Anda di halaman 1dari 30

Referat

TEMUAN AUTOPSI PADA BEBERAPA NEGARA PADA KEMATIAN


COVID-19

Oleh :

Zakiya Ifana Putri 1610312013


Najla Fakhriyah Amatullah 1710311048
Azzahra Velia 1710313008
Sri Vanny Suhirman 1710313023
M. Ikhlasul Amal Eel Taslim
1710313025

Preseptor :
Dr. dr. Rika Susanti, Sp. FM (K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M.DJAMIL PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur atas kehadirat Allah


S.W.T dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat
rahmat dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan makalah referat dengan
judul "Temuan Autopsi pada Beberapa Negara pada Kematian Covid-19 ".

Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik pada


Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada


preseptor Dr. dr. Rika Susanti, Sp. FM (K) yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan makalah ini. Akhir kata, penulis memohon maaf apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, penulis menerima
kritik dan saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan makalah ini.

Padang, September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. 2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Batasan Masalah.......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................2
1.4 Metode Penulisan.........................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 3
2.1 Definisi Covid-19............................................................................................ 3
2.2 Epidemiologi Covid-19................................................................................... 3
2.3 Kematian pada Covid-19.................................................................................4
2.4 Prosedur Pemulasaran Jenazah Covid-19........................................................5
2.5 Pengertian Autopsi.......................................................................................... 7
2.6 Persiapan Sebelum Tindakan Autopsi.............................................................7
2.7 Perlengkapan Untuk Autopsi...........................................................................8
2.8 Teknik Autopsi................................................................................................ 8
2.9 Pemeriksaan Dalam.......................................................................................12
2.10 Temuan Autopsi.......................................................................................... 13
2.11 Perawatan Mayat Setelah Autopsi...............................................................22
BAB 3 KESIMPULAN.............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 24

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Autopsi berasal kata dari Auto yang artinya sendiri dan Opsis yang artinya
melihat. Yang dimaksudkan dengan Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh
mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan
tujuan menemukan proses penyakit clan atau adanya cedera, melakukan
interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta
mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan
penyebab kematian.1

Covid-19 merupakan virus baru golongan coronavirus yang menyerang


sistem pernapasan manusia. Virus tersebut pertama kali muncul di Wuhan, China
pada Desember 2019. Case Fatality Rate kasus covid-19 adalah 0,2%-7,7%
tergantung pada usia populasi, penyakit penyerta, pengujian kriteria dan
ketersediaan, serta kapasitas perawatan kesehatan.1

Berdasarkan basis data elektronik yang menyediakan pemantauan harian


berkelanjutan atas kasus COVID-19, tidak dapat dihindari, akan ada peningkatan
jumlah kematian akibat COVID-19 yang dicurigai atau dikonfirmasi yang dapat
ditemui pada autopsi, baik melalui pemeriksaan luar jenazah, pemeriksaan dalam
jenazah, ataupun pada pemeriksaan tambahan lainnya. Sementara itu beberapa
pedoman telah dikeluarkan mengenai protokol autopsi dalalam menangani kasus
kematian yang terkonfirmasi covid-19.1

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam makalah ini adalah membahas tentang definisi


covid-19, epidemiologi covid-19, prosedur pemeriksaan jenazah covid-19, dan
autopsi pada jenazah covid-19.

1
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami tentang Batasan
masalah dalam makalah ini adalah membahas tentang definisi covid-19,
epidemiologi covid-19, prosedur pemeriksaan jenazah covid-19, dan autopsi pada
jenazahcovid-19.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk ada
berbagai literatur.

2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Covid-19


Penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) saat ini, yang disebabkan oleh
sindrom pernapasan akut coronavirus 2 (SARS-CoV-2) menyebar secara global
dan sangat cepat. Keadaan darurat kesehatan masyarakat yang serius, sangat
mematikan pada populasi dan komunitas yang rentan di mana penyedia layanan
kesehatan tidak cukup siap untuk mengelola infeksi. Pada 16 Maret 2020, ada lebih
dari 180.000 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi di seluruh dunia, dengan lebih
dari 7000 kematian terkait. Morbiditas substansial dan dampak sosial ekonomi
telah memerlukan Tindakan di semua benua, termasuk lockdown nasional dan
penutupan perbatasan.2
2.2 Epidemiologi Covid-19
11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) mendeklarasikan
COVID-19 sebagai suatu pandemi yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2.
Virus ini memiliki kemiripan sebesar 75% dengan virus SARS, dan 50% dengan
virus MERS, dua virus yang terlebih dahulu telah menimbulkan epidemi. Luasnya
penyebaran virus ini dikarenakan tingginya kekuatan transmisi serta rumitnya
tatalaksana Covid-19 dibandingkan dengan SARS-CoV DAN MERS-CoV.3
Kerentanan untuk terkena virus ini dipengaruhi oleh usia, kesehatan fisik,
dan berbagai karakteristik biologis. Secara statistik, sebagian besar pasien berusia
35 sampai 55 tahun, dan lebih jarang pada bayi dan anak-anak. Kelompok individu
yang berisiko tinggi terkena penyakit ini di antaranya:3
- Orang dengan sistem kekebalan yang lemah,
- Lansia di atas 60 tahun,
- Penyakit ginjal dan hati,
- Hipertensi,
- Diabetes,
- Asma,
- Penyakit paru obstruktif kronis,
- Penyakit jantung,
- Perokok,
- Ibu hamil,
- Orang dengan disabilitas

Tabel 1. Perbandingan epidemiologi pada infeksi respiratori akibat virus4-7


Penyakit Patogen R0 CFR Waktu Infeksi Global
Inkubasi Tahunan
SARS SARS-CoV 3 9,6-11% 2-7 hari 10-60%
MERS MERS-CoV 0,3-0,8 34,4% 6 hari 4-13%
Flu Virus Influenza 1,3 0,05-0,1% 1-4 hari 10-20%
COVID-19 SARS-CoV-2 2,0-2,5 3,4% 4-14 hari 30-40%
Secara global, jumlah kasus COVID-19 per tanggal 19 September 2021 adalah
mencapai 219 juta kasus, dengan 4,19 juta kasus di Indonesia. Angka kematian
akibat COVID-19 di Indonesia adalah sebesar 140.000.8
2.3 Kematian pada Covid-19
Beberapa kasus bersifat asimtomatis, dan sebagian lainnya menimbulkan
gejala berupa flu-like symptoms. Sekitar 15% orang yang terkena COVID-19 akan
berkembang menjadi penyakit berat, 5-6% nya bahkan berlanjut menjadi gagal
nafas dan/atau disfungsi organ multipel.9 Beberapa komplikasi serius yang dapat
timbul adalah:10
a. Koagulopati : koagulasi intravascular disseminate, tromboembolisme vena
b. Edema laring dan laryngitis
c. Pneumonia nekrotikans akibat superinfeksi dengan Staphylococcus aureus
yang mensekresikan leukosidin Panton-Valentine (superinfeksi ini biasanya
bersifat fatal)
d. Komplikasi kardiovaskular : perikarditis akut, disfungsi ventrikel kiri,
aritmia, gagal jantung
e. Gagal nafas akut, 5% pasien COVID-19 membutuhkan rawatan di unit
intensif (ICU)
f. Sepsis, syok sepsis, dan gagal organ multipel
g. Emboli paru massif diikuti gagal jantung sisi kanan.
COVID-19 telah mengakibatkan lebih dari 2 juta kematian di seluruh dunia.
Tingkat kematian ini sangat dipengaruhi oleh usia dan kondisi kesehatan terdahulu.
Penyebab kematian segera yang tersering pada kasus COVID-19 adalah syok
sepsis dan gagal organ multipel yang diakibatkan oleh infeksi paru supuratif.
Penyebab lainnya berupa gagal nafas akibat kerusakan alveolar difus. Beberapa
komorbiditas seperti hipertensi, penyakit jantung iskemik, dan obesitas juga
ditemukan pada sebagian besar kasus.11
2.4 Prosedur Pemulasaran Jenazah Covid-19
Petugas ruang pemulasaran jenazah menerima telpon dari ruang IGD/ ICU/
IRNA tentang adanya jenazah di ruangan. Petugas pemulasaran jenazah
menanyakan apakah jenazah menderita penyakit menular atau tidak menderita
penyakit menular. Jika jenazah non infeksius, petugas harus tetap memakai alat
perlengkapan diri, minimal seperti sarung tangan, masker dan tutup kepala.
Petugas Puskesmas/rumah sakit melakukan wawancara untuk mengetahui riwayat
penyakit kepada keluarga. Apabila hasil wawancara mengarah ke penyakit
menular/ infeksius, petugas dapat mempersiapkan kelengkapan sebelum
melakukan penyelenggaraan jenazah. Memberikan penjelasan kepada pihak
keluarga tentang penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan
penyakit menular (penjelasan tersebut terkait sensitivitas agama, adat istiadat, dan
budaya, serta stigma masyarakat). Petugas membawa lembar penyerahan jenazah
dari perawat ke petugas pemulasaran jenazah, lembar tersebut harus diisi lengkap
dan ditandatangani kedua pihak petugas. Pelaksanaan Penyelenggaraan jenazah
penderita penyakit menular harus selalu memperhatikan kewaspadaan standar
tanpa mengabaikan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya.
Kewaspadaan standar yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh
seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan
didasarkan pada prinsip bahwa cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit,
baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Prinsip utama prosedur
kewaspadaan standar adalah memutus mata rantai transmisi infeksi.12
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memandikan jenazah yaitu
membuka tali pengikat dan semua yang melekat pada tubuh jenazah seperti ; gigi
palsu, cincin, kalung, dan perhiasan lainnya, kemudian menutup aurat jenazah
dengan kain panjang. Menyiram seluruh tubuh dari arah kepala hingga ke kaki,
menggosok tubuh jenazah memakai waslap dan sabun dilanjutkan dengan mencuci
rambut menggunakan shampo, lalu memiringkan jenazah ke kiri dan kanan sambil
membersihkan bagian belakang dengan sabun dan air. Menyiram seluruh badan
dengan air hingga bersih dan mengeringkan jenazah dengan handuk selanjutnya
diganti dan ditutup auratnya dengan kain kering.11 Cucilah tangan dengan sabun
dan air mengalir sesuai dengan prosedur cuci tangan yang benar yaitu 6 langkah
cuci tangan. Masukkan peralatan pelindung petugas yang sekali pakai (disposable)
ke dalam plastik sampah infeksius. Alat pelindung diri yang dapat digunakan
kembali dicuci bersih melalui proses dekontaminasi yang telah disarankan.
Bakarlah peralatan sekali pakai yang sudah digunakan. Lantai tempat pemandian
dipel dengan larutan deterjen dan dapat dilanjutkan dengan menggunakan klorin
0,5%.
Pada keadaan khusus seperti COVID-19 :
Tim pemulasaran jenazah memakai APD lengkap (gaun lengan panjang
sekali pakai dan kedap air, sarung tangan yang menutupi manset gaun, pelindung
wajah atau kacamata/google (untuk antisipasi adanya percikan cairan tubuh),
masker bedah, dan sepatu tertutup dengan shoes cover. Pemulasaran jenazah sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. Selain tim pemulasaran jenazah,
tidak diperkenankan untuk memasuki ruangan. Lakukan disinfeksi pada jenazah
menggunakan cairan desinfektan. Tutup semua lubang tubuh dan bekas luka akibat
tindakan medis atau lainnya dengan plester kedap air.13
Masukkan jenazah ke dalam kantong jenazah dan pastikan tidak ada
kebocoran cairan tubuh yang dapat mencemari bagian luar kantong jenazah.
Pastikan kantong jenazah disegel dengan menggunakan lem silikon dan tidak boleh
dibuka lagi serta lakukan disinfeksi bagian luar kantong jenazah dan ruangan
menggunakan cairan desinfektan. Jenazah dimasukkan ke dalam peti kayu yang
telah disiapkan, tutup peti dengan rapat menggunakan lem silikon, kemudian
dipaku. Peti jenazah dibungkus dengan plastik lalu didisinfeksi sebelum masuk
mobil jenazah. Jika tidak tersedia peti jenazah, cukup hanya menggunakan kantong
jenazah kemudian tutup kembali menggunakan bahan plastik lalu didesinfeksi
sebelum masuk mobil jenazah. Jenazah sebaiknya disemayamkan tidak lebih dari
empat jam sejak dinyatakan meninggal.13
2.5 Pengertian Autopsi
Definisi Autopsi berasal dari kata Auto yang artinya sendiri dan Opsis yang
artinya melihat. Autopsi disebut juga bedah mayat atau pemeriksaan post mortem.
Yang meliputi pemeriksaan bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan
proses penyakit atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan–
penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan
sebab akibat antara kelainan–kelainan yang ditemukan dengan penyebab
kematian.5 Autopsi juga bertujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya
cedera, melakukan interpretasi atas penemuan – penemuan tersebut, menerangkan
penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan – kelainan yang
ditemukan dengan penyebab kematian.14

2.6 Persiapan Sebelum Tindakan Autopsi


Sebelum memulai autopsi, ada beberapa hal yang penting untuk dipersiapkan yaitu
sebagai berikut :
Pertama, kelengkapan surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan
dilakukan. Dalam hal autopsi forensik, perhatikan apakah surat permintaan atau
pembuatan Visum et Repertum telah ditandatangani oleh pihak penyidik yang
berwenang untuk autopsi forensik, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang
meliputi pembukaan seluruh organ tubuh dan pemeriksaan seluruh organ.15
Kedua, pastikan mayat yang akan diautopsi benar-benar adalah mayat yang
dimaksudkan dalam surat yang bersangkutan dalam hal ini surat permintaan VeR.
Dalam hal autopsi forensik, perhatikan terhadap mayat yang akan diperiksa telah
dilakukan identifikasi oleh pihak yang berwenang berupa penyegelan dengan label
polisi yang diikatkan pada ibu jari kaki mayat. Hal ini untuk memenuhi ketentuan
mengenai penyegelan barang bukti. Label dari polisi ini memuat antara lain nama,
alamat, tanggal kematian, dan sebagainya yang harus diteliti apakah sesuai dengan
data – data yang tertera dalam Surat Permintaan
Pemeriksaan.15
Ketiga, kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya
kematian selengkap mungkin. Pada kasus autopsi forensik, informasi mengenai
kejadian yang mendahului kematian, keadaan pada TKP dapat memberi petunjuk
bagi pemeriksaan serta dapat membantu menentukan jenis pemeriksaan khusus
yang mungkin diperlukan. Kurang atau tidak terdapatnya keterangan – keterangan
tersebut di atas dapat mengakibatkan terlewat atau hilangnya bukti – bukti yang
penting, misalnya saja tidak diambilnya cairan empedu, padahal korban kemudian
ternyata adalah seorang pecandu narkoba.15
Keempat, periksa kelengkapan alat - alat yang diperlukan sepanjang
pelaksanaan autopsi. Untuk melakukan autopsi yang baik, tidaklah diperlukan alat
– alat yang mewah, namun tersedianya beberapa alat tambahan kiranya perlu
mendapat perhatian yang cukup.15
2.7 Perlengkapan Untuk Autopsi
Untuk melakukan suatu autopsi yang baik, diperlukan alat – alat sebagai berikut15 :
1. Kamar autopsy

2. Meja autopsy

3. Peralatan autopsy

4. Peralatan untuk pemeriksaan tambahan

5. Peralatan tulis menulis dan fotografi

2.8 Teknik Autopsi


Terdapat empat teknik autopsi dasar yang dikenal dalam pembedahan
mayat namun pada umumnya setiap teknik autopsi hanya memiliki sedikit
perbedaan atau merupakan modifikasi dari empat teknik autopsi dasar tersebut.
Perbedaan terutama dalam hal pengangkatan keluar organ, baik dalam hal urutan
pengangkatan maupun jumlah atau kelompok organ yang dikeluarkan pada satu
waktu, serta bidang pengirisan pada organ yang diperiksa.16
Adapun keempat teknik autopsi dasar tersebut adalah sebagai berikut :

1. Teknik Virchow

Teknik ini mungkin merupakan teknik autopsi yang tertua. Setelah dilakukan
pembukaan rongga tubuh, organ – organ dikeluarkan satu persatu dan langsung
diperiksa. Dengan demikian kelainan – kelainan yang terdapat pada masing –
masing organ dapat segera dilihat, namun hubungan anatomik antar beberapa
organ yang tergolong dalam satu sistim menjadi hilang. Dengan demikian, teknik
ini kurang baik bila digunakan pada autopsi forensik, terutama pada kasus
penembakan dengan senjata api dan penusukan dengan senjata tajam, yang perlu
dilakukan penentuan saluran luka, arah serta dalamnya penetrasi yang terjadi.17
2. Teknik Rokitansky
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan
beberapa irisan in situ, baru kemudian seluruh organ – organ tersebut dikeluarkan
dalam kumpulan – kumpulan organ (en bloc).16 Teknik ini jarang dipakai karena
tidak menunjukkan keunggulan yang nyata atas teknik lainnya. Teknik ini pun
tidak baik digunakan untuk autopsi forensik.18
3. Teknik Ghon

Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan bersama
hati dan limpa, organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ
(bloc).11 Menurut sumber lain, pada Teknik ini dibagi menjadi 4-5 blok yaitu blok
thorax (struktur leher, jantung, paru-paru dan mediastinum); blok celiac (hati,
perut, limpa, pankreas dan duodenum); blok usus; blok urogenital dan terakhir
blok neurologis (jika perlu)19.
4. Teknik Letulle
Pada metode ini dilakukan pemindahan hampir semua organ dalam pada satu
waktu. Teknik pengeluaran ini adalah yang paling umum dilakukan dalam otopsi
medico-legal19
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma dan perut
dikeluarkan sekaligus (en masse)20. Kepala diletakkan di atas meja dengan
permukaan posterior menghadap ke atas. Plexus coeliacus dan kelenjar para aorta
diperiksa, aorta dibuka sampai arcus aortae dan Aa. Renales kanan dan kiridibuka
serta diperiksa.
Aorta diputus di atas muara arteri renalis. Rectum dipisahkan dari sigmoid.
Organ urogenital dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat
pada dua tempat dan kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus dapat
dilepaskan. Esofagus dilepaskan dari trakea, tetapi hubungannya dengan lambung
dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta diputus di atas diafragma dan dengan
demikian organ leher dan dada dapat dilepas dari organ perut.

Dengan pengangkatan organ – organ tubuh secara en masse ini, hubungan


antar organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh.
Kerugian teknik ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu, serta agak sukar
dalam penanganan karena panjangnya kumpulan organ – organ yang dikeluarkan
sekaligus.
Gambar 2.1 Rongga dada terbuka

Gambar 2.2 Mesenterium terputus dengan Gerakan menggergaji


Gambar 2.3 Inspeksi Intestinal

Gambar 2.4 Diseksi Diafragma


Gambar 2.5 Pengeluaran Isi dari Kumpulan Visceral
Saat ini berkembang teknik autopsi yang merupakan modifikasi dari teknik
Letulle. Organ tidak dikeluarkan secara en masse, tetapi dalam 2 kumpulan. Organ
leher dan dada sebagai satu kumpulan, organ perut serta urogenital sebagai
kumpulan yang lain, setelah terlebih dahulu usus diangkat mulai dari perbatasan
duodenojejunal sampai perbatasan rectosigmoid.21

2.9 Pemeriksaan Dalam


Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan
dicatat:

1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita


pengukur. Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas
inferior organ. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya
pembesaran.
2. Bentuk. Ada deformitas yang terjadi atau tidak.

3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang


lembut, berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika
terdapat penebalan, permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.
4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.
5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu.
Caranya dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada
saat ditarik. Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi
yang rendah sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang kuat.
6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur
permukaan penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ
tubuh adalah keabu-abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah
yang terdapat pada organ tersebut. Warna kekuningan, infiltrasi lemak,
lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna
yang pucat merupakan tanda anemia.

Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus
juga bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan
penyebab kematian.
2.10 Temuan Autopsi
Otopsi tetap menjadi metode standar emas untuk memastikan secara pasti
penyebab kematian (dari atau dengan infeksi COVID-19, atau penyebab lain).
Melakukan otopsi dapat memberikan informasi tentang patogenesis COVID-19
infeksi dengan implikasi terapeutik yang jelas
Setiap negara telah memilih untuk menanggapi keadaan darurat ini dengan
keputusannya sendiri; di satu sisi, negara-negara seperti Italia telah memilih untuk
tidak melakukan klinis otopsi22,23, bahkan jika rekomendasi untuk melakukan
otopsi telah dibuat oleh orang Italia organisasi ilmiah ilmuwan forensik.24 Di sisi
lain, negara-negara seperti Jerman memiliki memerintahkan otopsi wajib pada
semua subjek yang meninggal dengan diagnosis infeksi COVID-19.
Dua laporan pertama diterbitkan pada Februari 2020. Laporan pertama
tentang histologi paru-paru temuan diterbitkan oleh Xu et al.25yang melaporkan
pemeriksaan post mortem mini-invasif (sampel jaringan diambil dari paru-paru,
hati, dan jantung) dilakukan pada seorang pria berusia 50 tahun positif pada uji
COVID-19 rRT-PCR. Pada jaringan paru-paru, penulis menggambarkan
deskuamasi yang jelas pneumosit, pembentukan membran hialin, dan
edema; semua temuan adalah indikasi akut sindrom gangguan pernapasan
(ARDS). Selain itu, mereka menemukan infiltrat mononuklear interstisial dan sel-
sel syncytial berinti banyak
Tian dkk melaporkan dua kasus pasien COVID-19 yang menjalani
lobektomi paru selama adenokarsinoma. Mereka hanya memeriksa biopsi paru-
paru yang menggambarkan beberapa perubahan histologis seperti: sebagai eksudat
protein di ruang alveolar, butiran protein besar yang tersebar, fibrin intra-alveolar
dengan adanya sel inflamasi (sel raksasa mononuklear dan berinti banyak). Lebih-
lebih lagi, mereka menggambarkan ekspansi difus dinding dan septa alveolar
karena proliferasi fibroblastik dan hiperplasia pneumosit tipe II.26 Kelompok
penelitian yang sama menerbitkan sebuah studi baru yang melaporkan data yang
diperoleh dari empat biopsi inti jarum post mortem paru-paru, hati, dan jantung
dari empat pasien yang meninggal karena pneumonia COVID-19. Mereka
melaporkan hasil mereka sebelumnya, menunjukkan kemungkinan membedakan
stadium infeksi mengevaluasi derajat fibrosis.27
Karami dkk menggambarkan laporan kasus pasien hamil yang meninggal
karena COVID-19. Dalam kasus ini, mereka melakukan otopsi parsial, hanya
mengambil sampel paru-paru. Mereka menggambarkan ruang alveolar dengan
membran hialin fokal, proliferasi pneumosit, dan perubahan metaplastik. Lebih-
lebih lagi, adanya sel inflamasi (sel mononuklear, limfosit, dan makrofag)
dijelaskan.28

Pola serupa baru-baru ini didokumentasikan dalam penelitian oleh Schaller


et al. tentang otopsi pada sepuluh subjek yang positif COVID-19 telah
dikumpulkan melalui nasofaring swab saat masuk rumah sakit.29 Temuan
histopatologi mengungkapkan distribusi yang tidak seragam kerusakan alveolar
difus (DAD) dalam fase yang berbeda, sebagian besar di lobus paru tengah dan
inferior: fase eksudatif dengan pembentukan membran hialin, edema intra-alveolar,
dan penebalan alveolar septa, dan infiltrasi perivaskular sel plasma; fase
terorganisir dengan proliferasi fibroblastik dan fibrosis parenkim konsekuen, dan
hiperplasia pneumosit tipe II. 30

Sala et al. adalah orang pertama yang mendeteksi keberadaan peradangan


T-limfositik miokard pada subjek positif COVID-19, terkait dengan interstisial
edema dan nekrosis fokal terbatas.31 Berdasarkan temuan histologis dan
imunohistokimia dari lima kasus, Magro dkk menyarankan bahwa patofisiologi
COVID-19 mungkin berbeda dibandingkan dengan khas ARDS. Para penulis
menggambarkan adanya trombosis mikrovaskular sistemik.32
Dengan cara yang sama, Cai et al. menganalisis temuan histologis dari
tujuh pasien yang memiliki meninggal karena COVID-19. Dalam seri kasus
mereka, mereka membedakan dua pola histologis: yang pertama adalah ditandai
dengan edema, membran hialin, inflamasi, dan mikrotrombus; pola kedua memiliki
infiltrasi sel pauci, dengan cedera parenkim paru dengan kerusakan kapiler
septum. pola ini dari “COVID 19 pneumonia” baru-baru ini telah dikonfirmasi
oleh Edler et al di mana 8 dari 18 kasus mendokumentasikan adanya fibroblas,
eksudat kaya protein, dan membran hialin sebagai tanda DAD, dengan metaplasia
skuamosa dan fibrosis yang paling jelas pada stadium lanjut dari patologi.33 Namun,
arteri pulmonalis kecil sering menunjukkan infiltrat limfosit dan plasma yang jelas
sel dengan pola tanpa vaskulitis.

Untuk mengevaluasi keterlibatan pneumosit, Suess et al menggunakan


pewarnaan imunohistokimia dengan antibodi anti-TTF1 (faktor transkripsi tiroid-1)
dalam laporan kasus mereka, yang mengungkapkan hiperplasia pneumosit tipe II
parah dengan virus mirip sitopatik
perubahan yang mempengaruhi nukleolus dan banyak tokoh mitosis. Namun,
temuan yang paling menarik di mereka otopsi adalah peradangan perikardial yang
ditandai dengan infiltrasi limfosit dan sel plasma.34
Pada tingkat ginjal, bagaimanapun, glomeruli utuh dan kerusakan tubulus
ginjal akut telah didokumentasikan. Dengan antibodi anti-COVID-19 yang
terlokalisasi hanya pada sel tubulus ginjal dari jaringan yang terinfeksi oleh
pewarnaan imunohistokimia.35 Selain itu, antigen protein nukleokapsid virus
COVID-19, apoptosis sel dan ekspresi sitokin proinflamasi telah didokumentasikan
dalam limpa dan kelenjar getah bening otopsi subjek yang terinfeksi. Selain itu,
sel-sel limpa atrofi, bersama dengan hiperplasia pembuluh interstisial dan jaringan
fibrosa septa. Pada pewarnaan imunohistokimia dengan antibodi anti-COVID-19,
hasil positif ditemukan terutama di pulpa merah dan pembuluh darah limpa, pusat
germinal dan kapiler, sitoplasma seluler. Keterlibatan otak, sebaliknya, tampak
tidak jelas.
Beberapa penulis menyarankan bahwa pan-ensefalitis, meningitis, dan
kerusakan sel saraf batang otak dan bahkan perdarahan SSP dapat dikaitkan
dengan infeksi COVID-19,36 sedangkan menurut penulis lain, hanya hasil hipoksia
dan bukan ensefalitis pada pewarnaan standar, atau inklusi virus sitoplasma tes
imunohistokimia telah ditunjukkan, jika tidak pada tingkat rendah di beberapa
bagian, pada subjek yang terkena oleh COVID-19.37
Selain itu, dua otopsi lengkap dilaporkan dalam penelitian yang dilakukan pada
pasien COVID-19 oleh Barton dkk. Bahkan jika penyelidikan makroskopik
dilakukan pada beberapa organ, pemeriksaan mikroskopis dilakukan pada
spesimen paru-paru. Dalam laporan akhir mereka, mereka menjelaskan dua gambar
yang berbeda: dalam satu kasus, pemeriksaan histologis melaporkan adanya
thrombus dalam beberapa cabang arteri pulmonalis kecil. Selain itu, kongesti
kapiler septum alveolar dan edema dijelaskan. Di sisi lain, dalam kasus kedua,
tidak ada bukti DAD yang dilaporkan, bahkan jika imunohistokimia menunjukkan
temuan serupa dengan kasus lain.38
Akhirnya, Wichmann et al melaporkan pengalaman Jerman yang
menjelaskan data yang diperoleh melakukan 12 otopsi berturut-turut, dimulai
dengan kematian positif SARS-CoV-2 pertama yang diketahui. Pada pemeriksaan
kasar, mereka menggambarkan adanya emboli paru masif, dengan thrombus
berasal dari vena dalam pada ekstremitas bawah (4 kasus); apalagi, mereka
melaporkan trombosis vena dalam tanpa emboli paru (3 kasus). Dua pertiga dari
pasien yang terlibat dalam penelitian ini memiliki trombosis segar di prostat
pleksus vena. 39
Dari aspek trombotik, dari 21 pasien positif COVID-19 dari Menter dkk.
Studi penyebab kematian dikaitkan dengan kerusakan alveolar difus pada fase
eksudatif dengan kongesti kapiler disertai mikrotrombus antikoagulasi. Substrat
morfologi lain yang disorot, hanya dalam beberapa kasus, adalah: ditumpangkan
bronkopneumonia, emboli paru, perdarahan alveolar, dan vaskulitis.40,41 Varga dkk.
menunjukkan peradangan endotel difus pada 3 kasus positif COVID-19, di
antaranya endotelitis limfositik ditemukan pada sampel paru, jantung, ginjal, dan
hati dari 1 kasus, berhipotesis bahwa disfungsi endotel adalah penentu utama
patologi COVID-19 menginduksi vasokonstriksi dengan iskemia organ berikutnya,
peradangan, edema, dan pro-koagulan negara.42 Mendukung tesis peningkatan
keadaan pro-koagulatif, Dolhnikoff et al. ditemukan di 8 dari 10 kasus positif
COVID-19, yang sampelnya untuk pemeriksaan histologis diperoleh dengan otopsi
invasive minimal berbasis ultrasound, adanya thrombus fibrin kecil di arteriol paru
di daerah parenkim paru yang rusak dan lebih terpelihara dan sebagian besar
jumlah megakariosit dalam kapiler.43
Elsoukkary et al. melaporkan penelitian di NewYork-Presbyterian Hospital,
USA, pada sistem respiratori, rata-rata berat paru adalah 1.851 gram.44 Sebagian
besar pasien mengalami kerusakan alveolar difus eksudatif dan proliferatif (DAD).
Dari pasien tersebut, 13 (54%) diintubasi selama perjalanan mereka di rumah sakit.
Tiga (9%) pasien masing-masing hanya menunjukkan DAD akut/eksudatif atau
DAD pengorganisasian/proliferatif. Semua 3 pasien dengan DAD eksudatif tidak
pernah diintubasi dan memiliki durasi penyakit rata-rata 9 hari (kisaran = 7-11
hari), sedangkan 2 dari 3 pasien dengan DAD proliferatif diintubasi selama masuk
mereka dan memiliki durasi penyakit rata-rata. 35 hari (26-42 hari). Enam belas
(50%) menunjukkan adanya neutrofil alveolar dan 14 (44%) menunjukkan bukti
adanya pneumonia. Semua kasus memiliki beberapa derajat hiperplasia pneumosit
tipe II dengan atypia reaktif dan metaplasia skuamosa bronkial.44
Pada sistem kardiovaskular, Temuan klinikopatologis dari 30 kasus di
mana hipertensi adalah komorbiditas jantung yang paling umum, terdapat pada
72% kasus. Penyakit arteri koroner dan gagal jantung kronis yang terdiagnosis
secara klinis ditemukan pada 33% dan 20% pasien, masing-masing.44
Dua belas pasien (38%) memiliki dua atau lebih penyakit penyerta jantung.
Sebagian besar pasien mengalami peningkatan troponin (I) dengan rata-rata 4,89
ng/mL. Pada otopsi, sebagian besar pasien (n = 28, 93%) ditemukan memiliki
kardiomegali ringan, rata-rata berat jantung 494 (g) pada wanita dan 515 (g) pada
pria. Pemeriksaan histologis menunjukkan hipertrofi miosit pada 24 kasus (80%)
dan cedera miokard jarak jauh pada 20 pasien (67%) sebagai fibrosis interstisial
yang tidak merata. Survei pohon koroner menunjukkan setidaknya aterosklerosis
sedang (>50%) pada 17 pasien (57%). Iskemia miokard akut diamati pada sebagian
kecil pasien (n = 5, 17%). Dari pasien ini, 1 mengalami infark miokard akut karena
trombosis atau perdarahan pada plak aterosklerotik arteri koroner utama bersamaan
dengan COVID-19.44
Pada sistem hepatobiliaris, abnormalitas histopatologi diamati pada hati 17
(61%) pasien. Steatosis terjadi pada 9 (32%) kasus dan merupakan temuan yang
paling umum dan dapat dijelaskan oleh obesitas, diabetes mellitus, dan/atau
hiperlipidemia yang menyertai. Inflamasi limfositik ringan berbasis portal
nonspesifik ditemukan pada 6 (21%) kasus. Tiga kasus menunjukkan bukti
penyakit hati kronis dengan bridging fibrosis dan/atau sirosis dengan etiologi yang
tidak jelas. Satu pasien memiliki trematoda intraduktal yang tidak terpelihara
dengan baik sesuai dengan Fasciola hepatica. Struktur basofilik besar yang aneh
ditemukan di sinusoid dari 10 (36%) kasus. Struktur ini dikelilingi oleh sedikit atau
tidak ada sitoplasma dan dianggap mewakili sisa-sisa inti sel yang berubah. 44
Bagian limpa dan/atau kelenjar getah bening diperiksa dari 32 kasus.
Karena masalah keamanan, sumsum tulang tidak diperoleh kecuali dalam 2 kasus.
Kelenjar getah bening yang disampaikan meliputi hilus, mediastinum,
paraesofageal, dan paraaorta. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan berbagai
derajat autolisis pada limpa dan jaringan kelenjar getah bening. Jadi, hanya
sekelompok kelenjar getah bening terpilih (18 pasien) dan limpa (14 pasien) dari
otopsi yang dilakukan 1-7 hari setelah kematian yang ditinjau. Bahkan dengan
pembatasan ini, limpa menunjukkan autolisis yang signifikan, menghalangi
evaluasi histologis yang akurat. Kelenjar getah bening menunjukkan arsitektur
yang relatif terpelihara, kecuali untuk satu pasien dengan limfoma zona marginal
limpa (SMZL), dengan folikel limfoid yang utuh secara morfologis yang
mengandung pusat germinal yang terletak di pusat (15 kasus), area parakortikal,
dan sinus paten.44
Parameter klinis untuk komorbiditas dan tes fungsi ginjal pada semua 32
pasien ditemukan bahwa diabetes dan hipertensi sering muncul, dan pasien
memiliki riwayat penyakit ginjal kronis. Dua pasien memiliki ESRD pada saat
otopsi, sementara 16 memiliki AKI sesuai dengan timbulnya infeksi virus. Lima
(17%) membutuhkan terapi pengganti ginjal baru. Kreatinin berkisar antara 0,66
hingga 9,6 mg/dL (rata-rata 1,7 mg/dL). Proteinuria ditemukan pada 9 pasien
dengan intensitas 2+ hingga 3+ (18 dari 18 dengan urinalisis yang dilakukan).44
Pemeriksaan histologis dilakukan untuk 28 otopsi. Patologi berkorelasi
dengan penyakit yang mendasarinya, termasuk nefropati diabetik pada 14 pasien
(50%), jaringan parut tubulointerstitial yang luas (>25%) pada 43% kasus, dengan
sklerosis vaskular sedang hingga berat pada 79% kasus. Autolisis tubular
menghalangi penilaian cedera tubular akut pada sebagian besar kasus, yang
kemungkinan merupakan etiologi utama AKI pada penyakit ginjal kronis. Kapiler
peritubular melebar di hampir semua kasus dengan marginasi inflamasi sering
diidentifikasi. Dua kasus menunjukkan mikroangiopati trombotik glomeruli
dengan trombus akut yang terletak di dalam pembuluh hilus glomerulus dan/atau
lengkung kapiler perifer yang menyebabkan pembengkakan endotel dan penutupan
luminal. Bukti cedera endotel yang diperantarai komplemen diidentifikasi dengan
pewarnaan C5b-9 pada hingga 67% kasus, termasuk 2 dengan trombi nyata.44
Komplikasi thrombosis, dua puluh tujuh (84%) pasien memiliki trombus
makroskopik dan/atau mikroskopis pada otopsi. Dua puluh dua (69%) mengalami
peningkatan D-dimer (kisaran: 2–12.200 ng/mL). Faktor koagulasi juga
diperpanjang, dengan waktu protrombin rata-rata 24 detik dan waktu tromboplastin
parsial teraktivasi rata-rata 51,6 detik. Trombus paling sering terjadi pada sistem
pernapasan (n = 25, 78%) dan kardiovaskular (n = 8, 25%). Trombus paru
makroskopik terdeteksi pada 11 (34%) kasus.44
Pembuluh darah kecil intramiokard mengandung mikrotrombus dalam 6
(19%) dan mengandung fibrin, trombosit, atau campuran keduanya. Trombus juga
diamati pada pleksus vena prostatika, trakea, kelenjar getah bening, dan ginjal.
Beberapa organ menunjukkan infark parenkim bersamaan, termasuk satu kasus
infark miokard akut (MI).44
Konfirmasi lebih lanjut dari keterlibatan koagulopati dan pola trombosis
baru-baru ini dilaporkan dalam studi Carsana et al. dengan terbentuknya
mikrotrombus fibrin di pembuluh arteri kecil (diameter <1 mm) dalam konteks
area difus kerusakan alveolar yang terkait dengan kerusakan endotel
difus.45 Jaringan paru-paru juga disajikan perubahan DAD eksudatif dan dini atau
menengah, yaitu nekrosis pneumosit (pada semua kasus), membran hialin (dalam
33 kasus), edema interstisial dan intra-alveolar (dalam 37 kasus), pneumositik tipe
2 hiperplasia (dalam semua kasus). Temuan ini terkait dengan infiltrat inflamasi,
yang terdiri dari: makrofag alveolus dan limfosit interstisial. Keterlibatan keduanya
dipastikan DAD dan menyarankan pola koagulasi intravaskular diseminata ante-
mortem bisa menjelaskan hipoksemia yang menjadi ciri ARDS pada subjek dengan
COVID-19.46
Melalui otopsi, bukti telah diperoleh pada kecurigaan klinis lain bahwa
infeksi COVID-19 dapat memanifestasikan dirinya dalam dua pola: ARDS tipikal
atau atipikal, dengan implikasi yang jelas pada terapi.

2.11 Perawatan Mayat Setelah Autopsi


Setelah otopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam rongga
tubuh. Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak
dikembalikan ke dalam rongga tengkorak. Jahitkan kembali tulang dada dan iga
yang dilepaskan pada saat membuka rongga dada. Jahitkan kulit dengan rapi
menggunakan benang yang kuat, mulai dari dagu sampai ke daerah simfisis. Atap
tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan menjahit otot
temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi. Bersihkan tubuh mayat
dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada pihak keluarga.14
BAB 3
KESIMPULAN

Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan


terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses
penyakit clan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-
penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab
akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian
Autopsi tetap menjadi metode standar emas untuk memastikan secara pasti
penyebab kematian (dari atau dengan infeksi COVID-19, atau penyebab lain).
Melakukan otopsi dapat memberikan informasi tentang patogenesis COVID-19
infeksi dengan implikasi terapeutik yang jelas
DAFTAR PUSTAKA

1. Dashraath P, Wong JLJ, Lim MXK, Lim LM, Li S, Biswas A, Choolani M, Mattar C
SL. Special Report and pregnancy. Am J Obs Gynecol. 2020;222(6):521–31.
2. Salahshoori I, Mobaraki-asl N, Seyfaee A, Overview of COVID-19 disease: virology,
epidemiology, prevention, diagnosis, treatment, and vaccines. Biologics. 2021. 1. 2-40
3. Disease burden of Influenza. https://www.cdc.gov/flu/about/burden/index.html
Diakses pada 19 September 2021
4. Report of the WHO-China Joint mission on coronavirus disease 2019 (COVID-19)
https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/who-china-joint-mission-on-
COVID-19-final-report.pdf Diakses pada 19 September 2021
5. Consensus document on the epidemiology of severe acute respiratory syndrome
(SARS). https://www.who.int/csr/sars/en/WHOconsensus.pdf Diakses pada 19
September 2021
6. Middle east respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV)
https://www.who.int/emergencies/mers-cov/en/ Diakses pada 19 September 2021
7. Coronavirus pandemic (COVID-19) – the data.
https://ourworldindata.org/coronavirus-data Diakses pada 19 September 2021
8. Huang C, Wang Y, Li X, et al. Clinical features of patients infected with 2019 novel
coronavirus in Wuhan, China. Lancet. 2020;395(10223):497-506.
9. Azer SA. COVID-19: pathophysiology, diagnosis, complications and investigational
therapeutic. New Microbes and New Infections. 2020: 37(C):1-8
10. Elezkurtaj S, Greuel S, Ihlow J, dkk. Causes of death and comorbidities in
hospitalized patients with COVID-19. Nature Science Reports. 2021. 11:4263
11. Wilson ML. Infectious diseases and the autopsy. Clinical Infectious Diseases
2006;43:602-3
12. World Health Organization (2020). Pertanyaan dan jawaban terkait Coronavirus.
World Health Organization https://www.who.int/indonesia/news/novel-
coronavirus/qa-forpublic - Diakses 19 September 2021
13. Prameng, Bambang L, K Yulianti, A Hardinisa. Petunjuk Teknik Otopsi. Ed. I.
Cetakan III. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2011.Hal 1-2.
14. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI. Setiowulan W. Kapitaselekta kedokteran edisi
ketiga. Jakarta: Media Aesculapius;2000
15. Tim Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta :
Bagian Kedokteran Forensik FKUI;2010.Hal.1 – 45
16. Tim Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta :
Bagian Kedokteran Forensik FKUI;2010.Hal.1 – 45
17. Ludwig J. Principles of Autopsy Techniques. Immediate, and Restricted Autopsies,
and Other Special Procedures dalam Handbook of Autopsy Practice 3rd Edition. New
Jersey : Human Press;2002.Hal.3
18. Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. Basic Postmortem Examination dalam Autopsy
Pathology A Manual And Atlas 2nd Edition. Philadelphia :Saunders;2009.Hal.34-55
19. Collins KA, Hutchins GM. An Introduction To Autopsy Technique : Step-byStep
Diagram. College of American Pathologists : Advancing Excellence;2005.Hal.1-22
20. Skowronek R, Chowaniec C. [The evolution of autopsy technique--from Virchow to
Virtopsy]. Arch Med Sadowej Kryminol. 2010 Jan-Mar;60(1):4854
21. Sasidharan A, Al-Kandary NM. A Review of the Techniques and Guidelines in Adult
Autopsies. December 2019.
22. Ludwig J. Principles of Autopsy Techniques. Immediate, and Restricted Autopsies,
and Other Special Procedures dalam Handbook of Autopsy Practice 3rd Edition. New
Jersey : Human Press;2002.Hal.3
23. Tim Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik Autopsi Forensik.
Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI;2010.Hal.1 – 45
24. Salerno, M.; Sessa, F.; Piscopo, A.; Montana, A.; Torrisi, M.; Patanè, F.; Murabito, P.;
Volti, G.L.; Pomara, C. No Autopsies on COVID-19 Deaths: A Missed Opportunity
and the Lockdown of Science. J.Clin. Med. 2020, 9, 1472.
25. Pomara, C.; Volti, G.L.; Cappello, F. COVID-19 Deaths: Are We Sure It Is
Pneumonia? Please, Autopsy, Autopsy, Autopsy! J. Clin. Med. 2020, 9, 1259.
26. Fineschi, V.; Aprile, A.; Aquila, I.; Arcangeli, M.; Asmundo, A.; Bacci, M.;
Cingolani, M.; Cipolloni, L.; D’Errico, S. Management of the corpse with suspect,
probable or confirmed COVID-19 respiratory infection–Italian interim
recommendations for personnel potentially exposed to material from corpses,
including body fluids, in morgue structures, during autopsy practice. Pathol. J. Ital.
Soc. Anat. Pathol. Diagnostic. Cytopathol. 2020, 7, 216–21
27. Xu, Z.; Shi, L.; Wang, Y.; Zhang, J.; Huang, L.; Zhang, C.; Liu, S.; Zhao, P.; Liu, H.;
Zhu, L.; et al. Pathological findings of COVID-19 associated with acute respiratory
distress syndrome. Lancet Respir. Med. 2020, 8, 420–422
28. Tian, S.; Hu, W.; Niu, L.; Liu, H.; Xu, H.; Xiao, S.-Y. Pulmonary Pathology of Early-
Phase 2019 Novel Coronavirus (COVID-19) Pneumonia in Two Patients With Lung
Cancer. J. Thorac. Oncol. 2020, 15, 700–704.
29. Tian, S.; Xiong, Y.; Liu, H.; Niu, L.; Guo, J.; Liao, M.; Xiao, S.-Y. Pathological
Study of the 2019 Novel Coronavirus Disease (COVID-19) through Post-Mortem
Core Biopsies. Mod. Pathol. 2020, 33, 1007–1014.
30. Karami, P.; Naghavi, M.; Feyzi, A.; Aghamohammadi, M.; Novin, M.S.; Mobaien, A.;
Qorbanisani, M.; Karami,A.; Norooznezhad,A.H. WITHDRAWN: Mortality ofa
pregnant patientdiagnosedwith COVID-19: A case report with clinical, radiological,
and histopathological findings. Travel Med. Infect. Dis. 2020, 1, 101665
31. Schaller,T.;Hirschbühl,K.;Burkhardt,K.;Braun,G.;Trepel,M.;Märkl,B.;Claus,R.Postm
ortemExamination of Patients With COVID-19. JAMA 2020, 2020, 8907
32. Peretto, G.; Sala, S.; Caforio, A.L.P. Acute myocardial injury, MINOCA, or
myocarditis? Improving characterization of coronavirus-associated myocardial
involvement. Eur. Heart J. 2020, 41, 2124–2125.
33. Magro, C.; Mulvey, J.J.; Berlin, D.; Nuovo, G.; Salvatore, S.; Harp, J.; Baxter-
Stoltzfus, A.; Laurence, J. Complement associated microvascular injury and
thrombosis in the pathogenesis of severe COVID-19 infection: A report of five cases.
Transl. Res. 2020, 220, 1–13.
34. Edler,C.;Schröder,A.S.;Aepfelbacher,M.;Fitzek,A.;Heinemann,A.;Heinrich,F.;Klein,
A.;Langenwalder,F.; Lütgehetmann, M.; Meißner, K.; et al. Dying with SARS-CoV-2
infection—an autopsy study of the first consecutive 80 cases in Hamburg, Germany.
Int. J. Leg. Med. 2020, 134, 1275–1284.
35. Suess, C.; Hausmann, R. Gross and histopathological pulmonary findings in a
COVID-19 associated death during self-isolation. Int. J. Leg. Med. 2020, 134, 1285–
1290.
36. Zhou,B.;Zhao,W.;Feng,R.;Zhang,X.;Li,X.;Zhou,Y.;Peng,L.;Li,Y.;Zhang,J.;Luo,J.;eta
l. Thepathologic autopsy of coronavirus disease 2019 (COVID-2019) in China: A
review. Pathog. Dis. 2020, 78, ftaa026.
37. Von Weyhern, C.H.; Kaufmann, I.; Neff, F.; Kremer, M. Early evidence of
pronounced brain involvement in fatal COVID-19 outcomes. Lancet 2020, 395, e109.
38. Solomon, I.H.; Normandin, E.; Bhattacharyya, S.; Mukerji, S.S.; Keller, K.; Ali, A.S.;
Adams, G.; Hornick, J.L.; Padera, R.F.; Sabeti, P. Neuropathological Features of
Covid-19. N. Engl. J. Med. 2020.
39. Barton, L.M.; Duval, E.J.; Stroberg, E.; Ghosh, S.; Mukhopadhyay, S. COVID-19
Autopsies, Oklahoma, USA. Am. J. Clin. Pathol. 2020, 153, 725–733
40. Wichmann, D.; Sperhake, J.-P.; Lütgehetmann, M.; Steurer, S.; Edler, C.; Heinemann,
A.; Heinrich, F.; Mushumba, H.; Kniep, I.; Schröder, A.S.; et al. Autopsy Findings and
Venous Thromboembolism in Patients With COVID-19. Ann. Intern Med. 2020, 7,
233.
41. Menter, T.; Haslbauer, J.; Nienhold, R.; Savic, S.; Hopfer, H.; Deigendesch, N.;
Frank, S.; Turek, D.; Willi, N.; Pargger,H.;etal. Post-
mortemexaminationofCOVID19patientsrevealsdiffusealveolardamagewithsevere
capillary congestion and variegated findings of lungs and other organs suggesting
vascular dysfunction. Histopathology 2020, 2020, 14131
42. Varga, Z.; Flammer, A.J.; Steiger, P.; Haberecker, M.; Andermatt, R.; Zinkernagel,
A.S.; Mehra, M.R.; A Schuepbach, R.; Ruschitzka, F.; Moch, H. Endothelial cell
infection and endotheliitis in COVID-19. Lancet 2020, 395, 1417–1418
43. Dolhnikoff, M.; Duarte-Neto, A.N.; Monteiro, R.A.D.A.; Da Silva, L.F.F.; De
Oliveira, E.P.; Saldiva, P.H.N.; Mauad, T.; Negri, E.M. Pathological evidence of
pulmonary thrombotic phenomena in severe COVID-19. J. Thromb. Haemost. 2020,
18, 1517–1519
44. Elsoukkary S, S, Mostyka M, Dillard A, Berman D, R, Ma L, X, Chadburn A, Yantiss
R, K, Jessurun J, Seshan S, V, Borczuk A, C, Salvatore S, P: Autopsy Findings in 32
Patients with COVID-19: A Single-Institution Experience. Pathobiology 2021;88:56-
68.
45. Carsana, L.; Sonzogni, A.; Nasr, A.; Rossi, R.S.; Pellegrinelli, A.; Zerbi, P.; Rech, R.;
Colombo, R.; Antinori, S.; Corbellino, M.; et al. Pulmonary post-mortem findings in a
series of COVID-19 cases from northern Italy: A two-centre descriptive study. Lancet
Infect. Dis. 2020
46. Yi, E.S.; Cecchini, M.J.; Bois, M.C. Pathologists in pursuit of the COVID-19 culprit.
Lancet Infect. Dis. 2020.

Anda mungkin juga menyukai