Anda di halaman 1dari 24

ADMINISTRASI PAJAK

XI
3.7 Memahami PPh Badan terutang

4.7 Mengelompokan PPh Badan terutang


KONSEP DASAR PPh BADAN
Pengertian dan Dasar Pemotong Pajak

Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. Misalnya PT. CV,
perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama atau bentuk apapun, Fa,
Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Ormas,
Orsospol, atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap dan
Bentuk Badan Lainnya termasuk Reksadana.
Dasar pemotongan pajak dibedakan menjadi penghasilan bruto dan penghasilan
neto. Dasar pemotongan pajak adalah jumlah penghasilan bruto untuk penghasilan
sebagai berikut:

a. Dividen

b. Bunga tremasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan


pengembalian piutang.
c. Royalti
d. Hadiah dan penghargaan
e. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasic.
Dasar pemotongan pajak adalah
penghasilan neto untuk penghasilan
sebagai berikut:
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa
konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

PPh Badan yaitu pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima badan usaha yang
bertempat kedudukan di Indonesia.
Subjek dan Bukan Subjek Pajak
Badan
a. Subjek PPh Badan

1) Dalam Negeri

Badan didirikan di Indonesia atau bertempat kedudukan di Indonesia.

2) Luar Negeri:

a) Badan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

b) Menjalankan usaha/kegiatan melalui BUT di Indonesia.

c) Menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tanpa melalui BUT.

d) Bentuk Usaha Tetap

e) Bentuk usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak OP Luar Negeri dan Subjek Pajak
Badan Luar Negeri untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan (pekerjaan bebas) di
Indonesia.
Bukan Subjek PPh Badan
1) Badan perwakilan negara asing

2) Organisasi Internasional

Yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia menjadi anggotanya
dan tidak menjalankan kegiatan usaha/ kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal
dari iuran para anggotanya.

3) Unit tertentu dari badan pemerintah dengan syarat

a) Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b) Dibiayai dengan dana yang bersumber APBN atau APBD.

c) Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau


Daerah.

d) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.


Dasar Hukum PPh Badan

a. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

b. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

c. UU No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan


Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu

d. UU No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari


Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu
BIAYA YANG DAPAT DIKURANGKAN DAN TIDAK DAPAT DIKURANGKAN

1. Biaya-biaya yang Dapat Dikurangkan

Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT, dihitung berdasarkan penghasilan
bruto dikurangi:

a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian
bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalan,
biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan Pajak kecuali Pajak
Penghasilan.

b. Penyusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun.

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Direktorat
Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
dan
3) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP,
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, biaya administrasi kantor pusat yang
boleh dikurangkan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang
besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Untuk dapat dikurangkan atau dibebankan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak,
biaya atau pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek
Pajak, dengan demikian biaya atau pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang bukan objek pajak tidak boleh dikurangkan atau dibebankan.
Biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak boleh
dikurangkan atau dibebankan, apabila dividen yang diterimanya bukan merupakan objek
pajak. Akan tetapi dalam hal ini biaya bunga pinjaman tersebut dapat dikapitalisasi sebagai
penambah harga perolehan saham.
Biaya-biaya yang Tidak Dapat
Dikurangkan
Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT, tidak
boleh dikurangkan:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti: dividen, dividen yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
korporasi.
b. Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, dan anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk
usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan usaha asuransi, dan cadangan biaya
reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa, yang dibayar oleh wajib pajak pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan
premi tersebut dihitung sbeagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai
serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang
berkaitan denan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan yang bukan merupakan objek
pajak, kecuali zakat atas penghasilan yang dibayar oleh wajib pajak badan dalam negeri yang
dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
h. Pajak penghasilan
i. Biaya atau pengeluaran pribadi wajib pajak yang bersangkutan atau orang yang menjadi
tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modlanya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pisana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan undang-undang di bidang perpajakan.

Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, pembayaran kepada kantor pusat yang tidak
boleh dikurangkan adalah:
a. Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, dan
hak-hak lainnya;
b. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
c. Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan perbankan.
PERHITUNGAN PPH BADAN
1. Penghasilan Kena Pajak
Perhitungan besarnya penghasilan neto bagi wajib pajak badan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
1) Menghitung PKP dengan Menggunakan Pembukuan
Untuk wajib pajak badan besarnya PKP sama dengan penghasilan nettonya yaitu
penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh
Undang-undang PPh.
PKP WP Badan = Penghasilan Neto
= Penghasilan Bruto – Biaya yang Diperkenankan UU PPh
Menghitung PKP dengan
Menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto

PKP WP Badan = Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian


= (Penghasilan Bruto – Biaya yang Diperkenankan UU PPh) – Kompensasi Kerugian

Apabila dalam menghitung PKP-nya wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto, besarnya penghasilan neto adalah sama besarnya dengan persentase
norma penghitungan penghasilan neto dikali dengan jumlah peredaran usahnya. Dalam hal
rugi tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan.
2. Tarif PPh Wajib Pajak Badan
a. Tarif PPh Badan tahun 2009
Tarif PPh Badan untuk tahun 2009 adalah 28% dari Penghasilan Kena Pajak
(PKP). Untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto
sampai dengan Rp50.000.000.000 (50 milyar) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak
dari peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000.

b. Tarif PPh Badan tahun 2010


Tarif PPh Badan untuk tahun 2010 adalah 25% dari Penghasilan Kena Pajak
(PKP). Bagi WP badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk atau Go Public),
mendapat pengurangan tarif sebesar 5% dari tarif normal atau dengan kata
lain mulai Tahun Pajak 2010 tarif WP Badan yang sudah Go Public adalah
20%. WP badan yang berhak mendapat penurunan tarif PPh ini adalah WP
Badan yang sudah go public dengan kriteria sebagai berikut.
a. Saham diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
b. Jumlah saham yang dilempar ke publik minimal 40% dari keseluruhan
sahan yang disetor dan saham tersebut dimiliki oleh minimal 300 pihak
(pemegang saham) baik orang pribadi atau badan; dan
c. Masing-masinh pihak (pemegang saham) hanya boleh mimiliki saham
kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang disetor.
2. Tarif PPh Wajib Pajak Badan
a. Tarif PPh Badan tahun 2009
Tarif PPh Badan untuk tahun 2009 adalah 28% dari Penghasilan Kena Pajak (PKP). Untuk Wajib
Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000 (50 milyar)
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena
Pajak dari peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000.

b. Tarif PPh Badan tahun 2010


Tarif PPh Badan untuk tahun 2010 adalah 25% dari Penghasilan Kena Pajak (PKP). Bagi WP
badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk atau Go Public), mendapat pengurangan tarif sebesar
5% dari tarif normal atau dengan kata lain mulai Tahun Pajak 2010 tarif WP Badan yang sudah
Go Public adalah 20%. WP badan yang berhak mendapat penurunan tarif PPh ini adalah WP
Badan yang sudah go public dengan kriteria sebagai berikut.
a. Saham diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
b. Jumlah saham yang dilempar ke publik minimal 40% dari keseluruhan sahan yang disetor dan
saham tersebut dimiliki oleh minimal 300 pihak (pemegang saham) baik orang pribadi atau
badan; dan
c. Masing-masinh pihak (pemegang saham) hanya boleh mimiliki saham kurang dari 5% dari
keseluruhan saham yang disetor.
Tarif PPh Badan tahun 2013
Untuk tarif PPh Badan tahun 2013 dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu sebagai berikut.
a) Pasal 17 dan 31E UU No. 36 Tahun 2008
Tarif PPh Badan berdasarkan Pasal 17 dan pasal 31E UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, yaitu sebagai berikut.
a. Tarif pajak untuk tahun pajak 2013 adalah sebesar 25% dari Penghasilan Kena Pajak.
b. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk persekutuan terbuka yang paling sedikit 40%
dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek Indonesia dan
memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat 5% lebih rendah daripada tarif tersebut yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
c. Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000
(50 milyar) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif tersebut (25%)
yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp4.800.000.000.
d. Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah
dalam ribuan rupiah penuh.
e. Tarif Pajak Pasal 17 dan 31E dikenakan atas penghasilan kena pajak Wajib Pajak Badan yang
tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak Badan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2
berdasarkan PP 46 Tahun 2013.
PP Nomor 46 Tahun 2013

Tarif Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2013 berdasarkan PP


Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebagai berikut.
REPORT THIS AD
REPORT THIS AD
Atas peredaran usaha bruto bulan Juli sampai Desember 2013 dari
Wajib Pajak Badan yang mempunyai kriteria tertentu berdasarkan
PP Nomor 46 Tahun 2013 dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat 2
sebesar 1% dari peredaran usaha bruto dan bersifat final.
Tarif PPh Badan Tahun 2018
a) Pasal 17 dan 31E UU No. 36 Tahun 2008

Tarif PPh Badan berdasarkan Pasal 17 dan pasal 31E UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, yaitu sebagai berikut.

a. Tarif pajak untuk tahun pajak 2013 adalah sebesar 25% dari Penghasilan Kena Pajak.

b. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk persekutuan terbuka yang paling sedikit 40%
dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek Indonesia dan
memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat 5% lebih rendah daripada tarif tersebut yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

c. Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000
(50 milyar) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif tersebut (25%)
yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp4.800.000.000.

d. Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah
dalam ribuan rupiah penuh.

e. Tarif Pajak Pasal 17 dan 31E dikenakan atas penghasilan kena pajak Wajib Pajak Badan yang
tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak Badan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2
berdasarkan PP 46 Tahun 2013.
PP Nomor 23 Tahun 2018

Tarif Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2018 berdasarkan PP Nomor 23
Tahun 2018 adalah sebagai berikut.
Atas peredaran usaha bruto bulan Juli sampai Desember 2018 dari Wajib
Pajak Badan yang mempunyai kriteria tertentu berdasarkan PP Nomor 23
Tahun 2018 dikenakan PPh Final sebesar 0,5%% dari peredaran usaha bruto
dan bersifat final.
No. Tahun Jumlah Peredaran Bruto Potongan untuk Go Public
Kurang dari 4,8 M 4,8 M s/d 50 M Lebih dari 50 M
1. 2009 28% dari PKP 28% dari PKP, potongan 50% untuk
bagian 4,8M 28% dari PKP –
2. 2010 25% dari PKP 25% dari PKP, potongan 50% untuk
bagian 4,8M 25% dari PKP 5%
3. 2013 1% 25% dari PKP, potongan 50% untuk bagian 4,8M
25% dari PKP 5%
4. 2018 0,5% 25% dari PKP, potongan 50% untuk bagian
4,8M 25% dari PKP 5%
Kredit Pajak PPh Badan
Ketentuan PPh Pasal 25 UU PPh mengatur tentang penghitungan besarnya
angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun
berjalan.
Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan:
1) Wajib pajak membayar sendiri pajaknya (PPh Pasal 25)
2) Melalui pemotongan atau pemungutan pihak ketiga (PPh Pasal 21, 22, 23,
dan 24)
Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
wajib pajak untuk setiap bulan adakah sebesar pajak penghasilan yang terutang
menurut surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu
dikurangi dengan:
a) Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal
21 dan Pasal 23, serta pajak penghasilan yang dipungut sebagaiman dimaksud
dalam pasal 22.
b) Pajak penghasilan yang dibayar atau terutag di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24. Dibagi 12 (dua belas) atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 ayat
(1) bagi Wajib Pajak Badan:

PPh Menurut SPT Tahunan PPh Tahun Lalu xxx


Pengurangan/Kredit Pajak:
– PPh Pasal 22 xxx
– PPh Pasal 23 pph 25 xxx
– PPh Pasal 24 xxx
Total Kredit Pajak (xxx)
Dasar Penghitungan Angsuran xxx

Angsuran pph 25 = Dasar perhitungan angsuran


12 (atau bagian tahun pajak)
PPh Kurang Bayar

Menurut UU PPh Pasal 29 yang berbunyi: “Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun
pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(1) kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.”

Anda mungkin juga menyukai