ASMA BRONCHIAL
Disusun Oleh :
NIM : 0433131420119130
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES KHARISMA KARAWANG
2020/2021
1. Konsep Asma Bronchial
1. Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan
akibat penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan
dapat hilang dengan sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi
pernafasan diantara dua interval asimtomatik (Djojodibroto, 2017).
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada
paru, karena adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat
reversible, peradangan pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan
nafas terhadap berbagai rangsangan hiperresponsivitas, obstruksi pada
saluran nafas bisa disebabkan oleh spasme/ kontraksi otot polos bronkus,
oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus meningkat (Putri
& Sumarno, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan asma
bronchial adalah penyakit saluran pernafasan yang terjadi karena adanya
penyempitan saluran nafas yang mengakibatkan sesak nafas dimana fase
inspirasi lebih pendek dari fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi
(wheezing).
2. Etiologi
Faktor penyebab asma bronchial menurut Wijaya & Putri (2013)
adalah sebagai berikut :
a. Alergen
Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi diperlukan jumlah
alergen yang sedikit untuk menimbulkan serangan asma.
b. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan biasanya disebabkan oleh virus
respiratory synchyhal virus (RSV) dan virus para influenza.
c. Iritasi
Iritasi dapat di sebabkan oleh hairspray, minyak wangi, asap
rokok, bau asam dari cat dan polutan udara, air dingin dan udara
dingin.
d. Refleks gastroesopagus
Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat
penyakit asma.
e. Psikologis
Hal ini dapat memicu stress yang akan menurunkan respon tubuh
sehingga mudah terjadi inflamasi pada bronkus yang akan menimbulkan
asma bronkiale (Muttaqin, 2008).
3. Klasifikasi
Menurut Djojodibroto (2017) Ada 2 penggolongan besar asma
bronchial, yaitu :
a. Asma bronchial yang berkaitan dengan penderita yang mempunyai
riwayat pribadi atau riwayat keluarga dengan kelainan atopik. Dapat
disebut asma ekstrinsik (asma alergik) yaitu asma yang mulai terjadi
saat kanak-kanak, kadar IgE serum meningkat, mekanisme
terjadinya berkaitan dengan sistem imun.
b. Asma bronchial pada penderita yang tidak ada kaitannya dengan
diatesis atopik. Asma ini golongkan sebagai asma instrinsik atau
asma idiosinkratik yaitu asma yang terjadi saat dewasa, kadar IgE
normal dan bersifat Non-imun.
4. Manifestasi klinik
Menurut Putri & Sumarno, 2013 manifestasi klinik untuk asma
bronkial adalah sesak nafas mendadak disertai inspirasi yang lebih
pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi
(wheezing), batuk yang disertai serangan sesak nafas yang kumat-
kumatan.
5. Pathofisiologi
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat
pemaparan allergen. Alergen yang masuk tubuh akan ditangkap oleh
makrofag dan selanjutnya akan merangsang pembentukan IgE. IgE akan
segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada
dalam sirkulasi.
Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan
terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.Kadar cAMP
yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel berupa histamin
dan kinin. Akibat dari bronkospasme akan terjadi penyempitan bronkus
dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak ,nafas
berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif. Tanda gelaja tersebut
merupakan tanda dari asma bronkiale (Muttaqin, 2008).
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mubarak, Chayatin, dan Susanto (2015) pemeriksaan
diagnostik pada pasein asma bronchial yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium dapat dilihat leukosit dengan netrofil yang
meningkat menunjukkan adanya infeksi, eosinofil darah meningkat >
250/mm3.
b. Pemeriksaan radiologi pada asma bronchial akan ditandai dengan
adanya hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar (wijaya & putri,
2013)
c. Uji kulit dilakukan untuk menunjukan adanya antibody IgE
hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
7. Penatalaksanaan
Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan pada pasien asma
bronchial yaitu :
a. Pengobatan Farmakologi
1) Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya
aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot,
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3) Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak
memberikan respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari.
Pemberian steroid dalam jangka yang lama harus diawasi dengan
ketat.
4) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin
merupakan obat pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer
ditentukan dengan cara Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat
yang dipakai yaitu Pulmicord ( budesonide 100 μg, 200 μg, 400
μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50, 100, 200, 250, 400 μg /
dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan (Putri & Sumarno, 2013).
b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno
(2013) dapat dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk
efektif
a. Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk
dengan benar, dimana pasien dapat menghemat energi sehingga
tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan secret secara
maksimal.. Tujuan membantu membersihkan jalan nafas.,
Indikasi :Produksi sputum yang berlebih , Pasien dengan batuk
yang tidak efektif
b. Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan
ekspansi paru. Posisi ini mengurangi kerja napas dan
meningkatkan ekspansi paru.
8. Komplikasi
Status asmatikus merupakan asma yang lama dan hebat dan tidak
berespon terhadap terapi rutin. status asmatikus dapat menyebabkan
gagal napas dengan hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis. Intubasi
endotrakea, ventilasi mekanis, dan terapi obat agresif dapat diperlukan
untuk mempertahankan jiwa. Selain gagal nafas akut, komplikasi lain
terkait status asma, antara lain dehidrasi, infeksi pernafasan, atelektasis,
pneumotoraks, dan kor pulmonale (Priscilla, Karen, Gerene, 2016).
5. Implementasi
Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, membantu
pasien memposisikan fisioterapi dada, mengajarkan batuk efektif,
memposisikan untuk meringankan sesak nafas(posisi semi fowler),
memberikan terapi nebulizer.
6. Evaluasi
Menurut Moorhead, dkk (2016) evaluasi pada ketidakefektifan
bersihan jalan nafas pada asma bronchial sesuai dengan hasil dari
perencanaan yang telah dilakukan yaitu menunjukkan bersihan jalan nafas
yang efektif, yang dibukitkan oleh status pernafasan : kepatenan jalan
nafas berupa frekuensi pernafasan normal, irama pernafasan reguler,
kedalaman inspirasi tidak mengalami gangguan.