Anda di halaman 1dari 4

Edukasi Pertanian Kota Berbasis

Masyarakat di Era Digital


Ditulis oleh: Amelia Ulfa, Fadilatul Karima, Rana Farrasati

Pandemi Corona Virus Diseases 19 (Covid-19) terjadi hampir di seluruh dunia, termasuk
di Indonesia yang saat ini menduduki peringkat pertama dengan kasus Covid-19 tertinggi se-
Asia Tenggara. Sejak Covid-19 masuk ke Indonesia di bulan Maret 2020, peningkatan kasus
mencapai 3.000 orang per bulan, dan 8% diantaranya meninggal dunia (GTPP, 20201). Dalam
upaya untuk menekan laju Covid-19, pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan
physical distancing, work from home (WFH), school from home (SFH), hingga pembatasan
sosial berskala besar (PSBB) dan aturan sejenis lainnya yang bertujuan mengurangi mobilitas
masyarakat, khususnya di wilayah perkotaan yang memiliki mobilitas tinggi. Namun,
berbagai kebijakan tersebut belum bisa menekan angka penyebaran Covid-19 secara
signifikan, dan justru menimbulkan permasalahan baru di masyarakat. Dilansir dari detik
finance2, setelah satu tahun Covid-19 melanda, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia
meningkat 5,23% dan DKI Jakarta menempati urutan pertama tingkat pengangguran tertinggi
di Indonesia. Hal ini menunjukan, bahwa sebagian masyarakat di perkotaan rentan terdampak
kebijakan pembatasan mobilitas untuk menekan peningkatan Covid-19. Diantara kelompok
masyarakat rentan tersebut, banyak yang kehilangan pekerjaan, sehingga tidak memiliki
penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan). Hal ini
diperburuk dengan tidak menentunya aksesibilitas pangan dimasa pandemi, sehingga krisis
pangan dapat terjadi lebih cepat (Greenvile et al., 20203; Ho et al., 20204).
Melihat kompleksitas permasalahan yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 khususnya
di perkotaan, tentunya juga akan berdampak pada usaha pencapaian sustainable development
goals (SDG) point 11 (keberlanjutan kota dan komunitas) secara global. Adapun langkah
kecil yang mampu menjawab permasalah tersebut adalah dengan berusaha memenuhi
kebutuhan primer yang paling krusial yaitu kebutuhan pangan yang cukup, sehat, dan bergizi
secara mandiri dan berkelanjutan. Tidak dapat dipungkiri, selama masa pandemi trend urban
1
GTPP (Covid-19 Response Acceleration Task Force). 2020. Situasi Virus Covid-19 di Indonesia.
https://covid-19.go.id/
2
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5477342/setahun-corona-angka-pengangguran-nyaris-10-
juta-orang
3
Greenville J, Megilvray H, Cao LY and Fell J (2020) Impacts of Covid-19 on Australian agriculture, forestry
and fisheries trade. Canberra Australia.
4
Ho CH, Lur HS, Yao MH, Liao FC, Lin YT, Yagi N and Lu HJ (2018) The impact on food security and
future adaptation under climate variation: a case of study of Taiwan's Agriculture and fisheries. Mitig. Adapt.
Starteg. Glob. Chang., 23(3): 311-47

1
farming mengalami peningkatan. Dari hasil survey MarkPlus5 terhadap 110 orang di berbagai
wilayah di Indonesia, tercatat 92,7% responden melakukan urban farming selama masa
pandemi, dan 72% diantaranya mempelajarinya melalui sosial media dengan akses internet.
Hal ini menunjukan, sosial media memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai
wadah dan saluran edukasi urban farming, untuk mengupayakan keberlanjutan kota dan
komunitas di era pandemi. Disisi lain karakteristik internet yang borderless dan dapat diakses
oleh siapapun, sering menimbulkan bias informasi yang tidak berdasar pada kajian ilmiah,
maupun pengalaman para ahli dibidangnya.

Online building community capacity


based on urban farming atau pertanian
kota berbasis masyarakat menjadi solusi yang
efektif dan efisien untuk meraih keberlanjutan
kota dan komunitas dimasa pandemi. Diawali
dengan pemanfaatan internet, melalui wadah
terpusat (sosial media instagram dan facebook
AGRIPADULA), informasi dan pengetahuan
urban farming yang dibagikan berdasar pada
kajian ilmiah, serta pengalaman dari penggiat
urban farming sebagai upaya untuk
mempromosikan green movement kepada
masyarakat dimasa pandemi. Selanjutnya,
sosial media bernama AGRIPADULA ini
dijadikan sebagai wadah interaksi online
antara para praktisi urban farming, lulusan
sarjana pertanian, stakeholders yang terlibat
dalam lingkup pertanian, dan peneliti/tenaga
pendidik dengan masyarakat guna menambah
pengetahuan mengenai urban farming mulai
dari metode, hingga pada prospek ekonomi,
sosial dan lingkungan. Platform
AGRIPADULA
5
https://lifestyle.kontan.co.id/news/survei-markplus-tren-urban-farming-makin-diminati-masyarakat-di-masa-
pandemi

2
AGRIPADULA juga berfungsi sebagai one-stop-hub yang menjadi pusat informasi,
sekaligus wadah yang mengumpulkan penggiat urban farming dan masyarakat, yang mana
seluruh pihak yang terlibat berperan sebagai agen perubahan di wilayahnya masing-masing,
untuk menyalurkan pengalaman dan pengetahuan urban farming kepada masyarakat melalui
konsep pemberdayaan. Lebih lanjut kedepannya, diperlukan adanya fasilitas dan kerjasama
dengan stakeholder di setiap daerah, serta pendampingan kepada penggiat urban farming
untuk memastikan bahwa dalam setiap prosesnya, masyarakat dilibatkan, supaya masyarakat
mempunyai rasa memiliki terhadap kegiatan urban farming yang dijadikan sebagai upaya
untuk keberlanjutan kota dan komunitas.
Pertanian kota berbasis masyarakat, dilandasi oleh pendekatan partisispatif yang
mengarah pada pemberdayaan masyarakat. Melalui pendekatan partisipatif dan edukasi yang
terarah, masyarakat dapat menunjukan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki terkait
potensi yang dimiliki, perubahan yang terjadi, dan kerentanan terhadap Covid-19, maupun
berbagai hal lain berkaitan dengan kondisi masyarakat, budaya dan lingkungan disekitarnya.
Pengetahuan lokal tersebut kemudian dijadikan informasi mengenai modal sosial masyarakat,
dan menjadi permulaan dari kegiatan urban farming berbasis masyarakat. Modal sosial
bersama dengan nilai kepemilikan, akan mendukung terciptanya partisipasi masyarakat yang
mampu mendorong nilai pemberdayaan (Riadi, 20186; Ife, 20167, Veriasa dan Waite, 20188).
Oleh sebab itu, partisipasi masyarakat dinyatakan sebagai kunci dari pembangunan
masyarakat Ife (2016)4, yang perlu mendapat perhatian dalam setiap kegiatan pembangunan
berkelanjutan. Menurut Jim Ife (2016) 4, peningkatan partisipasi masyarakat adalah bentuk
dari pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada pencapaian hasil pelaksanaan yang
dilakukan oleh masyarakat. Pemberdayaan dalam level pembangunan masyarakat dilakukan
untuk menjembatani kepada keswadayaan dan kemandirian, supaya masyarakat dapat
memberdayai diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat pada kegiatan ini dilakukan dengan
membangun kapasitas masyarakat dan stakeholder yang terlibat, dalam rangka meningkatkan
ketahanan masyarakat perkotaan terhadap Covid-19 melalui kegiatan urban farming di
tingkat tapak.

6
Riadi, M. Pengertian, Komponen, Jenis dan Fungsi Modal Sosial. Retrieved from
https://www.kajianpustaka.com/2018/03/pengertian-komponen-fungsi-dan-jenis
7
Ife, J. (2016). Communtiy Development in an Uncertain World Vision, Analysis and Practice. England:
Cambridge University Press.
8
Veriasa, O. T., & Waite, M. Konsep Pengembangan Masyarakat in Book: Antara Pengembangan,
Komunitas, Pemberdayaan dan Partisipasi. Retrieved from ResearhGate:
https://www.researchgate.net/publication/327209211_Konsep_Pengembangan_Masyarakat_in_Book_antara_
pengembangan_komunitas_pemberdayaan_dan_partisipasi#citations

3
Keterlibatan penggiat urban farming yang sebelumnya telah dikenalkan secara luas
melalui sosial media, menjadi objek observasi bagi khalayak sasaran maupun masyarakat
secara umum mengenai praktik urban farming yang telah berhasil dilakukan dan mampu
memberikan keuntungan baik secara moril maupun finansial. Sehingga, secara konseptual hal
ini akan mendorong masyarakat untuk memutuskan menjalankan praktik urban farming
terutama pada masa Covid-19 ini, untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya melalui upaya
pemenuhan kebutuhan pangan dengan memanfaatkan space tersedia, wellness atas kesadaran
memilih hidup sehat agar tidak mudah terserang penyakit, dan meningkatkan kemandirian
finansial. Selain untuk mendukung keberlanjutan masyarakat kota dan komunitasnya (SDG
#11), edukasi urban farming untuk masyarakat kota juga sekaligus berdampak pada strategi
reduksi kelaparan (SDG #2), kehidupan sehat dan sejahtera (SDG #3), dan penanganan
perubahan iklim (SDG #13).

Anda mungkin juga menyukai