Anda di halaman 1dari 7

A.

Konsep Kesehatan Reproduksi

Reproduksi berasal dari kata re yang artinya kembali dan kata produksi artinya membuat atau
menghasilkan. Jadi istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam
menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan yang disebut organ reproduksi adalah
pertumbuhan tulangtulang dan kematangan seksual yang berfungsi untuk reproduksi manusia, yang
terjadi masa remaja. Kesehatan reproduksi menurut Kemenkes RI (2015) adalah keadaan sehat secara
fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang
berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Kesehatan reproduksi menurut Depkes RI
adalah suatu keadaan sehat, secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kedudukan sosial yang
berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi, dan pemikiran kesehatan reproduksi 10 bukan
hanya kondisi yang bebas dari penyakit, melainkan juga bagaimana seseorang dapat memiliki seksual
yang aman dan memuaskan sebelum dan sudah menikah (Nugroho, 2010)

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Kesehatan Reproduksi yang menjamin setiap orang berhak
memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang bermutu, aman dan dapat dipertanggung jawabkan,
dimana peraturan ini juga menjamin kesehatan perempuan dalam usia reproduksi sehingga mampu
melahirkan generasi yang sehat, berkualitas yang nantinya berdampak pada penurunan Angka Kematian
Ibu. Didalam memberikan pelayanan Kesehatan Reproduksi ada dua tujuan yang akan dicapai, yaitu
tujuan utama dan tujuan khusus.

1. Tujuan Utama

Memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada perempuan termasuk


kehidupan seksual dan hak-hak reproduksi perempuan sehingga dapat meningkatkan kemandirian
perempuan dalam mengatur fungsi dan proses reproduksinya yang pada akhirnya dapat membawa pada
peningkatan kualitas kehidupannya

2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi reproduksinya
b. Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan kapan hamil, jumlah dan
jarak kehamilan
c. Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari perilaku seksual dan
fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan anakanaknya.

Dukungan yang menunjang wanita untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan proses
reproduksi, berupa pengadaan informasi dan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan untuk
mencapai kesehatan reproduksi secara optimal. Tujuan diatas ditunjang oleh undang-undang kesehatan
No. 23/1992, bab II pasal 3 yang menyatakan: “Penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat”, dalam Bab III Pasal 4 “Setiap orang
menpunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Terdapat dua sasaran Kesehatan Reproduksi yang akan dijangkau dalam memberikan pelayanan, yaitu
sasaran utama dan sasaran antara.

1. Sasaran Utama
Laki-laki dan perempuan usia subur, remaja putra dan putri yang belum menikah. Kelompok resiko:
pekerja seks, masyarakat yang termasuk keluarga prasejahtera.

Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja.

a. Seksualitas.
b. Beresiko/menderita HIV/AIDS.
c. Beresiko dan pengguna NAPZA

2. Sasaran Antara

Petugas kesehatan : Dokter Ahli, Dokter Umum, Bidan, Perawat, Pemberi Layanan Berbasis Masyarakat.
a. Kader Kesehatan, Dukun.

b. Tokoh Masyarakat.

c. Tokoh Agama

. d. LSM.

B. Perkembangan Kesehatan Reproduksi Remaja

Masa remaja juga dicirikan dengan banyaknya rasa ingin tahu pada diri seseorang dalam
berbagai hal, tidak terkecuali bidang seks. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, organ
reproduksi pun mengalami perkembangan dan pada akhirnya akan mengalami kematangan. Pada masa
pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi selain menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga
mempengaruhi dorongan seks remaja (BKKBN, 2011). Remaja mulai merasakan dengan jelas
meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan
keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Kematangan organ reproduksi dan perkembangan
psikologis remaja yang mulai menyukai lawan jenisnya serta arus media informasi baik elektronik
maupun non elektronik akan sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual individu remaja tersebut
.Sebagai akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan
fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun demikian, hal ini tidak
berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara fisik. Usia reproduksi sehat
untuk wanita adalah antara 20 – 30 tahun.
Faktor yang mempengaruhinya ada bermacam-macam. Misalnya, sebelum wanita berusia 20
tahun secara fisik kondisi organ reproduksi seperti rahim belum cukup siap untuk memelihara hasil
pembuahan dan pengembangan janin. Selain itu, secara mental pada umur ini wanita belum cukup
matang dan dewasa. Ibu muda biasanya kemampuan perawatan pra-natal kurang 14 baik karena
rendahnya pengetahuan dan rasa malu untuk datang memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan
(BKKBN, 2011). Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal
kematangan organ reproduksi pada remaja adalah perilaku seks bebas (free sex) masalah kehamilan
yang terjadi pada remaja usia sekolah diluar pernikahan, dan terjangkitnya penyakit menular seksual
termasuk HIV/AIDS (BKKBN, 2011)
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak
buruk bagi kesehatan reproduksi (Taufan, 2010) yaitu:
1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah
dan kurangnya pengetahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi
tempat tinggal yang terpencil).
2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada
kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi
reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang
lain, kurangnya peran orang tua dalam mendidik dan menawasi anak, dsb).
3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua dan remaja, depresi karena ketidak
seimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang memberi kebebasan
secara materi).
4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular
seksual).
D. Ruang Lingkup Kesehatan Repruduksi
Secara garis besar, ruang lingkup kesehatan reproduksi (BKKBN, 2011) meliputi:
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
2. Kesehatan reproduksi remaja
3. Pencegahan dan penanggulangan pada penyimpangan seksual dan napza yang dapat
berakibat pada HIV/AIDS
4. Kesehatan reproduksi pada usia lanjut
Uraian ruang lingkup kesehatan reproduksi remaja berdasarkan pada pendekatan siklus
kehidupan, yakni memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan sistem reproduksi pada
setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar fase kehidupan tersebut. Ini dikarenakan
masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, maka apabila
tidak ditangani dengan baik maka akan berakibat buruk bagi masa kehidupan selanjutnya Salah
satu ruang lingkup kesehatan reproduksi dalam siklus kehidupan adalah kesehatan reproduksi
remaja. Tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja agar
memahami kesehatan reproduksi, sehingga remaja memiliki sikap dan perilaku sehat serta
bertanggung jawab kaitannya dengan masalah kehidupan reproduksi (Widyastuti dkk., 2012).
E. Pengertian Pernikahan dini
Menurut WHO, pernikahan dini (early married) adalah pernikahan yang dilakukan oleh
pasangan atau salah satu pasangan masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia
dibawah usia 19 tahun. Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyatakan bahwa
pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilaksanakan secara resmi atau tidak resmi yang
dilakukan sebelum usia 18 tahun. Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1
menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun
dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Apabila masih di bawah umur tersebut, maka
dinamakan pernikahan dini.
Pengertian secara umum, pernikahan dini yaitu merupakan institusi agung untuk
mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Remaja itu
sendiri adalah anak yang ada pada masa peralihan antara masa anak-anak ke dewasa, dimana
anak-anak mengalami perubahan-perubahan cepat disegala bidang. Mereka bukan lagi anak-
anak, baik bentuk badan, sikap,dan cara berfikir serta bertindak,namun bukan pula orang
dewasa yang telah matang.
Pernikahan dibawah umur yang belum memenuhi batas usia pernikahan, pada
hakikatnya di sebut masih berusia muda atau anakanak yang ditegaskan dalam Pasal 81 ayat 2
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun
dikategorikan masih anak-anak, juga termasuk anak yang masih dalam kandungan, apabila
melangsungkan pernikahan tegas dikatakan adalah pernikahan dibawah umur. Sedangkan
pernikahan dini menurut BKKBN adalah pernikahan yang berlangsung pada umur di bawah usia
reproduktif yaitu kurang dari 20 tahun pada wanita dan kurang dari 25 tahun pada pria.
Pernikahan di usia dini rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi seperti meningkatkan
angka kesakitan dan kematian pada saat persalinan dan nifas, melahirkan bayi prematur dan
berat bayi lahir rendah serta mudah mengalami stress.
F. Faktor – faktor yang mempengaruhi pernikahan
Menurut Noorkasiani, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda di
Indonesia adalah:
a. Faktor individu
1) Perkembangan fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang. Makin cepat perkembangan
tersebut dialami, makin cepat pula berlangsungnya pernikahan sehingga mendorong terjadinya
pernikahan pada usia muda.
2) Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah tingkat pendidikan, makin
mendorong berlangsungnya pernikahan usia muda.
3) Sikap dan hubungan dengan orang tua. Pernikahan usia muda dapat berlangsung karena
adanya sikap patuh dan atau menentang yang dilakukan remaja terhadap perintah orang tua.
Hubungan dengan orang tua menentukan terjadinya pernikahan usia muda. Dalam kehidupan
sehari-hari sering ditemukan pernikahan remaja karena ingin melepaskan diri dari pengaruh
lingkungan orang tua.
4) Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang dihadapi, termasuk kesulitan
ekonomi. Tidak jarang ditemukan pernikahan yang berlangsung dalam usia sangat muda,
diantaranya disebabkan karena remaja menginginkan status ekonomi yang lebih tinggi.
b. Faktor Keluarga Peran orang tua
dalam menentukan pernikahan anak-anak mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
1) Sosial ekonomi keluarga Akibat beban ekonomi yang dialami, orang tua mempunyai
keinginan untuk mengawinkan anak gadisnya. Pernikahan tersebut akan memperoleh dua
keuntungan, yaitu tanggung jawab terhadap anak gadisnya menjadi tanggung jawab suami atau
keluarga suami dan adanya tambahan tenaga kerja di keluarga, yaitu menantu yang dengan
sukarela membantu keluarga istrinya.
2) Tingkat pendidikan keluarga Makin rendah tingkat pendidikan keluarga, makin sering
ditemukan pernikahan diusia muda. Peran tingkat pendidikan berhubungan erat dengan
pemahaman keluarga tentang kehidupan berkeluarga.
3) Kepercayaan dan atau adat istiadat yang berlaku dalam keluarga. Kepercayaan dan adat
istiadat yang berlaku dalam keluarga juga menentukan terjadinya pernikahan diusia muda.
Sering ditemukan orang tua mengawinkan anak mereka dalam usia yang sangat muda karena
keinginan untuk meningkatkan status sosial keluarga, mempererat hubungan antar keluarga,
dan atau untuk menjaga garis keturunan keluarga
4) Kemampuan yang dimiliki keluarga dalam menghadapi masalah remaja. Jika keluarga kurang
memiliki pilihan dalam menghadapi atau mengatasi masalah remaja, (misal: anak gadisnya
melakukan perbuatan zina), anak gadis tersebut dinikahkan sebagai jalan keluarnya. Tindakan ini
dilakukan untuk menghadapi rasa malu atau rasa bersalah
G. Dampak Pernikahan dini
Dampak Pernikahan Usia Muda yaitu:
a. Dampak Biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses pertumbuhan menuju
kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seksual, apalagi sampai terjadi
hamil dan melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, robekan jalan lahir yang luas
dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya dan membahayakan jiwa.
Pernikahan ideal dapat terjadi ketika perempuan dan lakilaki saling menghormati dan
menghargai satu sama lain. Akan tetapi, apabila hal tersebut tidak terjadi, maka hal-hal yang
harus dihindari dalam pernikahan adalah melakukan:
1) Kekerasan secara fisik (misal: memukul, menendang, menampar, menjambak rambut,
menyundut dengan rokok, melukai)
2) Kekerasan secara psikis (misal: mengina, mengeluarkan komentar-komentar yang
merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara atau teman-temannya, dan mengancam)
3) Kekerasan seksual (misal: memaksa dan menuntut berhubungan seksual)
4) Penelantaran (misal: tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja)
5) Eksploitasi (misal: memanfaatkan, memperdagangkan, dan memperbudakkan)

Apabila hal tersebut terjadi, maka langkah–langkah yang dapat dilakukan adalah:
1) Mendatangi fasilitas kesehatan (Puskesmas/Rumah Sakit) untuk mengobati luka-luka yang
dialami dan mendapatkan visum dari dokter atas permintaan polisi penyidik.
2) Menceritakan kejadian kepada keluarga, teman dekat atau kerabat.
3) Melapor ke polisi (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak/UPPA).
4) Mendapatkan pendampingan dari tokoh agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
psikologi atau Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

b. Dampak Psikologis
Secara psikis anak belum siap mengerti tentang hubungan seksual, sehingga akan menimbulkan
trauma yang berkepanjangan dalam jiwa anak dan sulit disembuhkan. Anak akan murung dan
menyesali hidupnya yang berakhir dengan pernikahan yang dia sendiri tidak mengerti atas
putusan hidupnya, sehingga keluarga mengalami kesulitan untuk menjadi keluarga yang
berkualitas.
c. Dampak Sosial
Pernikahan mengurangi kebebasan pengembangan diri, masyarakat akan merasa kehilangan
sebagai aset remaja yang seharusnya ikut bersama-sama mengabdi dan berkiprah di
masyarakat. Tetapi karena alasan sudah berkeluarga, maka keaktifan mereka di masyarakat
menjadi berkurang.
d. Dampak Ekonomi
Menyebabkan sulitnya peningkatan pendapatan keluarga, sehingga kegagalan keluarga dalam
melewati berbagai macam permasalahan terutama masalah ekonomi meningkatkan resiko
perceraian.
H. Dampak Pernikahan Dini pada Kehamilan
Perempuan yang hamil pada usia remaja cenderung memiliki resiko kehamilan dikarenakan
kurang pengetahuan dan ketidakpastian dalam mengahadapi kehamilannya. Kematian maternal
pada wanita hamil dan melahirkan usia di bawah 20 tahun 2-5 kali lipat lebih tinggi daripada
kematian yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Menurut Kementerian Kesehatan RI, masalah-
masalah yang mungkin terjadi selama kehamilan adalah:
1) Perdarahan waktu hamil
2) Bengkak di kaki, tangan, atau wajah disertai sakit kepala dan atau kejang
3) Demam atau panas tinggi lebih dari 2 hari
4) Keluar cairan ketuban sebelum tiba saat melahirkan
5) Muntah terus menerus dan tidak nafsu makan
6) Berat badan yang tidak naik pada trimester 2-3
7) Bayi di kandungan gerakannya berkurang atau tidak bergerak sama sekali
8) Anemia, yaitu kurangnya kadar hemoglobin pada darah, kekurangan zat besi dapat
menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan dan perkembangan sel otak janin
9) Abortus, yaitu berakhirnya suatu kehamilan oleh sebab-sebab tertentu sebelum kehamilan
tersebut berusia 22 minggu. Secara fisik, remaja masih terus tumbuh. Jika kondisi remaja hamil,
kalori serta zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan harus dihitung dan ditambhakan
kedalam kebutuhan kalori selama hamil. Apabila ibu hamil mengalami kurang gizi, maka akibat
yang dtimbulkan antara lain yaitu keguguran, bayi lahir mati, dan bayi lahir dengan berat badan
lahir rendah.
10) Kanker serviks, yaitu tumor ganas yang terbentuk di organ reproduksi wanita yang
menghubungkan rahim dengan vagina. Pernikahan usia muda meningkatkan angka kematian ibu
dan bayi, selain itu bagi perempuan meningkatkan resiko kanker serviks. Karena hubungan
seksual dilakukan pada saat anatomi sel-sel serviks belum matur
I. .Dampak Pernikahan Dini pada Proses Persalinan
Melahirkan mempunyai resiko bagi setiap perempuan. bagi seorang perempuan melahirkan di
bawah usia 20 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi. Resiko yang mungkin terjadi adalah:
1) Prematur, yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu. Kekurangan berbagai zat
yang diperlukan saat pertumbuhan dapat mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur.
2) BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), yaitu berat badan lahir kurang dari 2500 gram, remaja putri
yang mulai hamil ketika kondisi gizinya buruk beresiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah sebesar 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berstatus gizi baik.

J. Upaya Mencegah Pernikahan Dini


Menurut Noorkasiani, dkk, upaya untuk menanggulangi pernikahan usia muda antara lain
sebagai berikut:
a. Remaja yang belum berkeluarga dapat diberikan pengarahan melalui kegiatan pendidikan
dalam arti meningkatkan pengetahuan remaja tentang arti dan peran pernikahan serta akibat
negatif yang ditimbulkan pernikahan pada usia yang sangat muda dengan melakukan kegiatan
yang positif.
b. Mencegah remaja yang sudah berkeluarga supaya tidak segera hamil, salah satunya dengan
kegiatan pendidikan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan keluarga muda.
c. Penyuluhan kepada keluarga agar menghilangkan kebiasaan keluarga untuk mengawinkan
anak dalam usia muda dan meningkatkan status ekonomi sehingga dapat menghindari
terjadinya pernikahan usia muda dengan alasan ekonomi.
d. Melakukan sosialisasi untuk menghilangkan budaya menikah muda, memperbanyak
kesempatan kerja dan berperilaku tegas dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan
mengenai pernikahan, yaitu memberi sanksi bagi yang melanggarnya, meningkatkan status
kesehata masyarakat, dan menyukseskan program keluarga berencana.

Dapus :

Kemenkes R. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. (http://www.depkes.go.id/download.php?


file=download/pusdatin/infodatin%

20reproduksi%20remaja-ed.pdf): Pusat Data dan Informasi Kementrian

Kesehatan RI. (online) 2015.

Nugroho, T. 2010. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta : Nuha Medika

BKKBN. 2011. Kajian Profil Penduduk Remaja 10 –24 Tahun : Ada apa dengan Remaja?. Policy Brief
Puslitbang Kependudukan –BKKBN. Seri No.6/Pusdu-BKKBN/Desember 2011.

Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta: Nuha Medika

Widyastuti, Y., Sastramihardja, H, S. Gandamihardja, S., Pengaruh Materi Pendidikan Kesehatan


Reproduksi Terhadap Sikap Siswa Tentang Kehidupan Seks Pranikah (Suatu Studi Explanatory Pada Siswa
SMA 9 Yogyakarta). Jurnal Teknologi Kesehatan Vol.7(1), Maret 2012: 44-50.

Handayani, Eka Yuli. 2014. Faktor yang berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan
Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu. 1(5):200–6.

Noorkasiani. 2009. Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC

Desiyanti W. Factors Associated With Early Mariage In Couples Of Childbearing Age At Kecamatan
Mapanget Manado City. :270–80

Anda mungkin juga menyukai