Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PSIKOSOSIAL

Nadia Sri Damayanti


R014211014

Proseptor Institusi

Andriani, S.Kep., Ns., M. Kes

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PSIKOSOSIAL DENGAN DIAGNOSA ANSIETAS

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi

(Videbeck, 2008). Menurut Nanda 2018 – 2020, definisi Ansietas merupakan perasaan

tidak nyaman, takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan

isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan

memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.

Ansietas merupakan keadaan ketika individu atau kelompok mengalami perasaan

gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf autonom dalam berespons

terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik (Carpenito, 2007).

2. Penyebab/Etiologi

a. Faktor Predisposisi

Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas:

1) Dalam pandangan psikoanalitik, ansietas adalah konflik emosional yang

terjadi antara dua elemen kepribadian, id dan superego. Id mewakili

dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego

mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma

budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi hambatan dari dua

elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego

bahwa ada bahaya.

2) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut

terhadap tidak adanya penerimaan dari hubungan interpersonal. Ansietas juga

berhubungan dengan perkembangan, trauma seperti perpisahan dan


kehilangan, sehingga menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga

diri rendah mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.

3) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi, yaitu

segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai

tujuan yang diinginkan. Daftar tentang pembelajaran meyakini bahwa

individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan

yng berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan

selanjutnya.

4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang

biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan

ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.

5) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus

benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas

penghambat dalam aminobutirik. Gamma neuroregulator (GABA) juga

mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan

dengan ansietas sebagaimana halnya endorfin. Selain itu telah dibuktikan

kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi

terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan

selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.

b. Faktor Presipitasi

Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor

pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 katagori:

1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis

yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas

hidup sehari-hari.
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas,

harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

3. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Gangguan perilaku : kecemasan Core Problem

Koping individu tak efektif

Stressor

4. Klasifikasi

Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek

membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami,

dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau

(dalam Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu

yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

a. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan

membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu

individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir,

bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Menurut Videbeck (2008),

respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :


1) Respons fisik

a) Ketegangan otot ringan

b) Sadar akan lingkungan

c) Rileks atau sedikit gelisah

d) Penuh perhatian

e) Rajin

2) Respon kognitif

a) Lapang persepsi luas

b) Terlihat tenang, percaya diri

c) Perasaan gagal sedikit

d) Waspada dan memperhatikan banyak hal

e) Mempertimbangkan informasi

f) Tingkat pembelajaran optimal

3) Respons emosional

a) Perilaku otomatis

b) Sedikit tidak sadar

c) Aktivitas menyendiri

d) Terstimulasi

e) Tenang

b. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang

benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck

(2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut:

1) Respon fisik:

a) Ketegangan otot sedang

b) Tanda-tanda vital meningkat


c) Pupil dilatasi, mulai berkeringat

d) Sering mondar-mandir, memukul tangan

e) Suara berubah: bergetar, nada suara tinggi

f) Kewaspadaan dan ketegangan menigkat

g) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung

2) Respons kognitif

a) Lapang persepsi menurun

b) Tidak perhatian secara selektif

c) Fokus terhadap stimulus meningkat

d) Rentang perhatian menurun

e) Penyelesaian masalah menurun

f) Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan

3) Respons emosional

a) Tidak nyaman

b) Mudah tersinggung

c) Kepercayaan diri goyah

d) Tidak sabar

e) Gembira

c. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan

respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat

adalah sebagai berikut :

1) Respons fisik

a) Ketegangan otot berat

b) Hiperventilasi

c) Kontak mata buruk


d) Pengeluaran keringat meningkat

e) Bicara cepat, nada suara tinggi

f) Tindakan tanpa tujuan dan serampangan

g) Rahang menegang, mengertakan gigi

h) Mondar-mandir, berteriak

i) Meremas tangan, gemetar

2) Respons kognitif

a) Lapang persepsi terbatas

b) Proses berpikir terpecah-pecah

c) Sulit berpikir

d) Penyelesaian masalah buruk

e) Tidak mampu mempertimbangkan informasi

f) Hanya memerhatikan ancaman

g) Preokupasi dengan pikiran sendiri

h) Egosentris

3) Respons emosional

a) Sangat cemas

b) Agitasi

c) Takut

d) Bingung

e) Merasa tidak adekuat

f) Menarik diri

g) Penyangkalan

h) Ingin bebas
d. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya

kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.

Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :

1) Respons fisik

a) Flight, fight, atau freeze

b) Ketegangan otot sangat berat

c) Agitasi motorik kasar

d) Pupil dilatasi

e) Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun

f) Tidak dapat tidur

g) Hormon stress dan neurotransmiter berkurang

h) Wajah menyeringai, mulut ternganga

2) Respons kognitif

a) Persepsi sangat sempit

b) Pikiran tidak logis, terganggu

c) Kepribadian kacau

d) Tidak dapat menyelesaikan masalah

e) Fokus pada pikiran sendiri

f) Tidak rasional

g) Sulit memahami stimulus eksternal

h) Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi

3) Respon emosional

a) Merasa terbebani

b) Merasa tidak mampu, tidak berdaya

c) Lepas kendali
d) Mengamuk, putus asa

e) Marah, sangat takut

f) Mengharapkan hasil yang buruk

g) Kaget, takut

h) Lelah

Rentang Respon Ansietas (Stuart, 2007)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

5. Gejala Klinis

Keluhan (keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas),

antara lain sebagai berikut:

a. Cemas, khawatir, firasat, buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

d. Gangguan pola tidur, mimpi (mimpi yang menegangkan).

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

f. Keluhan (keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran

berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak napas, gangguan pencernaan, gangguan

perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

Kecemasan dapat diukur dengan alat ukur kecemasan yang disebut HARS

(Hamilton Anxiety Rating Scale) merupakan skala pengukuran kecemasan yang


didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan.

Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 sampai dengan 4. Skala

HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959 yang diperkenalkan oleh Max

Hamilton. Skala HARS dalam penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi :

a. Perasaan cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

b. Merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah tergaggu dan lesu.

c. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang lain, bila tinggal sendiri dan takut

pada binatang besar.

d. Gangguan tidur, sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas

dan mimpi buruk.

e. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.

f. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobby, sedih,

perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

g. Gejala somatic: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan

gertakan otot.

h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat,

serta merasa lemah.

i. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri dada, denyut nadi mengeras dan detak

jantung hilang sekejap.

j. Gejala pernafasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik nafas

panjang dan merasa nafas pendek.

k. Gejala gastrointestinal : sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan

muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas perut.

l. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea, ereksi

lemah atau impotensi.


m. Gejala vegative: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri,

pusing atau sakit kepala.

n. Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau

kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek cepat.

Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:

0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada

3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada

4 = sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14

dengan hasil:

1.  Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.

2.  Skor 7 – 14 = kecemasan ringan.

3.  Skur 15 – 27 = kecemasan sedang.

4.  Skor lebih dari 27 = kecemasan berat.

6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang ansietas yaitu:

a. Pemerikasaan laboratorium, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan

fungsi adrenal, peningkatan glukosa dan menurunnya fungsi paratiroid, tingkat

oksigen dan kalsium.

b. Uji psikologis
7. Penatalaksanaan Medis

Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan

terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup

fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya

seperti pada uraian berikut:

a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:

1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang.

2) Tidur yang cukup.

3) Cukup olahraga.

4) Tidak merokok.

5) Tidak meminum minuman keras.

b. Terapi psikofarmaka

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-

obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal

penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka

yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,

clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.

c. Terapi somatic

Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat

dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan

somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh

yang bersangkutan.

d. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :


1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar

pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta

percaya diri.

2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai

bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.

3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-

konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.

4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan

untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.

5) Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika

kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi

stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.

6) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor

keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan

sebagai faktor pendukung.

e. Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan

dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan

stressor psikososial.

8. Komplikasi

a. Depresi

b. Somatoform

c. Skizofrenia Hibefrenik

d. Skizofrenia Simplek
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

a. Pengkajian Keperawatan pada pasien dengan ansietas menurut (Stuart, 2007) yaitu:

Identitas Klien

1) Initial :Ansietas lebih rentan terjadi pada wanita daripada

laki-laki, karena wanita lebih mudah stress

dibanding pria.

2) Umur : Toddler-lansia

3) Pekerjaan : Pekerajaan yang mempunyai tingkat stressor yang

besar.

4) Pendidikan : Orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang

rendah lebih rentan mengalami ansietas

b. Alasan Masuk

Sesuai diagnosa awal klien ketika pertama kali masuk rumah sakit.

c. Faktor Predisposisi

1) Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi

antara dua elemen kepribadian: id dan superego.

2) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasan takut terhadap

ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan

perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan

kerentanan tertentu.

3) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala

sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang

diinginkan
4) Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam

kelurga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas

dengan depresi

d. Fisik

Tanda Vital:

TD : Meningkat, palpitasi, berdebar-debar bahkan sampai pingsan.

N : Menurun

S : Normal (36˚C - 37,5˚C ), ada juga yang mengalami hipotermi

tergantung respon individu dalam menangania ansietasnya

P : Pernafasan , nafas pendek, dada sesak, nafas dangkal, rasa

tercekik terengah- engah

1) Ukur: TB dan BB: normal (tergantung pada klien)

2) Keluhan Fisik:  refleks, terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kaku,

gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, gerakan lambat, kaki goyah.

Selain itu juga dapat dikaji tentang repon fisiologis terhadap ansietas

(Stuart, 2007):

B1 : Nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada, nafas dangkal

pembengkakan pada tenggorokan, terengah-engah.

B2 : Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin

pingsan, pingsan, TD ↓, denyut nadi ↓.

B3 : Refleks ↑, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor,

rigiditas, gelisah, wajah tegang.

B4 : Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.

B5 : Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman


pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati.

B6 : Lemah.

e. Psikososial:

Konsep diri:

1) Gambaran diri: wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, keringat

berlebihan.

2) Identitas: gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta terjadi pada

seseorang yang bekerja dengan sressor yang berat.

3) Peran: menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok / masyarakat.

4) Ideal diri: berkurangnya toleransi terhadap stress, dan kecenderungan ke arah

lokus eksternal dari keyakinan kontrol.

5) Harga diri: klien merasa harga dirinya rendah akibat ketakutan yang tidak

rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu.

Hubungan Sosial:

1) Orang yang berarti: keluarga

2) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: kurang berperan dalam

kegiaran kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam

keluarga / kelompok / masyarakat.

3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: +

Spiritual:

1) Nilai dan keyakinan

2) Kegiatan ibadah

f. Status Mental:

1) Penampilan: pada orang yang mengalami ansietas berat dan panik biasanya

penampilannya tidak rapi.


2) Pembicaraan: bicara cepat dan banyak, gagap dan kadang-kadang keras.

3) Aktivitas motorik: lesu, tegang, gelisah, agitasi, dan tremor.

4) Alam perasaan: sedih, putus asa, ketakutan dan khawatir.

5) Afek: labil

6) Interaksi selama wawancara: tidak kooperatif, mudah tersingung dan mudah

curiga, kontak mata kurang.

7) Persepsi: berhalusinasi, lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu

menyelesaikan masalah.

8) Proses pikir: persevarsi

9) Isi pikir: obsesi, phobia dan depersonalisasi

10) Tingkat kesadaran: bingung dan tidak bisa berorietansi terhadap waktu, tempat

dan orang (ansietas berat)

11) Memori: pada klien yang mengalami OCD (Obsessive Compulsif Disorder)

akan terjadi gangguan daya ingat saat ini bahkan sampai gangguan daya ingat

jangka pendek.

12) Tingkat konsentrasi dan berhitung: tidak mampu berkonsentrasi

13) Kemampuan penilaian: gangguan kemampuan penilaian ringan

14) Daya titik diri: menyalahkan hal-hal diluar dirinya: menyalahkan orang lain/

lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini.

g. Kebutuhan Persiapan Pulang

1) Kemampuan klien memenuhi/ menyediakan kebutuhan makanan, keamanan,

tempat tinggal, dan perawatan.

2) Kegiatan hidup sehari-hari:

3) Kurang mandiri tergantung tingkat ansietas

4) Perawatan diri
5) Nutrisi

6) Tidur

h. Mekanisme Koping

Adaptif (ansietas ringan) dan maladaptif (ansietas sedang, berat dan panik).

Menurut Stuart (2007). Individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk

mencoba mengatasinya, ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif

merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas ringan sering

ditanggulangi tanpa pemikiran yang sadar, sedangkan ansietas berat dan sedang

menimbulkan 2 jenis mekanisme koping :

1) Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi

pada tindakan untuk memenuhi tuntunan situasi stres secara realistis

2) Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang.

Tetapi karena mekanisme tersebut berlangsung secara relative pada tingkat tidak

sadar dan mencakup penipuan diri dan distorsi realitas, mekanisme ini dapat

menjadi repon maladaptif terhadap stres.

i. Masalah Psikososial dan Lingkungan

1) Masalah dengan dukungan kelompok: klien kurang berperan dalam kegiatan

kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam keluarga/

kelompok/ masyarakat.

2) Masalah berhubungan dengan lingkungan: lingkungan dengan tingkat stressor

yang tinggi akan memicu timbulnya ansietas.

3) Masalah dengan pendidikan: seseorang yang pernah gagal dalam menempuh

pendidikan, tidak ada biaya untuk melanjutkan jenjang pendidikan berikutnya.

4) Masalah dengan pekerjaan: mengalami PHK, target kerja tidak tercapai.


5) Masalah dengan perumahan: pasien kehilangan tempat tinggalnya karena

bencana alam, pengusuran dan kebakaran.

6) Masalah ekonomi: pasien tidak mempunyai kemampuan finansial dalam

mencukupi kebutuhannya sehari-hari dan keluarganya.

7) Masalah dengan pelayanan kesehatan: kurang percaya dengan petugas

kesehatan.

j. Pengetahuan Kurang

Pasien kurang mempunyai pengetahuan tentang faktor presipitasi, koping, obat-

obatan, dan masalah lain tentang ansietas

k. Aspek medik

Diagnosa Medik:

1) Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistic terhadap dua atau

lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman perasaan ini menyebabkan individu

tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax)

2) Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut:

Ketegangan Motorik:

a) Kedutan otot atau rasa gemetar

b) Otot tegang/kaku/pegel linu

c) Tidak bisa diam

d) Mudah menjadi lelah

Hiperaktivitas Otonomik:

a) Nafas pendek/ terasa berat

b) Jantung berdebar-debar

c) Telapak tangan basah dingin

d) Mulut kering
e) Kepala pusing/rasa melayang

f) Mual, mencret, perut tidak enak

g) Muka panas/ badan menggigil

h) Buang air kecil lebih sering

i) Sukar menelan/rasa tersumbat

Kewaspadaan berlebihan dan Penangkapan Berkurang

a) Perasaan jadi peka/ mudah ngilu

b) Mudah terkejut/kaget

c) Sulit konsentrasi pikiran

d) Sukar tidur

e) Mudah tersinggung

3) Hendaknya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala:

penurunan kemampuan bekerja, hubungan social, dan melakukan kegiatan rutin.


2. Masalah Keperawatan

a. Ansietas

b. Harga Diri Rendah

c. Gangguan Citra Tubuh

d. Koping individu infektif

e. Kurangnya pengetahuan

Masalah dan Data yang Perlu Dikaji

Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji


Ansietas DS:

1. Pasien menganggap dirinya

mudah gelisah dan tidak

berdaya

2. Pasien mengatakan takut dan

cemas

3. Pasien mengatakan susah tidur

DO:

1. Pasien terlihat sering melamun

dan murung

2. Pasien cenderung menyalahkan

orang lain
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL DENGAN

DIAGNOSA GANGGUAN CITRA TUBUH

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran

tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsikan dan memberikan penilaian atas apa

yang dipikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan bagaimana kira-

kira penilaian orang lain terhadap dirinya (Sitorus, 2011).

Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan

perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan makna dan objek yang sering

kontak dengan tubuh. Gangguan tersebut diakibatkan kegagalan dalam penerimaan diri

akibat adanya persepsi yang negatif terhadap tubuhnya secara fisik. Persepsi tubuh

secara fisik berkaitan dengan bagaimana kita mempersepsikan diri kita secara fisik

(Muhith A, 2015). Gangguan citra tubuh ini mencakup perasaan yang tidak puas

terhadap perubahan bentuk, struktur dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang

diinginkan (Lestari, 2015), Sedangkan menurut Nanda 2017, Gangguan citra tubuh

adalah konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik individu.

2. Penyebab/Etiologi

a. Faktor Predisposisi

Adanya riwayat :

 Biologis :

Penyakit genetik dalam keluarga, Pertumbuhan dan perkembangan

masa bayi, anak dan remaja, Anoreksia, bulimia, atau berat badan kurang

atau berlebih dari berat badan ideal, perubahan fisiologi pada kehamilan dan

penuaan, pembedahan elektif dan operasi, trauma, penyakit atau gangguan


organ dan fungsi tubuh lain ; Stroke, Kusta, Asthma dan lain-lain,

pengobatan atau kemoterapi, penyalahgunaan obat atau zat ; coccaine,

Amphetamine, Halusinogen dan lain-lain.

 Psikologis :

Gangguan kemampuan verbal, konflik dengan nilai masyarakat,

pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, ideal diri tidak realistis.

 Sosial budaya :

Pendidikan masih rendah, masalah dalam pekerjaan, nilai budaya

bertentangan dengan nilai individu, pengalaman sosial yang tidak

menyenangkan, kegagalan peran sosial.

b. Faktor Presipitasi

 Trauma

 Penyakit, kelainan hormonal

 Operasi atau pembedahahan

 Perubahan masa pertumbuhan dan perkembangan ; maturasi

 Perubahan fisiologis tubuh ; kehamilan, penuaan.

 Prosedur medis dan keperawatan ; efek pengobatan ; radioterapi, kemoterapi.


1. Pohon Masalah

Gangguan isolasi sosial

Gangguan citra tubuh (Core Problem)

Perubahan bentuk tubuh (Keliat, 2011)

2. Gejala Klinis

1) Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.

2) Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau akan terjadi.

3) Menolak penjelasan perubahan tubuh.

4) Persepsi negatif pada tubuh.

5) Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang.

6) Menggungkapkan keputusasaan.

7) Mengungkapkan ketakutan (Muhith A, 2015).

Sedangkan menurut Lestari (2015), tanda dan gejala gangguan citra tubuh sesuai

dengan temuan pada saat pengkajian pada pasien dapat dibedakan menjadi 4, yaitu

observasi, objektif, subjektif dan data dari hasil wawancara.

1) Observasi

a. Hilangnya bagian tubuh

b. Perubahan anggota tubuh, bentuk maupun fungsinya

c. Menyembunyikan atau memamarkan bagian tubuh yang terganggu


2) Objektif

a. Hilangnya bagian tubuh

b. Perubahan anggota tubuh, bentuk maupun fungsinya

c. Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu

d. Menolak melihat bagian tubuh

e. Menolak menyentuh bagian tubuh

f. Aktivitas sosial menurun

3) Subjektif

a. Menolak perubahan anggota tubuh saat ini

b. Mengatakan hal negative tentang anggota tubuh yang tidak berfungsi

c. Mengungkapkan perasaan tidak berdaya, tidak berharga dan keputusasaan

d. Menolak berinteraksi dengan orang lain

e. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap anggota tubuh yang

terganggu

f. Sering mengulang-ulang mengungkapkan kehilangan yang terjadi

g. Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang

h. Menolak melihat bagian tubuh

i. Aktivitas sosial menurun

4) Data hasil wawancara

a. Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, tidak puas dengan hasil operasi

b. Menolak berinteraksi dengan orang lain

c. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang

terganggu

d. Mengatakan hal negatif terhadap anggota tubuh yang tidak berfungsi

e. Mengungkapkan perasaan tidak berdaya, tidak berharga dan keputusasaan


f. Sering mengulang mengatakan kehilangan yang terjadi merasa asing

terhadap bagian tubuhnya yang hilang

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Keperawatan

1) Identitas Pasien : nama, umur, alamat dll.

2) Alasan masuk

3) Faktor Predispdsisi dan Presipitasi

4) Pengkajian fisik

5) Psikososial

 Genogram

 Konsep Diri : Gambaran diri atau citra tubuh, Identitas Diri, Peran Diri,

Ideal Diri, Harga Diri

 Hubungan Sosial

 Spiritual : Nilai, Keyakinan dan Ibadah

6) Status Mental

a. Penampilan

b. Pembicaraan

c. Aktivitas Motorik : Hipomotorik, Hipermotorik, TIK, Agitasi,

Grimaseren, Tremor atau Kompulsif

d. Alam Perasaan

e. Afek

 Dari mana datangnya afek di dapatkan?

 Jenis Afek : Appropriate atau inappropriate

f. Interaksi selama wawancara


g. Persepsi

h. Proses berpikir : Sirkumtansial, Tangensial, Kehilangan asosiasi, Flight of

Ideas, Blocking, Reeming, Perseverasi

i. Isi Pikir (dapat di ketahui dari?) : Obsesi, Phobia, Ide terkait,

Depeersonalisasi, Waham ( agama, somatik, kebesaran, curiga, nihilistic,

hipokondria, magik mistik ) atau Waham yang bizar (ada berapa?)

j. Tingkat kesadaran dan Orientasi

 Kesadaran Pasien (bingung, sedasi, atau stupor)

 0rientasi terhadap waktu, tempat, orang

k. Memori ( Gangguan daya ingat jangka panjang, Gangguan daya ingat

jangka pendek, Gangguan daya ingat saat ini, Konfabulasi )

l. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung (mudah dialihkan, tidak mampu

berkomunikasi, atau tidak mampu berhitung )

m. Kemampuan Penilaian (gangguan kemampuan penilaian ringan,

gangguan penilaian hermaka)

n. Daya Tilik Diri

7) Masalah Psikososial dan Lingkungan

8) Pengetahuan

9) Aspek Medik

 Diagnosa Medis

 Program terapi obat yang diberikan


LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL DENGAN

DIAGNOSA KETIDAKBERDAYAAN

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya tidak

akan mendapat hasil, ketidakberdayaan pada individu terjadi bila individu tidak

dapat mengatasi solusi dari masalahnya, sehingga individu percaya hal tersebut

diluar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut Menurut Varcarolis, (2000) dalam

Hidayat (2014).

Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau

tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau

tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit

mengendalikan situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang akan terjadi

(Riyadi, 2015). Sedangkan menurut Nanda 2017, Ketidakberdayaan merupakan

pengalaman hidup kurang pengendalian terhadap situasi, termasuk persepsi bahwa

tindakan seseorang secara signifikan tidak akan mempengaruhi hasil.

2. Penyebab/Etiologi

a. Faktor Predisposisi

1) Biologis :

a) Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita

gangguan jiwa)

b) Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan

Pengalaman penggunaan zat terlarang


c) Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up, tanggal

terakhir periksa)

d) Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu

pelaksana aktivitas harian pasien

e) Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai

kejang-kejang atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang

menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic.

f) Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan

ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau

AIDS

1) Psikologis :

a) Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal

b) Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan

komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan

perasaan terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya

c) Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara

progresif menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel,

kanker terminal atau AIDS

d) Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai)

e) Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang

sekarang

f) Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu

otoriter atau terlalu melindungi/menyayangi


g) Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap

perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam

mengembangkan hobi dan aktivitas sehari-hari

h) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai

saksi

i) Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah

cemas, rasa takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya

j) Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.

2) Sosial budaya :

a) Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan

b) Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan

yang sama untuk mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran

yang dijalankan dalam kehidupannya

c) Pendidikan rendah

d) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan

(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau

orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan)

e) Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol

(misalnya kontrol lokus internal)

f) Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain,

tidak mampu berpartisipasi dalam sosial kemasyarakatan secara aktif,

enggan bergaul dan kadang menghindar dari orang lain

g) Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat

h) Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun secara

pasif.
a. Faktor Presipitasi

1) Biologis :

a) Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, Program

pengobatan yang terkait dengan penyakitnya (misalnya jangka panjang,

sulit dan kompeks) (proses intoksifikasi dan rehabilitasi).

b) Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir

c) Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang menimbulkan

kejang atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal,

temporal dan limbic

d) Terdapat gangguan sistem endokrin

e) Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau

f) Mengalami gangguan tidur atau istirahat

g) Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras, etnik dan gender

h) Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan

2) Psikologis :

a) Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis

b) Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas sosial

yang berdampak pada keputusasaan.

c) Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan

aktivitas kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan

pekerjaan.

d) Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena ketidakmampuan

melakukan tanggungjawab peran.

e) Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang lain


3) Sosial budaya :

a) Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau

kehidupannya yang sekarang.

b) Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga (berada dalam

lingkungan perawatan kesehatan).

c) Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun penyebab

yang lain

d) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan

(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau

orang terdekat yang berlangsung dalam 6 bulan terakhir)

e) Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.

f) Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya dan

ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat

c. Pohon Masalah

Harga Diri Rendah Keputusasaan

Ketidakberdayaan (Core Problem)

Koping tidak efektif


d. Gejala Klinis

 Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kemampuan

mengendalikan atau mempengaruhi situasi.

 Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu

 Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk

melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya.

 Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran.

 Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri

 Menunjukkan perilaku ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang

perawatan

 Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan kesempatan

 Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya

 Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas,

ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah.

 Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang lain ketika

mendapat perlawanan

 Apatis dan pasif

 Ekspresi muka sedih

 Bicara dan gerakan lambat

 Tidur berlebihan

 Nafsu makan tidak ada atau berlebihan

 Menghindari orang lain


e. Jenis- jenis ketidakberdayaan

Menurut Stephenson (1979) dalam Hidayat (2014) menggambarkan dua jenis

ketidak-berdayaan yaitu;

a. Ketidakberdayaan situasional

Ketidakberdayaan yang muncul pada sebuah peristiwa spesifik dan mungkin

berlangsung singkat.

a. Ketidakberdayaan dasar (trait powerlessness)

Ketidakberdayaan yang bersifat menyebar, mempengaruhi pandangan, tujuan,

gaya hidup, dan hubungan

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Pengkajian
Data Masalah keperawatan
Subjektif: Ketidakberdayaan
a. Mengatakan secara verbal ketidakmampuan
mengendalikan atau mempengaruhi
situasi.
b. Mengatakan tidak dapat menghasilkan sesuatu.
c. Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri.
Objektif:
a. Tidak berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan saat kesempatan diberikan.
b. Segan mengekspresikan perasaan yang
sebenarnya.
c. Apastis,pasif.
d. Ekspresi muka sedih
e. Bicara dan gerakan lambat.
f. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan.
g. Tidur berlebihan.
h. Menghindari orang lain.
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL DENGAN

DIAGNOSA KEPUTUSASAAN

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Keputusasaan merupakan kondisi subjektif seorang individu dalam

memandang keterbatasan atau tidak adanya alternative pribadi serta tidak mampu

memobilisasi energi demi kepentingan sendiri (NANDA, 2018). Sedangkan menurut

Departemen Kesehatan tahun 2010 dalam Mad Zaini (2019) keputusasaan

merupakan kondisi subjektif seorang individu melihat tidak ada alternative atau

pilihan yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi energi yang dimilikinya.

Dapat di simpulkan bahwa keputus asaan merupakan keputusasaan merupakan

kondisi dimana seorang individu tidak memiliki pilihan lain dalam dirinya dan tidak

dapat mengontrol atau memobilisasi energy nya untuk kepentingan pribadi, yang

membedakan keputusasaan dengan ketidakberdayaan yaitu ketidakberdayaan muncul

ketika seorang individu masih memiliki motivasi dalam hidupnya dan ia masih bisa

melakukan kegiatan nya sedangkan keputusasaan ia sudah tidak memiliki motivasi

dalam hidup sehingga nanti nya akan timbul perasaan putus asa.

2. Penyebab/Etiologi

Menurut Zaini (2019), Penyebab Keputusasaan diantaranya :

a. Aspek biologis, riwayat keluarga depresi, status nutrisi seperti memiliki riwayat

anoreksia dan BB kurang atau berlebih, status kesehatan secara umum yaitu

terdapat penyakit kronis, ketidakseimbangan saraf dan elektrolit, paparan

terhadap racon dan alkohol.


b. Aspek psikologis, gangguan dalam melakukan komunikasi verbal, adanya

pengalaman yang tidak menyenangkan seperti perpisahan atau penolakan,

gangguan konsep diri dan self kontrol yang kurang.

c. Aspek sosial, tidak sekolah/ putus sekolah, pekerjaan dan pendapatan, sosial

ekonomi yang rendah, belum menikah atau mengalami kegagalan dalam

berumah tangga, spiritual yang kurang dan pernah ditolak dikelompok sebaya.

3. Pohon Masalah

Ketidakberdayaan

Keputusasaan

Harga diri rendah (Keliat, 2005)

4. Gejala Klinis

Menurut Nanda (2018), tanda keputusasaan adalah :

 Penurunan pola tidur

 Penurunan selera makan

 Isyarat verbal putus asa

 Kurang kontak mata

 Mengangkat bahu sebagai respon terhadap orang yang mengajak berbicara


 Menjauhi orang yang mengajak berbicara

 Penurunan respon terhadap stimulus

 Kehilangan kepercayaan spiritual

 Kehilangan kepercayaan pada nilai penting

 Pembatasan aktivitas jangka panjang

Sedangkan menurut, Keliat, Dkk (2006) adalah:

 Mayor ( harus ada) :

Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang mendalam ,

berlebihan, dan berkepanjangan dalam merespon situasi yang dirasakan sebagai

hal yang mustahil isyarat verbal tentang kesedihan.

1. Fisiologis :

a) Respon terhadap stimulus melambat

b) Tidak ada energi

c) Tidur bertambah

2. emosional :

a. Individu yang putus asa sering sekali kesulitan mengungkapkan

perasaannya tapi dapat merasakan

b. Tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan pertolongan

tuhan

c. Tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup

d. Hampa dan letih


e. Perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa tidak berdaya,tidak

mampu dan terperangkap.

3. Individu Memperlihatkan :

a. Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan

b. Penurunan verbalisasi

c. Penurunan afek

d. Kurangnya ambisi,inisiatif,serta minat.

e. Ketidakmampuan mencapai sesuatu

f. Hubungan interpersonal yang terganggu

g. Proses pikir yang lambat

h. Kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan kehidupannya

sendiri.

4. Kognitif :

a. Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan

membuat keputusan

b. Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang bukan masalah

yang dihadapi saat ini.

c. Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir

d. Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali )

e. Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap


f. Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan tujuan yang

ditetapkan

g. Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta membuat keputusan

h. Tidak dapat mengenali sumber harapan

i. Adanya pikiran untuk membunuh diri.

 Minor ( mungkin ada )

1. Fisiologis

b. Anoreksia

c. BB menurun

2. Emosional

a. Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang lain

b. Merasa berada diujung tanduk

c. Tegang

d. Muak ( merasa ia tidak bisa)

e. Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia jalani

f. Rapuh

3. Individu memperlihatkan

a. Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari pembicara

b. Penurunan motivasi

c. Keluh kesah

d. Kemunduran
e. Sikap pasrah

f. Depresi

4. Kognitif

Penurunan kemampuan untuk menyatukan informasi yang diterima:

a. Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang , masa

datang

b. Bingung

c. Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif

d. Distorsi proses pikir dan asosiasi

e. Penilaian yang tidak logis

5. Rencana keperawatan (Zaini,2019)

 Mendukung klien untuk berpartisipasi aktif dalam kelompok untuk

memberikan dukungan sosial dan melakukan penyelesaian masalah

 Menggali faktor yang berkontribusi terhadap perasaan keputusasaan dengan

klien

 Memberikan penguatan positif, melakukan kontak mata, membuka diri,

penurunan jumlah tidur, melakukan perawatan diri dan peningkatan nafsu

makan

 Menjadwalkan dengan klien untuk melakukan kegiatan bersama klien dengan

memberikan kesempatan kepada klien untuk menggali tindakan koping

alternative

 Membantu klien untuk mengidentifikasi area harapan dalam kehidupan


 Mendemonstrasikan harapan dan mengenalkan penilaian intrinsikdan

memandang penyakitnya hanya dari sudut pandang individu saha

 Membantu klien untuk melakukan kegiatan spiritual

 Mengarahkan untuk mengingat kembali kehidupan atau mengungkapkan

kenangan sesuai dengan kebutuhan

 Menghindari menutupi kebenaran

 Libatkan pasien secara aktif


LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL DENGAN DIAGNOSA

HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh

dengan menganalisis seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri (Stuart

dan Sundeen, 2007). Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai perasaan yang

negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, serta merasa gagal mencapai

keinginan (Dalami dkk, 2009).

Harga diri rendah situasional terjadi bila seseorang mengalami trauma yang terjadi

secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, cerai, putus sekolah, putus

hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi, misalnya korban pemerkosaan,

dituduh KKN, dipenjara secara tiba-tiba (Dalami dkk, 2009). Sedangkan Menurut Nanda

2017, Harga diri rendah situsional didefinisikan sebagai munculnya persepsi negative

tentang makna diri sebagai respon terhadap situasi saat ini.

2. Penyebab/Etiologi

a. Faktor predisposisi

1) Faktor yang mempengaruhi harga diri, meliputi penolakan orang tua,

harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang

memiliki tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan

ideal diri yang tidak realistis.

2) Faktor yang memengaruhi performa peran adalah steriotif peran gender,

tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya. Nilai-nilai budaya yang

tidak dapat diikuti oleh individu.


3) Faktor yang memengaruhi identitas pribadi, meliputi ketidakpercayaan

orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.

b. Stresor pencetus

Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal dan elsternal, yaitu sebagai

berikut:

1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan

peristiwa yang mengancam kehidupan.

2) Ketergantungan peran, berhubungand engan peran atau posisi yang

diharapkan dan individu mengalaminya seperti frustasi. Ada tiga jenis

transisi peran:

a) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang

berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap

perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-

norma budaya, nilai-nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.

b) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya

anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.

c) Transisi peran sehat-sakit, terjadi akibat pergeseran dari keadaan

sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh: kehilangan

bagian tubuh: perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi

tubuh; perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang

normal, prosedur medis, dan keperawatan.


3. Pohon Masalah

Keputusasaan

Ketidakberdayaan

Harga Diri Rendah Situasional

Ketidakefektifan Gangguan Citra Gangguan


Koping Tubuh Identitas Personal

Keterangan

: Masalah Utama (Core Problem)

Tulisan miring : Dampak (effek)

Tulisan tegak : Penyebab (causa)

4. Rentang Respon Konsep Diri

Adapun rentang respon gangguan konsep diri: harga diri rendah adalah transisi

antara respons konsep diri adaptif dan maladaptif. Penjabarannya adalah sebagai

berikut.

a. Aktualisasi diri adalah pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan latar

belakang pengalaman yang sukses.

b. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang positif dalam

perwujudan dirinya.

c. Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami atau berisiko

mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan diri.


d. Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek

identitas masa anak-anak kedalam kematangan kepribadian oada remaja yang

harmonis.

e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan merasa asing dengan

diri sendiri, yang berhubungan dengan kecemasan, kesulitan membedakan diri

sendiri dari orang lain dan tubuhnya sendiri tidak nyata dan asing baginya.

5. Gejala Klinis

Tanda dan gejala dari harga diri rendah pada seseorang berbeda-beda dan

bervariasi antara individu satu dengan lainnya, tetapi biasanya dimanifestasikan

sebagai berikut.

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit/ tindakan, misalnya: malu

karena alopesia setelah dilakukan tindakan kemoterapi.

b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, menyalahkan, mengkritik, mengejek diri

sendiri.

c. Merendahkan martabat: saya tidak bisa, saya bodoh, saya tidak tahu apa-apa,

saya tidak mampu.

d. Gangguan hubungan sosial.

e. Percaya diri kurang, sukar mengambil keputusan.

f. Mencederai diri

g. Mudah marah, mudah tersinggung

h. Apatis, bosan, jenuh dan putus asa

i. Kegagalan menjalankan peran, proyeksi (menyalahkan orang lain).

Berdasarkan pengertian, rentang respon, penyebab, dan tanda gejala harga diri

rendah di atas, maka dapat disimpulkan proses terjadinya masalah klien mengalami
harga diri rendah situasional biasanya diakibatkan oleh koping sesorang yang tidak

efektif dalam menghadapai masalah gangguan citra tubuh atau gangguan identitas

personal.

Bila, sebagai contoh, seseorang mengalami perubahan fisik akibat kecelakaan

yang menimpa dirinya sehingga salah satu anggota geraknya harus dilakukan

amputasi, maka dalam situasi tersebut secara tiba-tiba klien merasa harga diri rendah.

Bila masalah tersebut tidak diatasi dengan baik oleh klien kemungkinan akan

menyebabkan seseorang merasa tidak berdaya dan timbul keputusasaan.

Proses terjadinya masalah tersebut secara ringkas dapat ditampilkan dalam pohon

masalah.

6. Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut:

1. Harga diri rendah situasional

2. Keefektifan koping

3. Gangguan citra tubuh

4. Gangguan identitas personal

5. Ketidakberdayaan

6. Keputusasaan

Data yang perlu dikaji untuk klien yang mengalami harga diri rendah situasional

sebagai berikut.

3. Data Sujektif:

Contoh:

“Setelah kaki saya diamputasi saya sudah tidak berharga lagi.”

“Saya tidak mampu menjadi atlet yang dibanggakan keluarga setelah kehilangan

kaki saya.”
“Saya tidak mampu melakukan peran dan fungsi sebagai kepala keluarga lagi.”

4. Data Objektif:

a. Perasaan negatif terhadap diri sendiri

b. Menarik diri dari kehidupan

c. Kritik terhadap diri sendiri

d. Destruktif terhap diri sendiri dan orang lain

e. Mudah tersinggung/ mudah marah

f. Produktivitas menurun

g. Penolakan terhadap diri sendiri

h. Keluhan fisik

7. DIAGNOSIS KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS

1. Harga diri rendah situasional

2. Ketidakefektifan koping

3. Gangguan citra tubuh

4. Gangguan identitas personal

5. Ketidakberdayaan

6. Keputusasaan
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada tanggal 24
Juli 2012 pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan-isolasi-sosial/
Asep Hidayat (2014) “Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis”. Ed.9. Jakarta:
EGC.
Asmadi. (2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: EGC
Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.2003
Carpenito-Moyet, L. J. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10. Jakarta: EGC
Dalami, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Psikososial. Jakarta :
Trans Info Media.
Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama
Direja Surya, Herman Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Erna Cahyani.2016.Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Ansietas.( Online.
Available ) From: https:// www. scribd. com/ document /320503011/LP-SP-Ansietas ,
Diakses pada Kamis, Diakses pada Senin, 25 Februari pukul 18.00
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan dari Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Penatalaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika
Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hawari, Dadang. (2008). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : FK Universitas
Indonesia
Iskandar Dkk;2012;Asuhan Keperawatan Jiwa;Bandung;Refika aditama
Keliat, B.A. (2005). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N., Susanti, H., Panjaitan, R.V., Wardani, I, Y., dkk. (2006).
Modul praktek keperawatan profesional jiwa (MPKP Jiwa). Jakarta: FIK UI dan WHO
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.
Keliat Budi Ana. 2017. Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Keliat Budi Ana. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta ;
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Kusumawati dan Hartono . 2013 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Lestari, Retno. 2015. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Citra Tubuh.
Disampaikan pada Kuliah Mental Health Nursing Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Brawijaya.
Maramis. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press :
Surabaya
Muhith, A. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Andi
Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka
Aditama.
Nanda Internasional.2018.Diagnosis Keperawatan 2018-2020. EGC : Jakarta.
Nita Fitria. 2018. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat.
Jakarta: Salemba Medika.
Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat
Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta
Timur, 29-37.
Nuriinaya Muhammad Toha. 2012. Laporan Pendahuluan Ansietas Jiwa. (Online.available).
From: https://www.scribd.com/doc/148768349/Lp-Ansietas-Jiwa
Rasmun, (2014). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API).
Jakarta : fajar Interpratama.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2015. “Asuhan Keperawatan Jiwa” Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info
MEdia.
Stuart, (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi : Lima. Jakarta : EGC
Stuart dan Sundeen . 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. EGC.Jakarta .
Stuart, GW and Loreia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th Ed.
Philadelphia : Elsevier Mosby.
Stuart dan Sundeen . 2015 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2012
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Cetakan 1. Jakarta : Trans Info
Medika.
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC
Yosep, I., 2010, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Aditama
Yosep, I & Sutini, T. (2014). Buku ajar keperawtan jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Yudi Hartono Dkk;2012;Buku ajar keperawatan jiwa;Jakarta;salemba medika
Yusuf, dkk (2015 ). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
Zaini, Mad. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Di Pelayanan Klinis dan
Komunitas. Yogyakarta: Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai