ahli waris „ashabah ada tiga macam,
yaitu:
a. Ashabah bin nafsi, yaitu ahli waris yang karena kedudukan dirinya
sendiri berhak menerima bagian „ashabah. Ahli waris kelompok ini
semuanya laki-laki, kecuali mu‟tiqah (perempuan yang
memerdekakan sahaya), yaitu:
1) Anak laki-laki
2) Cucu kali-laki dari garis laki-laki
3) Ayah
4) Kakek (dari garis bapak)
5) Saudara laki-laki sekandung
6) Saudara laki-laki seayah
7) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
8) Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
9) Paman sekandung
10) Paman seayah
11) Anak laki-laki paman sekandung
12) Anak laki-laki paman seayah
13) Mu‟tiq dan atau Mu‟tiqah (anak laki atau perempuan
memerdekakan hamba sahaya)
9
1) Anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki.
2) Cucu perempuan garis laki-laki, bersama dengan cucu laki-laki
garis laki-laki.
3) Saudara perempuan sekandung bersama dengan saudara laki-laki
sekandung.
4) Saudara perempuan seayah bersama dengan saudara laki-laki
seayah.
10
Lantas apa saja hal ketentuan terkait rukun pembagian harta warisan dalam Islam?
Dalam Islam, setidaknya ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam pembagian
harta warisan. Keempat syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Matinya orang yang mewariskan harus bisa dibuktikan dengan baik, teliti,
terdapat saksi, hingga diberitakan sudah meninggal dari pihak yang dapat
dipercaya.
2. Ahli waris yang akan menerima harta haruslah dalam keadaan hidup
meskipun dalam keadaan sekarat.
3. Harus ada hubungan antara ahli waris dengan pewaris, baik melalui
kekerabatan nasab, hubungan pernikahan, maupun pemerdekaan budak
(wala’).
4. Adanya satu alasan secara rinci yang menetapkan seseorang bisa mendapatkan
warisan. Alasan pewarisan bisa disertai dengan saksi
Selain empat syarat di atas, ada juga rukun pembagian warisan sebagaimana
ditulis Muhammad Ajib dalam Fiqh Hibah dan Waris (2019:44-45) seperti
berikut:
2. Pernikahan, merupakan pernikahan yang sah antara suami dan istri. Sekalipun
sesudah pernikahan belum terjadi persetubuhan atau berduaan di tempat sepi
(khalwat). Dan mengenai pernikahan yang batal atau fasid tidak berhak
menerima warisan.
3. Perbudakan, merupakan hubungan antara budak dan orang yang
memerdekakannya, apabila budak yang dimerdekakan tidak mempunyai ahli
waris berhak menghabiskan hartanya.
4. Tujuan Islam (Jihatul al-Islam), yaitu bagi orang yang tidak mempunyai ahli
waris maka hartanya ditaruh di Baitul Mal untuk kepentingan orang Islam.
1. Perbudakan, seorang yang berstatus budak yang tidak mempunyai hak untuk mewarisi
dari saudaranya sendiri. (Q.S An Nahl ayat 75). Sedangkan menurut Idris Ramulyo,
perbudakan menjadi penghalang mewarisi bukan karena status sosialnya, tetapi karena
dipandang sebagai hamba sahaya yang tidak cakap menguasai harta benda.
2. Pembunuhan, pembunuhan terhadap pewaris oleh ahli waris menyebabkan tidak dapat
mewarisi harta yang ditinggal oleh orang yang bunuh, meskipun yang dibunuh tidak
meninggalkan ahli waris lain selain yang dibunuh.
3. Berlainan agama, keadaan berlainan agama akan menghalangi mendapatkan harta
warisan, dalam hal ini yang dimaksud adalah antara ahli waris dengan muwarris yang
berbeda agama.
4. Berlainan negara, dilihat dari segi agama orang yang mewariskan dan orang yang
mewarisi, berlainan negara diklasifikasikan menjadi dua yaitu berlainan negara antar
orang-orang non muslim dan berlainan negara antar orang Islam.
12
Sebab-sebab memperoleh harta warisan harta warisan terbagi menjadi 3 golongan yaitu sebagai
berikut:
1. Dzul faraid yaitu ahli waris yang mendapatkan warisan tertentu dalam keadaan tertentu.
2. Dzul qarabat yaitu ahli waris yang mendapatkan warisan dengan bagian tidak tertentu.
3. Mawali yaitu ahli waris pengganti yang kedudukannya menggantikan ahli waris yang
seharusnya mendapat ahli warisan.
PERBUDAKAN
Perbudakan menjadi penghalang untuk mewarisi berdasarkan adanya petunjuk umum yang
menyatakan budak tidak memiliki kecakapan melakukan perbuatan hukum. Hal ini berdasarkan
surat al-Anfal ayat 75 :
Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat
bertindak terhadap sesutupun…(Q.S. Al-Anfal : 75).
PEMBUNUHAN
Pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap al-muwarris menyebabkannya tidak dapat
mewarisi hartanya
BERLAINAN AGAMA
Terhadap orang yang berlainan agama, maka hal tersebut dalam Islam menjadi penghalang
mewarisi. Semisal seorang muslim tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang beragama
non Islam.
Adapun dasar hukumnya adalah hadis rasulullah SAW. : Orang Islam tidak mewarisi harta orang
kafir, dan orang kafir tidak mewarisi harta orang Islam.
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan makalah ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Harta warisan adalah harta yang dalam istilah fara’id dinamakan Tirkah(peninggalan) merupakan
sesuatu atau harta kekayaan oleh yangmeninggal, baik berupa uang atau materi lainya yang
dibenarkan olehsyariat Islam untuk diwariskan kepada ahli warisnya.dan dalampelaksanaanya
atau apa-apa yang yang ditinggalkan oleh yang meninggalharus diartikan sedemikian luas
sehingga mencakup hal-hal yang adapada bagiannya. Kebendaan dan sifat-sifatnya yang
mempunyai nilaikebendaan. Hak-hak kebendaan dan hak-hak yang bukan kebendaan danbenda-benda
yang bersangkutan dengan hak orang lain.
Pentingnya pembagian warisan untuk orang-orang yang ditinggalkandengan seadil-adilnya sudah
diatur dalam Islam, mencegah terjadinyakonflik antar ahli waris dan menghindari perpecahan
ukhuwahpersaudaraan antar sesama keluarga yang masih hidup. Pembagiantersebut sudah di atur
dalam al-Quran dan al-Hadits, namun ada beberapaketentuan yang di sepakati menggunakan
Ijma’ dengan seadil-adilnya.
Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut :
1.Waris merupakan hal penting di dalam hukum Islam karena seringmenimbulkan perselisihan,
sebagai umat yang beragama Islam untukmecegah perpecahan dalam tali persaudaraan,
sebaiknya gunakanlahpembagian waris sesuai dengan hukum Islam.
2.Sebagai masyarakat yang hidup di zaman modern, sebaiknya kita lebihmenggali informasi
dengan mengikuti perkembangan zaman karenapentingnya masalah seperti warisan, informasi
yang di dapatkanmasyarakat bisa bermanfaat bagi orang lain seperti informasi mengenai
14
DAFRAT PUSTAKA
https://kumparan.com/berita-hari-ini/rukun-syarat-dan-jumlah-perhitungan-
pembagian-harta-warisan-dalam-islam-1tZtPjHDuY3
http://www.forshei.org/2019/10/penyebab-dan-penghalang-menerima.html?m=1
http://repository.uin-suska.ac.id/13175/7/7.%202018211THK_BAB%20II.pdf
https://www.google.co.id/amp/s/dianamonikablog.wordpress.com/2016/05/31/maw
aris-pengertian-mawaris-sebab-pewarisan-sayarat-dan-rukun-pewarisa/amp/
15