Anda di halaman 1dari 59

MAKALAH

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI

PADA PASIEN DENGAN SUBDURAL HEMATOMA (SDH)

Di Susun Oleh :

kelompok D

1. Andre Anditiawan

2. Christ Yanuar Wicaksono

3. Fandi Gunawan

4. Iis Suherni

5. Maruwandi

6. Nabilla Syafira

7. Rahmatiah

8. Siti Dara Aulia

9. Triyanto

10. Zainal Bahrin
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Masalah Cedera kepala merupakan penyebab kematian tertinggi pada
kelompok umur dibawah 45 tahun (usia produktif), dan dari kasus-kasus trauma
yang berakhir dengankematian, cedera kepala menjadi penyebab kematian pada
lebih dari 70% kasus.
Demikian pula keadaan cacat menetap setelah trauma, sebagian besar
disebabkanoleh kerusakan susunan saraf pusat. Hal ini merupakan tantangan
umum bagikalangan medis untuk menghadapinya, dimana tampaknya
keberlangsungan prosespatofisiologi yang diungkapkan dengan segala terobosan
investigasi diagnosis medismutakhir cenderung bukanlah suatu hal yang
sederhana. Pada kasus-kasus cederakepala yang datang ke rumah sakit sebagian
berlanjut menjadi hematom. Frekwensihematom ini terdapat pada 75% kasus
yang datang sadar dan berakhir dengankematian.
Beberapa artikel menunjukkan bahwa peningkatan outcome yang baik
terjadipada penderita hematom subdural akut yang berusia muda. Pada penderita
yangberusia < 40 tahun rata-rata angka kematiannya 20%, usia 40-80 tahun rata-
rata angkakematian 65%, dan usia > 80 tahun rata-rata angka kematian 88%.
Waktu dari mulai cedera sampai dilakukan operasi mempengaruhi
prognosis.Telah dilaporkan bahwa SDH akut yang dilakukan operasi < 4 jam
setelah cedera,memiliki rata-rata angka kematian 30 %, dan > 4 jam memiliki
rata-rata angkakematian 90 %. 2,3Gambaran CT scan memberikan indikator
prognosis yang penting termasukvolume hematom, lebarnya midline shift akibat
hematom, sebagian berhubungandengan lesi intra dural akibat trauma, dan
kompresi basal cisterna.
Hematom traumatika disebabkan oleh robekan atau trauma oleh
penghentianmendadak. Terjadinya ekstravasase darah ke parenkim otak. Yang
paling seringterjadi adalah daerah temporal atau frontal, jarang terjadi di daerah
parietal danoccipital.
Dengan gambaran CT scan dapat memberikan indikator prognosis
yangpenting termasuk volume hematom, lebarnya midline shift (pergeseran otak
tengah)akibat hematom, sebagian berhubungan dengan lesi intradural akibat
trauma dankompresi basal cisterna. Ada korelasi erat antara pergeseran otak
dengan peningkatantekanan intrakranial, dimana semakin lebar deviasi midline
shift akan relatif semakintinggi tekanan intrakranialnya sehingga akan
memperburuk prognosisnya.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Kepala
a. Kulit kepala
Kulit kepala terdiri atas lima lapisan yaitu Skin, Connective tissue,
Aponeurosis, Loose areolar tissue, Pericranium (SCALP)
1. Skin adalah kulit tebal yang berambut, mengandung banyak kelenjar
sebasea.
2. Connective tissue adalah jaringan ikat dibawah kulit, yang merupakan
jaringan lemak fibrosa.
3. Aponeurosis (epicranial) merupakan tendon yang tipis yang
menghubungkan venter occipitale dan venter frontalle.
4. Loose areoral tissue adalah jaringan ikat longgar subaponeuroticum.
5. Pericranium merupakan periosteum yang menutupi permukaan luar tulang
tengkorak.
b. Tengkorak kepala
Tengkorak kepala disusun dari beberapa tulang yang saling berikatan pada
sendi yang tidak bergerak disebut sutura. Tulang-tulang tengkorak terdiri dari
kranium dan wajah. Kalvaria adalah bagian atas kranium dan basis kranii
adalah bagian paling bawah. Tulang tengkorak terdiri atas tabula eksterna dan
interna, dari substansia kompakta tulang dan dipisahkan oleh selapis
substansia kompakta tulang dan dipisahkan oleh selapis substansia spongiosa
yang disebut dipole. Tabula interna lebih tipis dan lebih rapuh dari pada tabula
eksterna.
c. Meninges
Lapisan otak dan medulla spinalis yaitu:
1. Durameter Duramater secara konvensional terdiri dari; lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Lapisan endosteal merupakan lapisan pembungkus
periosteum yang meliputi tulang-tulang tengkorak. Lapisan meningeal
merupakan membrana fibrosa padat dan kuat yang membungkus otak dan
berlanjut setelah melalui foramen magnum sebagai durameter medula
spinalis.
2. Subdural adalah space antara duramater dengan arachnoid.

Gambar lapisan subdural.

3. Arachnoidea mater Membrana impermeabel halus yang meliputi otak dan


terletak diantara piamater disebelah dalam dan duramater disebelah luar.
4. Piamater Membrana vaskular yang erat membungkus otak, meliputi giri
dan masuk kedalam sulki yang paling dalam. Membrana ini membungkus
saraf otak dan menyatu dengan epineureumnya.
d. Otak
Otak terletak dalam kavum kranii, yang terhubung dengan medulla
spinalis melalui foramen magnum. Otak terdiri dari beberapa bagian-bagian
utama yaitu: otak depan atau cerebrum, cerebellum atau diencephalon, otak
batang otak atau brainstem yaitu pons, medulla oblongata:
a) Cerebrum (otak besar) berfungsi untuk intelektual, alat sensor dan kontrol
fungsi motorik.
b) Cerebellum (otak kecil) merupakan pusat kordinasi gerak dan
keseimbangan.
c) Brainstem (batang otak) adalah tempat pusat kesadaran, pusat pernafasan
dan pusat kontrol listrik jantung dari batang otak ini 8 keluar syaraf syaraf
kranial, syaraf yang penting untuk pasien trauma kepala adalah syaraf
kranial III (Nervus occulomotor) yang mengontrol konstriksi pupil.
Apabila terjadi gangguan pada N III menyebabkan pupil bereaksi lambat
terhadap cahaya atau sama sekali tidak bereaksi dan dalam dilatasi.
d) Arteri Cerebral
Arteri serebral berasal dari arteri karotis interna dan vertebral, dimana
awalnya otak itu terbentuk dari proses pembentukan pembuluh darah yang
dikenal dengan arterial circle of willis, yang di bentuk pada bagian
anterior arteri serebral, oleh percabangan arteri karotis interna saling
terhubung dengan anterior communicating. Pada bagian belakangnya
terdapat dua arteri serebral posterior, percabangan dari basilar yang akan
terhubung satu sama lain pada kedua sisi dengan karotis interna oleh
posterior communicating, bagian otak yang masuk dalam sirkulasi arteri
ini 9 ialah lamina terminalis, optic chiasma, infundibulum, tuber cinereum,
corpora mammilaria

B. Subdural Hematom
Subdural Hematoma (SDH) merupakan perdarahan yang mengumpul
diantara duramater (outer layer) dan arakhnoid (midle layer) yang disebabkan
regangan dan robekan vena-vena drainage yang berjalan melintang
menggantung dirongga subdural antara permukaan kortikal otak dengan sinus
duramatris.

C. Klasifikasi
Klasifikasi hematom subdural dapat dibagi berdasarkan kronologisnya :
1. Hematom subdural akut terjadi < 72 jam pasca trauma, dengan gambaran
hyperdense pada ct scan.
2. hematom subdural subakut terjadi 4-20 hari pasca trauma,
dengangambaran isodense atau hypodense pada ct scan.
3. Hematom kronis terjadi > 20 hari pasca trauma, dengan gambaran
hypodense pada ct scan.
Gambar subdural hematom

D. Etiologi
Trauma dan non trauma
Penemuan saat operasi : Hematom berupa jendalan darah pada SDH
akut.Hematom berupa campuran jendalan dan cairan darah pada SDH
subakut.Hematom berupa cairan darah pada SDH kronis.

E. Patofisiologi
Trauma pada otak terjadi akibat pergerakan pada kepala melampaui batas
elastisitas dari struktur intrakravial, akibat trauma tersebut tergantung dari
macampergerakannya:
1. Kepala yang bergerak mengenai obyek yang diam, biasanya terjadi trauma
minor,contre coup.
2. Kepala bergerak terhenti tiba-tiba oleh pukulan (whiplash injury), terjadi
whitematter injury disebut diffuse axonal injury
3. Kepala diam dikenai objek bergerak, lesi coup (langsung)
4. Kepala bergerak mengenai objek yang bergerak, terjadi trauma coup dengan
atau tanpa diffuse axonal atau contre coup.

Mekanisme dari kerusakan otak pada trauma terdiri dari :Mechanical injury
dari neuron/axon,Perdarahan intrakranial,Edema,Iskemiayang disebabkan oleh
pembengkakan otak atau penekanan massa.

Subdural hematoma dapat disebabkan oleh suatu mekanisme cedera


akselerasi-deselerasi (akselerasi: kepala pada bidang sagital dari posterior ke
anterior, dan deselerasi: kepala dari anterior ke posterior) akibat adanya
perbedaan relatif arahgerakan antara otak terhadap fenomena yang didasari oleh
keadaan otak dapatbergerak bebas dalam batas-batas tertentu didalam rongga
tengkorak dan pada saat mulai gerakan (sesaat mulai akselerasi) otak tertinggal
dibelakang gerakan tengkorak untuk beberapa waktu yang singkat. Akibatnya
otak akan relatif bergeser terhadaptulangtengkorak dan duramater, kemudian
terjadi cedera pada permukaannya terutama pada vena-vena penggantung
(bridging veins).

Pada SDH akutruptur arteri kortikal mungkin berhubungan dengan cedera


ringan, dan tak adakontusio.Dalam suatu studi ruptur arteri kortikal selalu
ditemukan disekitar fissurasylvian (Matsuyama, 1997).Penyebab tersering yang
dijumpai sehari-hari adalah trauma otak traumatika.

Pada kasus-kasus cedera kepala berat 44%-nya mempunyai tekanan


intrakranial >20mmHg dan 82% mempunyai tekanan >10 mmHg. Tingginya
tekanan intrakranial mempunyai korelasi dengan prognosis penderita yang buruk.
(Normal tekananintrakranial 10-15 mmHg).Peninggian tekanan intrakranial yang
lebih dari 10 mmHg dikategorikan sebagai keadaan yang patalogis (hipertensi
intrakranial), yangberpotensi merusak otak serta berakibat fatal. Secara garis
besar kerusakan otak akibat tekanan tinggi intrakranial (TTIK) terjadi melalui dua
mekanisme yangpertama adalah sebagai akibat gangguan aliran darah serebral
dan kedua adalah sebagai akibat dari proses mekanis pergeseran otak yang
kemudian menimbulkan distorsi dan herniasi otak.

F. Tanda dan Gejala Klinis


a. Gejalanya cenderung berubah-ubah, diantaranya adalah:
- Cedera dini (trauma pada kepala)
- Kehilangan kesadaran pasca cedera kepala (bisa sadar kembali atau tidak
untuk suatu periode, penurunan ketajaman perhatian setelah kesadaran
awal)
- Mengantuk
- Sakit kepala (menetap, temporer/berubah-ubah)
- Penurunan/ gangguan penglihatan (bula, bisa mata kiri kanan)
- Penurunan sensasi / mati rasa (ektremitas, wajah, dan defisit neurologis)
- Kurangnya perhatian terhadap lingkungan
- Kehilangan pergerakan (paralysis)
- Confusion, Delirium
- Perubahan personal (irritabilitas, apatis)
- Penurunan memori
- Proses pemikiran / perhatian yang lambat
- Gangguan bicara atau bahasa
- Penarikan diri dari interaksi social
- Tak adanya keringat pada satu sisi di dahi

b. Gejala yang khas pada bayi < 6 bulan, diantaranya :


- Fontanel yang menonjol
- Peningkatan / penambahan lingkar kepala
- Sutura yang meregang terpisah)
- Irritabilitas
- Menangis yang melengking
- Sunset Eyes
- Focal seizure
- Serangan tonik klonik yang umum.

c. Glasgow Coma Scala (GCS)

Glasgow Coma Scala (GCS) adalah kriteria yang secara kuantitatif


danterpisah menilai respon membuka mata (E), respon motorik terbaik (M), dan
responverbal terbaik (V) yang dapat diperlihatkan penderita, yang disusun
berdasarkansebuah studi internasional yang dikoordinasikan dari kota Glasgow
dan diterimasecara luas untuk menilai derajat/tingkat kesadaran penderita."
Kriteria inimemberikan skor 1-4 untuk E, 1-6 untuk M dan 1-5 untuk V dan
hasil kumulasinyamenentukan tingkat kesadaran yaitu skor tertinggi 15 (4+6+5)
untuk penderita sadarpenuh lalert, dan skor terendah 3 (1+1+1) untuk penderita
koma dalam. Responmembuka mata dan respon verbal terbaik memberikan
penilaian yang lebih tertujupada kortek serebri, sedangkan respon motor terbaik
menilai secara menyeluruhmulai dari kortek serebri, diensefalon dan batang
otak.

Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scule atau GCS) Respon membuka mata
(Eye atau E)Skor

4 : Membuka mata spontan.

3 : Membuka mata terhadap panggilan.

2 : Membuka mata terhadap rangsang nyeri.

1 :Tak mau membuka mata sama sekali.

Respon Motorik Terbaik (Motor atau M)Skor 6: Mengikuti perintah (following


comand).
5 : Melokalisasikan nyeri

4 : Fleksi normal (withdrawal refler) dengan rangsang nyeri.

3 : Posisi dekortikasi (fleksi ekstremitas atas dan ekstensi ekstremitas

bawah).

2 : Posisi deserebrasi (ekstensi ekstremitas atas dan bawah).

1 : Tak ada respon motorik.

Respon Verbal Terbaik (Verbal atau V)Skor 5: Bicara terarah (orientasi baik).

4 : Bingung (ada disorientasi).

3 : Kalimat tak dimengerti (tapi kata-kata masih jelas).

2 : Kata-kata yang tidak jelas (suara yang tak dimengerti)

1 : Tak ada suara.

Berdasarkan atas derajat penurunan tingkat kesadaran penderita, serta


ada tidaknya defisit neurologik fokal, penderita dikelompokkan menjadi cedera
kepala ringan(CKR) dengan GCS 15-13, cedera kepala sedang (CKS) dengan
GCS 12-9 dan cederakepala berat (CKB) dengan GCS < 8. Penurunan angka
GCS ini akan selalu sinkron dan sesuai dengan penurunan gangguan fungsi yang
terjadipada otak secara rastro-kaudal, mulai dari kortek, diensefalon, sampai ke
batang otakatas (mesensefalon). Seseorang dinyatakan koma/tidak sadar, bila
mana tidak dapat lagi mengikuti perintah betapapun sederhananya (M<5), tidak
dapat mengucapkankata yang dimengerti (V <2), dan tidak ada respon membuka
mata (E-1). Dengandemikian derajat dalamnya koma lebih bisa dinilai
berdasarkan respon motorik terbaiknya, mulai dari skor 6 (sesuai perintah)
sampai skor 1 (tak ada respon).

G. Insiden
SDH akut terjadi 5-25% pada penderita-penderita dengan cedera
kepalaberat(CKB).Kejadian SDH kronis telah dilaporkan 1-5,3 kasus per 100.000
orangpertahun. Pada penelitian belakangan ini tingginya insiden dimungkinkan
karenateknik imaging yang lebih baik. Pada SDH lebih sering terjadi pada laki-
laki dibandingkan dengan wanita dengan ratio 3 : 1, sedangkan pada SDH kronis
ratio pada laki-laki dengan wanita 2 : 1.13SDH akut yang dihubungkan dengan
tingginya angka mortalitas danmorbiditas; pada SDH simpel dilaporkan dari
seluruh kasus dan dinyatakansecara tak langsung bahwa tidak adanya cedera
parenkim, dengan angka mortalitas20%. Pada SDH terkomplikasi dilaporkan
untuk kasus-kasus yang tersisa denganadanya cedera parenkim (seperti: Kontusio
atau Laserasi pada hemisferserebral), angka mortalitasnya + 50%.
SDH yang dihubungkan dengan faktor usia resiko trauma tumpul
kepala)umumnya terjadi pada usia > 60 tahun, sebagai predisposisi atropi serebral
akibatkurang elastisitas bridging vein, sehingga vena tersebut mudah mengalami
cedera.SDH bilateral lebih sering terjadi pada infans(bayi), dan SDH
interhemisfer seringdihubungkan dengan child abuse. Terdapat hubungan yang
signifikan antarapenambahan usia dan peningkatan angka kematian terutama pada
penderita diatas 65tahun. Penderita dengan usia<35 tahun mempunyai angka
mortalitas rata-rata 54 %dengan functional survival 38%. Dibandingkan penderita
dengan usia diatas 65 tahunangka mortalitasnya 82% dan 5% functional survival.
Menurut National TraumaticComa Data Bank 1979, pada penderita dengan cedera
kepala berat menunjukkanperbedaan usia dengan outcome signifikan secara
statistik, dimana penderita yang usianya diatas 60 tahun menunjukkan 80%
dengan outcome yang buruk dan hanya 5% dengan outcome yang baik. Pada usia
dibawah 20 tahun menujukkan outcomeyang baik sebesar 56% dan usia 20-60
tahun menujukkan outcome yang baik 39%.Dengan demikian bertambahnya usia
akan makin buruk prognosisnya.

H. Pencegahan
Kecelakaan-kecelakaan yang meliputi cedera kepala merupakan
penyebabutama kematian pada anak muda, beberapa kecelakaan berhubungan
dengan obat-obatan dan alkohol. Hal ini dapat dihindari dengan tindakan
pencegahan yangsederhana atau mengggunakan perlengkapan keamanan.

Untuk menolong mencegah cedera kepala :

1. Jika anda minum alkohol (cukup banyak), jangan mengendarai kendaraan


setelahminum alkohol atau obat-obatan.
2. Jika anda bekerja di tempat ketinggian, gunakan perlengkapan keamanan
untukmenghindari dari jatuh (kecelakaan). Jangan bekerja ditempat ketinggian
jika andamerasa pusing atau goyangPeriksa visus mata secara teratur, jika
menurun dapat meningkatkan resiko jatuh atau kecelakaan. Khususnya pada
orang tua yang bekerja ditempat ketinggian.
3. Jika anda usia tua, yakinkan dirumah atau apartemen dari bahaya atau resiko
seperti kejatuhan barang dan kawat sambungan, karena dapat menyebabkan
anda tersandung atau jatuh. Jika anda berjalan merasa goyang gunakan
tongkat atauwalker.
4. Gunakan helm jika mengendarai sepeda, sepeda motor dan seat belts dimobil.
5. Pemberian obat pada cedera kepala dengan hematom yang tipis seperti
warfarin (coumadin), aspirin, anti inflamasi lain dapat meningkatkan resiko
perdarahan dikepala.
6. Jangan menyelam, jika kedalaman air tak diketahui atau bila ada batu-batu
dipermukaan air

I. Diagnosis
Semua cedera kepala harus dievaluasi secara tepat oleh dokter khususnya
bila ada kehilangan kesadaran dan harus mengetahui :
a. Bagaimana terjadinya cedera
b. Gejala apa yang timbul
c. Apakah telah mengalami cedera kepala sebelumnya
d. Bila cedera berulang merupakan gangguan yang serius
e. Apakah mempunyai masalah medis lain
f. Menggunakan obat apa saja
g. Apakah orang tersebut peminum alkohol atau pengguna obat
h. Apakah ada gejala cedera yang lain (sakit leher, sesak nafas, dan lain-lain).

Hematon traumatik discbabkan oleh robekan atau trauma olch


penghentianmendadak. Terjadinya ekstravasasi darah ke parenkim otak. Yang
paling seringterjadi adalah daerah temporal atau frontal, jarang terjadi di derah
parietal atauoccipital. Umumnya terjadi superfisial, jarang mengenai daerah
profunda sepertiganglia basulis, atau capsula interna. Apabila terjadi di deerah
basal / pituitry atau sekitrar pons oleh trauma atau fraktur basis cranii, biasanya
berakibat fatal. Koagulasiintravaskuler akan menimbulkan pengeluaran
tromboplastin jaringan yang berakibatgangguan koagulasi, hal ini dapat
menyebabkan hematom bisa membersar.

Diagnosis hematom ini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan


angiografiserebral, sken komputer, tomografi otak dan sken resonansi magnet
berupa tampilan lesi bikonkav seperti bulan sabit dipermukaan otak. Sken
resonansi magnet cenderung lebih bermakna dalam membedakan hematom
subdural berdasarkan kronologis akut-kronisnya. Sebagian besar hematom
berlokasi diselebar konveksitas supratentorial,dan ada beberapa yang terletak
difosa posterior dan falks. Kedua lokasi terakhirsering terjadi pada anak.

SDH didaerah fossa posterior (lokasi yang tak lazim) lebih sering terjadi
padaneonatus oleh karena trauma bagian belakang kepala akibat laserasi
tentorium padakelahiran. Hematom ini biasanya dihubungkan fraktur linier
vertikal, dari CT scanterlihat hematom didaerah fossa posterior yang menekan
ventrikel IV ke anterior.

Dengan pemberian kontras akan terlihat sinus transversus yang terpisah


dengan tabulaintema oleh hematom. Kadang sulit membedakan epidural dan
subdural hematom didaerah ini Pada pemeriksaan CT scan (akurasi diagnostik
perdarahan > 90 %). Hematomsubdural klasik akan memberikan gambaran yang
berbentuk bulan sabit (crescent)selebar konveksitas otak, sedangkan hematom
epidural klasik akan tampil sebagai lesibikonveks. Gambaran CT scan pada SDH
akut memberikan gambaran hiperdens,isodens pada SDH sub akut dan hipodens
pada SDH kronis.

CT scan lebih akurat dibanding klinis, EEG atau angiografi. Angiografi


perludilakukan bila ada oklusi pembuluh darah, fistula karotiko kavernosus,
aneurismaatau spasme arteri.24Pada MRI umumnya konfigurasi SDH berbentuk
kresentris (bulan sabit)namun perlu diingat bahwa SDH yang dapat memberi
gambaran berbentukbikonveks yang serupa dengan gambaran EDH, SDH hiper
akut (yang terdiri daricampuran oksi Hb dan deoksi Ib) akan menampilkan
gambaran hipo/isointens padaT1 dan hiperintens 12. Hematom subdural akut
terdiri dari deoksi Hb dalam sel darahmerah yang intak yang memberi gambaran
hipo/isointens pada Ti dan hipointens T2

SDH sub akut (dalam deoksi Hb intra seluler telah dioksidasi menjadi met
Hb) akanmemberi sinyal hiperintens TI dan hipointens T2. Pada SDH kronik telah
terjadi lisissel darah merah dan menghasilkan met Hb bebas) akan memberi sinyal
hiperintens.

J. Penatalaksanaan

SDH akut atau subakut adalah merupakan suatu keadaan gawat darurat,
tujuandari pengobatan termasuk penilaian life saving, kontrol pada gejala-
gejala,memperkecil atau pencegahan gangguan otak permanen / lebih lanjut.
Penilaian lifesaving termasuk usaha-usaha pada Breathing dan circulation
(primary survey sesuai dengan ATLS).

a. Konservatif
Pada penderita SDH dengan volume yang kecil dapat dikelola
secarakonservatif. Sebagian penderita ini mengalami pemulihan yang baik dan
sebagian lagiilakukan operasi evakuasi hematom beberapa hari kemudian.
Mathew dkk.Menganjurkan beberapa petunjuk untuk menyeleksi penderita SDH
akut dengan terapi konservatif :
- Glasgow coma scale (GCS) 13 ketika cedera
- Pada CTscan tidak ditemukan adanya intrakranial hematom lain atau
edema otak
- Millineshifi < 10 mm, dan 4) Tidak ada basal cisternal effacement. SDH
akut yang minimal (<5mm) ketebalan hematomnya pada ct scan,
tanpaefek massa yang mempengaruhi midline shift atau tanda-tanda
neurologis, dapat diikuti secara klinis. Resolusi hematom dapat
didokumentasikan dengan gambaranserial, sebab pada SDH akut yang
diobati secara konservatif dapat berkembang menjadi hematom yang
kronis. Pengobatan medis yang darurat disebabkan oleh herniasi
transtentorial dengan pemberian manitol (penderita yang mendapat
resusitasicairan yang adekuat dan tekanan darah yang normal), pemberian
diuretik inidigunakan untuk mengurangi pembengkakan. Pemberian
phenytoin (dilantin) untukmengurangi resiko kejang yang terjadi akibat
serangan pasca trauma, karena penderita yang mempunyai resiko epilepsi
pasca trauma 20% setelah SDH akut.

Phenytoin efektif diberikan sampai dengan hari ke tujuh setelah


cedera, dan tidakefektif untuk pencegahan serangan pada trauma yang
lanjut. Pemberian antibiotikadiberikan untuk menurunkan resiko infeksi
pada post operasi. Pemberian transfusi dengan Fresh Frozen Plasma(FFP)
dan trombosit, dengan mempertahankanprothombine time diantara rata-rata
normal dan nilai trombosit > 100.000. Pemberiancorticosteroid, seperti
deksametason dapat digunakan untuk mengurangi inflamasi dan
pembengkakan pada otak.

b.Pembedahan

Evakuasi secara bedah merupakan pengobatan definitif dan tak


bolehterlambat, karena menimbulkan resiko berupa iskemia otak dan
hiperventilasi.Pembedahan pada SDH akut dengan kraniotomi yang cukup
luas untuk mengurangipenekanan pada otak(dekompresi), menghentikan
perdarahan aktif subdural, danevakuasi jendalan darah intra parenkimal.
Setelah evakuasi hematom pada SDH akut, pemberian obat ditujukan
untukpengontrolan terhadap tekanan intrakranial (TIK) dan mempertahankan
tekananperfusi serebral di atas 60-70 mmHg. Parameter ini dipertahankan
selama periode perioperative. Bila dalam 24 jam ditemukan terjadinya suatu
SDH akut berulang atau adasuatu peningkatan tekanan intrakranial dilakukan
follow up dengan pemeriksaan CTScan ulang segera untuk melihat lesi
intrakranial atau reakumulasi suatu SDH. Pemeriksaan pembekuan trombosit
darah setelah tindakan operasi (PTT, PTTK),diikuti untuk mengoreksi jika
ada suatu resiko perdarahan tambahan.

K. Komplikasi
- Gangguan otak permanen
- Kejang
- Herniasi otak
- Hydrocephalus dengan tekanan yang normal
- Gejala-gejala yang persisten kehilangan memori, sakit kepala, pusing,
gelisah, dan
- Kesulitan konsentrasi)
- Post operasi (peningkatan TIK, edema otak, hematom recuren,
infeksi,kejang)
L. Prognosis
Terdapat hubungan yang signifikan antara penambahan usia dan
peningkatanangka kematian terutama pada penderita diatas 65 tahun. Penderita
dengan usia < 35 tahun mempunyai angka mortalitas rata-rata 54 % dengan
functional survival 38%.Dibandingkan penderita dengan usia diatas 65 tahun
angka mortalitasnya 82% dan5% functional survival. Menurut National Traumatic
Coma Data Bank 1979, padapenderita dengan cedera kepala berat menunjukkan
perbedaan usia dengan outcomesignifikan secara statistik, dimana penderita yang
usianya diatas 60 tahunmenunjukkan 80% dengan outcome yang buruk dan hanya
5% dengan outcome yangbaik. Pada usia dibawah 20 tahun menujukkan outcome
yang baik schesar 56% danusia 20-60 tahun menujukkan outcome yang baik 39%.
Dengan demikianbertambahnya usia akan makin buruk prognosisnya.

M. Tinjauan Anestesi

a. Anestesi Umum (General Anestesi)

Anestesia adalah suatu keadaan narcosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya reflek
(Smeltzer, S C, 2002). Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan menurut
jenis kegunaannya dibagi menjadi anestesi umum yang disertai hilangnya
kesadaran, sedangkan anestesi regional dan anestesi local menghilangya rasa nyeri
disatu bagian tubuh saja tanpa menghilangnya kesadaran (Sjamsuhidajat & De
Jong, 2012). Menurut Mangku (2010) general anestesi merupakan tindakan
meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih
kembali (reversible). General anestesi menyebabkan mati rasa karena obat ini
masuk ke jaringan otak dengan tekanan setempat yang tinggi. Selama masa
induksi pemberian obat bius harus cukup untuk beredar di dalam darah dan tinggal
di dalam jaringan tubuh. Beberapa teknik general anestesi yaitu anestesi inhalasi
adalah Endotrakea Tube (ETT) dan Laringeal Mask Airway (LMA),Endrotrakea
Tube (ETT)

b. Definisi

Endotracheal tube merupakan jalan napas buatan untuk menghubungkan


antara saluran pernapasan dengan ventilasi mekanik. Endotracheal tube digunakan
untuk memberikan oksigen secara langsung kedalam trakea dan merupakan sarana
untuk mengontrol ventilasi dan oksigenasi (Sundana, 2015). Endotracheal tube
adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengamankan jalan napas atas
dengan cara memasukan ETT melalui laring kedalam trakea untuk menghantarkan
gas dan uap ke dan dari paru-paru (Spiegel, 2010).
Untuk mempertahankan posisi dan kedudu-kan endotracheal tube yang tepat
cuff ETT harus dikembangkan dengan tekanan udara yang cukup 18-22 mmHg
(25-30 cmH2O), sehingga tidak menyebabkan iskemik trakhea, mikroaspirasi dan
tidak menyebabkan kebocoran udara di saat ventilator mengalihkan tekanan atau
volume inspirasi ke dalam paru pasien. Tekanan cuff yang kurang tepat akan
mengakibatkan kebocoran dan masuknya udara ke dalam lambung atau aspirasi
dari lambung menuju paru-paru (Sundana, 2015).

c. Jenis-jenis ETT

i. ETT Non Kinking

ii. ETT Kinking

d. Indikasi ETT

i. Membebaskan jalan nafas

ii. Untuk Pemberian pernafasan mekanis (dengan ventilator)

e. Kontraindikasi ETT

i. Obstruksi jalan napas total

ii. Kelainan pada supraglotis atau glottis

iii. Trauma laring

iv. Transeksi jalan napas

v. Deformitas wajah atau orofaring


BAB III

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI

PADA PASIEN DENGAN SUBDURAL HEMATOMA

A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
No RM : 115073
Diagnosis : SDH frontotemporoparietal Dextra
Tindakan operasi : Craniotomy Evakuasi Hematom
Tindakan Operasi : 15 Januari 2022
Tanggal MRS : 14 Januari 2022
Tanggal pengkajian : 15 Januari 2022 jam pengkajian: 08.00
:
Jaminan : BPJS

2) Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny. N
Umur : 40 th
Alamat : Cilacap
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Hubungan dengan pasien : Istri

b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Tn. M mengalami penurunan kesadaran sejak setengah jam
sebelum masuk ke Rumah Sakit akibat jatuh dari kamar mandi
b. Saat Pengkajian
Pasien tidak sadar, terlihat hanya berbaring selama masuk RS

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Tn. M datang ke RS Mitra Plumbon Indramayu dengan keluhan
penurunan kesadaran sejak setengah jam sebelum masuk RS, pasien
cenderung tidur, tidak respon saat di panggil, di goyang- goyang badannya
juga tidak respon, tidak muntah , dan tidak demam. Pasien di temukan
keluarga jatuh di kamar mandi rumahnya

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sudah sekitar 3 tahun berobat rutin ke dokter spesialis jantung
karena mengalami Atrial Fibrilasi dan sudah sekitar 3 bulan ini rutin
mengkonsumsi pengencer darah.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan bahwa ayah pasien mempunyai penyakit hipertensi
5. Riwayat Kesehatan
 Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? (tidak)
 Riwayat operasi sebelumnya (tidak pernah)
 Riwayat Anestesi sebelumnya (tidak pernah)
 Apakah pasien pernah transfusi darah? (tidak)
 Apakah pasien pernah di diagnosis penyakit menular? (tidak)
6. Riwayat pengobatan/ Konsumsi obat
a. Obat yang pernah di konsumsi :
b. Obat yang sedang di konsumsi : (-)
7. Riwayat Alergi : (tidak)
8. Riwayat Kebiasaan : (-)

c. Pola Kebutuhan Dasar


1. Udara atau Oksigen
Sebelum sakit
a. Gangguan pernafasan : Tidak ada
b. Alat bantu pernafasan : Tidak ada
c. Sirkulasi udara : Baik
d. Keluhan : tidak ada
e. Lainya : tidak ada
Saat sakit
a. Gangguan pernafasan : Tidak ada
b. Alat bantu pernafasan : Tidak ada
c. Sirkulasi udara : Baik
d. Keluhan : tidak ada
e. Lainya : tidak ada
2. Air/Minum
Sebelum sakit
a. Frekuensi : 8-9 gelas
b. Jenis : Air putih
c. Cara : Di masak
d. Minuman terakhir : Air putih
e. Keluhan : Tidak ada
Saat sakit
a. Frekuensi : 5-6 gelas
b. Jenis : Air putih
c. Cara : Air mineral
d. Minuman terakhir : Air putih
e. Keluhan : Tidak ada
3. Nutrisi/ Makanan
Sebelum sakit
a. Frekuensi : 3-4 kali/hari
b. Jenis : Nasi, lauk, sayur
c. Porsi : Habis 1 porsi
d. Diet khusus : Tidak ada
e. Makanan yang disukai : Makanan pedas
f. Nafsu makan : Baik
g. Puasa terakhir : Tidak ada
h. Keluhan : Tidak ada
i. Lainnya : Tidak ada

Saat sakit

a. Frekuensi : 2 kali/hari
b. Jenis : Bubur
c. Porsi : 1/2 porsi
d. Diet khusus : Diet tinngi serat
e. Makanan yang disukai : Makanan pedas
f. Nafsu makan : Menurun
g. Puasa terakhir : Tidak ada
h. Keluhan :
i. Lainnya : Tidak ada

4. Eliminasi
a. BAB
Sebelum sakit
 Frekuensi : 1-2 kali/hari
 Konsistansi : padat
 Warna : kuning kecoklatan
 Bau : khas feses
 Cara : spontan
 Keluhan : tidak ada
 Lainnya : tidak ada

Saat sakit
 Frekuensi : 1 kali/hari
 Konsistansi : keras
 Warna : kuning kecoklatan
 Bau : khas feses
 Cara : menggunakan alat
 Keluhan :
 Lainnya : tidak ada

b. BAK
Sebelum sakit
 Frekuensi : 6-9 kali/hari
 Konsistansi : Cair
 Warna : Kuning Jernih
 Bau : Khas urine
 Cara : Spontan
 Keluhan : Tidak ada
 Lainnya : Tidak ada

Saat sakit

 Frekuensi : 4-5 kali/hari


 Konsistansi : Cair
 Warna : Keruh
 Bau : Khas urine
 Cara : Menggunakan alat
 Keluhan :
 Lainnya : Tidak ada
5. Pola Aktivitas dan Istirahat
a. Istirahat
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan Minum √
Mandi √
Toileting √

Berpakaian √
Berpindah √

0 : mandiri
1 : alat bantu
2 : di bantu orang lain
3 : di bantu orang lain dan alat
4 : tergantung total

b. Istirahat dan Tidur


Sebelum sakit
1. Apakah pernah menglami insomnia? (tidak)
2. Jam berapa anda sering tidur? (malam jam 20.00, siang 30 menit)
Saat Sakit
1. Apakah pernah insomnia? (tidak sadar)
2. Jam berapa sekarang anda tidur? (-)

6. Interaksi Sosial
 Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok danteman-
teman : (baik)
7. Pemeliharaan Kesehatan
 Rasa Aman : Pasien tidak sadar
 Rasa Nyaman : Pasien tidak sadar
 Pemanfaatan pelayanan kesehatan : jika merasa ada keluhan keluarga
langsung memeriksakan ke dokter keluarga.
8. Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam kelompok
sosial sesuai dengan potensinya
 Konsumsi Vitamin : Jarang
 Imunisasi : Lengkap
 Olah raga : 1kali/hari
 Upaya keharmonisan keluarga : baik
 Stress dan adaptasi : baik

2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada 05 desember 2021
a. Kesadaran : Apatis
Keadaan Umum : Sakit berat
GCS : E1 V3 M3
Penampilan : Pasien berbaring
Tanda-tanda Vital : TD : 128/82 N : 204x/menit RR : 28x/menit S:
36,8C BB : 60kg
b. Pemeriksaan 6B
1. B1 (BREATH)
 Wajah : Normal
 Gigi palsu : Tidak ada
 Cuping hidung : Tidak ada
 Tonsil : T0
 Obstruksi jalan nafas : Tidak di temukan
 Bentuk leher
 Inspeksi : leher panjang, pembesaran KGB (-), gerak vertebrae
servikal baik.
 Palpasi : trakea teraba di tengah, terdapat nyeri tekan di leher
 Thorax
a. Jantung
 Inspeksi : Tampak ictus cordis 2cm di bawah papila mamae sinistra
 Palpasi : Ictus cordis teraba kuat
 Perkusi:
i. Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra
ii. Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dextra
iii. Batas bawah kiri : ICS V garis midclavikula sinistra
iv. Batas bawah kanan : ICS IV garis parasterna dextra
 Auskultasi : BJ I & II regular , tidakditemukan gallop dan murmur.

b. Paru
 Inspeksi : Gerak Dinding dada simetris.
 Palpasi : Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiridan tidak
terdapat ketertinggalan gerak.
 Perkusi : Sonor kedua lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

2. B2 (BOOD)
 Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)
 Vena jugularis : Tidak
 BJ I : Tunggal
 BJ II : Tunggal
 Bunyi jantung : Murmur (-)

3. B3 (BRAIN)
Kesadaran : Apatis
GCS : E1 V3 M3
Reflek fisiologis
a. Reflek bisep :-
b. Reflek trisep :-
c. Reflek brachiradialis :-
d. Reflek pattela :-
e. Reflek achiles :-
Reflek Phatologis
a. Reflek babinski : -
b. Reflek chaddok :-
c. Reflek schaeffer :-
d. Reflek oppenheim : -
e. Reflek gordon :-

4. B4 (BOWEL)
- Frekuensi Peristaltic Usus:
- Titik Mc. Burney :-
- Borborygmi :-
- Pembesaran hepar : Tidak
- Distensi : Tidak
- Asites : Undulasi

5. B5 (BLADER)
- Buang air kecil : Tidak
- Terpasang kateter : □Ya □Tidak
- Gagal ginjal : □Ya □Tidak
- Infeksi saluran kemih : □Ya □Tidak
- Produksi urine : cc
- Retensi urine : □Ya □Tidak

6. B6 (BONE)
a. Pemeriksaan tulang belakang
Kelainan tulang belakang: Kyposis (-), Scoliosis (-), Lordosis (-),
Perlukaan (-), infeksi (-), mobilitas (Terbatas), Fibrosis (-), HNP
(-)
b. PemeriksaanEkstremitas
- Ekstremitas Atas
 Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas ( -),
Fraktur(-), terpasang gips (-), Traksi ( - ), atropi otot ( -),
IV line: terpasang di tangan kiri, ukuran abocatch No. 18,
tetesan: 20 tetes.menit
 Palpasi
Perfusi :
CRT :
Edema : 1-4
Lakukan uji kekuatan otot : Ada kelemahan ekstremitas
kiri

- Ekstremitas Bawah
 Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris / asimetris),
deformitas (-) Fraktur (-), terpasang gips (-), Traksi
( - ), atropi otot ( -) , ada kelemahan ekstremitas kiri

3. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematokrit 32,0 40 – 52 %
Hemoglobin 10,5 13,2 – 17,3 g / dL
Leukosit 7,97 3,8-10,6 10^/3uL
Eritrosit 3,66 4,40– 5,90 10^ 6/uL
Trombosit 270 150-450 10^3/uL
Monosit 5,5 2-8 %
Netrofil 85,5 50-70 %
Eosinofil 0,3 2-4 %
Basofil 0,0 0-1 %
Glukosa 111 <140 mg/dL
SGOT 152 0 – 50 U / L
SGPT 20 0 – 50 U / L
Ureum 15,77 19 – 44 mg / dL
Creatinin 1,02 0 – 1,2
Na 139 135 – 148 mEq/L
K 4,1 3,5 – 5,3 mEq/L
Cl 97 98 – 108 mEq/L
Hbs Ag Non reaktif Non reaktif
CT 4,45 1 – 6 menit
BT 1,45 1 – 3 menit
PT 10,8 9,9 – 11,8 detik
APTT 33,2 26,4 – 37,5 detik
SARS-COV-2 nucleid negatif
acid test

b. Pemeriksaan radiologi

CT SCAN kepala tanpa kontras ( 27 September 2021 )

Kesan : Chronic subdural hematom pada frontotemporoparietal kanan di


sertai tanda- tanda peningkatan intra kranial
4. Diagnosa anestesi
Laki – laki usia 53 tahun, diagnosa medis SDH frontotemporoparietal
Dextra yang akan di lakukan Craniotomi evakuasi hematom dengan status
fisik ASA III/E direncanakan General Anestesi dengan ETT non kinking
No 7,5. Saran : informed consent , hentikan makan minum sejak di
konsulkan untuk dilakukan operasi emergency, premedikasi di kamar
operasi, pasang IV line 20G, berikan metoclopramide 1 amp dan ranitidin 1
amp untuk mengurangi resiko muntah dan aspirasi saat intubasi.

5. Persiapan penatalaksanaan anestesi

Persiapan pasien

a. Persiapan fisik

Cek identitas , mengganti baju menggunakan pakaian operasi, cukur


rambut kepala.

b. Persiapan fisiologis

Keluarga mengatakan tidak ada allergi obat. Memberikan


obat Metoclopramide 1 amp dan Ranitidin 1 amp untuk mempercepat
absorbsi makanan yang ada di lambung sehingga mencegah terjadinya
muntah dan aspirasi intra operasi.
c. Persiapan psikologis

Keluarga pasien terutama istri pasien tampak cemas dan pasrah


terhadap operasi yang akan dilakukan.
d. Informed consent Sudah ada

6. Assesmen pra induksi

Jam pemeriksaan pukul 11.45 WIB Makan minum terakhir pukul 08.00
WIB ,Tekanan darah = 128/82 mmHg, HR = 204 x/menit S= 36,9 ° C , SpO2
93% infus perifer tangan kanan ukuran 20G, infus perifer tangan kiri ukuran
20G. infus lancar.

a. Persiapan alat

Persiapan alat general anestesi :

- Mesin anestesi
- sumber gas ( O2,AIR) ,
- Stetoskop
- laringoskope dengan blade no 3
- Facemask dewasa ukuran Large
- Plester
- OPA ukuran 3,
- ETT Nonkin-kin ukuran 7/7,5
- Stylet
- Magil forcep
- Konektor
- Spuit balon
- Suction, jelly
- Handscoon
- Persiapan bed side monitor yaitu tekanan darah, nadi, pulse
oxymetri.

Lembar monitor selama durante anestesi juga disiapkan.

b. Tehnik anestesi

Tehnik anestesi yang digunakan adalah general anestesi GETA

c. Persiapan alat monitoring anestesi

Persiapan monitoring pada NIBP, SpO2 dan arteri line

d. Persiapan obat

- Obat untuk premedikasi : fentanyl 25mcg


- Obat induksi : recofol 25mg dan ketamin 25mg
- Obat analgetik : lidocain 2%, tramadol 100 mg,
ketorolac 30 mg, dexketoprofen
- Obat emergency : dobutamin 5mg/ jam
- Obat muscle relaxan : Rocuronium 30 mg
- Maintenance : Inhalasi sevoflurane 1%,
Fentanyl 75 mcg/jam, Rocuronium 10 mg/jam 7) Cairan
infuse.

B. ANALISIS DATA PRA ANESTESI

Senin, 15 Januari 2022

Pukul 09.45 WIB

No. Data Masalah Penyebab


1. DS : Ketidakefektifan Penumpukan sekret
DO : bersihan jalan nafas
Terdengar suara ronchi di kedua
paru, SPO2 93 %

2. DS: Ketidakefektifan Perdarahan di otak


Keluarga mengatakan pasien perfusi jaringan
tidak sadar setelah jatuh dari cerebral
kamar mandi DO:
GCS: 7 = E1V3M3
Kesadaran : apatis
SPO2 93 %
Ekstremitas kiri mengalami
kelemahan
.
C. DIAGNOSA DAN PERENCANAAN PRA ANESTESI

Senin, 15 Januari 2022

Pukul 09.45 WIB

No. Diagnosa Tujuan Perencanaan


1. Ketidakefektifan NOC NIC I :
bersihan jalan 1. Respiratory status : NIC Airway suction
nafas berhubungan Ventilation 1. Kaji fungsi
dengan 2. Respiratory status : pernapasan
penumpukan Airway patency Kriteria Hasil : 2. Auskultasi bunyi
sekret 1.Suara nafas yang bersih 2. napas
Tidak ada sianosis dan 3. Bersihkan sekret dari
dyspneu mulut dan trakea,
3. Menunjukkan jalan nafas yang penghisapan sesuai
paten (irama nafas, frekuensi keperluan
pernafasan dalam rentang 4. Gunakan alat yang
normal, tidak ada steril setiap
suara nafas abnormal) melakukan tindakan
5. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
6. Pengkajian perlu
dilakukan untuk
mengetahui
penurunan
pernafasan bunyi
nafas dapat
menunjukkan
atelektesis. Ronki
menunjukkan
ketidakmampuan
untuk membersihkan
jalan nafas.
7. Mencegah
obstruksi/aspirasi.
8. penghisapan dapat
dilakukan bila klien
tidak mampu
mengeluarkan sekret
9. Kolaborasi untuk
pemberian obat
mucolitik

2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. identifikasi


perfusi jaringan kepenataan anestesi di peningkantan tekanan
cerebral harapkan tidak terjadi intracranial.
berhubungan Ketidakefektifan perfusi 2. monitor peningkatan/
dengan jaringan cerebral dengan penurunan TD
Perdarahan di kriteria hasil : 3. monitor penurunan
otak 1. tingkat kesadaran frekuensi jantung
meningkat. 4. monitor ireguleritas
2. tekanan darah membaik irama nafas
5. monitor penurunan
tingkat kesadaran.
6. monitor perlambatan
atau ketidak simetrisan
respon pupil.

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN PRA ANESTESI

Senin, 15 Januari 2022

Pukul 09.45 WIB


No. Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. Ketidakefektifan 1. mengkaji fungsi S: -
bersihan jalan pernapasan O : Bunyi nafas normal,
nafas berhubungan 2. Auskultasi bunyi napas vesikuler
dengan 3. Membersihkan sekret dari Terpasang nasal canule
penumpukan sekret mulut dan trakea, oksigen 4lpm
penghisapan sesuai HR : 204x/mnt, Spo2 93% -
keperluan RR : 28x/i - T : 36,7C
4. Menggunakan alat yang A : Masalah belum teratasi
steril setiap melakukan P : Intervensi dilanjutkan
tindakan 1. Mengauskultasi
5. Memposisikan pasien bunyi pernapasan
untuk memaksimalkan 2. Membantu
ventilasi membersihkan
6. Mencegah sekret dari mulut
obstruksi/aspirasi dengan dan trakea,
pemasangan OPA penghisapan sesuai
7. Melakukan penghisapan keperluan
lendir menggunakan 3. Kolaborasi untuk
suction pemberian obat
mucolitik

2 Ketidakefektifan 1. identifikasi peningkantan S:


perfusi jaringan tekanan intracranial. O: TD : 128/82 mmHg
cerebral 2. monitor peningkatan/ Suhu:36,9C N: 204
berhubungan penurunan TD kali/menit -Pernafasan 28
dengan Perdarahan 3. monitor penurunan kali/menit. -Irama nafas
di otak frekuensi jantung vesikuler -.. HGB : 10,5/dL -
4. monitor ireguleritas irama Pupil isokor diameter 3 mm.
nafas GCS 7 = E1M3V3
5. monitor penurunan tingkat A : ketidak efektifan perfusi
kesadaran. jaringan serebral belum
6. monitor perlambatan atau teratasi .
ketidak simetrisan respon P : intervensi dilanjutkan
pupil. 1. identifikasi
peningkantan tekanan
intracranial.
2. monitor peningkatan/
penurunan TD
3. monitor penurunan
frekuensi jantung
4. monitor ireguleritas
irama nafas
5. monitor penurunan
tingkat kesadaran.
monitor perlambatan
atau ketidak
simetrisan respon
pupil.

E. TAHAP INTRA ANESTESI

1. Jenis Pembedahan : craniotomy Evakuasi Hematom

2. Jenis Anestesi : GA

3. Teknik Anestesi : GETA

4. Mulai Anestesi : Pukul 10.00 WIB

5. Mulai Operasi : Pukul 10.40 WIB

6. Posisi : Supine. Kepala miring ke kiri

7. Obat-Obatan

a. Premedikasi : Fentanyl 25 mcg ( intra Operasi di tambah


sampai Analgetik 200mcg)
b. Anestesi : Lidokain 2 % 40 mg untuk intubasi di lanjut3,7
mg/ jam untuk maintenance Ketamin 25 mg, Recofol 25 mg
c. Muscorelaksan : Rocuronium 30 mg

d. Emergency :Dobutamin 50mg ( 5 mg/jam),

e. Inhalasi : Isoflurane 1 %

8. Respirasi : Volume Control, Tidal Volume 425, RR


12, FiO2 60%, peep 5

9. Cairan Durante Operasi : Ringer Laktat 1700ml, Gelafusal 500mg.

10. Estimasi Perdarahan : 200cc

11. Urin Output : 200 cc

12. Selesai Operasi : 10: 00 WIB

13. Selesai Anestesi : 14: 15 WIB

14. Maintenance menggunakan :

a. Cairan Durante Operasi :

2) Maintenance (M) : 2 x 60 kg = 120 cc

3) Stres Operasi (SO) : 8x 60 kg = 480 cc (operasi besar)

4) Pengganti Puasa (PP) : 4jam x 2cc x 60 kg = 480cc

5) Kebutuhan Cairan : Jam Ke-1 : M + ½PP + SO = 840 cc

: Jam ke 2 : M+ 1/4PP+ SO= 720

: Jam ke 3 : M+ 1/4PP+ SO= 10 menit


pertama= 120 cc

b. Balance Cairan :

a) Input

Ringer Laktat 1700 ml, Gelafusal 500 ml, obat-obatan 22ml.


Total :2222cc

b) Output
Perdarahan : 200cc
c) Insesible Water Loss (IWL)
15 cc x 60 kg = 900 cc/hari, maka per jam = 37,5 cc ; durasi
operasi 2 jam 30 menit → 93,75= 94 cc Urine : 200cc
d) Balans Cairan (BC)
Input : 2222cc
Output : 494cc+1680 = 2174 BC : +48

c. Pengganti Perdarahan

Perdarahan < 20% dari EBV maka dapat diberikan kristaloid : koloid
= 3 : 1.

F. PENATALAKSANAAN ANESTESI

1. Pemberian Obat Premedikasi

Pasien diberikan obat premedikasi pukul 11.50 WIB, fentanyl 25 mcg/iv

2. Pemberian Obat Induksi

Pasien diinduksi pukul 12.00 WIB menggunakan obat Recofol 25 mg,


Ketamin 25 mg, Lidocain 2 % 40 mg dan Rocuronium 30 mg lalu pasien
dilakukan manajemen airway dengan menggunakan ETT Nonkingkin no 7,5
dan setelah intubasi di sambungkan ke mesin anestesi dengan setingan volume
control. Tidal volume 425, Fio2 60%, RR 12, Peep 5.
3. Pasien mulai dilakukan insisi pukul 12.15 WIB yang sebelumnya dilakukan
time out.
4. Pasien selesai operasi pukul 14.25 WIB kemudian langsung di transfer ke
Ruang ICU dengan tetap menggunkan nafas kendali.
5. Pasien dipindahkan ke ruang ICU pukul 14: 30 WIB

G. PEMANTAUAN SELAMA OPERASI


Pukul Tekanan Heart Saturasi Respiration Gas Tindakan
Oksigen Rate
Darah Rate
(SpO2) (RR)
(mmHg) (x/menit)
(%) (x/menit)
•Pemberian obat:
lidocain 2 % 43 mg
93% Isoflurane
Fentanyl 25mcg
1%
Recofol 25mg
O2 4lpm Rocuronium 30 mg
11.00 128/82 204 20 Melakukan intubasi
Memasang NGT
Memasang DC
Terpasang infus RL di
tangan kanan

1. Memantau
hemodinamik
99% Isoflurane
2. Pemberian loading
0,6 %
cairan koloid
O2: AIR gelafusal 500ml
3. Loading RL 500ml
4. Dobutamin dgn
11.05 60/40 204 12
syringe pump
5mg/jam
5. Maintenace
syringe pump
lidocain 2 % = 3,75
mg/jam

11.15 90/60 121 12 1. Memantau


hemodinamik
99% Isoflurane
2. Operasi di mulai
1%
O2 : air

Memantau
100% Isoflurane
11.30 95/60 118 12 hemodinamik
1%

O2: Air
1. Memantau
hemodinamik
100% 02 : air
11.45 92/62 114 12 2. Memberikan
Muscorelaksan 10
mg tiap 30 menit
Isoflurane 3.Memberikan
1% Fentanyl 50 mcg

1. Memantau
hemodinamik
O2 : Air
11.00 90/62 115 12 2. Memberikan infus
99% Isoflurane RL 500 cc
1%
100 O2 : Air Memantau
hemodinamik
Isoflurane
11.15 92/60 114 12 1%

99 O2 : Air 1. Memantau
hemodinamik
Isoflurane
2. Memberikan
11.30 90/60 115 12 1%
Fentanyl 50 mcg

11.45 91/62 112 99 12 O2 : Air 1. Memantau


hemodinamik
Isoflurane 2. Memberikan infus
1% RL 500 cc

100 O2 : Air 1.Memantau


hemodinamik
Isoflurane
12.00 90/60 116 12 3.Memberikan
1%
Fentanyl 50 mcg

100 O2 : Air Memantau


hemodinamik
Isoflurane
12.15 91/60 112 12 Memberikan
1%
Fentanyl 25 mcg
RL 200cc
100 02 6lpm Pasien di pindah ke
ICU dengan masih
14.30 92/62 115 12
terpasang ET dan
ventilasi kendali

H. ANALISIS DATA INTRA OPERASI


Senin, 15 Januari 2022

Pukul 11.00 WIB- 14:30 WIB


No. Data Masalah Penyebab
1. DS : Pembedahan
DO Resiko Cidera
- Dilakukan pembedahan Trauma
craniotomi Pembedahan
- TTV
TD: 92/62 mmHg
2. DS : - Resiko disfungsi Pemasangan alat bantu
DO : respirasi nafas mekanik
Terpasang ET No 7,5 dan di
hubungkan dengan mesin anestesi

DS: - Resiko Prosedur pembedahan


DO: - Nadi 204x/mnt ketidakseimbangan mayor (craniotomy)

- TD : 60/40 mmHg cairan

- Pasien dilakukan prosedur operasi

(craniotomy) pada pukul 12: 15

WIB
-perdarahan selama operasi ± 200 cc
- Pasien diberikan
RL 1700 ml
Gelafusal = 500ml
I. DIAGNOSIS DAN PERENCANAAN INTRA ANESTESI

Senin, 15 Januari 2022

Pukul 11.00-14.30 WIB


No. Diagnosis Tujuan Perencanaan Tindakan
Keperawatan Keperawatan
1. Resiko Cedera Setelah dilakukan tindakan a. Siapkan peralatan dan
Trauma keperawatan anestesi obat-obatan sesuai
Pembedahan diharapkan tidak terjadinya dengan perencanaan
risiko cedera trauma teknik anestesi
pembedahan dengan kriteria b. Atur posisi pasien
hasil : c. Bantu pemasangan alat
a. Tidak adanya tanda- monitoring invasif

tanda trauma d. Monitor vital sign


pembedahan e. Pantau
b. Tanda – tanda vital dalam kecepatan/kelancaran
batas normal f. infus
TD: 110–120 / 70 – 80 Bantu pelaksanaan
mmhg anestesi GA sesuai
Nadi : 60–100 x/menit dengan program
RR : 16–20 x/menit g. kolaboratif spesialis
c. Saturasi oksigen >97% anestesi
h.
d. Pasien telah teranestesi, Atur pasien dalam posisi
relaksasi otot cukup, dan i. pembedahan Lakukan
tidak menunjukkan monitoring perianestesi
respon nyeri Tidak j. Atasi penyulit yang
adanya komplikasi timbul
k.
anestesi selama operasi Lakukan pemeliharaan
berlangsung jalan napas
Lakukan pemasangan
alat ventilasi mekanik

2. Resiko Disfungsi Setelah dilakukan tindakan a. Monitoring Vital sign


Respirasi keperawatan anestesi b. Monitoring saturasi
berhubungan diharapkan tidak terjadi oksigen pasien Atur
c.
dengan disfungsi respirasi dengan posisi pasien
d.
Pemasangan alat kriteria hasil: Pantau mesin anestesi
bantu nafas SaO2 normal : 98–100 % saat operasi berlangsung
mekanik

3 Risiko Setelah dilakukan a. Kaji tingkat kekurangan


gangguan tindakan, volume cairan
keseimbangan keseimbangan cairan b. Kolaborasi untuk
cairan dan elektrolit dalam ruang intrasel pemberian cairan dan
b.d prosedur dan ekstrasel tubuh elektrolit
pembedahan mayor tercukupi c. Monitor
(craniotomy a. Akral kulit hangat masukan dan keluaran
b. Hemodinamik normal cairan dan elektrolit
c. Masukan cairan dan
keluaran cairan 1-2 d. monitor
imbang hemodinamik
d.Urine output e Monitor perdarahan
cc/kgBB/ jam

J. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Senin, 15 Januari 2022

Pukul 11.45 WIB

No. Diagnosa Implementasi Evaluasi


1. Resiko Cedera a. Siapkan peralatan dan S : -
berhubungan dengan obat-obatan sesuai dengan O : - TD : 92/62 mmHg -
Trauma Pembedahan perencanaan teknik HR : 114x/mnt - Akral hangat
anestesi - Sp O2 99%, RR :
b. Atur posisi pasien kendali
c. Bantu pemasangan alat
A: Risiko trauma
monitoring invasif
pembedahan teratasi P :
d. Monitor vital sign
Monitor hemodinamik dan
e. Pantau
cairan
kecepatan/kelancaran
infus
f. Bantu pelaksanaan
anestesi GA sesuai
dengan program
kolaboratif spesialis
anestesi
g. Atur pasien dalam posisi
pembedahan
h. Lakukan monitoring
perianestesi
i. Atasi penyulit yang
timbul
j. Lakukan pemeliharaan
jalan napas
k. Lakukan pemasangan
alat ventilasi mekanik
Lakukan pengakhiran
tindakan anest
2. Resiko Disfungsi a. Monitoring Vital sign S:-
Respirasi b. Monitoring saturasi O : - TD : 92/62 mmHg -
berhubungan dengan oksigen pasien
HR : 114x/mnt - Akral
Pemasangan alat bantu c. Atur posisi pasien
nafas mekanik d. Pantau mesin anestesi saat
operasi berlangsung
hangat - Sp O2 99%, RR :

kendali

A : Resiko disfungsi
respirasi teratasi sebagian P
: lanjutkan intervensi di
ruang ICU yaitu Monitor
hemodinamik dan cairan di
ruang ICU

3 Risiko gangguan a. Mengkaji tingkat S: - O:


keseimbangan cairan kekurangan - Terpasang infus dua
dan elektrolit b.d volume cairan jalur
b.
prosedur pembedahan Melakukan - Perdarahan: ±200ml
mayor (craniotomy kolaborasi untuk - TD 92/62. N 115x/mnt
pemberian cairan Masuk : RL 1700 ml
dan elektrolit gelafusal = 500ml
Memonitor dopamin 5mg/jam
masukan dan A: Risiko gangguan
d. keluaran cairan keseimbangan cairan
dan
e. elektrolit teratasi sebagian
Memonitor P:lanjutkan intervensi di
hemodinamik Ruang ICU: Lakukan
Memonitor perdarahan monitoring TTV dan
input/output cairan secara
berkala

K. TAHAP POST ANESTESI

Pasien tiba di Ruang ICU pukul 14.35 WIB

Pukul Tekanan Heart Saturasi Respiration Keterangan


Darah Rate Oksigen Rate
(mmHg)
(x/menit) (SpO2) (RR)

(%) (x/menit)
14.35 110/60 114 99% Seting venti 1. Kesadaran :

12 x/mnt terintubasi
2. Oksigenasi 100%
dengan nafas kendali

3. Terpasang tensi dan


pulse oximetri
4. Terpasang hipafix di
kepala bagian kanan

L. ANALISIS DATA POST OPERASI


Senin, 15 Januari 2022

Pukul 14.35 WIB


No. Data Masalah Penyebab
1. DS : - Resiko Infeksi Prosedur Pembedahan
DO :
Pembedahan craniotomi

M. DIAGNOSIS DAN PERENCANAAN KEPERAWATAN POST OPERASI

Senin, 15 Januari 2022

Pukul 14.35 WIB


No. Diagnosis Tujuan Perencanaan Tindakan
Keperawatan Keperawatan
1. Risiko infeksi b.d NOC yang disarankan NIC yang disarankan :
prosedur : Setelah 1. Monitor tanda dan
pembedahan dilakukantindakan gejala infeksi
keperawatan, risiko sistemik dan local
infeksi teratasidengan
2. Monitor hasil angka
kriteria:
leukosit dan hasil
Klien terbebas
lab lainnya
daritanda dan
3. Batasi pengunjung
gejalainfeksi yaitu :
tidak ada rubor,
kolor, dolor, da 4. Pertahankan teknik
fungsiolaesa n aseptik pada pasien
yang beresiko

5. Inspeksi kulit dan


membran mukosa
akan adanya
kemerahan &
hangat& atau
drainage

6. Inspeksi kondisi
luka operasi

7. Ajarkan keluarga
tentang tanda-tanda
infeksi dan
melaporkannya
pada petugas
kesehatan

8. Ajarkan keluarga
tentang cara
untukmenghindari
infeksi
N. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI POST OPERASI

Senin, 15 Januari 2022

Pukul 14:35 WIB

No. Diagnosa Implementasi Evaluasi


1. Risiko infeksi - Mengkaji S:-
b.dprosedurpembedaha tanda-tanda infeksi O : - Tidak ada
n - Menganjurkan kalor rubor
kepada keluarga untuk dolor
tetap menjaga fungsioleisa
kebersihan diri - A: Risiko
Memperhatikan teknik Infeksi teratasi
aseptic saat melakukan
pembersihan terutama P: tetap lanjutkan
pada daerah luka bekas semua intervensi
operasi selama di rawat
di RS

BAB IV

KESIMPULAN

Setelah dilakukan Asuhan kepenataan Anestesi pada Tn. M didapatkanmasalah


keperawatan perianestesi yang muncul, antara lain:

1. Pre Anestesi

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan


sekret

2. Intra Anestesi
a. Resiko Cedera berhubungan dengan Trauma Pembedahan
b. Resiko Disfungsi Respirasi berhubungan dengan Pemasangan alat bantu
nafas mekanik
c. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d prosedur
pembedahan mayor (craniotomy)

3. Post Anestesi

a. Risiko infeksi b.dprosedurpembedahan

DAFTAR PUSTAKA
1. Jennet B. The future role of neurosurgery in the care of head injury. Neurosurg

rev 1986; 9: 129.

2. Wilberger JE Jr, Harris M, Diamond DL. Acute subdural hematoma : morbidity,

mortality, and operation timing. J. Neurosurgery 1991: 74;212 - 8.

3. Sinson P, Reiter GT. Acut subdural hematomas. e Medicine.Com inc. URL:

http://www.emedicine.com/med/topic2825,htm#section-outcome_and_prognosi

s. 2003

4.Teasdale E, Hadley DM. Imaging the injury. In : Head injury. Pathophysiology

and management of severe close injury. Chapman & Hall Medical, London :

1997; 167 - 208.

5. Kiriakopoulas T. Acut subdural hematomas. Harvard University. URL:

http://www.mercksource.com/pp/us/cns/cns_hl_adam.jspzQzpgzEzzSzppdocszs

zuszSzcnszSzadamzSzencyzSzindexzSzdiseidxszPzh. 2002.

6. Graham DI, Adams JH, Gennarelli TA. Pathology of brain damage in head

injury. In: Head injury. Second edition. William & Wilkins 1987; 72 - 88.

7. Muttaqin Z. Pengelolaan cedera kepala. MMI 1998; 33:4; 161 - 70.

8. Smith F. Subdural hematoma. E Medicine. URL:http://www.cheliblary.org

micromed/00066810.html. 2004

9. The Faculty of the Harvard Medical School. Subdural hematoma. Aetna

intelihealth.com

URL:http://wwww.intelihealth.com/IH/ihtlh/WSIHW000/9339/10820.html,

2004.

10. Satya Negara. Ilmu bedah saraf. Edisi ke 3. 1998; 131-74.


11. Blumbergs PC. Pathophysiology and management of severe close injury. In:

Head injury. Chapman & Hall Medical London: 1997; 39 - 70.

12. Scaletta T. Subdural hematoma. e Meicine. URL:http://www. emedicine.com

EMERG//topic560.htm. 2004

13. Sinson PG. Subdural hematoma. e Medicine. URL:http://www. emedicine.com/

med/topic2885.htm. 2004

14. Scotti G, Terrbuge K, Melancon D, Belanger G. Evaluation of the age of

subdural hematoma by computerized tomography. J. Neurosurgery 1977: 47;

311-5.

15. Giannota SL, Weiner JM, Karnaze D. Prognosis & out come in severe head

injury. In : Head injury. Second edition. Williams & Wilkins 1987; 464 - 7.

16. Jennet B. Out come after severe head injury. In : Head injury. Pathophysiology

and management of severe close injury. Chapman & Hall Medical, London :

1997; 439 - 62.

17. General health encyclopedia. Acuta (Subacuta) subdural hematoma, adam.com

URL:http://www.healthcentral.com/mhc/top/000713.cfm. 2004.

18. Wong CW. Criteria for conservatif treatment of supratentorium acute subdura!

hematoma. Acta Neurochirurgica 1995: 135; 38 - 43.

19. Elaine T, Kirikopoulas. Subdural hematoma, Midline plus.

URL:http://www.nlm.com/med/topic2825,htm#section-outcome_and_prognosis

2003.

20. Simpson A. Clinical Examination and grading. In: Head injury. Chapman & Hall

Medical London: 1997; 143-64.


21. Scaletta TA, Scheider JJ. Emergent management of trauma. Second edition.

McGraw Hill : 2001; 73 - 84.

22. Williams RH, Setti S, Rengachary. Cranial and spinal trauma. In: Neurosurgery.

Second edition. 1996: 3; 2603 - 846.

23. Palatrick W, Grierson. Trauma triage.

URL:http://www.umanitoba.ca/faculties/medicine/units/emergency medicine/ar

chive/rounds/trauma_tr.../ts1d015.ht. 2003

24. Rustiaji. Basic science of neurosurgery. Pertemuan ilmiah berkala proyek

trigonum plus XII. Pacet - Mojokerto : 2002; 47 - 8.

25. Cooper PR. Post traumatic intracranial mass lession. In : Head injury. Second

edition. Williams & Wilkins 1987; 238 - 84.

26. Massaro F, Lanotte M, Faccani G, Triolo C. One hundred and twenty-seven

case of acute subdural hematoma operated on cerrelation between CT scan

finding and out come. Acta Neurochirurgica. Springer verlag 1996; 138 - 91.

27. Mendelow AD, Crawford PJ. Primary and secondary brain injury. In : Head

injury. Pathophysiology and management of severe close injury. Chapman &

Hall Medical, London : 1997; 71 - 88.

28. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi kedua.

Sagung Seto, Jakarta: 2002; 265-86.

Greenberg MS. Handbook Of Neurosurgery. Seventh edition. New York : Thieme


Medical Publisher, Inc ; 2010.

Apriawan T. Cedera Otak : Seri perdarahan Intra Kranial dan Manajemen Pembedahan.
Surabaya : Universitas Airlangga ; 2017.
Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. V edition. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama ;2014.
Winn HR, Md. Youmans Neurosurgical Surgery, Volume 4. 6th Edition. Philadeplhia :
ElsevierSaunders ; 2011.

Anda mungkin juga menyukai