Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn.

Z
DENGAN NEUROPATI PERIFER KARENA CEDERA

LAPORAN KASUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Kritis


Dosen : Anisa Purnamasari, S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh Kelompok 3

ALVINA WISDAMAYANTI P201801008


ZYQRULLAH P201801013
AHMAD HIDAYAT P201801041
NERLIS P201801033
ELIS PATMAYANTI P201801002
RINAWATI P201801021
MIHRAWATI P201801026

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2021
KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Neuropati perifer merupakan penyakit mikrovaskular yang mengenai
pembuluh darah arteri kecil yang menyuplai darah ke perifer (Bilous & Donelly,
2014). Prevalensi neuropati perifer bervariasi tergantung kepada kriteria diagnostik,
batasan definisi yang digunakan, karakteristik populasi dan metode seleksi responden
yang diteliti (Sudoyo dkk, 2010). Prevalensi neuropati perifer diabetik di negara-
negara Afrika sebesar 46 % dengan prevalensi tertinggi di Afrika Barat dan terendah
yaitu Afrika Tengah (Shiferaw et al, 2020). Prevalensi neuropati perifer yang lebih
tinggi dapat dijumpai pada negara-negara Asia Tenggara yaitu Malaysia (54,3%),
Filipina (58,0 %) dan Indonesia (58,0 %) (Malik et al 2020).
Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi kronik pada pasien
diabetes mellitus yang disebabkan oleh gangguan mikroangiopati. Neuropati perifer
sering mengenai bagian distal serabut saraf, khususnya saraf ekstremitas bawah
(Tarwoto et al., 2012).
B. Etiologi
Penyebab neuropati perifer bisa karena di dapatkan melalui keturunan
(herediter) atauapun di dapatkan dengan sendirinya (acquired). Neuropati perifer
yang di dapat dengan sendirinya (acquired) disebabkan oleh cedera fisik (trauma)
pada saraf, tumor, toksin, penyakit sistemik seperti diabetes, kekurangan gizi,
gangguan respons autoimun, alkoholisme dan kerusakan pembuluh darah serta
metabolisme. Sekelompok kelainan bawaan lahir yang menyebabkan kerusakan pada
struktur saraf, kelainan neurologis herediter yang ditandai oleh kerusakan saraf tepi
dan menimbulkan pemborosan otot progresif (salah satu jenis CMT tapi lebih berat
dan progretivitasnya lebih cepat) merupakan neuropati perifer yang di dapat melalui
keturunan (herediter) (Made, 2013).
Etiologi. Neuropati perifer bisa dipicu karena beberapa hal, diantaranya:
1. Diabetes, neuropati perifer terjadi pada 60% seseorang yang mengalami diabetes
1 atau 2. Risiko neuropati tepi dapat melonjak pada prediabetes paling utama
pada seseorang yang sukar mengendalikan kadar gula darah. Diabetes menjadi
salah satu pemicu paling sering dari polineuropati tepi.
2. Gangguan kesehatan autoimun, penyakit autoimun yang kerap memicu neuropati
tepi yaitu penyakit yang terkait dengan kekebalan tubuh manusia (lupus),
peradangan sendi akibat sistem kekebalan tubuh yang menyerang jaringannya
sendiri, dan kondisi langka yang disebabkan oleh sistem imun yang menyerang
sistem saraf periferal.
3. Gangguan kesehatan metabolis, hipotirodism dan amiloidosis menjadi hambatan
metabolis yang bisa menyebabkan neuropati tepi.
4. Gangguan kesehatan yang menurun secara genetik dari orangtua kepada anak,
sejumlah gangguan kesehatan yang menurun secara genetik dari orangtua kepada
anak yang menimbulkan neuropati tepi mencakup sekelompok kelainan bawaan
lahir yang menyebabkan kerusakan pada struktur saraf, kelainan neurologis
herediter yang ditandai oleh kerusakan saraf perifer dan mengakibatkan
pemborosan otot progresif (salah satu jenis CMT tetapi lebih berat dan
progresifitasnya lebih cepat).
5. Gangguan kesehatan infeksi, seperti penyakit Lyme, HIV/AIDS, hepatitis B dan
penyakit menahun yang menyerang kulit dan saraf.
6. Gangguan sirkulasi (iskemik).
7. Cedera
8. Trauma atau kompresi dari saraf. Himpitan berlebih saat kegiatan repetitif
misalnya pada sindrom lorong karpal.
9. Kegiatan repetitif yang memiliki tekanan berlebih contohnya pada sindrom lorong
karpal (CTS).
10. Defisiensiivitamin (khususnya vitamin B12).
11. Penyalahgunaan alkohol.
12. Tumorrparaneoplastik.
13. Terkena racun atau termakan racun.
14. Obat-obatan pencegahan dan penyembuhan terhadap suatu penyakit (Made,
2013).

C. Klasifikasi
Berdasarkan serabut saraf yang terkena lesi, neuropati dapat digolongkan
sebagai berikut.
1. Neuropati motorik
Neuropati motorik dikaitkan dengan kelemahan otot. Gejala lain yang
ditemukan biasanya nyeri, fasikulasi, atrofi otot dan penurunan kemampuan
reflex (U.S. Departement Of Health And Human Services, 2014). Neuropati
motorik terjadi karena kerusakan fungsi otot intrinsik dikaki, ketidakseimbangan
tendon dan hiperekstensi ibu jari. Neuropati motorik akan mempengaruhi semua
otot di kaki, mengakibatkan penonjolan tulang yang abnormal dan deformitas
kaki (Mustafa, 2016).
2. Neuropati sensorik
Neuropati sensorik terjadi ketika kehilangan sensasi (Mustafa, 2016).
Neuropati sensorik menyebabkan berbagai gejala karena saraf sensorik memiliki
fungsi yang kompleks. Kerusakan serat saraf sensorik ringan menyebabkan nyeri
dan gangguan sensasi untuk membedakan suhu. Kerusakan serat saraf sensorik
yang lebih berat menyebabkan hilangnya reflex dan gangguan koordinasi gerakan
tubuh seperti berjalan dan membuka serta menutup mata (U.S. Departement Of
Health And Human Services, 2014).
3. Neuropati autonom
Neuropati autonom menyebabkan berbagai gejala seperti ketidakmampuan
mengeluarkan keringat secara normal, kehilangan kemampuan mengontrol
kandung kemih dan ketidakmampuan otot untuk berkontraksi sehingga pembuluh
darah tidak mampu mengatur tekanan darah (U.S. Departement Of Health And
Human Services, 2014). Neuropati autonom terjadi karena peningkatan aliran
arteri distal dan tekanan tersebut membuat kerusakan saraf simpatis sehingga
mempengaruhi penurunan produksi kelenjar keringat, dengan gejala diantaranya
anhidrosis, kulit kaki kering dan pecah-pecah (Mustafa, 2016).

Berdasarkan jumlah saraf nya, neuropati terbagi atas 2 jenis yaitu polineuropati
dan mononeuropati. Polineuropati adalah neuropati yang menyebabkan kelainan
fungsional yang simetris, biasanya disebabkan oleh kelainan-kelainan difus yang
memengaruhi seluruh susunan saraf perifer, seperti gangguan metabolik, keracunan,
keadaaan defisiensi, dan reaksi imuno-alergik. Bila gangguan hanya mengenai akar
saraf spinalis maka disebut poliradikulopati dan bila saraf spinalis juga ikut terganggu
maka disebut poliradikuloneuropati (Made, 2013). Mononeuropati lesi bersifat fokal
pada saraf tepi atau lesi bersifat fokal majemuk yang berpisah-pisah (mononeuropati
multipleks) dengan gambaran klinis yang simetris atau tidak simetris. Penyebabnya
adalah proses fokal misalnya penekanan pada trauma, tarikan, luka dan lain-lain,
penyinaran, berbagai jenis tumor, infeksi fokal, dan gangguan vaskular (Harsono,
2015)
D. Manifestasi Klinis
Gejala dari neuropati perifer juga bervariasi mulai dari tanpa keluhan hingga
nyeri yang sangat hebat (Sudoyo dkk, 2010). Gejala yang muncul tergantung ukuran
dan fungsi dari serabut saraf yang mengalami kerusakan. Kerusakan saraf dapat
terjadi pada sistem saraf sensorik, motorik dan otonom (Glow & Moore, 2014).
Ulkus kaki pada penderita DM yang mempunyai neuropati akan berisiko tinggi
mengalami infeksi dan berkembang menjadi gangren diabetes. Keadaan ini dapat
berujung pada amputasi yang akan meningkatkan biaya perobatan dan tingkat
mortaliti pada penderita DM (Wahyuni, 2018). Walaupun sebagian pasien dengan
neuropati perifer mengalami penurunan sensasi nyeri, namun sekitar 15-25% pasien
DM merasakan nyeri neuropati (Shillo et al, 2019). Nyeri yang dirasakan berupa kaki
terasa terbakar dan bergetar sendiri (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
[PERKENI], 2015),
Berikut ini merupakan gejala Neuropati erifer menurut (Made, 2013).
1. Keram/kesemutan
2. Mati rasa, terutama pada tangan dan kaki
3. Merasakan nyeri seperti ditusuk/terbakar
4. Rasa seperti sedang memakai kaus kaki atau sarung tangan
5. Hilangnya kemampuan koordinasi tubuh
6. Hilangnya refleks tubuh
7. Sesak nafas
8. Merasa lemah
E. Patofisiologi
Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivasi poliol meningkat sehingga
mengaktivasi enzim reduktase aldose yang mengubah glukosa menjadi sorbitol.
Sorbitol kemudian diubah menjadi fruktosa oleh sorbitol dehydrogenase dengan
memanfaatkan nikotiamid adenine dinukleotida teroksidasi (NAD+). Sorbitol dan
fruktosa tidak terfosforilisasi, namun bersifat sangat hidrofilik sehingga penetrasinya
lamban melalui membran lipid bilayer. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel
saraf menyebabkan keadaan hipertonik intraselular. Sel mengalami edema akibat
masuknya air karena proses osmotik sehingga terjadi imbalans ionik dan imbalans
metabolik sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan sel. (Subekti, 2009).
Peningkatan sintesis sorbitol akan menghambat mioinositol masuk ke dalam sel
saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol menimbulkan stres osmotik
yang merusak mitokondria dan menstimulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC
akan menekan fungsi NaK-ATP-Ase, sehingga kadar Na intraseluler menjadi
berlebih mengakibatkan mioinositol masuk ke dalam sel saraf yang menyebabkan
gangguan transduksi sinyal pada saraf (Subekti, 2009).
Jalur poliol juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf yang
merupakan kofaktor penting glutathione dan nitric oxide synthase (NOS) sehingga
membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan
produksi nitric oxide (NO). Hiperglikemia kronis juga menyebabkan terbentuknya
advance glycosylation end products (AGEs) yang bersifat toksik dan merusak semua
protein tubuh dan saraf. Terbentuknya AGEs dan sorbitol menyebabkan sintesis dan
fungsi NO menurun sehingga mengakibatkan vasodilatasi berkurang, aliran darah ke
sel saraf menurun dan disertai rendahnya mioinositol sehingga menyebabkan
kerusakan sel saraf (Subekti, 2009).
F. Komplikasi
Masalah neuropati perifer jika tidak segera diatasi dan tidak dilakukan
penanganan dengan benar maka akan menyebabkan:
1. Kaki diabetik (ulkus kaki)
2. Mengalami nekrosis jaringan
3. amputasi
(Tarwoto et al., 2012)
G. Faktor Resiko
Neuropati perifer diabetik dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor dominan
yang mempengaruhi diantaranya, usia, durasi menderita DM, konsumsi obat, pola
makan, pola aktivitas fisik dan riwayat hipertensi. Penelitian yang dilakukan Naqvi
et al. (2018) menemukan hasil bahwa penderita DM tipe 2 yang memiliki usia diatas
60 tahun lebih berisiko mengalami neuropati perifer diabetik sebesar 1,07 kali
dibandingkan yang berusia dibawah 60 tahun serta durasi menderita DM tipe 2
diatas 5 tahun lebih berisiko mengalami neuropati perifer diabetik sebesar 1,11 kali
dibandingkan yang menderita DM tipe 2 dibawah 5 tahun.
Penelitian yang dilakukan Rahmawati and Hargono (2018) juga menemukan
hasil bahwa penderita DM tipe 2 yang mengkonsumsi obat anti hiperglikemik secara
tidak teratur lebih berisiko mengalami neuropati perifer diabetik sebesar 5,50 kali
dibandingkan penderita yang mengkonsumsi obat anti hiperglikemik secara rutin,
penderita DM tipe 2 yang menerapkan pola makan yang buruk lebih berisiko
mengalami neuropati perifer diabetik sebesar 4,80 kali dibandingkan penderita yang
menerapkan pola makan yang baik, penderita DM tipe 2 yang melakukan pola
aktivitas fisik buruk lebih berisiko mengalami neuropati perifer diabetik sebesar 3,57
kali dibandingkan penderita yang melakukan aktivitas fisik secara rutin serta
penderita DM tipe 2 yang memiliki riwayat hipertensi lebih berisiko mengalami
neuropati perifer diabetik sebesar 3,14 kali dibandingkan penderita yang tidak
memiliki riwayat hipertensi.
H. Pemeriksaan Penunjang
Metode dalam pemeriksaan neuropati perifer pada pasien diabetes melitus tipe
2 yaitu dengan menggunakan kuesioner dan pemeriksaan kaki langsung. Pada
umumnya kedua metode ini digunakan dalam waktu bersamaan untuk menegakkan
diagnosis neuropati perifer diabetik. Dalam menegakkan diagnosis neuropati perifer
sangat jarang hanya menggunakan satu metode saja. Terdapat berbagai macam
kuesioner untuk diagnosis neuropati perifer, akan tetapi seluruh kuesioner sama-sama
berisi pertanyaan terkait tanda dan gejala neuropati seperti gejala sensitivitas
sensorik, gejala motorik, dan gejala autonom (Bondar dan Popa, 2018). Gejala
sensitivitas seperti : mati rasa, kurangnya kepekaan kaki, rasa geli, berjalan tidak
stabil, nyeri, rasa terbakar pada ekstremitas bawah (Bondar dan Popa, 2018). Gejala
motorik seperti : kesulitan saat berjalan, memegang benda kecil, menaiki tangga, atau
mengangkat benda kecil (Bondar dan Popa, 2018).
Dalam artikel yang ditemukan, terdapat berbagai macam jenis kuesioner yang
digunakan untuk menentukan neuropati perifer yang dialami pasien. Beberapa artikel
menggunakan satu kuesioner saja dan beberapa lainnya menggunakan dua kuesioner.
Beberapa jenis kuesioner yang digunakan pada temuan artikel adalah neuropathy
symptom score (NSS), neuropathy disability score (NDS), diabetic neuropathy
symptoms score (DNSS), dan Michigan neuropathy screening instrument.
Pemeriksaan kaki langsung dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan
pemeriksaan yang ingin dilihat. Pemeriksaan kaki dengan menggunakan 10 g
Semmens-Weinstein monofilament untuk tes sensitivitas taktil, Tip-Therm Device
untuk tes sensitivitas temperatur, Neurotip untuk tes sensitivitas rangsang nyeri,
garpu tala Rydel-Seiffer untuk tes sensitivitas vibrasi, persepsi vibrasi dengan
biothesiometer, serta evaluasi reflek pada lutut dan akiles. Pemeriksaan kondisi kaki
terhadap luka dan ulkus diabetik juga perlu dilakukan. Diabetic neuropati
examination untuk menilai tanda neuropati perifer.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
(STIKES-MW) KENDARI
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
Jl. Jend. A. H. Nasution No. G-37, Telp. 3193176 (0401), Kendari

FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Nama Mahasiswa : Kelompok 3
N I M :
Rumah Sakit : RSUD Kota Kendari
Ruangan : Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Tanggal Pengkajian : 29 November 2021 Jam: 10.00 WIB

Kasus
Tn. Z berusia 56 tahun, pekerjaan petani, masuk rumah sakit tanggal 29 November 2021
dengan keluhan utama kelemahan keempat anggota gerak yang dialami segera setelah
terjatuh saat akan pergi ke kebun. Klien mengeluh sesak napas, klien mengeluh nyeri
pada punggung, klien mengatakan skala nyeri 6, klien mengeluh nyeri terasa seperti
ditusuk, klien mengeluh nyeri terasa Ketika klien berusaha menggerakan keempat
anggota gerak dan nyeri terasa hilang timbul, Klien tampak meringis. Hasil pengkajian
didapatkan TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 90 X/menit, RR: 30 X/menit, Suhu: 36,7ºC.

A. IDENTITAS PASIEN IDENTITAS PENANGGUNG


JAWAB
Nama : Tn. Z Nama : Ny. A
Umur : 56 Tahun Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Jenis Kelamin : Wanita
Suku : Suku :
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : Pendidikan :
No. Rekam Medik : No Rekam Medik :
Alamat :Jl. Sepakat Alamat : Jl. Sepakat
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Kelemahan keempat anggota gerak, sesak napas, nyeri pada punggung, nyeri terasa
seperti ditusuk, nyeri terasa Ketika klien berusaha menggerakan keempat anggota gerak
dan nyeri terasa hilang timbul

2. Riwayat Penyakit Sebelumnya


Klien memiliki riwayat hipertensi. dan diabetes, Dan pernah jatuh sebelumnya

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga memiliki riwayat hipetensi dan diabetes

C. PEMERIKSAAN FISIK
- Suara jantung S1 S2 Tunggal
- Nadi Reguler
- Capilary refill < 3 detik
- JVP Normal
Kardiovaskuler

- Murmur Tidak
- Gallop Tidak
- Akral hangat
- Oedem Tidak
- CVP
- Lain- lain

- Bentuk dada Normal


- Bunyi nafas Bronkial
Suara nafas tambahan
- Whezing Tidak
- Ronchi Tidak
Respiratory

- Stridor Tidak
- Snoring Tidak
Batuk Tidak
Pemakaian otot Bantu nafas Tidak
RR 30x/menit
- Lain – lain
- Warna kulit Coklat
- Kelembaban berkeringat
- Icterus Tidak
Integumen

- Turgor
- Jejas tidak
- Luka tidak
- Luka bakar tidak
- Lain – lain Hanya terdapat sedikit lebam dilengan
- Pupil Isokor
Reflek cahaya ……………………………………………………
Diameter ………………..…………………………………..
- GCS ……………………………………………………
Neurologi

- Reflek patologis
- Reflek fisiologis bisep , trisep , achiles , patella, Kurang reflek
- Meningeal Sign kernig
- Parestesia tidak
- Gangguan N I s/d N XII …………………………………………………
- Lain – lain …………………………………………………
- Riwayat pertumbuhan dan ……………………………….
perkembangan fisik ……………………………….
Endokrin

- Lain – lain
- Kemampuan pergerakan sendi Terbatas
- Parese Ya
- Paralise Tidak
- Hemiparese Tidak
- Kontraktur Tidak
- Lain- lain …………………………
…………………………
Ekstremitas
Muskuloskeletal

- Atas Perlukaan
Lokasi : lengan

- Bawah Tidak ada kelainan

Lokasi…………………….
- Tulang belakang Peradangan

- Lain –lain …………………………….


……………………………
Abdomen
- Kontur Abdomen Normal
- Jejas Tidak
- Bising usus Tidak
- Meteorismus Tidak
- Nyeri tekan Tidak
- Pembesaran Hepar Tidak
- Pembesaran Limpa Tidak
- Teraba Massa Tidak
- Ascites Tidak
- BAB frekwensi/ konsistensi 1x/hari
Gastrointestinal

- Mual/ muntah Tidak


- Lain – lain ………………………………………….

Nutrisi
Pola makan
- Jenis Diet/ kalori …………………………………………..
- Mendapat makanan tambahan Tidak
- Klien makan Makanan yang
disajikan Habis 1 porsi
- Kesulitan menelan Tidak
- TB/BB 168cm/65 Kg
- Terpasang Alat Bantu Tidak
- Lain – lain ……………………………………………

Konsep Diri Tanggapan tentang tubuh biasa saja


- Citra diri / body image Bagian tubuh yang disukai kaki
Bagian yubuh yang tidak disukai tidak ada

Status klien dalam keluarga : suami


- Identitas kepuasan klien terhadap status dan posisinya
:puas
kepuasan klien terhadap jenis kelaminya : puas
- Peran tanggapan klien terhadap perannya
senang
kemampuan / kesanggupan klien melaksanakan
perannya : sanggup
kepuasan klien melaksanakan perannya : puas

- Ideal diri / harapan harapan klien terhadap tubuhnya agar bisa tetap
sehat
status (dalam keluarga) kepala keluarga
tugas/ pekerjaan petani
Psikososial

Harapan klien terhadap penyakit yang dideritanya


Dapat lekas sembuh

- Harga diri tanggapan klien terhadap harga dirinya biasa saja

- Sosial /interaksi Klien sering dikunjungi oleh keluarga


Hubungan klien dengan keluarga baik
Dukungan keluarga terhadap klien baik

- Spiritual Klien menjalankan kewajiban agamanya yaitu


sholat 5 waktu
D. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG ( LABORATORIUM, X-RAY, DLL) :
Hb : L (13-16},P (12-15) gr/dl
Hematokrit : L (40-54), P (37-47)%
Leukosit : 5.000-10.000 sel/mm3
Trombosit : 150.000-450.000/mm3
MCV : 81-99 fL
MCH : 27,0-31.0 pg
MPV : 7,4-10,4 fL
MCHC : 32-36 g/dl

E. TERAPI
Fisioterapi, yaitu terapi untuk meminimalkan keterbatasan fisik dan mengembalikan
fungsi tubuh kenormal akibat cedera maupun penyakit

Tanda Tangan Mahasiswa


ANALISA DATA

Nama Pasien : Tn. Z


Umur : 56 Tahun
NO DATA ( DS/DO) MASALAH ETIOLOGI
1. DS : keluhan utama kelemahan Keterbatasan Gangguan pada
keempat anggota gerak pergerakan saraf motorik
DO : Klien tampak meringis. dan menyebabkan
pergerakan tampak terhambat pasien kehilangan
TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 90 kemampuan untuk
X/menit, RR: 30 X/menit, Suhu: mengontrol
36,7ºC. pergerakan dan
tindakan.
2. DS : klien mengeluh nyeri pada Nyeri Nyeri karena
punggung, klien mengatakan skala adanya saraf yang
nyeri 6, klien mengeluh nyeri terjepit atau
terasa seperti ditusuk, klien terhimpit, sehingga
mengeluh nyeri terasa Ketika klien saat melakukan
berusaha menggerakan keempat pergerakan akan
anggota gerak dan nyeri terasa timbul rasa nyeri,
hilang timbul, dalam kasus ini
DO : Klien tampak meringis. saraf akan
TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 90 mengirimkan sinyal
X/menit, RR: 30 X/menit, Suhu: keotak tanpa
36,7ºC. diminta. maka dari
itu nyeri terasa
hilang timbul
3. DS : Klien mengeluh sesak napas Sesak nafas Syaraf dan otot
DO : Klien tampak meringis. gagal bekerja sama
TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 90 maka diagfragma
X/menit, RR: 30 X/menit, Suhu: dalam dadaakan
36,7ºC. terpengaruh dan
terjadilah sesak
nafas, selain hal
diatas kecemasan
juga bisa menjadi
penyebab sesak
nafas
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktifitas bd. kelemahan
2. Nyeri Akut bd. keluhan nyeri seperti ditusuk
3. Gangguan pertukaran gas bd. sesak nafas
4. Hambatan mobilitas fisik bd. kelemahan anggota gerak
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. Z
Umur : 56 tahun

No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Intoleransi aktifitas bd. kelemahan 4 anggota Diharapkan setelah dilakukan intervensi 1x 24 jam maka 2. Terapi aktifitas
gerak pasien dapat mencapat kriteria hasil sebagai berikut: • Berkolaborasi dengan (ahli) terapis
1. jarak berjalan dari skala 3 menjadi skala 5 fisik,okupasi dan terapis rekreasional
2. kekuatan tubuh bagian atas dari skala 2 menjadi dalam perencanaan dan pemantauan
skala 5 program aktivitas, jika meman
3. kekuatan tubuh bagian bawah dari skala 2 menjadi diperlukan
skala 5 • Bantu klien untukmengidentifikasi
4. kemudahan dalam menjalani aktivitas hidup harian dan memperoleh sumber-sumber
dari skala 1 menjadi skala 5 yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
• Bantu klien dan keluarga untuk
mengindentifikasi kelemahan dalam
level aktivitas tertentu
• Dorong keterlibatan dalam aktivitas
kelompok maupun terapi, jika
memang diperlukan
3. Terapi Latihan : Kontrol otot
• Tentukan kesiapan pasien untuk
terlibat dalam aktivitas atau protokol
latihan
• Konsultasikan dengan ahliterapi fisik
untuk menentukan posisi optimal
bagi pasien selama latihan dan jumlah
pengulangan untuk setiap pola
gerakan
• Urutkan aktivitas perawatan harian
untuk meningkatkan efek dari terapi
latihan tertentu
• Beri pakaian yang tidak menghambat
pergerakan pasien
4. Terapi latihan : pergerakan sendi
• Kolaborasikan dengan ahli terapi
fisik dakam mengembangkan dan
menerapkan sebuah program latihan
• Pakaikan baju yang tidak
menghambat pergerakan pasien
dukung latihan ROM aktif sesuai
jadwal teratur dan terencana
• Bantu untuk melakukan pergerakan
sendi yang ritmis dan teratur sesuai
kadar nyeri yang bisa ditoleransi,
ketahanan dan pergerakan sendi

2. Nyeri Akut bd. keluhan nyeri seperti ditusuk Diharapkan setelah dilakukan intervensi 1x 24 jam maka 1. Pemberian analgesik
pasien dapat mencapat kriteria hasil sebagai berikut: • Tentukaan lokasi, karakteristik,
1. mengenali kapan nyeri terjadi dari skala 2 menjadi kualitas dan keparahan nyeri sebelum
sekala t mengobati pasien
2. menggunakan analgesik yang diberikan dari skala 3 • Cek adanya alergi obat
menjadi skala 5 • Kolaborasikan dengan dokter apakah
3. mengenali apa yang terkait dengan gejla nyeri dari obat , dosis, rute pemberian, atau
skala 2 menjadi skala 5 perubahan interval, dibutuhkan,buat
4. ekspresi wajah dari skala 2 menjadi skala5 rekomendasi khusus berdasarkan
5. ketegangan otot dari skala 1 menjadi skala 5 prinsip analgesik
6. mengernyit dari skala 2 menjadi skala 5 • Ajarkan tentang penggunaan
7. frekuensi nafas dari skala 2 menjadi skala 5 analgesik, strategi untuk menurunkan
efek samping, dan harapan terkait
dengan keterlibatan dalam keputusan
pengurangan nyeri
2. Manajemen nyeri
• Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi lokasi
,karakteristik, onset/lokasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
• Pastikan perawatan analgesik bagi
pasien dilakukan dengan pemantauan
yang ketat
• Kolaborasi dengan pasien, orang
terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurunan nyeri
nonfarmakologisesuai kebutuhan
• Dukung istirahat/tidur yang adekuat
untuk membantu penurunan nyeri
3. Pemijatan
• Kaji keinginan pasien untukdilakukan
pemijatan
• Dorong pasien untuk menyebutkan
bagian-bagian yang terasa nyaman
ketika dipijat
• Gunakan pemijatan saja atau
digabung dengan tindakan yang lain,
sesuai kebuthan
3. Gangguan pertukaran gas bd. sesak nafas Diharapkan setelah dilakukan intervensi 1x 24 jam maka 1. Monitor pernafasan
pasien dapat mencapat kriteria hasil sebagai berikut: • Monitor kecepatan, irama, kedalaman
dan kesulitan bernafas
1. keseimbangan ventilasi dan perfusi dari skala 3 ke- • Auskultasi suara nafas, catat area
skala 5 dmna terjadi penurunan atau tidak
2. dispnea saat istirahat dari skala 2 menjadi skala 5 adanya ventilasi dan keberadaan
3. dispnea saat beraktivitas dariskala 2 menjadi skala suara nafas tambahan
5 • Monitor keluhan sesak nafas pasien,
4. perasaan kurang istirahat dari skala 3 menjadi skala termasuk kegiatan yang
5 meningkatkan atau memperburuk
sesak nafas tersebaut
2. Manajemen syok
• Posisikan pasien untuk mendapatkan
perfusi yang optimal
• Buat dan pertahankan kepatenan jalan
nafas, sesuai kebutuhan
• Berikan oksigen dan/atau ventilasi
mekanik, sesuai kebutuhan
• Berikan dukungan emosi pada pasien
dan keluarga, dorong harapan yang
realistis
4. Hambatan mobilitas fisik bd. kelemahan Diharapkan setelah dilakukan intervensi 1x 24 jam maka 1. Peningkatan mekanika tubuh
anggota gerak pasien dapat mencapat kriteria hasil sebagai berikut: • Kolaborasikan dengan fisioterapis
1. berjalan dengan langkah yang efektif dari skala 2 dalam mengembangkan peningkatan
menjadi skala5 mekanika tubuh, sesuai indikasi
2. menyesuaikan dengan perbedaan • Edukasi pasien mengenai bagaimana
tekstur/permukaan lantai dari skala 3 menjadi skala menggunakan postur tubuh dan
5 mekanika tubuh untuk mencegah
3. keseimbangan dari skala 3 menjadi skala 5 injuri saat melakukan berbagai
4. gerakan otot dan sendi dari skala 2 menjadi skala 5 aktivitas
5. kinerja pengaturan tubuh dari skala 2 menjadi skala • Bntu pasien untuk memilih aktivitas
5 pemanasan sebelum memulai latihan
6. bergerak dengan mudah dari skala 2 menjadi skala atau memulai pekerjaan yang tidak
5 dilakukan seecara rutin sebelumnya
7. koordinasi dari skala 3 menjadi skala 5 • Berikan informasi tentang
kemungkinan posisi penyebab nyeri
otot atau sendi
2. Peningkatan latihan : latihan kekuatan
• Lakukan skrining kesehatan sebelum
memulai latihan untuk
mengindentifikasi resiko dengan
menggunakan skala kesiapan latihan
fisik terstandar atau melengkapi
pemeriksaan riwayat kesehatan dan
fisik
• Bantu pasien dalam mengekspresikan
nilai, kepercayaan, dan tujuannya
dalam melakukan latihan otot dan
kesehatan
• Bantu untuk mengembangkan
lingkungan rumah atau tempat kerja
yang memfasilitasi rencana latihan
• Instruksikan untuk beristirahat
sejenak setiap saat selesai satu set
latihan jka diperlukan
3. Terapi latihan : ambulasi
• Bantu pasien untuk menggunakan
alas kaki yang memfasilitasi pasien
untuk berjalan dan mencegah cedera
• Tempatkan saklar posisi tidur
ditempat yang mudah dijangkau
• Terapkan/sediakan alat bantu
(tongkat, walker, kursi roda) untuk
ambulasi jika pasien tidak stabil
• Bantu pasien untuk berdiri atau
ambulasi dengan jarak tertentu dan
dengan jumlah staf tertentu
TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. Z


Umur : 56 Tahun
Tanggal/Jam No. Dx. T i n d a k a n Keperawatan

29 Noveember 1 • Mengkolaborasikan dengan (ahli) terapis fisik,okupasi


2021/10.00 Wita dan terapis rekreasional
• Membantu klien untuk mengidentifikasi dan
memperoleh sumber-sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
• Membantu klien dan keluarga untuk mengindentifikasi
kelemahan
• Mendorong keterlibatan dalam aktivitas kelompok
maupun terapi,
• Menentukan kesiapan pasien untuk terlibat dalam
aktivitas atau protokol latihan
• Mengonsultasikan dengan ahliterapi fisik untuk
menentukan posisi optimal bagi pasien selama latihan
dan jumlah pengulangan untuk setiap pola gerakan
• Mengurutkan aktivitas perawatan harian untuk
meningkatkan efek dari terapi latihan
• Berikan pakaian yang tidak menghambat pergerakan
pasien
• Mengkolaborasikan dengan ahli terapi fisik dakam
mengembangkan dan menerapkan sebuah program
latihan
• Pakaikan baju yang tidak menghambat pergerakan
pasien dukung latihan ROM aktif sesuai jadwal teratur
dan terencana
• Membantu untuk melakukan pergerakan sendi yang
ritmis dan teratur sesuai kadar nyeri yang bisa
ditoleransi, ketahanan dan pergerakan sendi
29 Noveember 2 • Menentukaan lokasi, karakteristik, kualitas dan
2021/13.00 Wita keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
• Mengecek adanya alergi obat
• Mengkolaborasikan dengan dokter apakah obat , dosis,
rute pemberian, atau perubahan interval,
dibutuhkan,buat rekomendasi khusus berdasarkan
prinsip analgesik
• Mengajarkan tentang penggunaan analgesik, strategi
untuk menurunkan efek samping, dan harapan terkait
dengan keterlibatan dalam keputusan pengurangan nyeri
• Melakukan pengkajian nyeri komprehensif
• Memastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan
dengan pemantauan yang ketat
• Mengkolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri
nonfarmakologi sesuai kebutuhan
• Menukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
• Mengkaji keinginan pasien untukdilakukan pemijatan
• Mendorong pasien untuk menyebutkan bagian-bagian
yang terasa nyaman ketika dipijat
• Menggunakan pemijatan saja atau digabung dengan
tindakan yang lain,
29 Noveember 3 • Memonitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan
2021/16.00 Wita bernafas
• Auskultasikan suara nafas, catat area dmna terjadi
penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan
suara nafas tambahan
• Memonitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk
kegiatan yang meningkatkan atau memperburuk sesak
nafas tersebaut
• Memposisikan pasien untuk mendapatkan perfusi yang
optimal
• Membuat dan pertahankan kepatenan jalan nafas,
• Memberikan oksigen dan/atau ventilasi mekanik,
• Memberikan dukungan emosi pada pasien dan keluarga,
dorong harapan yang realistis

29 Noveember 4.
• Mengkolaborasikan dengan fisioterapis dalam
2021/20.00 Wita
mengembangkan peningkatan mekanika tubuh,
• Mengedukasi pasien mengenai bagaimana
menggunakan postur tubuh dan mekanika tubuh untuk
mencegah injuri saat melakukan berbagai aktivitas
• Membantu pasien untuk memilih aktivitas pemanasan
sebelum memulai latihan atau memulai pekerjaan yang
tidak dilakukan seecara rutin sebelumnya
• Memberikan informasi tentang kemungkinan posisi
penyebab nyeri otot atau sendi
• Melakukan skrining kesehatan sebelum memulai latihan
untuk mengindentifikasi resiko dengan menggunakan
skala kesiapan latihan fisik terstandar atau melengkapi
pemeriksaan riwayat kesehatan dan fisik
• Membantu pasien dalam mengekspresikan nilai,
kepercayaan, dan tujuannya dalam melakukan latihan
otot dan kesehatan
• Membantu untuk mengembangkan lingkungan rumah
atau tempat kerja yang memfasilitasi rencana latihan
• Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap saat
selesai satu set latihan jka diperlukan
• Membantu pasien untuk menggunakan alas kaki yang
memfasilitasi pasien untuk berjalan dan mencegah
cedera
• Menempatkan saklar posisi tidur ditempat yang mudah
dijangkau
• Terapkan/sediakan alat bantu (tongkat, walker, kursi
roda) untuk ambulasi jika pasien tidak stabil
• Membaantu pasien untuk berdiri atau ambulasi dengan
jarak tertentu dan dengan jumlah staf tertentu

EVALUASI
Nama Pasien : Tn. Z
Umur : 56 Tahun
Tanggal/Jam No. Dx. Evaluasi
Per
30 Noveember 1 S : Pasien mengatakan 4 Anggota gerak sudah mulai menguat
2021/10.00 O: Pasien mulai bisa bergerak dengan nyaman
Wita A: Masalah sebagian teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

30 Noveember 2 S : Pasien mengatakan bahwa nyerinya sudah berkurang


2021/13.00 O : Pasien sudah tidak meringis lagi saat beregrak
Wita A : Sebagian masalah teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

30 Noveember 3 S : Istri Pasien mengatakan bahwa sesak pasien berkurang


2021/16.00 O : Pasien dapat berbicara lancar tanpa hambatan karena sesak
Wita A: Masalah sebagian teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

30 Noveember 4 S : Istri pasien mengatakan jika pasien sudsh bisa berjalan ke


2021/20.00 toilet
Wita O : Pasien sudah bisa berjalan tanpa digandeng
A: Masalah sebagian teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, A. S. (2017). Assessment of quality of life of patients with diabetic peripheral
neuropathy. IOSR Journal of Nursing and Health Science, 6(5), 37-46.
Bilous, R & Donelly, R. (2014). Buku pegangan diabetes. Jakarta: Bumi Medika.
Glow, D., & Moore, P. (2014). Assessing diabetic peripheral neurophaty in primary care.
BPJ Issue, 61, 37-47.
Harsono. (2015). Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
LeMone, P., Burke, K.M., & Bauldoff, G. (2016). Keperawatan medikal bedah: gangguan
endokrin. Jakarta: EGC.
Mahadewa, T. G. B. (2013). Saraf perifer masalah dan penanganannya (Cetakan ke-1).
Jakarta Barat: PT. Indeks.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2015). Konsensus pengelolaan dan
pencegahan diabete melitus tipe 2 di Indonesia.
Putri, M.P., Hasneli, Y., & Safri(2020) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Derajat
Keparahan Neuropati Perifer Pada Pasien Diabetes Melitus : Literature Review.
Jurnal Ilmu Keperawatan Keperawatan:Universitas Riau
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2010). Buku ajar
ilmu penyakit dalam edisi 5 jilid 1. Jakarta: Interna Publishing.
Wahyuni, S. (2018). Hubungan kadar gula darah dengan terjadinya gangren pada pasien
diabetes melitus. JOM, 40-49.
Yulita, R.F., Waluyo, A., & Azzam, R.(2019)Pengaruh Senam Kaki Terhadap Penurunan
Skor Neuropati Dan Kadar Gula Darah Pada Pasien Dm Tipe 2 . Journal of
Telenursing (JOTING):Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani,
Universitas Indonesia & Universitas Muhammadiyah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai