Makalah yang ditulis untuk mengikuti seleksi anggota BAN-S/M Tahun 2021
PENGERTIAN
1. Strategi
Kata strategi berasal dari kata Strategos dalam bahasa Yunani merupakan gabungan dari Stratos
atau tentara dan ego atau pemimpin. Suatu strategi mempunyai dasar atau skema untuk
mencapai sasaran yang dituju. Jadi pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai
tujuan. Strategi ialah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu organisasi
untuk mencapai suatu sasarannya melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam
kondisi yang paling menguntungkan. Strategi dapat dikatakan sebagai suatu tindakan
penyesuaian untuk mengadakan reaksi terhadap situasi lingkungan tertentu yang dapat
dianggap penting, dimana tindakan penyesuaian tersebut dilakukan secara sadar berdasarkan
pertimbangan yang wajar. Strategi dirumuskan sedemikian rupa sehingga jelas apa yang sedang
dan akan dilaksanakan perusahaan demi mencapai tujuan yang ingin dicapai
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu1
Menurut chandler (1962), Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam
kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber
daya. Sedangkan menurut Porter (1985) strategi adalah alat yang sangat penting untuk
mencapai keunggulan bersaing.
Menurut Hax dan Majluf (1991) mencoba menawarkan rumusan secara konfrehensif tentang
strategi yaitu: 1. Strategi ialah suatu pola keputusan yang konsisten, menyatu dan integral 2.
Strategi menentukan dan menampilkan tujuan organiasi dalam artian sasaran jangka panjang,
program bertindak, dan prioritas alokasi sumber daya 3. Strategi menyeleksi bidang yang akan
digeluti organisasi 4. Strategi mencoba mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan lama,
dengan memberikan respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman dari lingkungan
1
https://id.wikipedia.org/wiki/Strategi
eksternal organisasi, dan kekuatan serta kelemahannya 5. Strategi melibatkan tingkat hierarki
dari organisas
2. Profesional
3. Akreditasi
4. Pendidikan
2
https://poltekpelsumbar.ac.id/apa-itu-pekerjaan-profesi-dan-profesional
setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau melampaui standar yang dilakukan melalui
kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program pendidikan. Proses akreditasi
dilakukan secara berkala dan terbuka dengan tujuan untuk membantu dan memberdayakan program
dan satuan pendidikan agar mampu mengembangkan sumber dayanya dalam mencapai tujuan
Pendidikan Nasional.
Akreditasi sekolah/madrasah adalah proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan satuan
atau program pendidikan, yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan dan peringkat
kelayakan yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang mandiri dan profesional. Kelayakan program
dan/atau satuan pendidikan mengacu pada SNP [1]. Salah satu upaya pemerintah untuk terus
melakukan perbaikan kualitas pendidikan adalah dengan meningkatkan kuantitas sekaligus kualitas
proses akreditasi sekolah/madrasah. Jumlah satuan/program pendidikan yang demikian banyak dan
menyebar kurang merata di berbagai pelosok wilayah Indonesia menjadi pekerjaan yang cukup berat
bagi BAN S/M. Jumlah sekolah berdasarkan jenjang pendidikan dan status tahun 2016/2017 (belum
termasuk satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama) menurut Pusat Data dan Statistik
Pendidikan dan Kebudayaan adalah [2]: TK Negeri dan Swasta (3.207 dan 85.174), SLB Negeri dan
Swasta (545 dan 1.525), SD Negeri dan Swasta (132.022 dan 15.481), SMP Negeri dan Swasta
(22.803 dan 14.960), SMA Negeri dan Swasta (6.567 dan 6.577) dan SMK Negeri dan Swasta (3.434
dan 9.802). Sehingga berdasarkan data di atas, maka jumlah satuan pendidikan dasar menengah
adalah 213.716 sekolah. Data dari Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (BPKLN Kemendikbud) [3], menyebutkan bahwa sekolah yang
mendapatkan akreditasi A saat ini sebanyak 39.771 sekolah, akreditasi B sebanyak 87.588 sekolah,
akreditasi C sebanyak 27.408 sekolah dan ada sebanyak 4.058 sekolah dasar dan menengah yang
belum terakreditasi untuk semua jenjang di seluruh Indonesia.
Adanya ribuan satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum terakreditasi menjadi tantangan
tersendiri untuk BAN S/M untuk bekerja cepat namun tetap profesional dalam melakukan proses
akreditasi sekolah/madrasah. Kegiatan akreditasi diharapkan tidak hanya sekadar memberikan label
atau status sekolah/madrasah, tetapi harus menunjukkan secara faktual tentang kualitas layanan
pendidikan yang dikelola oleh satuan/program pendidikan. Menurut Mendikbud [4], bahwa
pengembangan akreditasi perlu untuk terus dikembangkan dengan mencari terobosan-terobosan baru
agar sekolah di Indonesia yang telah terakreditasi mendapatkan pengakuan internasional. Idealnya,
akreditasi merupakan proses yang sangat protokoler dan berbasiskan penelitian untuk mengevaluasi
efektivitas suatu unit kerja atau institusi, di mana ketika pemanfaatan akreditasi dilaksanakan secara
efektif akan dapat meningkatkan kinerja peserta didik dan perubahan mutu secara
berkesinambungan dalam proses pendidikan [5]. Output dari proses akreditasi adalah pengakuan
secara formal bahwa sebuah institusi atau program telah memenuhi standar yang telah ditetapkan
(UNESCO, 2004), namun pemenuhan standar minimum itu penting tapi tidak cukup, karena institusi-
institusi yang kuat/unggul adalah yang mampu terus-menerus menerapkan budaya mutu (Higher
Learning Commission, 2012) [6].
Hasil kajian analisis tentang akreditasi sekolah/madrasah yang dilakukan oleh Kemendiknas tahun
2011 [8], menyebutkan setidaknya ada 4 (empat) permasalahan dalam pelaksaan akreditasi
sekolah/madrasah, yakni 1) anggaran dana; jumlah alokasi sekolah yang akan diakreditasi setiap
tahun tergantung dari kuota dan dana APBN yang sudah ditetapkan; 2) banyaknya sekolah yang
tersebar di berbagai daerah di Indonesia, sehingga proses akreditasi belum sepenuhnya menjangkau
seluruh sekolah/madrasah yang ada di Indonesia; 3) kurangnya persiapan pelaksanaan akreditasi; dan
4) kurang objektifnya penilaian oleh asesor saat melakukan visitasi akreditasi, sehingga BAN S/M
harus melakukan akreditasi ulang dan mengakibatkan pemborosan waktu, tenaga dan sumber daya.
Selain itu, kegiatan akreditasi sekolah yang dilakukan oleh pemerintah melalui BAP S/M masih
terkesan pada hal-hal yang bersifat kuantitatif dan administratif. Dalam kegiatan visitasi asesor yang
merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan akreditasi, kondisi/keadaan
sekolah/madrasah hanya dilihat dari sisi administratif. Padahal akreditasi yang hanya berfokus pada
masalah administratif bukan hanya gagal memberikan informasi yang lengkap dan komprehensif
kepada masyarakat, tetapi juga memberikan informasi tidak lengkap kepada para ahli pendidikan,
pengawas dan pembina sekolah/madrasah [9].
Dari ringkasan permasalahan yang dijumpai dalam pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah, sebuah
studi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Kebijakan, Balitbang Kemdikbud terkait analisis
kinerja BAN S/M [10] menunjukkan hasil yang cukup baik sebagai berikut: 1) tata kelola BAN S/M
cukup efektif dengan telah diakreditasinya 212.137 satuan pendidikan dan program keahlian selama
kurun waktu 5 tahun; 2) capaian BAN S/M menunjukkan: (a) sebagian kecil dari satuan pendidikan
dan program keahlian terakreditasi dapat memenuhi tingkat mutu sesuai SNP; (b) terdapat jumlah
satuan pendidikan yang cukup besar tidak memenuhi SNP sehingga memerlukan dukungan dana dari
pemerintah agar dapat memenuhi SNP; dan (c) komponen SNP yang belum sepenuhnya dapat
dipenuhi terkait dengan: standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan kependidikan, serta sarana
prasarana.
d) Pembinaan pra dan pasca akreditasi. Saat ini yang terjadi di hampir semua sekolah adalah bahwa
kegiatan akreditasi sekolah/madrasah hanya merupakan kegiatan 4-5 tahunan yang biasanya hanya
dipersiapkan 2-3 bulan sebelumnya. Padahal sesungguhnya proses pemenuhan standar pendidikan (8
SNP) harus setiap saat dipenuhi oleh sekolah tanpa harus menunggu proses akreditasi. Idealnya
sistem penjaminan mutu internal (SPMI) sekolah harus dapat berjalan secara kontinu untuk dapat
memantau pemenuhan standar pendidikan di sekolah. Penjaminan mutu eksternal yang
diimplementasikan dalam bentuk akreditasi sekolah oleh lembaga independen (BAN/BAP) pada
dasarnya hanya untuk memastikan apakah proses penjaminan mutu internal sekolah berjalan dengan
baik. Terkait dengan data hasil akreditasi, sesungguhnya tugas BAN S/M hanya melakukan penilaian
kelayakan program/satuan pendidikan, sedangkan tugas pembinaan menjadi tanggung jawab para
pembina satuan pendidikan baik di pusat, daerah, dan masyarakat penyelenggara pendidikan maupun
satuan pendidikan.
e) Penguatan eksistensi organisasi BAN S/M (pusat) dan BAP S/M (provinsi) sebagai lembaga yang
memiliki kewenangan melakukan proses akreditasi sekolah/madrasah. Terkait hal ini, Subijanto dan
Siswo Wiratno (2012) menjelaskan bahwa penyempurnaan dan penguatan keberadaan organisasi
BAN S/M dan BAP dapat dilakukan dengan cara (1) meningkatkan kualitas SDM melalui
pemberdayaan sekretariat secara efektif, (2) menyediakan seperangkat tata kelola yang diperlukan
BAN S/M dan BAP S/M serta UPA, sehingga terbentuk standar pelayanan secara profesional, (c)
melakukan peningkatan kualitas/kompetensi asesor secara berkala dan bekesinambungan, dan (d)
akreditasi online perlu disempurnakan dan dikembangkan serta diperluas rintisannya untuk
memperlancar tugas akreditasi.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. BAN S/M, 2014, Pedoman Akreditasi, Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN
S/M). URL: http://litbang.kemdikbud.go.id/data/bansm/PedomanAkreditasiBAN-
SM201315x22isiset82014.05.06.pdf.
[2]. Kemendikbud, 2017, Ikhtisar Data Pendidikan Tahun 2016/2017, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Sekretariat Jenderal Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta,
2017. URL: http://publikasi.data.kemdikbud.go.id/uploadDir/isi_FC1DCA36-A9D8-4688-8E5F-
0FB5ED1DE869_.pdf
[3]. http://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2017/02/07/4058-sekolah-belum-terakreditasi-
392798.
[4]. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/02/mendikbud-gunakan-data-akreditasi-
sebagai-dasar-perumusan-kebijakan-pendidikan.
[5]. Hendarman, 2013, Pemanfaatan Hasil Akreditasi dan Kredibilitas Asesor Sekolah/Madrasah,
Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kemendikbud.
URL: http://jurnaldikbud.kemdikbud.go.id/index.php/jpnk/article/download/308/210.
[6]. BAN S/M, 2017, Landasan Yuridis dan Akademis Perangkat
Akreditasi Sekolah/Madrasah 2017, Paparan TOT Asesor Akreditasi Sekolah/Madrasah, Maret
2017.
[7]. Santoso S.H, Muhammad Yusro dan Aam A.J, 2016, Akreditasi SMK/MAK sebagai Bentuk
Akuntabilitas Publik dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kejuruan (Tinjauan Kritis Akreditasi
Sekolah di Provinsi DKI Jakarta), Makalah pada Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia
(KONASPI) VIII Tahun 2016. URL: http://www.myusro.id/wp-
content/uploads/2017/06/AKREDITASI-SMK_MAK-SEBAGAI-BENTUK-AKUNTABILITAS-
_KONASPI.pdf
[8]. Kemendiknas RI, 2011, Kajian Analisis Sistem Akreditasi Sekolah/Madrasah dalam Rangka
Reformasi Birokrasi Internal. URL:
http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/rbi/AkreditasiSekolahMadrasah.pdf.
[9]. Afiful Ikhwan, 2014, Akreditasi Madrasah Aliyah (MA) dalam Kebijakan Pendidikan
Nasional, STAI Muhammadiyah Tulungagung. Jurnal Edukasi, Volume 02, Nomor 02, November
2014: 563-58.
[10]. Subijanto dan Siswo Wiratno, 2012, Analisis Kinerja Badan Akreditasi Nasional
Sekolah/Madrasah, Pusat Penelitian dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan,
Kemendikbud. URL: http://jurnaldikbud.kemdikbud.go.id/index.php/jpnk/article/viewFile/90/87