Anda di halaman 1dari 9

Volume 7. Nomor 2.

Juli 2012

Pandecta
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta

Kebijakan Kriminalisasi Delik Penodaan Agama


Hijrah Adhyanti Mirzana

Fakultas Hukum, Universitas Hasannudin, Sulawesi Selatan, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Hak asasi adalah Hak yang melekat secara kodrati pada setiap mahluk yang dilahirkan
Diterima April 2012 dengan sosok biologis manusia. Salah satu hak asasi sipil dan politik adalah hak
Disetujui Mei 2012 untuk memeluk dan melaksanakan ibadah dari agamanya tersebut. Di Indonesia,
Dipublikasikan Juli 2012 kebebasan untuk beragama dan berkeyakinan diatur dalam Pasal 28 E angka 1 dan
2 Undang-undang Dasar 1945. Penelitia ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan
Keywords:
Policy;
kriminalisasi delik penodaan agama dalam KUHP dan UU No. 1/PNPS/1965?.
Criminalization; Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa delik penodaan agama diatur dalam Pasal
Blasphemmy; 156a KUHP dan Pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965. Pasal 156a KUHP pada pokoknya
Criminal Code. mengatur tentang tindak pidana penodaan agama yang dengan maksud agar
supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan
Yang Maha Esa, sedangkan ketentuan Pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 mengatur
mengenai penafsiran agama/kegiatan keagamaan yang menyimpang dari pokok-
pokok ajaran agama itu. Selain KUHP Indonesia. Pasal 156a KUHP Indonesia yaitu
melindungi perasaan masing-masing warga negara /penduduk yang memeluk suatu
agama atau keyakinan tertentu. Perbedaannya terletak pada perumusannya. Konsep
KUHP telah menyempurnakan rumusan Pasal 156a KUHP dengan merumuskan
tindak pidana-tindak pidana yang tergolong dalam tindak pidana penodaaan agama
dan kehidupan beragama. Namun mengingat Pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 yang
mengatur mengenai penafsiran agama/kegiatan keagamaan yang menyimpang dari
pokok-pokok ajaran agama itu, dipertahankan oleh putusan Mahkamah konstitusi,
sebaiknya ketentuan pasal ini juga diintegralkan dalam tindak pidana penodaaan
agama dan kehidupan beragama yang dirumuskan di dalam Konsep KUHP.

Abstract
Human rights is rights inherent by nature in every being is born with a biological
human figure. One of the civil and political rights is the right to profess and practice
their religion from the religion. In Indonesia, freedom of religion under Article 28 E
numbers 1 and 2 of Act of 1945. This research is intended to analyze the policy of
criminalization of blasphemy offense in the Criminal Code and Law No. 1/PNPS/1965?
2) . The result of this study reveals that the offense of blasphemy under Article 156a
of the Penal Code and Article 1 of Law no. 1/PNPS/1965. Article 156a of the Criminal
Code in principle regulate crime of blasphemy in order so that people do not adhere
to any religion, who jointed Belief in God Almighty, while the provisions of Article 1
of Law no. 1/PNPS/1965 governs the interpretation of religion / religious activities that
deviate from the main points of religious doctrine. In addition to Indonesia’s Criminal
Code. Article 156a of the Criminal Code Indonesia which protect each other’s
feelings citizens / residents who embrace a particular religion or belief. The difference
lies in the formulation. The concept of the Criminal Code has been perfecting the
formulation of Article 156a of the Criminal Code to formulate crime-crime offenses
classified in penodaaan religion and religious life. But considering Article 1 of Law no.
1/PNPS/1965 which governs the interpretation of religion / religious activities that
deviate from the main points of religious doctrine, the Court’s decision is maintained
by the constitution, this section should also integrable in criminal penodaaan religion
and religious life were formulated in the concept of the Criminal Code.

Alamat korespondensi: © 2012 Universitas Negeri Semarang


Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar, ISSN 1907-8919
Sulawesi Selatan, Indonesia, 90245
E-mail: hijrah.adhyanti@yahoo.com
Pandecta. Volume 7. Nomor 2. Juli 2012

1. Pendahuluan the right to freedom of thought, conscience


and religion. This right shall include freedom
Dalam negara demokrasi hak-hak dasar to have or to adopt a religion or belief of his
warga negara dijamin oleh pemerintahnya. choice, and freedom, either individually or
Hak-hak dasar tersebut dikenal sebagai hak in community with others and in public or
manusia yang asasi atau Hak Asasi Manusia. private, to manifest his religion or belief in
(Wignjosubroto: 2002) mendefinisikan hak worship, observance, practice and teaching”
manusia yang asasi sebagai berikut: Hak yang (Setiap orang berhak atas kebebasan
melekat secara kodrati pada setiap mahluk pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal
yang dilahirkan dengan sosok biologis ini termasuk kebebasan berganti agama
manusia, yang memberikan jaminan moral atau kepercayaan, dan kebebasan untuk
dan menikmati kebebasan dari segala bentuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan
perlakuan yang menyebabkan manusia cara mengajarkannya, mempraktekkannya,
itu tidak dapat hidup secara layak sebagai melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya,
manusia yang dimuliakan Allah, yang oleh baik sendiri maupun bersama-sama dengan
sebab itu tidak mungkin dialihkan kepada- orang lain, di muka umum maupun sendiri).
apalagi dirampas oleh-siapapun, kepada/ Di Indonesia, kebebasan untuk
oleh para pengemban kekuasaan negara beragama dan berkeyakinan diatur dalam
sekalipun, kecuali untuk dikurangkan atas Pasal 28 E angka 1 dan 2 Undang-undang
dasar persetujuan para penyandang hak itu Dasar 1945, yang menentukan sebagai
lewat proses-proses legislatif yang benar- berikut : (1). Setiap orang bebas memeluk
benar representatif demi tertegaknya hak-hak agama dan beribadat menurut agamanya,
asasi manusia lain sesama dalam kehidupan memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
masyarakat. pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memilih tempat tinggal di wilayah negara
telah memproklamasikan Pernyataan Umum dan meninggalkanya, serta berhak kembali;
tentang Hak Asasi Manusia (Universal (2). Setiap orang berhak atas kebebasan
Declaration of Human Rights) sebagai bentuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
tindak lanjut penghargaan dan penghormatan dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
umum negara-negara anggota PBB terhadap Agama tidak hanya mengatur hubungan
hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan asasi antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga
manusia. Hak-hak asasi manusia tersebut hubungannya dengan sesama manusia. Oleh
perlu dilindungi oleh peraturan hukum karena itu, agama juga memiliki pengaruh
supaya orang tidak akan terpaksa memilih terhadap kehidupan bermasyarakat,
pemberontakan sebagai usaha terakhir guna berbangsa dan bernegara. Pengingkaran
menentang kelaliman dan penindasan. terhadap pengaruh agama dalam kehidupan
Hukum menjadi dasar pelaksanaan hak-hak bermasyarakat dapat mendorong terjadinya
asasi tersebut. penodaan terhadap agama. Maraknya tindak
Pernyataan Umum tentang Hak pidana penistaan agama dalam berbagai
Asasi Manusia (Universal Declaration of bentuk, seperti munculnya penyimpangan-
Human Rights) mengelompokkan hak-hak penyimpangan dalam kehidupan beragama
asasi manusia ke dalam dua kelompok yaitu, dalam masyarakat yang bertentangan dengan
yaitu hak-hak asasi sipil dan politik (civil and ajaran-ajaran dan hukum agama yang telah
political rights) serta hak-hak asasi sosial ada tersebut dapat merongrong sendi-sendi
dan ekonomi dan budaya (economic, social kehidupan beragama masyarakat.
and culture rights). Salah satu hak asasi sipil Indonesia adalah Negara yang terdiri
dan politik adalah hak untuk memeluk dari berbagai suku bangsa, ras, agama
dan melaksanakan ibadah dari agamanya dan berbagai keyakinan. Keberagaman
tersebut. Dalam Pernyataan Umum Hak tersebut bahkan telah ada sejak sebelum
Asasi Manusia, hak ini diatur dalam Pasal negara ini diproklamasikan. Untuk menjaga
18 yang menentukan :” Everyone shall have keberagaman ini tetap harmonis, maka perlu

148
Pandecta. Volume 7. Nomor 2. Juli 2012

upaya-upaya yang mencegah agar tidak hukum tidak dilakukan maka akan terjadi
terjadi penghinaan/penistaan/penodaan social lag, yaitu sutu keadaan dimana terjadi
terhadap salah satu suku bangsa, ras dan ketidakseimbangan dalam perkembangan
agama yang dapat memicu konflik yang tidak lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
hanya berdampak pada rapuhnya sendi-sendi mengakibatkan terjadinya kepincangan-
kehidupan beragama masyarakat, melainkan kepincangan (Soekanto, 2004: 115). Akibat
juga dapat memecah belah persatuan dan kenyataan tersebut, membawa keadaan
kesatuan negara. Perumusan Masalah, 1) hukum pada tuntutan pembaharuannya.
Bagaimanakah kebijakan kriminalisasi delik Hukum memerlukan penijauan kembali
penodaan agama dalam KUHP dan UU No. secara terus menerus sesuai dengan kemajuan
1/PNPS/1965? 2) Bagaimanakah seharusnya pengetahuan (Dirdjosisworo: 1984: 40).
kebijakan kriminalisasi delik penodaan agama Dalam melakukan pembaharuan
dalam peraturan perundang-undangan di hukum pidana digunakan 2 (dua)
masa mendatang?. pendekatan, yaitu pendekatan kebijakan
dan pendekatan nilai. Dari segi kebijakan,
2. Metode Penelitian terutama kebijakan kriminal, fokus utamanya
adalah masalah penentuan: (1). Perbuatan
Metode penelitian yang dipergunakan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana,
dalam penelitian ini adalah menggunakan dan (2). sanksi apa yang sebaiknya digunakan
pendekatan yuridis normatif (Soemitro: atau dikenakan kepada pelanggar (Arief,
1987). Sumber data yang dipergunakan dalam 2002: 29).
penelitian ini adalah data sekunder yaitu data Masalah-masalah tersebut di atas
yang dihimpun melalui studi dokumen dan sering disebut masalah kriminalisasi dan
data kepustakaan. Data sekunder yang sudah dekriminalisasi. Kriminalisasi adalah suatu
ada dihimpun kemudian di analisis secara proses penetapan suatu perbuatan orang
kualitatif melalui laporan penelitian yang sebagai perbuatan yang dapat dipidana. Proses
tersusun secara sistematis dengan metode ini diakhiri dengan terbentuknya undang-
berfikir secara induktif, yaitu pola berfikir undang dimana perbuatan itu diancam
yang didasarkan suatu fakta yang sifatnya dengan suatu sanksi yang berupa pidana.
khusus kemudian ditarik kesimpulan yang Sebaliknya dekriminalisasi mengandung arti
sifatnya umum, untuk memperoleh kejelasan suatu proses dimana dihilangkan sama sekali
dari permasalahan dalam penelitian ini. sifat dapat dipidananya sesuatu perbuatan.
Dekriminalisasi harus dibedakan dengan
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan depenalisasi, dimana perbuatan yang semula
diancam pidana, ancaman pidana ini
dihilangkan akan tetapi masih dimungkinkan
a. Kriminalisasi Penodaan Agama
adanya penuntutan dengan cara lain, ialah
Otje Salman dan Anthon F. Susanto
dengan melalui hukum perdata atau hukum
(2004:11) dalam Beberapa Aspek Sosiologi
administrasi (Soedarto: 1983: 40).
Hukum menegaskan bahwa adalah suatu
Menurut Soedarto, Kedudukan KUHP
kenyataan bahwa suatu masyarakat selama
menjadi sentral sebagai induk peraturan
hidupnya akan mengalami perubahan-
hukum pidana karena keberadaan Bab I
perubahan dalam berbagai aspek kehi-
yang secara umum berlaku juga terhadap
dupannya. Perubahan-perubahan terse-
tindak pidana-tindak pidanadi luar KUHP.
but merupakan gejala normal, meskipun
Kedudukan undang-undang pidana khusus
perubahan tersebut memiliki pengaruh yang
adalah sebagai pelengkap dari hukum pidana
menjalar dengan cepat karena perkembangan
yang dikodifikasikan dalam KUHP (Position
komunikasi yang moderen dalam era
Paper Advokasi RUU KUHP: 2005: 6)
globalisasi dunia. Perubahan-perubahan
Mengingat perasaan religius
sosial ini harus diikuti oleh perubahan-
(ketuhanan, keagamaan) di kalangan rakyat
perubahan hukum, karena jika perubahan
Indonesia serta Pasal 29 UUD 1945, maka

149

Pandecta. Volume 7. Nomor 2. Juli 2012

pemerintah berdasarkan Undang-undang mengetahui bahwa perbuatan tersebut


Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 dapat menimbulkan akibat sebagaimana
yang mulai berlaku sejak tanggal 27 Januari yang dikehendaki.” (Lamintang: 1997: 286).
1965 (UU No. 1/PNPS/1965) (LN 1965 No. Dengan demikian, unsur dengan sengaja
3), mengadakan pasal tambahan berupa dalam rumusan pasal ini dimaksudkan
Pasal 156a KUHP yang menentukan sebagai bahwa pelaku menghendaki untuk
berikut:“Dipidana dengan pidana penjara melakukan tindakan mengeluarkan perasaan
selama-lamanya lima tahun, barangsiapa atau melakukan perbuatan permusuhan,
dengan sengaja di muka umum mengeluarkan penyalahgunaan atau penodaan terhadap
perasaan ataui melakukan perbuatan: suatu agama yang dianut di Indonesia serta
(a). pada pokoknya bersifat permusuhan, mengetahui akibat yangditimbulkannya dari
penyalahgunaan atau penodaan terhadap tindakan tersebut yaitu agar supaya orang
suatu agama yang dianut di Indonesia; tidak menganut agama apapun juga yang
(b). dengan maksud agar supaya orang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
tidak menganut agama apapun juga, yang Kedua, Unsur “di muka umum”.
bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Perbuatan itu dilakukan di muka umum (in
Mengacu pada rumusan pasal tersebut het openbaar), berarti perbuatan tersebut
di atas, maka unsur-unsur tindak pidananya dilakukan di muka lebih dari satu orang dan
adalah : a. dengan sengaja; b. di muka umum; dimana publik dapat melihat, mendengar
c. mengeluarkan perasaan atau melakukan dan membacanya dari tempat umum (di
perbuatan; d. yang pada pokoknya bersifat tempat yang dapat dilihat dan dikunjungi
permusuhan, penyalahgunaan atau oleh orang banyak), termasuk juga tempat
penodaan terhadap suatu agama yang dianut yang biasanya tidak atau tidak selalu terbuka
di Indonesia; e. dengan maksud agar supaya untuk umum, tapi kalangan umum dapat/
orang tidak menganut agama apapun juga, boleh masuk sekalipun harus membayar atau
yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. dengan syarat-syarat lain ketika perbuatan
Pertama, Unsur “dengan sengaja”. pidana tersebut dilakukan.
Kata “kesengajaan” terdapat di dalam KUHP, Ketiga, Unsur “mengeluarkan perasaan
akan tetapi apa arti dari kata tersebut tidak atau melakukan perbuatan”. Terdapat dua
tercantum dalam KUHP, melainkan terletak tindakan yang berbeda dalam hal sifat. Pada
dalam pengetahuan ilmu hukum pidana. perbuatan mengeluarkan perasaan adalah
Memorie van Toelichting (MvT) dari Wet bentuk tindakan mewujudkan apa yang
Book van Straafrecht (WvS) memberikan dirasakan atau apa yang dipikirkan oleh
penjelasan bahwa sengaja merupakan pelaku, berupa ucapan lisan maupun bentuk
perbuatan yang dikehendaki dan diketahui. tulisan, sedangkan melakukan perbuatan
Seseorang yang berbuat dengan sengaja, mengacu pada tindakan fisik dengan wujud
harus menghendaki apa yang diperbuat dan gerak dari tubuh atau bagian dari tubuh,
harus mengetahui atas apa yang diperbuat. misalnya menginjak kitab suci suatu agama
Tidak termasuk perbuatan dengan sengaja (Chazawi: 2009: 240).
adalah suatu gerakan yang ditimbulkan Keempat, unsur “yang pada pokoknya
oleh reflek, gerakan tangkisan dan gerakan- bersifat permusuhan, penyalahgunaan
gerakan lain yang tidak dikendalikan oleh atau penodaan terhadap suatu agama yang
kesadaran (Poernomo: 1994: 157). dianut di Indonesia “. Bersifat permusuhan
Kesengajaan dalam Wvs disebut maksudnya adalah perbuatan yang dilakukan
dengan “opzet” yang dalam MvT juga dapat menimbulkan timbulnya perasaan
diartikan ”willens en weten”. Dalam Arrest- benci, membenci atau amarah bagi umat yang
arrest Hoge Raad, perkataan “willens” atau agamanya dilakukan penodaan atau perbuatan
menghendaki diartikan sebagai “kehendak pelaku dinilai oleh penganut agama yang
untuk melakukan suatu perbuatan bersangkutan sebagai perbuatan memusuhi
tertentu”, dan “wetens” atau mengetahui agamanya. Bersifat penyalahgunaan artinya
diartikan sebagai “mengetahui atau dapat perbuatan tersebut merupakan perbuatan

150
Pandecta. Volume 7. Nomor 2. Juli 2012

yang menyalahgunakan ajaran-ajaran dari Unsur ini mensyaratkan dukungan umum,


agama untuk tujuan yang tidak sepatutnya. yaitu didukung atau diikuti oleh sejumlah
Sementara, bersifat penodaan mengandung masyarakat. Unsur melakukan penafsiran
sifat penghinaan, melecehkan atau tentang sesuatu agama adalah tindakan
meremehkan dari suatu agama. Hal penting untuk melakukan penafsiran terhadap
dari sifat-sifat unsur ini adalah bahwa telah pokok-pokok ajaran suatu agama menurut
ada pelanggaran terhadap ketenangan dan kehendak si pelaku dan tidak berdasarkan
ketenteraman batin dari suatu pemeluk ketentuan sebagaimana yang diyaratkan
agama. oleh agama tersebut. Misalnya, melakukan
Kelima, unsur “dengan maksud agar penfsiran tentang Nabi Muhammad SAW
supaya orang tidak menganut agama apapun dan malaikat Jibril dalam ajaran agama
juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Islam tanpa berdasarkan pada ketentuan
Maha Esa”. Maksud dari unsur ini adalah Al-Qur’an dan hadits. Sementara, unsur
bahwa perbuatan tersebut berakibat orang melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan
lain tidak menganut suatu agama apapun menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan
yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. dari agama-agama adalah melakukan ritual-
Agama yang bersendikan Ketuhanan Yang ritual tertentu dimana ritual tersebut mirip
Maha Esa adalah agama yang mengajarkan dengan ritual agama tertentu, misalnya
bahwa satu-satunya yang rus disembah melakukan perbuatan sembahyang (memuja
adalah Tuhan yang satu. Hanya ada satu Tuhan) dengan gerakan mirip gerakan shalat
Tuhan yakni Tuhan Yang Maha Esa. Agama dalam agama Islam.
yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa Pelanggaran terhadap ketentuan
antara lain : Islam, Kristen, Katholik, Hindu Pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 di atas akan
dan Budha. Agama ini nyata-nyata dianut di diberi peringatan dan diperintahkan untuk
Indonesia (Chazawi: 2009: 240: 245). menghentikan perbuatan tersebut dalam
Selain tindak pidana penodaan suatu Keputusan Bersama antara Menteri
terhadap agama sebagaimana diatur dalam Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam
pasal 156aKUHP, terdapat tindak pidana lain Negeri. Apabila peringatan tersebut tidak
yang dimuat dalam UU No. 1/PNPS/1965. diindahkan, maka pelaku dapat dipidana
Pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 tersebut penjara selama-lamanya lima tahun. Jika yang
menentukan : “Setiap orang dilarang dengan melanggar tersebut adalah suatu organisasi
sengaja di muka umum menceritakan, atau aliran kepercayaan, maka Presiden
menganjurkan atau mengusahakan dukungan dapat membubarkan dan menyatakannya
umum untuk melakukan penafsiran tentang sebagai organisasi terlarang setelah mendapat
sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau pertimbangan dari Menteri Agama, Jaksa
melakukan kegiatan-kegiatan agama yang Agung dan Menteri Dalam Negeri.
menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan
dari agama-agama itu, penafsiran dari b. Delik Penodaan Agama ke Depan
kegiatan mana menyimpang dari pokok- Indonesia bukanlah suatu negara
pokok ajaran agama itu.” sekuler, yaitu memisahkan secara tegas
Bertolak dari rumusan pasal tersebut antara urusan negara dengan urusan
maka unsur yang membedakan dari Pasal agama. Di Indonesia, agama dan negara
156a KUHP adalah unsur menceritakan, memiliki keterkaitan yang erat, meski
menganjurkan atau mengusahakan dukungan tidak mendasarkan pada ketentuan suatu
umum untuk melakukan penafsiran tentang agama tertentu. Negara Indonesia didirikan
sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau atas landasan moral yang luhur, yaitu
melakukan kegiatan-kegiatan agama yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal
menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan ini tampak pada alinea ketiga Pembukaan
dari agama-agama itu, penafsiran dari kegiatan UUD 1945 yang menyatakan bahwa : “Atas
mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
agama itu (cetak miring oleh penulis). dengan didorongkan oleh keinginan yang

151

Pandecta. Volume 7. Nomor 2. Juli 2012

luhur suapaya berkehidupan bangsa yang pidana atas tindakan tersebut.


bebas…”. Selain itu, pada alinea keempat Selain KUHP Indonesia, beberapa
Pembukaan UUD 1945 juga dinyatakan KUHP Negara lain memberikan pembatasan
bahwa : ” … maka disusunlah kemerdekaan atas tindakan-tindakan penodaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu agama yang merupakan tindakan yang
Undang-undang Dasar Negara Indonesia… mengganggu pelaksanaan kebebasan
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar beragama dan beribadat menurut agama
kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa…”. dan kepercayaannya. Beberapa ketentuan
Kemudian, hal tersebut ditegaskan kembali tersebut adalah : Pasal 148 KUHP Rusia serta
dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang Paragraf 10 dan 11 Bab 17 KUHP Finlandia.
menentukan bahwa “ Negara berdasar atas Pasal 148 KUHP Rusia menentukan
Ketuhanan Yang Maha Esa.” sebagai berikut : Article 148. Obstruction of
Sebagai konsekuensi pengakuan the Exercise of the Right of Liberty of Conscience
terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, maka and Religious Liberty. (Penghalangan
negara menjamin kepada warga negara dan Pelaksanaan Hak Berkeyakinan dan
penduduknya untuk memeluk dan beribadat Kebebasan Beragama). Illegal obstruction of
sesuai dengan agama dan kepercayaannya. the activity of religious organizations or of
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 29 ayat the performance of religious rites - shall be
(2) UUD 1945 yang menentukan bahwa punishable by a fine in the amount of up to
: “ Negara menjamin kemerdekaan tiap- 200 minimum wages, or in the amount of the
tiap penduduk untuk memeluk agamanya wage or salary, or any other income of the
masing-masing dan untuk beribadat menurut convicted person for the period of up to one
agamanya dan kepercayaannnya itu.” year, compulsory works for a term of up to
Agar pelaksanaan terhadap kebebasan one year, or arrest for a term of up to three
beragama dan melaksanakan beribadat months.
sesuai dengan agama dan kepercayaannya (Penghalangan kegiatan organisasi
tersebut, tentu haru ada pembatasan oleh keagamaan atau menjalankan upacara/ritual
hukum agar pelaksanaan kebebasan tersebut keagamaan, dipidana denda sebanyak-
tidak mengganggu kebebasan orang lain atau banyaknya 200 (dua ratus) kali penghasilan
bahkan menimbulkan gangguan terhadap minimumnya, atau sejumlah itu dari
keamanan dan ketertiban umum. Hal ini penghasilannya atau pendapatan lainnya
sebagaimana ditentukan oleh Pasal 28 J ayat dari pelaku selama-lamanya satu tahun,
(2) UUD 1945, yaitu : “Dalam menjalankan kerja paksa selama-lamanya satu tahun, atau
hak dan kebebasannya, setiap orang wajib ditahan dalam jangka waktu selama-lamanya
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan 3 (tiga) bulan.
dengan undang-undang dengan maksud Paragraf 10 dan 11 Bab 17 KUHP
semata-mata untuk menjamin pengakuan Finlandia menentukan sebagai berikut:
serta penghormatan atas hak dan kebebasan Chapter 17 - Offences against public order
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan (563/1998) (Bab 17- Tindak Pidana terhadap
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, Ketertiban Umum). Section 10 - Breach of
nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban the sanctity of religion (563/1998) (Paragaraf
umum dalam suatu masyarakat demokratis.”. 10 – Pelanggaran Terhadap Kesucian Agama).
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Paragraf 10 dan 11 Bab 17 KUHP Finlandia
(KUHP) adalah salah satu pembatasan menentukan sebagai berikut : Chapter 17 -
yang ditetapkan undang-undang dalam Offences against public order (563/1998).
menjamin pengakuan serta penghormatan (Bab 17- Tindak Pidana terhadap Ketertiban
atas hak dan kebebasan orang lain. KUHP Umum). Section 10 - Breach of the sanctity
memberikan larangan atas tindakan-tindakan of religion (563/1998). (Paragaraf 10 –
yang menghambat pelaksanaan kebebasan Pelanggaran Terhadap Kesucian Agama).
beragama dan beribadat menurut agama dan Paragraf 10 dan 11 Bab 17 KUHP Finlandia
kepercayaannya serta memberikan sanksi menentukan sebagai berikut : Chapter 17 -

152
Pandecta. Volume 7. Nomor 2. Juli 2012

Offences against public order (563/1998). is punishable (Percobaan terhadap tindak


(Bab 17- Tindak Pidana terhadap Ketertiban pidana tersebut di atas dipidana).
Umum). Berdasarkan ketentuan tersebut
Section 10 - Breach of the sanctity di atas, tampak bahwa ketentuan pada
of religion (563/1998) (Paragaraf 10 – KUHP Rusia memidana tindak pidana
Pelanggaran Terhadap Kesucian Agama). A yang merintangi kebebasan dalam
person who: (1). publicly blasphemes against pelaksanaan ritual keagamaan/peribadatan,
God or, for the purpose of offending, publicly sementara ketentuan pada KUHP Finlandia
defames or desecrates what is otherwise held to menjatuhkan pidana terhadap penodaaan
be sacred by a church or religious community, agama serta sekaligus perintangan terhadap
as referred to in the Act on the Freedom of peribadatannya. Pada intinya, rumusan
Religion (267/1998), or (2). by making noise, kedua KUHP asing tersebut di atas,
acting threateningly or otherwise, disturbs sejalan dengan tujuan dibentuknya Pasal
worship, ecclesiastical proceedings, other 156a KUHP Indonesia yaitu melindungi
similar religious proceedings or a funeral, shall perasaan masing-masing warga negara /
be sentenced for a breach of the sanctity of penduduk yang memeluk suatu agama
religion to a fine or to imprisonment for at atau keyakinan tertentu. Perbedaannya
most six months. terletak pada perumusannya. Ketentuan
(Barangsiapa : (1). Di muka umum pada KUHP Rusia dan Finlandia secara
menghina Tuhan, atau bertujuan untuk tegas melarang pencegahan/perintangan
melukai perasaan, di muka umum memfitnah, terhadap peribadatan atau prosesi ritual
atau menodai sesuatu yang seharusnya keagamaan. Khusus ketentuan pada KUHP
disucikan oleh gereja atau kelompok Finlandia, secara gamblang menyebutkan
agama, sebagaimana diatur dalam Undang bahwa tindakan yang dilarang adalah
Kebebasan Beragama (267/1988), atau (2). menodai/menghina Tuhan, serta sesuatu
Membuat keributan, bertindak mengancam yang disucikan atau disakralkan dalam
dan sejenisnya, menggganggu ibadah, agama. Dengan demikian, hal tersebut dapat
prosesi gerejawi , atau prosesi kegamaan yang ditafsirkan bahwa penodaaan agama tidak
serupa dengan itu, atau prosesi pemakaman, hanya menghina agama, tetapi juga misalnya
dihukum karena melanggar kesucian agama nabi-nabi dan kitab suci dari agama tersebut.
dengan pidana denda atau pidana penjara Hal yang membedakan dari kajian
selama-lamanya enam bulan). komparasi kedua KUHP asing tersebut
Section 11 - Prevention of worship dengan Pasal 156a KUHP adalah akibat dari
(563/1998). (Paragraf 11- Pencegahan tindakan penodaan agama tersebut. Salah
Melakukan Peribadatan) 1. A person who satu unsur tindak pidana penodaan agama
employs or threatens violence, so as to menurut KUHP adalah tindakan penodaan
unlawfully prevent worship, ecclesiastical tersebut dimaksudkan “agar supaya orang
proceedings or other similar religious tidak menganut agama apapun juga, yang
proceedings arranged by a church of bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
religious community, as referred to in the Kedua negara tersebut tidak merumuskan hal
Act on the Sanctity of Religion, shall be tersebut dalam KUHPnya mengingat negara-
sentenced for prevention of worship to a fine negara tersebut adalah negara sekuler,
or to imprisonment for at most two years. sehingga tidak berlandaskan pada Ketuhanan
(Seseorang yang melakukan tindakan atau Yang Maha Esa dan kemudian memberikan
mengancam dengan kekerasan, dengan pengakuan secara eksplisit terhadap agama-
melawan hukum mencegah peribadatan, agama yang ber-Ketuhanan Yang Maha
prosesi gerejawi atau prosesi kegamaan yang Esa. Namun demikian , kedua negara ini
serupa dengan itu, atau prosesi pemakaman, menjunjung tinggi kebebasan beragama
dihukum karena melanggar kesucian agama dan beribadat seauai agamanya bagi warga
dengan pidana denda atau pidana penjara negaranya.
selama-lamanya dua tahun. 2. An attempt Konsep KUHP Tahun 2004 (Konsep

153

Pandecta. Volume 7. Nomor 2. Juli 2012

KUHP) secara khusus mengatur tentang Konstitusi tersebut, maka sebaiknya rumusan
tindak pidana agama dan kehidupan Pasal 1 dan 2 No 1/PNPS/1965 juga diadopsi
beragama. Pasal 341-344 Konsep KUHP, dalam Konsep KUHP, karena tindak pidana
secara rinci mengancam pidana terhadap tersebut juga termasuk dalam tindak pidana
tindakan penodaan terhadap agama, Tuhan penodaaan terhadap agama.
dan firmanNya, nabi/rasul, kitab suci, ajaran
atau ibadah agama. Pasal 345 Konsep KUHP, 4. Simpulan
mengancam pidana terhadap hasutan untuk
tidak beragama, Pasal 346-347 mengancam Berdasarkan uraian yang telah
pidana terhadap gangguan peribadatan, dijelaskan pada bab sebelumnya, maka
sedangkan Pasal 348 mengancam pidana dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut
terhadap tindakan perusakan terhadap : Pertama, Delik penodaan agama diatur
sarana ibadah. dalam Pasal 156a KUHP dan Pasal 1 UU
Hal yang merupakan masalah adalah No. 1/PNPS/1965. Pasal 156a KUHP pada
ketentuan Pasal 1 UU No. 1/ pokoknya mengatur tentang tindak pidana
PNPS/1965. Bagi tim advokasi kebebasan penodaan agama yang dengan maksud
beragama, ketentuan tersebut ambigu, agar supaya orang tidak menganut agama
karena terdapat kesulitan menentukan mana apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan
yang disebut pokok ajaran suatu agama. Yang Maha Esa, sedangkan ketentuan Pasal
Mungkin satu pihak menganggap suatu ajaran 1 UU No. 1/PNPS/1965 mengatur mengenai
sebagai pokok ajaran, sementara pihak lain penafsiran agama/kegiatan keagamaan
tidak. Dengan demikian, sulit pula untuk yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran
menentukan apakah suatu aliran tersebut agama itu. Kedua, Selain KUHP Indonesia,
menyimpang atau tidak. Berdasarkan hal Pasal 148 KUHP Rusia serta Paragraf 10
tersebut, tim advokasi kebebasan beragama dan 11 Bab 17 KUHP Finlandia juga
menyatakan juga pasal tersebut khususnya memberikan pembatasan atas tindakan-
bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 tindakan penodaan agama yang merupakan
yang menjamin kebebasan beragama, dan tindakan yang mengganggu pelaksanaan
selanjutnya meminta kepada Mahkamah kebebasan beragama dan beribadat menurut
Konstitusi, agar membatalkan Pasal 1 dan 2 agama dan kepercayaannya. Pada intinya,
No 1/PNPS/1965 (M. Shiddiq Al-Jawi: http:// rumusan kedua KUHP asing tersebut di atas,
www.khilafah1924.org). Bagi kalangan sejalan dengan tujuan dibentuknya Pasal
lain, ketentuan pasal ini diminta untuk 156a KUHP Indonesia yaitu melindungi
dipertahankan, mengingat akhir-akhir ini perasaan masing-masing warga negara /
kasus aliran-aliran menyimpang dari ajaran penduduk yang memeluk suatu agama
agama bermunculan. Contohnya, Kelompok atau keyakinan tertentu. Perbedaannya
sesat Salamullah dengan pimpinannya Lia terletak pada perumusannya. Ketentuan
Eden yang mengaku sebagai Jibril, Yusman Roy pada KUHP Rusia dan Finlandia secara
yang shalat dwi bahasa, shalat sambil bersiul tegas melarang pencegahan/perintangan
oleh Sumardin Tappaya (Sulawesi Barat) serta terhadap peribadatan atau prosesi ritual
kelompok jamaah Ahmadiyah. Jika pasal ini keagamaan. Khusus ketentuan pada KUHP
dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum Finlandia, secara gamblang menyebutkan
mengikat, maka dapat dipastikan aliran- bahwa tindakan yang dilarang adalah
lairan lain yang sesat akan bermunculan menodai/menghina Tuhan, serta sesuatu
dan mengganggu ketenteraman kehidupan yang disucikan atau disakralkan dalam
beragama di Indonesia. agama. Dengan demikian, hal tersebut
Mahkamah Konstitusi kemudian dalam dapat ditafsirkan bahwa penodaaan agama
putusannya menolak permohonan uji materiil tidak hanya menghina agama, tetapi juga
Pasal 1 dan 2 No 1/PNPS/1965 sehingga misalnya nabi-nabi dan kitab suci dari
ketentuan ini secara hukum posistif tetap agama tersebut. Ketiga, Konsep KUHP telah
berlaku. Bertolak dari putusan Mahkamah menyempurnakan rumusan Pasal 156a

154
Pandecta. Volume 7. Nomor 2. Juli 2012

KUHP dengan merumuskan tindak pidana- Daftar Pustaka


tindak pidana yang tergolong dalam tindak
pidana penodaaan agama dan kehidupan Adami, C. 2009. Hukum Pidana Positif Penghinaan.
beragama. Namun mengingat Pasal 1 UU Surabaya : ITS Press.
Arief, B.N. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum
No. 1/PNPS/1965 yang mengatur mengenai Pidana. Bandung : Citra Aditya Bhakti.
penafsiran agama/kegiatan keagamaan yang Bambang, P. 1992. Asas-asas Hukum Pidana, cetakan
menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama ketujuh. Yogyakarta : Ghalia Indonesia.
itu, dipertahankan oleh putusan Mahkamah Christianto, H. Penafsiran Hukum Progresif Dalam
Perkara Pidana, Vol. 23 Nomor 3 Tahun 2011
konstitusi, sebaiknya ketentuan pasal ini
Faiq Tobroni, F. E-Jurnal Konstitusi-Keterlibatan Negara
juga diintegralkan dalam tindak pidana dalam Mengawas Kebebasan Beragama
penodaaan agama dan kehidupan beragama Berkeyakinan: Komentar Akademik atas Judicial
yang dirumuskan di dalam Konsep KUHP. Review UU No. 1/PNPS/1965), Vol. 7 Nomor 6
Tahun 2010
Lamintang, P.A.F. 1997. Dasar-dasar Untuk Mempelajari
Ucapan Terimakasih Hukum Pidana Yang Berlaku di Indonesia,
Dengan mengucap puji syukur Cetakan Ketiga. Bandung : Citra Aditya Bhakti.
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Salman, O. dan Susanto, A.F. 2004. Beberapa Aspek
rahmad, taufik, serta hidayahnya, penulis Sosiologi Hukum, Bandung: Alumni, 2004.
Shiddiq. A.M.“Catatan Kritis Atas Permohonan Uji
dapat menyelesaikan penulisan hukum Materiil UU No. 1/PNPS/1965”, 30 Januari
dengan judul “KEBIJAKAN KRIMINALISASI 2010. http://www.khilafah1924.org
DELIK PENODAAN AGAMA” Penulis sangat Soedarto,1983. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung
menyadari tanpa dukungan dan dorongan : Alumni , 1983.
Soedjono, D. 1984. Fungsi Perundang-undangan Pidana
dari berbagai pihak, maka penulisan hukum
Dalam Penanggulangan Korupsi di Indonesia.
ini tidak dapat dilaksanakan dan semua pihak Bandung : Sinar Baru.
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Soekanto, S. 2004. Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Edisi
1 cetakan 14,. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Wignjosoebroto, S. 2002. Hukum, Paradigma, Metode
dan Dinamika Masalahnya, Jakarta : Elsam dan
HuMa.

155

Anda mungkin juga menyukai