Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA

SERTIFIKAT GANDA DAN TUMPANG TINDIH HAK


ATAS TANAH DI KOTA DEPOK (STUDI KASUS
PUTUSAN NOMOR 279/PDT.G/2017/PN.DPK)

PROPOSAL TESIS

Oleh :

EDI ANTONI GINTING


NPM 5620220045

PROGRAM STUDI KENOTARIATAN


PROGRAM MAGISTER UNIVERSITAS PANCASILA
GASAL 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
hidayah dan ilmu-NYA sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan
tesis ini dalam rangka menyelesaikan studi pada Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Pancasila, dengan judul ANALISIS YURIDIS
PENYELESAIAN SENGKETA SERTIFIKAT GANDA DAN TUMPANG
TINDIH HAK ATAS TANAH DI KOTA DEPOK (STUDI KASUS PUTUSAN
NOMOR 279/PDT.G/2017/PN.DPK.
Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih atas segala bantuan,
bimbingan, informasi, penjelasan, dan saran-saran yang sangat berguna bagi
penyusunan tesis ini, antara lain kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr.Yoyo Arifardhani,S.H.,LL.M., MMSelaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan.
2. Ibu Dr. Tetti Samosir, SH., MH selaku Sekretaris Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Pancasila-Jakarta.
3. Dosen dan Staf pengajar yang telah membimbing dan memberikan ilmunya
kepada penulis selama kuliah di Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Pancasila-Jakarta.
Penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat menjadi referensi guna
penelitian lebih lanjut terkait dengan topik tesis ini, oleh karena itu mohon kritik
dan saran konstruktif untuk perbaikan di masa mendatang.
Jakarta, 14 Januari 2022
Penuls,
Nama : Edi Antoni Ginting
Program Studi : Kenotariatan
Judul Tesis : Analisis Yuridis Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda Dan
Tumpang Tindih Hak Atas Tanah

ABSTRAK
Sertifikat tanah adalah bukti kepemilikan dan hak seseorang atas tanah atau lahan.
Sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)
merupakan dokumen negara yang sangat vital. Berdasarkan pengertian pada Pasal
1 angka 20 Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 sertifikat adalah surat tanda
bukti hak sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c
UndangUndang Pokok-Pokok Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah
wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan sudah dibekukan
dalam buku tanah yang bersangkutan. Karena itu, melalui sertifikat hak atas tanah
dapat diketahui siapa pemegang hak atas tanahnya. Tetapi, tetap saja terjadi
sejumlah kasus sengketa tanah yang ditimbulkan oleh sertifikat hak atas tanah
ganda terhadap tanah yang sama. Dengan demikian satu bidang tanah diuraikan
dengan 2 (dua) sertifikat atau lebih yang berlainan datanya. Hal semacam ini
disebut pula Sertifikat Tumpang Tindih (overlapping) baik tumpang tindih seluruh
bidang maupun tumpang tindih sebagian dari tanah tersebut. Dalam penelitian ini
penulis mengambil rumusan masalah akibat hukum status hak atas tanah terhadap
kepemilikan sertifikat hak atas tanah ganda serta bagaimana penyelesaian sengketa
terhadap kepemilikan sertifikat hak atas tanah ganda oleh pihak berwenang. Penulis
menggunakan metode yuridis normatif serta menggunakan teori kepastian hukum
dan perlindungan hukum. Penulis menguraikan 3 (tiga) akibat hukum status hak
atas tanah terhadap kepemilikan sertifikat hak atas tanah ganda. Sedangkan bentuk
penyelesaian sengketa terhadap kepemilikan sertifikat hak atas tanah ganda dapat
diselesaikan melalui musyawarah, arbitrase, serta melalui badan peradilan.
Kata kunci : Sertifikat, Sertifikat Ganda, Penyelesaian Sengketa.
Nama : Edi Antoni Ginting
Program Studi : Kenotariatan
Judul Tesis : Analisis Yuridis Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda Dan
Tumpang Tindih Hak Atas Tanah

ABSTRACT
A land certificate is proof of a person's ownership and rights to land or land. Land
certificates issued by the National Land Agency (BPN) are very vital state
documents. Based on the understanding in Article 1 number 20 of Government
Regulation number 24 of 1997, a certificate is a certificate of proof of rights as
referred to in Article 19 paragraph 2 letter c of the Agrarian Fundamental Law for
land rights, management rights, waqf land, property rights to units. flats and
mortgages have been frozen in the relevant land book. Therefore, through land
rights certificates it can be known who the holders of land rights are. However,
there are still a number of cases of land disputes caused by dual land rights
certificates on the same land. Thus, one plot of land is described with 2 (two)
certificates or more with different data. This kind of thing is also called an
overlapping certificate, either overlapping the entire plot or overlapping part of the
land. In this study, the author takes the formulation of the problem as a result of the
legal status of land rights on the ownership of dual land rights certificates and how
to resolve disputes over the ownership of dual land rights certificates by the
authorities. The author uses a normative juridical method and uses the theory of
legal certainty and legal protection. The author describes 3 (three) legal
consequences of the status of land rights on the ownership of dual land rights
certificates. Meanwhile, the form of dispute resolution regarding the ownership of
dual land rights certificates can be resolved through deliberation, arbitration, and
through the judiciary.
Keywords: Certificate, Multiple Certificates, Dispute Resolution.
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ......................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ........................................................
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................
HALAMAN DEWAN PENGUJI ..............................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................................
KATA PENGANTAR ................................................................................
ABSTRAK ..................................................................................................
ABSTRACT ...............................................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................
A. Latar Belakang Masalah ..................................................
B. Rumusan Masalah ...........................................................
C. Tujuan Penelitian ............................................................
D. Manfaat Penelitian ..........................................................
E. Landasan Teori ...............................................................
F. Kerangka Konseptual ......................................................
G. Metode Penelitian ...........................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI DAN
HIPOTESIS .........................................................................
A. Tinjauan Yuridis tentang Pendaftaran Tanah ...................
1. Pengertian Pendaftaran Tanah .........................................
2. Asas-asas Pendaftaran .....................................................
3. Tujuan Pendaftaran Tanah ...............................................
4. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah ....................................
5. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia ...................
6. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia ...........................
7. Jenis Hak-Hak Atas Tanah ..............................................
B. Tinjauan Yuridis tentang Sertifikat ..................................
1. Pengertian Sertifikat ........................................................
2. Sertifikat Ganda ..............................................................
3. Sertifikat Sebagai Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian
Sertifikat .........................................................................
4. Jenis-Jenis Sertifikat .......................................................
C. Tinjauan Yuridis tentang Penyelesaian Sengketa Tanah ..
1. Pengertian Penyelesaian Sengketa Tanah ........................
2. Jenis Penyelesaian Sengketa Tanah .................................
BAB III ANALISIS YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA
SERTIFIKAT GANDA DAN TUMPANG TINDIH HAK ATAS
TANAH DI KOTA DEPOK (STUDI KASUS PUTUSAN
NOMOR 279/PDT.G/2017/PN.DPK) .................................
A. Tinjauan Yuridis tentang Sertifikat Analisis Penyebab
Timbulnya Sengketa Sertifikat Ganda dan Tumpang Tindih Hak
Atas Tanah ......................................................................
1. Kasus Posisi ....................................................................
2. Putusan Sidang di Tingkat Pengadilan Negeri .................
3. Alasan Permohonan Gugatan ..........................................
4. Pertimbangan Hukum ......................................................
5. Putusan Hakim ................................................................
6. Penyebab Timbulnya Sengketa Sertifikat Ganda dan Tumpang
Tindih Hak Atas Tanah ...................................................
B. Analisis Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda dan (Tumpang
Tindih Hak Atas Tanah di Kota Depok STUDI KASUS
PUTUSAN NOMOR 279/PDT.G/2017/PN.DPK) ...........
1. Pendapat Penulis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Depok
Nomor 279/Pdt.G/2017/PN.DPK ....................................
BAB IV PENUTUP ...........................................................................
A. Kesimpulan .....................................................................
B. Saran ...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan salah satu karunia
Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling
mendasar sebagai sumber penghidupan dan mata pencaharian, bahkan tanah dan
manusia tidak dapat dipisahkan dari semenjak manusia lahir hingga manusia
meninggal dunia. Manusia hidup dan berkembang biak serta melakukan aktivitas
di atas tanah, sehingga setiap manusia berhubungan dengan tanah. Olehnya itu
persoalan tanah ini perlu ditata dan dibuatkan perencanaan dengan hati-hati dan
penuh kearifan. 1
Tanah yang merupakan bagian dari bumi menurut Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA) dimaksudkan di sini bukan
mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu
aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak-hak
penguasaan atas tanah. Menurut Aminuddin Salle dan kawan-kawan, bahwa
pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis.
Demikian juga beraspek privat dan beraspek publik. 2 Secara formal,
kewenangan pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan tumbuh dan
mengakar dari pasal 33 ayat (3) Undang-Undang dasar 1945 yang menegaskan
bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sedangkan secara
subtansial, kewenangan pemerintah dalam mengatur bidang pertanahan terutama
dalam hal lalu lintas tanah, didasarkan pada ketentuan pasal 2 ayat (2) UUPA
yakni dalam hal kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan
peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah termasuk
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan dengan perbuatan perbuatan hukum yang mengenai hukum. Pengaturan

1
Risnarto, 2007, Dampak Sertifikasi Tanah Terhadap Pasar Tanah dan
Kepemilikan Tanah Skala Kecil, Sinar Grafika, Jakarta., hal 3.
2
Aminuddin Salle dan kawan-kawan, 2006, Bahan Ajar Hukum Agraria, AS
Publishing: Makassar. hal.63
dalam hal hubunganhubungan hukum dalam pemberian dan penetapan hak-hak
atas tanah jelas telah merupakan wewenang Negara yang dilaksanakan oleh
pemerintah (untuk saat ini pengemban wewenang tersebut adalah Badan
Pertanahan Nasional) dengan prosedur yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan. 3
Sebelum berlakunya UUPA berlaku pula secara bersamaan perangkat
hukum agraria, ada yang bersumber pada hukum adat, yang berkonsepsi
komunalistik religius.4Ada yang bersumber pada hukum barat yang
induvidualistik liberal dan ada pula yang bersal dari berbagai bekas
pemerintahan swapraja yang semuanya berkonsepsi feodal. Selain itu adanya
dualism hukum perdata memerlukan perangkat hukum yang terdiri atas
peraturan-peraturan dan asas-asas yang memberikan jawaban hukum apa atau
hukum mana yang berlaku dalam penyelesaian kasus-kasus hukum antar
golongan hukum agraria. Sehingga dengan lahirnya UUPA mengakhiri adanya
dualisme dalam bidang pertanahan. Didalam UUPA bagian umum menyatakan
bahwa terdapat 3 (tiga) tujuan pokok UUPA sebagai berikut :
1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan
merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan
bagi negara dan rakyat terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang
adil dan makmur.
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan
dalam hukum pertanahan.
3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai
hakhak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Sesuai dengan Pasal 19 UUPA dijelaskan bahwa adanya kewajiban yang
harus dijalankan oleh pemerintah sebagai instansi tertinggi untuk
menyelenggarakan pendaftaran hak atas tanah dalam rangka menjamin kepastian
hukum kepada pemilik tanah dalam hal letak, batas-batas, serta luas tanah, status

3
Rachmat Trijono, 2015, Hak Menguasai Negara di Bidang Pertanahan, Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, hal. 2.
4
Ali Achmad Chomzah, 2002, Hukum Pertanahan, Cet. I ; Prestasi Pustaka,
Jakarta, hal.16
tanah, objek yang berhak atas tanah serta pemberian surat tanda bukti hak berupa
sertifikat. Berdasarkan ketentuan Pasal 19 UUPA tersebut, maka hak milik, hak
guna usaha, hak guna bangunan termasuk peralihan dan hapusnya hak serta
pembebanannya dengan hak-hak lain haruslah didaftarkan, sebagai suatu
kewajiban yang harus dilaksanakan bagi pemegang hak-hak tersebut untuk
mendaftarkan tanah yang dimilikinya agar dapat memperoleh kepastian hukum
sebagai pemilik hak, sehingga pemilik hak tersebut mengetahui secara jelas
tentang keadaan, letak, batas-batas serta luas tanah yang dimilikinya. Pemberian
atau penetapan hak atas tanah hanya dapat dilakukan oleh Negara melalui
pemerintah (dalam hal ini dilakukan oleh instansi Badan Pertanahan Nasional
Kesatuan Republik Indonesia). Dengan demkian pemberian jaminan kepastian
hukum terhadap hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya merupakan salah satu
tujuan pokok UUPA yang sudah tidak bisa di tawar lagi, sehingga
UndangUndang mengintruksikan kepada pemerintah untuk mengadakan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia yang bersifat rechtskadaster
yang bertujuan menjamin kepastiaan hukum dan kepastian haknya. Dengan
demikian diberikan kewenangan kepada pemegang hak atas tanah untuk
memanfaatkan tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya. Namun pada
kenyataannya, sehingga saat ini pelaksanaan pendaftaran tanah belum dapat
diwujudkan sepenuhnya, bahkan disebutkan jumlah bidang tanah yang sudah
didaftarkan baru sekitar 31 % dar 85 juta bidang tanah di Indonesia. 5
Di Indonesia, Sertifikat hak-hak atas tanah berlaku sebagai alat bukti yang
kuat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan pasal
32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran
tanah. 6
Salah satu alat bukti hak atas tanah adalah Sertifikat, Sertifikat merupakan
Alat bukti yang kuat dan autentik. Kekuatan Sertifikat Merupakan jaminan
Kepastian hukum bagi pemegang Sertifikat sebagai alat bukti yang sempurna

5
Yamin Lubis, & Abd. Rahim Lubis, 2008, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi
Revisi, Cet II; CV. Mandar maju, Bandung, hal. 5.
6
Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran
tanah
sepanjang tidak ada pihak lawan yang membuktikan sebaliknya. Seorang atau
badan hukum akan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas
suatu bidang tanah serta keadaan dari tanah itu, misalnya luas, batas-batas,
bangunan yang ada, jenis haknya beserta beban-beban yang ada pada hak atas
tanah itu, dan sebagainya. 7
Akan tetapi seiring dengan tingginya nilai dan manfaat tanah, banyak orang
yang berupaya memperoleh bukti kepemilikan tanah dengan memiliki sertifikat
palsu, dimana data yang ada pada sertifikat tidak sesuai dengan yang ada pada
buku tanah. Jumlah sertifikat palsu cukup banyak, sehingga menimbulkan
kerawanan. Umumnya sertifikat palsu dibuat pada tanah yang masih kosong dan
mempunyai nilai tinggi yang menggunakan blangko sertifikat lama. Pemalsuan
sertifikat terjadi karna tidak didasarkan pada alas hak yang benar, Seperti
penerbitan sertifikat yang didasarkan pada surat keterangan pemilikan yang
dipalsukan. bentuk lainnya berupa stempel BPN dan pemalsuan data
pertanahan. 8
Hal tersebut menimbulkan banyak masalah sehingga terkadang terdapat
sertifikat dimana objek yang tertera di dalam sertifikat tersebut bukanlah yang
seharusnya akan tetapi tanah milik orang lain yang dibuatkan surat oleh oknum
yang tidak bertanggung jawab atau terdapat kelalaian di dalam penerbitan surat
tersebut, kemudian juga terdapat bukti kepemilikan yang sama terhadap dua
setifikat dengan satu objek yang sering disebut dengan sertifikat ganda.
Adapun sertifikat ganda yaitu sebidang tanah mempunyai lebih dari satu
sertifikat,9 karna itu membawa akibat ketidakpastian hukum bagi pemegang
hakhak atas tanah yang sangat tidak diharapkan dalam pendaftaran tanah di
Indonesia. Sertifikat ganda kerap terjadi di Kota Depok khususnya yang
mengakibatkan sengketa para pemegang sertifkat yang saling menuding bahwa
apa yang mereka miliki itu benar adanya walaupun kemudian salah satu diantara

7
Adrian Sutedi, 2010, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar
Grafika, Jakarta, hal. 57.
8
Ali Achmad Chomzah, 2002, Hukum Pertanahan, Cet. I ;Prestasi Pustaka, Jakarta,
hal. 137.
9
Soni Harsono, 2014, Kegunaan Sertifikat dan Permasalahannya,: Andi Publiser,
Yogyakarta, hal. 6.
sertifikat itu ada yang palsu dimana objek yang tertera pada sertifikat tersebut
bukan yang sebenarnya, sehingga untuk mendapatkan kepastian hukum
mengenai sertifikat hak atas tanah, salah satu diantara pemengang sertifikat
tersebut melakukan gugatan kepada pengadilan tata usaha negara yang dianggap
memiliki kompetensi untuk memberikan kepastian hukum terhadap pemegang
hak tersebut dan membatalkan salah satu diantara sertifikat yang timbul sehingga
hanya satu sertifikat yang sah yang memiliki objek dan yang lainnya tidak atau
bukan objek yang tertera didalam sertifikat tersebut.
Oleh karena itu berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penulis akan
menguraikan permasalahan dan persoalan mengenai sengketa tanah terhadap
sertifikat ganda hak atas tanah kedalam skripsi yang berjudul " ANALISIS
YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA SERTIFIKAT GANDA DAN
TUMPANG TINDIH HAK ATAS TANAH DI KOTA DEPOK (STUDI
KASUS PUTUSAN NOMOR 279/PDT.G/2017/PN.DPK
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya sertifikat ganda hak
atas tanah?
2. Bagaimana Penyelesaian timbulnya sengketa sertifikat ganda dan tumpang
tindih tanah terkait Putusan Nomor : 279/PDT.G/2017/PN.DPK ?
C. Tujuan Penelitian
Untuk memperjelas masalah tersebut, maka diadakan penelitian ilmiah
dengan tujuan memahami dan menggambarkan hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa tanah terhadap sertifikat ganda hak
atas tanah di Kota Depok.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya
sertifikat ganda hak atas tanah.
3. Untuk mengetahui apa akibat hukum dengan adanya sertifikat ganda hak atas
tanah.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai
berikut :
1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian dapat memberikan teori dalam perkembangan ilmu
hukum khususnya hukum perdata, dalam proses penyelesaian sengketa
tanah terhadap sertifikat ganda hak atas tanah.
b. Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian yang lain yang sesuai
dengan bidang penelitian yang penulis teliti.
2. Secara Praktis
a. Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat atau
praktisi hukum dan instansi terkait penyelesaian sengketa tanah terhadap
sertifikat ganda hak atas tanah.
b. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan penghimpun data sebagai
bahan penyusunan penulisan hukum dalam rangka memenuhi
persyaratan wajib bagi setiap mahasiswa untuk meraih gelar S2 Magister
Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Pancasila.
E. Landasan Teori
Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses
tertentu terjadi dan sesuatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-
fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.
Dalam menganalisis data untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam
penelitian ini akan digunakan beberapa teori. Kata teoretik atau teoretis atau
theoretical berarti berdasarkan pada teori, mengenai atau menurut teori. 10
Soetandyo Wignjosoebroto menjelaskan pengertian teori sebagai suatu konstruksi
di alam cita atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk mengambarkan
secara reflektif fenomena yang dijumpai di dalam pengalaman.
Sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan dari
teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang di

10
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum-Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:
Liberty, 2001), hlm. 156
analisis. 11 Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, teori-teori yang di gunakan
dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan teori kepastian hukum.
Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa untuk mencapai ketertiban
diusahakan adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia di masyarakat,
karena tidak mungkin manusia dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang
diberikan Tuhan kepadanya secara optimal tanpa adanya kepastian hukum dan
ketertiban.12
Menurut Satjipto Rahardjo, untuk mendirikan negara hukum memerlukan suatu
proses yang panjang, tidak hanya peraturan-peraturan hukum saja yang harus ditata
kelola dengan baik, namun dibutuhkan sebuah kelembagaan yang kuat dan kokoh
dengan kewenangan-kewenangan yang luar biasa dan independen, bebas dari
intimidasi atau campur tangan eksekutif dan legeslatif, yang dilaksanakan oleh
sumber daya manusia yang bermoral baik dan bermoral teruji sehingga tidak mudah
terjatuh di luar skema yang diperuntukkan baginya demi terwujudnya suatu
kepastian hukum yang syarat akan keadilan. Hukum bukan hanya urusan (a
business of rules), tetapi juga perilaku (matter of behavior).
Van Apeldorn mengemukakan dua pengertian tentang kepastian hukum, seperti
berikut:
1. Kepastian hukum berarti dapat ditentukan hukum apa yang berlaku untuk
masalah-masalah kongkret. Dengan dapat ditentukan masalah-masalah
kongkret, pihak-pihak yang berperkara sudah dapat mengetahui sejak awal
ketentuan-ketentuan apakah yang akan dipergunakan dalam sengketa
tersebut.
2. Kepastian hukum berarti perlindungan hukum, dalam hal ini pihak yang
bersengketa dapat dihindari dari kesewenang-wenangan penghakiman.13

11
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Madju, 1994),
hlm.80
12
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Pertama
Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, (Jakarta: Gramedia, 2000), hlm.3.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 59-
60
Berdasakan penjelasan-penjelasam di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
dalam pendaftaran tanah dalam hal ini pembuatan sertifikat sangat diperlukan
karena dapat memberikan kepastian hukum pemegang hak atas tanah tersebut.
Oleh karena itu, teori kepastian hukum ini akan digunakan sebagai pisau analisis
proposal ini.
Menurut Gustav Radbruch, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai identitas,
yaitu :
1. Asas kepastian hukum (rechmatigheid). Asas ini meninjau dari sudut yuridis
2. Asas keadilan hukum (gerectigheit). Asas ini meninjau dari sudut filosofis,
di mana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di depan
pengadilan.
3. Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid atau doelmatigheid atau utility).
Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan
kemanfaatan hukum. Kaum positivisme lebih menekankan pada kepastian hukum,
sedangkan kaum fungsionalis mengutamakan kemanfaatan hukum dan sekiranya
dapat dikemukakan bahwa “summon ius, summa injuria, summa lex, summa crux”
yang artinya adalah hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat
menolongnya, dengan demikian, kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan
hukum satu-satunya, akan tetapi tujuan hukum yang substantif adalah keadilan. 14
Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama
adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan ke dua, berupa keamanan hukum bagi
individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat
umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau
dilakukan oleh negara terhadap individu.
Kepastian hukum ini berasal dari ajaran yuridis-dogmatik yang didasarkan pada
aliran pemikiran positivisme di dunia hukum yang cenderung melihat hukum
sebagai sesuatu yang otonom yang mandiri, karena bagi penganut aliran ini, tujuan
hukum tidak lain sekedar menjamin terwujudnya oleh hukum yang bersifat umum.

14
Dosminikus Rato, Filsafat Hukum Mencari dan Memahami Hukum,
(Yogyakarta: PT. Presindo, 2010), hlm. 59
Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan
untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk
kepastian.15
Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu
kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Ketiga unsur tersebut harus ada
kompromi, harus mendapat perhatian secara seimbang. Tetapi dalam praktik tidak
selalu mudah mengusahakan kompromi secara seimbang antara ketiga unsur
tersebut.
Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan
akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan pada kepastian hukum,
terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa
tidak adil. Adanya kepastian hukum merupakan harapan bagi pencari keadilan
terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang
arogansi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Karena dengan
adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu kejelasan akan hak dan kewajiban
menurut hukum.
Tanpa ada kepastian hukum maka orang akan tidak tahu apa yang harus
diperbuat, tidak mengetahui perbuatannya benar atau salah, dilarang atau tidak
dilarang oleh hukum. Kepastian hukum ini dapat diwujudkan melalui penoramaan
yang baik dan jelas dalam Undang-Undang dan akan jelas penerapannya. Dengan
kata lain kepastian hukum tiu berarti tepat hukumnya, subjeknya dan objeknya serta
ancaman hukumannya. Akan tetapi kepastian hukum mungkin sebaiknya tidak
dianggap sebagai elemen yang mutlak ada setiap saat, tapi sarana yang digunakan
sesuai dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan asas manfaat dan
efisiensi.
Jika dikaitkan dengan kepastian hukum dalam bidang hukum pertanahan, maka
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (UUPA), peraturan pelaksanaannya akan diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang lain. Adapun tujuan pokok dari Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah:

15
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya, 1999) hlm.23.
1. Untuk meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional.
2. Menjadi dasar dalam mewujudkan kesatuan dan kesederhanaan dalam
hukum pertanahan.
3. Menjadi dasar dalam mewujudkan kepastian hukum mengenai hak-hak atas
tanah bagi seluruh rakyat Indonesia.
Artinya kepastian hukum dalam bidang hukum pertanahan adalah para
pemegang hak harus memperoleh kepastian mengenai haknya dan adanya instruksi
yang jelas bagi pemerintah. Hal ini diwujudkan dengan penyelenggaraan
pendaftaran tanah yang bersifat penyelenggaraan pendaftaran tanah yang bersifat
recgt-kadaster, sehingga dapat menjamin terwujudnya kepastian hukum.
F. Kerangka Konseptual
1. Kepastian hukum menurut Van Apeldorn yang dijelaskan dalam buku karya
Peter Mahmud Marzuki adalah kepastian hukum berarti dapat ditentukan
hukum apa yang berlaku untuk masalah-masalah kongkret. Dengan dapat
ditentukan masalah-masalah kongkret, pihak-pihak yang berperkara sudah
dapat mengetahui sejak awal ketentuan-ketentuan apakah yang akan
dipergunakan dalam sengketa tersebut. Kepastian hukum berarti
perlindungan hukum, dalam hal ini pihak yang bersengketa dapat dihindari
dari kesewenang-wenangan penghakiman. 16
2. Sengketa ialah merupakan kelanjutan dari konflik. Sebuah konflik akan
berubah menjadi sengketa bila tidak dapat terselesaikan. Konflik akan
berubah menjadi sengketa bila tidak dapat terselesaikan. Konflik dapat
diartikan sebagai pertentangan di antara para pihak untuk menyelesaikan
masalah yang kalau tidak diselesaikan dengan baik dapat menggangu
hubungan di antara mereka. Sepanjang para pihak tersebut dapat
menyelesaikan masalah dengan baik, maka sengketa tidak akan terjadi. 17
3. Sengketa pertanahan adalah perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau
lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tersebut untuk penggunaan dan

16
Peter Mahmud Marzuki, op.cit., hlm.59-60
17
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung:
PT. Citra Aditya Bakri, 2013), hlm. 2-3
penguasaan hak atas tanahnya, yang diselesaikan melalui musyawarah atau
melalui pengadilan.18
4. Menurut Boedi Harsono, sengketa tanah adalah sengketa yang diakibatkan
oleh dilakukannya perbuatan hukum atau terjadinya peristiwa hukum
mengenai suatu bidang tanah tertentu. Agar tidak terjadi sengketa dalam
melakukan suatu perbuatan hukum atau menerima akibat hukum dari suatu
peristiwa hukum, maka seseorang pertama-tama harus memahami apa yang
disebut “tanah” dan ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sedangkan
menurut Irawan Seorodjo, sengketa tanah adalah konflik antara dua pihak
atau lebih yang mempunyai kepentingan berbeda terhadap satu atau beberapa
objek hak atau tanah yang dapat mengakibatkan akibat hukum bagi
keduanya. 19
5. Hak atas tanah adalah sebagai suatu hubungan hukum didefinisikan sebagai
hak atas permukaan bumi yang memberi wewenang kepada pemegangnya
untuk menggunakan tanah yang bersangkutan, beserta tubuh bumi dan air
serta ruang di atasnya, sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan hukum lainnya.20
6. Pendaftaran tanah dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang oleh
Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan
data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-
bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada, haknya hak miliknya
atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

18
Sarjita, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, (Yogyakarta:
Tugujogja Pustaka, 2005), hlm. 30
19
Irawan Soerodjo, Kapasitas Hukum Atas Tanah di Indonesia, (Surabaya:
Arkola,2003), hl. 12.
20
Maria S.W. Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya, (Jakarta: Kompas, 2008), hlm. 128.
7. Sertifikat tanah merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di
dalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data
yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan. 21
8. Sertifikat ganda adalah sertifikat-sertifikat yang menguraikan satu bidang
tanah yang sama. Jadi dengan demikian satu bidang tanah diuraikan dengan
2 (dua) sertifikat atau lebih yang berlainan datanya. Hal ini biasanya disebut
pula dengan Sertifikat Tumpang Tindih, baik tumpang tindih seluruh bidang
maupun tumpang tindih sebagian dari tanah tersebut.22
9. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, hak atas tanah adalah
hak atas sebagian tertentu dari permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi
dua dengan ukuran panjang dan lebar.23
10. Tanah adalah suatu permukaan bumi yang berada di atas sekali. Makna
permukaan bumi sebagai bagian dari tanah yang haknya dapat dimiliki oleh
setiap orang atau badan hukum. 24
11. Studi kasus adalah salah suatu teknik untuk mempelajari keadaan dan
perkembangan seseorang secara mendalam dengan tujuan untuk mencapai
penyesuaian diri yang lebih baik.25
12. Analisis adalah kegiatan merangkum sejumlah data besar yang masih mentah
kemudian mengelompokkan atau memisahkan komponen-komponen serta
bagian-bagian yang relevan untuk kemudian mengkaitkan data yang
dihimpun untuk menjawab permasalah. Analisis merupakan usaha untuk
menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasil
analisis dapat dipelajari dan diterjemahkan dan memiliki arti. 26

21
Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran Tanah Nomor 24 Tahun 1997, LN
No. 59 Tahun 1997, TLN No. 3696, Pasal 32.
22
Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan; Pemberian Hak Atas Tanah Negara,
Sertifikat dan Permasalahan, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2002), hlm. 139.
23
Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang
Praktisi Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo, 1994), hlm. 17.
24
Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm.3.
25
Wibowo, Studi Kasus, (Jakarta: Rinek Cipta, 1984), hlm. 79
26
Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Analisis, (Bandung: Yrama Widya,
2001), hlm. 10.
13. Analisis yuridis adalah mengumpulkan hukum dan dasar lainnya yang relevan
untuk kemudian mengambil kesimpulan sebagai jalan keluar atau jawaban
atas permasalahan. 27
G. Metode Penelitian
1. Penelitian Hukum
Untuk memperoleh data dan bahan dalam penelitian ini, maka penulis
perlu melakukan suatu penelitian hukum. Penelitian hukum pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika
pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau beberapa
gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga
diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan
yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 28
Metode penelitian hukum yang digunakan, yaitu metode penelitian hukum
normatif. Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepsikan
sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in
books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan
patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 29 Penelitian hukum
normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap
sistematika hukum dan penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif yang berupa penelitian dengan metode atau pendekatan studi kasus.
Metode ini bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala hukum yang akan
diteliti dengan menekankan pada pemahaman permasalahan. Permasalahan
akan dianalisis dengan menggunakan asas hukum, peraturan perundang-

27
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar
Maju, 2008), hlm. 83
28
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2012), hlm. 40.
29
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 118.
undangan dan pendapat para ahli dan penelitian ini adalah ex post pacto
penelitian yang telah ada datanya terlebih dahulu.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian proposal
tesis ini yaitu dengan memakai metode studi pustaka karena dalam teknik
pengumpulan data, metode ini sangatlah membantu. Dikatakan demikian
karena hampir sebagian besar isi dari proposal tesis ini bersumber dari buku-
buku dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan proposal
tesis ini.
4. Jenis Data
Sumber data dalam proposal tesis ini menggunakan jenis data sekunder,
yaitu data yang diperoleh melalui studi pustaka, yakni penelitian dan analisis
terhadap berbagai teori melalui buku-buku serta peraturan perundang-
undangan terkait.
Dalam penelitian hukum normatif ini, penulis menggunakan 3 (tiga) bahan
hukum, yaitu :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai
kekuatan yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan dan
putusan hakim (yurisprudensi). Bahan ini terdiri dari, norma atau kaidah
dasar. Bahn hukum primer yang digunakan dalam proposal tesis ini
ialah:
1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar-Dasar
Pokok Agraria (UUPA);
3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961
tentang Pendaftaran Tanah;
4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dsb.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder diartikan sebagai bahan hukum yang tidak
mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang
merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang
mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan
petunjuk ke mana penelitian akan mengarah. Bahan hukum sekunder
yang digunakan antara lain doktrin-doktrin yang terdapat dalam buku-
buku yang berkaitan dengan penulisan proposal tesis ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang diberikan petunjuk
dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, dan sekunder, misalnya:
kamus-kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagainya. 30
5. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari hasil
penelitian studi pustaka akan dianalisis dengan menggunakan studi analisis
deskriptif dengan menggunakan pendekatan analisis kualitatif untuk mengetahui
tanggapan para dewan hakim terlibat dalam sengketa sertifikat ganda hak atas tanah
di Pengadilan Negeri Kota Depok. Analisis data kualitatif yaitu data yang
dikumpulkan berwujud dalam kata-kata dan kalimat, berisi catatan yang
menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data.

30
Mukti Fajar ND, dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 51.
Sistematika penulisan dalam proposal tesis ini terdiri dari 4 (empat) bab dan dari
bab terdiri atas sub-sub bab sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam Bab I ini berisi antara lain mengenai Latar Belakang,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Landasan
Teori, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI DAN HIPOTESIS
Dalam Bab II ini berisi antara lain mengenai Tinjauan Yuridis
tentang Pendaftaran Tanah antara lain : Pengertian Pendaftaran
Tanah, Asas-asas Pendaftaran, Tujuan Pendaftaran Tanah, Dasar
Hukum Pendaftaran Tanah, Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di
Indonesia, Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia, Jenis Hak-Hak
Atas Tanah. Tinjauan Yuridis tentang Sertifikat antara lain :
Pengertian Sertifikat, Sertifikat Ganda, Sertifikat Sebagai Alat Bukti
dan Kekuatan Pembuktian Sertifikat, Jenis-Jenis Sertifikat. Tinjauan
Yuridis tentang Penyelesaian Sengketa Tanah antara lain :
Pengertian Penyelesaian Sengketa, Jenis Penyelesaian Sengketa
Tanah di Indonesia.
BAB III ANALISIS YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA
SERTIFIKAT GANDA DAN TUMPANG TINDIH HAK ATAS
TANAH DI KOTA DEPOK (STUDI KASUS PUTUSAN
NOMOR 279/PDT.G/2017/PN.DPK)
Dalam Bab III ini berisi antara lain Tinjauan Yuridis tentang
Penyebab Timbulnya Sengketa Sertifikat Ganda dan Tumpang
Tindih Hak Atas Tanah antara lain : Kasus Posisi, Putusan Sidang
di Tingkat Pengadilan Negeri, Alasan Permohonan Gugatan,
Pertimbangan Hukum, Putusan Hakim, Penyebab Timbulnya
Sengketa Sertifikat Ganda dan Tumpang Tindih Hak Atas Tanah.
Analisis Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda dan (Tumpang
Tindih Hak Atas Tanah di Kota Depok STUDI KASUS PUTUSAN
NOMOR 279/PDT.G/2017/PN.DPK) antara lain : Pendapat Penulis
Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor
279/Pdt.G/2017/PN.DPK
BAB IV: PENUTUP
Dalam Bab IV ini berisi antara lain memuat kesimpulan dan saran
dari pembahasan hasil Karya Ilmiah berupa Tesis ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai