Anda di halaman 1dari 4

ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI

Sebelum membahas mengenai tingginya angka pengangguran di Indonesia, ada baiknya kita
menyinggung beberapa hal yang menjadi masalah ketenagakerjaan di Indonesia, yaitu :

 turut sertanya wanita dan anak dibawah umur untuk bekerja dalam rangka pemenuhan
kebutuhan hidup,
 rendahnya upah/gaji yang diberikan kepada buruh atau pekerja,
 renggangnya hubungan pemilik usaha dengan pekerja yang berujung konflik, dan
 tingkat pengangguran yang masih tinggi, dan semakin meningkat.

Beberapa kasus yang bisa disoroti untuk memahami lebih lanjut mengenai masalah tingkat
pengangguran yang tinggi di indonesia antara lain :

 Tercatat ada 934 kasus gugatan perceraian yang diterima oleh Pengadilan Agama Negeri
Sungguminasa, kab. Gowa dalam rentang Januari - Oktober 2021. Sebanyak 734 kasus
gugatan dilayangkan oleh pihak istri dengan alasan ekonomi, salah satunya tidak
terpenuhinya kebutuhan hidup akibat suami yang di-PHK.
 Di RSUD Lanto Daeng Pasewang, Kabupaten Jeneponto, terdapat wacana pemecatan
tenaga honorer. Kebijakan pemecatan ini merupakan kebijakan dari pemerintah pusat.
 Ditengah beratnya masyarakat untuk bertahan ditengah-tengah pandemi covid-19,
pemerintah malah membuka pintu bagi tenaga kerja asing untuk masuk ke Indonesia,
khususnya dari China.

Dari 3 fakta yang terjadi ini, mari kita kaji lebih jauh penyebab dari masalah tingkat
pengangguran yang tinggi di Indonesia saat ini.

1. Rendahnya kualitas SDM

Jumlah pertumbuhan sarjana baru (fresh graduate) di Indonesia nampaknya tidak mampu
mengatasi jumlah pengangguran yang semakin meningkat, Ini disebabkan pertumbuhan jumlah
sarjana baru tidak diiringi dengan skill yang dibutuhkan banyak perusahaan di era digital ini.
Selain itu, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dari 9,77 juta Angka Pengangguran
Terbuka, 13.55% lulusan SMK, 9.86% lulusan SMA, 8.08% lulusan Diploma, dan 7.35% lulusan
Universitas. Padahal lulusan-lulusan ini diharapkan mampu langsung kerja atau mencipta
lapangan kerja karena mereka telah dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja, khususnya
lulusan SMK dan Universitas.
2. Kelangkaan Lapangan Kerja

Kurangnya perhatian pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja menjadi salah satu alasan
minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Hal ini kemudian didukung dengan banyaknya
lulusan sarjana yang diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat
luas, namun tidak mampu berkontribusi dalam penyelesaian masalah ini.

Pandemi covid-19 juga berimbas pada berkurangnya lapangan kerja, sebanyak 35.6 persen
perusahaan saat ini sudah memillih untuk mengurangi pegawai, sebanyak 62.3 persen memilih
tidak menambah pegawai, dan hanya 2.1 persen yang memilih menambah pegawai. Sementara
pada tahun ini ada sebanyak 9.77 juta pengangguran yang membutuhkan lapangan kerja.

3. Masuknya Buruh Asing di Indonesia

Dilansir dari Kontan.co.id, Ekonom senior INDEF Faisal Basri mengkritik kebijakan pemerintah
yang seolah tak tegas, yaitu membuka pintu bagi pekerja asing, khususnya China di tengah
upaya melawan pandemi Covid-19. Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS), yang
menunjukkan bahwa jumlah pengunjung asing cukup banyak di Bandara Sam Ratulangi,
Sulawesi. Dari data tersebut, ditunjukkan bahwa jumlah pengunjung asing yang masuk dari
pintu udara bandara tersebut sebesar 433 orang pada Januari 2021, kemudian meningkat
menjadi 1.027 orang pada Februari, kembali meningkat lagi pada Maret 2021 menjadi 2.513
orang, April 2.685 orang, dan terakhir Mei 2021 menjadi 1.015 orang.

Tentu saja jumlah yang tidak sedikit ini akan berperan dalam menyempitkan lapangan kerja di
Indonesia. Ini menunjukkan ketidakperhatian pemerintah terhadap masyarakatnya yang sangat
membutuhkan uluran tangan, apalagi di masa pandemi ini.

4. Meningkatnya Angka Pekerja yang Di-PHK

Dilansir dari Kompas.com, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebutkan hampir 48


persen pekerja yang bekerja di sektor kritikal, esensial, dan nonesensial terancam terkena
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan. Sekretaris Jenderal Kemenaker Anwar
Sanusi mengatakan, hal tersebut sebagai dampak dari kebijakan Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berlaku sejak 6 Juli 2021 hingga sekarang. Para pekerja yang
berpotensi terkena PHK dan dirumahkan ini rata-rata bekerja di wilayah Jawa dan Bali.

Jika angka pekerja yang di-PHK semakin meningkat, berarti akan banyak kepala keluarga yang
tidak mampu untuk membiayai kebutuhan keluarga mereka, baik kebutuhan pokok,
pendidikan, maupun kesehatan.
Faktor-faktor ini membuktikan betapa tidak mampunya pemerintah saat ini mengatasi masalah
ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya pengangguran yang masih terus meningkat. Sistem
demokrasi yang diterapkan di Indonesia saat ini tidak bisa menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Lalu, bagaimana Islam mengatasi berbagai masalah ini?

SISTEM ISLAM DALAM MENGATASI MASALAH PENGANGGURAN

1. Negara Menjamin Pemenuhan Pendidikan, Kesehatan dan Keamanan Umat.

Dalam daulah islam, negara harus menjamin pemenuhan pendidikan, kesehatan, dan
keamanan umat. Dengan demikian, maka kualitas SDM yang dimiliki oleh seluruh masyarakat
islam tidak diragukan, sebab pendidikan yang mereka peroleh terjamin akan terpenuhi tanpa
memandang status sosial mereka. Begitu pula dengan pelayanan kesehatan dan keamanan
umat. Islam memandang masyarakat sebagai kumpulan individu yang disatukan oleh ideologi,
perasaan dan peraturan yang sama, oleh sebab itu, pemenuhan kebutuhan setiap individu
(bagian daripada jamaah) adalah penting, baik dalam pemahaman syariat islam, pendidikan
yang diterima, serta pelayanan kesehatan dan keamanan.

2. Pengelolaan Keuangan Negara dalam Pengurusan Umat

Dalam daulah islam, keuangan akan dikelola oleh Baitul Mal. Negara mengelola keuangan
dengan mengambil kewajiban zakat atas harta yang dimiliki umat islam baik berupa uang,
tanah, hasil pertanian, atau ternak, dengan menganggapnya sebagai ibadah. Harta tersebut
digunakan untuk mengatasi berbagai persoalan umat dan dibagikan hanya kepada delapan
ashnaf (golongan) yang telah tercantum dalam Al Qur'an. Sementara untuk urusan administrasi
dan pelayanan bagi umat, negara mengambil harta berdasarkan syariat islam saja, yaitu
pengambilan kharaj (cukai atas tanah), jizyah (dari nonmuslim), dan cukai perbatasan karena
negara bertanggung jawab mengatur perdagangan luar dan dalam negeri.

Jika pengaturan keuangan negara terorganisir dengan baik, tentu saja masalah ekonomi
khususnya dalam hal ketenagakerjaan tidak akan ada celah untuk tercipta, sebab semua
masalah tersebut bersumber dari pengelolaan keuangan negara yang tidak maksimal dan tidak
merata.

3. Negara Menyediakan Fasilitas Lapangan Kerja


Dalam daulah islam, jika orang-orang yang wajib bekerja telah berupaya mencari pekerjaan
sementara ia mampu bekerja dan telah berusaha mencari pekerjaan, maka negara wajib
menyediakan lapangan pekerjaan atau memberikan berbagai fasilitas agar orang yang
bersangkutan dapat bekerja dan mencari nafkah. Sebab, hal ini merupakan tanggung jawab
daulah/negara dalam menyejahterakan umat.

4. Negara Menghargai Ilmu Pengetahuan dan Berbagai Profesi

Menurut Al Badri (1990), Ad Damsyiqy menceritakan suatu peristiwa dari Al Wadliyah bin Atha',
yang mengatakan di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Oleh Khalifah
Umar ibn Khatab, mereka diberi gaji sebesar 15 dinar setiap bulan ( satu dinar = 4.25 gr emas),
berarti totalnya sebesar 63.75 gr emas. Jadi, jika dianggap satu gram emas seharga Rp800.000
maka gaji yang mereka terima sebanyak Rp51.000.000 setiap bulannya (dibanding dengan gaji
guru sekarang yang begitu sedikit, apalagi bagi tenaga honorer).

Daulah Islam juga sangat menghormati dan menghargai semua jenis pekerjaan, usaha, dan
pertukangan. Hasil kajian al-Hassan dan Hill juga menunjukkan bahwa serikat buruh atau
pekerja telah muncul di era peradaban Islam. Dikisahkan pula kecakapan para perajin di kota al-
Mawsul (salah satu kota dalam peradaban islam) yang dipaparkan sejarawan Muslim al-
Qazwini, menurut dia, penduduk al-Mawsul begitu ramah, gagah, dan tekun sekali dalam
membuat kerajinan tangan. Al-Qawzini pun memaparkan fenomena serupa di Kota Isfahan,
Persia. Para perajin di sana mampu mengungguli kota-kota lainnya dalam setiap jenis pekerjaan
tangan. Maka tentu saja ini menggambarkan bahwa umat di bawah naungan daulah islam
begitu dihargai keahliannya, sehingga mustahil di masa itu terdapat pengangguran.

Demikian pemaparan mengenai bagaimana islam mengatasi masalah pengangguran ini.


Masalah ketenagakerjaan khususnya angka pengangguran yang masih tinggi ini adalah salah
satu dari banyaknya masalah yang belum teruraikan di Indonesia, dan menjadi bukti urgensinya
penerapan syariat islam dalam bernegara. Tegaknya Khilafah Islamiyah adalah satu- satunya
solusi tuntas dalam penyelesaian berbagai masalah di berbagai bidang kehidupan. Hal ini telah
dibuktikan dengan banyaknya catatan sejarah mengenai kesejahteraan umat di masa
kekhilafahan islamiyah.

Anda mungkin juga menyukai