Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONCHIAL

Disusun Oleh :

WINDI DEA SAPUTRI

NIM : 0433131420119130

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES KHARISMA KARAWANG
2020/2021
1. Konsep Asma Bronchial
1. Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan
akibat penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan
dapat hilang dengan sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi
pernafasan diantara dua interval asimtomatik (Djojodibroto, 2017).
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada
paru, karena adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat
reversible, peradangan pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan
nafas terhadap berbagai rangsangan hiperresponsivitas, obstruksi pada
saluran nafas bisa disebabkan oleh spasme/ kontraksi otot polos bronkus,
oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus meningkat (Putri
& Sumarno, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan asma
bronchial adalah penyakit saluran pernafasan yang terjadi karena adanya
penyempitan saluran nafas yang mengakibatkan sesak nafas dimana fase
inspirasi lebih pendek dari fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi
(wheezing).

2. Etiologi
Faktor penyebab asma bronchial menurut Wijaya & Putri (2013)
adalah sebagai berikut :
a. Alergen
Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi diperlukan jumlah
alergen yang sedikit untuk menimbulkan serangan asma.
b. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan biasanya disebabkan oleh virus
respiratory synchyhal virus (RSV) dan virus para influenza.
c. Iritasi
Iritasi dapat di sebabkan oleh hairspray, minyak wangi, asap
rokok, bau asam dari cat dan polutan udara, air dingin dan udara
dingin.
d. Refleks gastroesopagus
Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat
penyakit asma.
e. Psikologis
Hal ini dapat memicu stress yang akan menurunkan respon tubuh
sehingga mudah terjadi inflamasi pada bronkus yang akan menimbulkan
asma bronkiale (Muttaqin, 2008).

3. Klasifikasi
Menurut Djojodibroto (2017) Ada 2 penggolongan besar asma
bronchial, yaitu :
a. Asma bronchial yang berkaitan dengan penderita yang mempunyai
riwayat pribadi atau riwayat keluarga dengan kelainan atopik. Dapat
disebut asma ekstrinsik (asma alergik) yaitu asma yang mulai terjadi
saat kanak-kanak, kadar IgE serum meningkat, mekanisme
terjadinya berkaitan dengan sistem imun.
b. Asma bronchial pada penderita yang tidak ada kaitannya dengan
diatesis atopik. Asma ini golongkan sebagai asma instrinsik atau
asma idiosinkratik yaitu asma yang terjadi saat dewasa, kadar IgE
normal dan bersifat Non-imun.

4. Manifestasi klinik
Menurut Putri & Sumarno, 2013 manifestasi klinik untuk asma
bronkial adalah sesak nafas mendadak disertai inspirasi yang lebih
pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi
(wheezing), batuk yang disertai serangan sesak nafas yang kumat-
kumatan.
5. Pathofisiologi
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat
pemaparan allergen. Alergen yang masuk tubuh akan ditangkap oleh
makrofag dan selanjutnya akan merangsang pembentukan IgE. IgE akan
segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada
dalam sirkulasi.
Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan
terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.Kadar cAMP
yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel berupa histamin
dan kinin. Akibat dari bronkospasme akan terjadi penyempitan bronkus
dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak ,nafas
berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif. Tanda gelaja tersebut
merupakan tanda dari asma bronkiale (Muttaqin, 2008).

6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mubarak, Chayatin, dan Susanto (2015) pemeriksaan
diagnostik pada pasein asma bronchial yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium dapat dilihat leukosit dengan netrofil yang
meningkat menunjukkan adanya infeksi, eosinofil darah meningkat >
250/mm3.
b. Pemeriksaan radiologi pada asma bronchial akan ditandai dengan
adanya hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar (wijaya & putri,
2013)
c. Uji kulit dilakukan untuk menunjukan adanya antibody IgE
hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.

7. Penatalaksanaan
Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan pada pasien asma
bronchial yaitu :
a. Pengobatan Farmakologi
1) Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya
aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot,
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3) Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak
memberikan respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari.
Pemberian steroid dalam jangka yang lama harus diawasi dengan
ketat.
4) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin
merupakan obat pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer
ditentukan dengan cara Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat
yang dipakai yaitu Pulmicord ( budesonide 100 μg, 200 μg, 400
μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50, 100, 200, 250, 400 μg /
dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan (Putri & Sumarno, 2013).
b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno
(2013) dapat dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk
efektif
a. Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk
dengan benar, dimana pasien dapat menghemat energi sehingga
tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan secret secara
maksimal.. Tujuan membantu membersihkan jalan nafas.,
Indikasi :Produksi sputum yang berlebih , Pasien dengan batuk
yang tidak efektif
b. Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan
ekspansi paru. Posisi ini mengurangi kerja napas dan
meningkatkan ekspansi paru.
8. Komplikasi
Status asmatikus merupakan asma yang lama dan hebat dan tidak
berespon terhadap terapi rutin. status asmatikus dapat menyebabkan
gagal napas dengan hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis. Intubasi
endotrakea, ventilasi mekanis, dan terapi obat agresif dapat diperlukan
untuk mempertahankan jiwa. Selain gagal nafas akut, komplikasi lain
terkait status asma, antara lain dehidrasi, infeksi pernafasan, atelektasis,
pneumotoraks, dan kor pulmonale (Priscilla, Karen, Gerene, 2016).

9. Pemeriksaan diagnostik / penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
- Gambaran darah tepi: Menunjukkan leukositosis (15.000 –
40.000/mm3 )
- Analisa gas darah : Menunjukkan asidosis metabolik dengan
atau tanpa retensi
- CO2.
- darah (terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik)
- sputum(eosinofil,spiral Curshman, kristal Charcot –Leyden).
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thoraks : Menunjukkan terdapat bercak- bercak infiltrat
pada satu atau beberapa lobus.
c. Lain –Lain
1. Tes fungsi paru : Untuk mengetahui fungsi paru ,
menetapkan luas beratnya penyakit , mendiagnosis
keadaan.
2. Spirometri statik : Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
2. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada pasien asma bronkial menurut Wijaya
& Putri (2013) dan Priscilla, Karen, Gerene (2016) meliputi :
a. Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin ras dll
b. Informasi dan diagnosa medik yang penting
c. Data riwayat kesehatan
d. Riwayat kesehatan dahulu : pernah menderita penyakit asma
sebelumnya, menderita kelelahan yang amat sangat dengan sianosi
pada ujung jari.
e. Riwayat kesehatan sekarang
1) Biasanya klien sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah,
pucat tidak ada nafsu makan, sakit pada dada dan pada jalan
nafas
2) Sesak setelah melakukan aktivitas / menhadapi suatu krisis
emosional
3) Sesak nafas karena perubahan udara dan debu
4) Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.
f. Riwayat kesehatan keluarga
1) Riwayat keluarga yang mengalami asma
2) Riwayat keluarga positif menderita penyakit alergi, seperti
rinitis alergi, sinustis, dermatitis, dan lain-lain
g. Pemeriksaan fisik : tingkat distres yang tampak ,tanda-tanda vital,
kecepatan pernapasan dan ekskursi, suara napas di seluruh lapang
paru, nadi apikal.
h. Pemeriksaan diagnostik meliputi volume ekspirasi paksa, kecepatan
aliran ekspirasi puncak, gas darah.
i. pola gordon
1)  Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi
berpakaian, eliminasi,mobilisaasi di tempat tidur, berpindah,
ambulansi, naik tangga.
– Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring,
penggunaan otot–otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot
interkosta)
– Breathing
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi,
dypsnea,takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara
tambahanronkhi, hiperresonan pada perkusi
– Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan
tingkatkesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm
2) Pola istirahat tidur
Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur, kualitas dan kuantitas
jam tidur
3) Pola nutrisi – metabolic
– Berapa kali makan sehari
– Makanan kesukaan
– Berat badan sebelum dan sesudah sakit
– Frekuensi dan kuantitas minum sehari
4) Pola eliminasi
– Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
– Nyeri
– Kuantitas
5) Pola kognitif perceptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
6) Pola konsep diri
– Gambaran diri
– Identitas diri
– Peran diri
– Ideal diri
– Harga diri
Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
7) Pola seksual – reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminya.
8) Pola peran hubungan
– Hubungan dengan anggota keluarga
– Dukungan keluarga
– Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
9) Pola nilai dan kepercayaan
– Persepsi keyakinan
– Tindakan berdasarkan keyakinan
2. Diagnosis

Salah satu masalah keperawatan untuk Asma bronkial menurut


NANDA adalah Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan spasme jalan napas (Herdman & Kamitsuru, 2015).

3. Diagnosa keperawatan dan Intervensi menurut SDKI, SILKI, dan SIKI.

No SDKI SLKI SIKI

1 Bersihan jalan Luaran utama : Intervensi utama :


nafas tak efektif Bersihan jalan napas manajemen jalan napas
(D.0149) (L.01001) (I.01011)
Ekspektasi meningkat Tindakan :
Kriteria hasil : 1. Observasi
- Monitor pola
1. Batuk efektif
napas (frekuensi,
cukup meningkat
kedalaman,
2. Produk sputum
usaha napas)
menurun
- Monitor bunyi
3. Mengi menurun
napas tambahan
4. Wheezing
- Monitor sputum
menurun
2. Terapeutik
5. Dispnea menurun
- Pertahankan
6. Ortopnea menurun
kepatenan jalan
7. Frekuensi napas
napas dengan
membaik
head-tili dan
8. Pola napas
chin-lift
membaik
- Posisikan semi
fowlwe/ fowler
- Berikan minum
hangat
- Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu.
- Lakukan
penghisaan
lender kurang
dari 15 detik
- Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakel
- Keluarkan
sumbatan benda
padat dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen
jika perlu
3. Edukasi
- Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari, jika
tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik
batuk efektif
4. kolaborasi
- kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu.

2 Gangguan Luaran utama : Intervensi utama :


Pertukaran Gas pertukaran gas pemantauan respirasi
(D.0003) (L.01003) (I.01014)
Ekspektasi meningkat Tindakan
Kriteria hasil : 1. Observasi
- Monitor frekuensi,
1. tingkat kesadaran
irama, kedalaman
meningkat
dan upaya napas
2. dyspnea menurun
- Monitor pola
3. bunyi napas
napas
tambahan menurun
- Monitor
4. napas cuping
kemampuan batuk
hidung menurun
efektif
5. PCO2 membaik
- Monitor adanya
6. PO2 membaik
produksi sputum
7. PH arteri membaik
- Monitor adanya
8. Pola napas
sumbatan jalan
membaik
napas
- Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi
napas
- Monitor saturasi
oksigen
- Monitor nilai
AGD
2. Terapeutik
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan
3. Edukasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
-

3 Pola Napas Tidak Luaran utama : Pola Intervensi utama :


Efektif (D.0005) Napas (L.01004) manajemen jalan napas
Ekspektasi meningkat (I.01011)
Kriteria hasil : Tindakan :
1. Ventilasi semenit 1. Observasi
meningkat - Monitor pola
2. Tekanan ekspirasi
napas (frekuensi,
meningkat
3. Tekanan inspirasi kedalaman,
meningkat
usaha napas)
4. Dyspnea menurun
5. Penggunaan otot - Monitor bunyi
bantu napas
napas tambahan
menurun
6. Pemanjangan fase - Monitor sputum
ekspirasi menurun
2. Terapeutik
7. Ortopnea menurun
- Pertahankan
8. Pernapasan cuping
hidung menurun kepatenan jalan
9. Frekuensi napas
napas dengan
membaik
10. Kedalaman napas head-tili dan
membaik
chin-lift
11. Ekskursi dada
membaik - Posisikan semi
fowlwe/ fowler
- Berikan minum
hangat
- Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu.
- Lakukan
penghisaan
lender kurang
dari 15 detik
- Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakel
- Keluarkan
sumbatan benda
padat dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen
jika perlu
3. Edukasi
- Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari, jika
tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik
batuk efektif
4. Kolaborasi
kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu.

4 Intoleransi aktivitas Luaran utama : Intervensi utama : terapi


(D.0056) toleransi aktivitas aktivitas (I.05186)
(L.05047) Tindakan
Ekspektasi meningkat 1. Observasi
Kriteria hasil : - Identifikasi deficit
tingkt aktivitas
1. Frekuensi nadi
- Identifikasi
meningkat
kemampuan
2. Saturasi oksigen
berpartisipasi
meningkat
dalam aktivitas
3. Kemudahan dalam
tertentu
melakukan
- Identivikasi
aktivitas sehari-
sumber daya untuk
hari meningkat
aktivitas yang
4. Keluhan lelah
diinginkan
menurun
5. Dyspnea saat
2. Terapeutik
aktivitas menurun
- Sepakati
6. Dyspnea setelah
komitmen untuk
aktivitas menurun
meningkatkan
7. Perasaan lemah
frekuensi dan
menurun
rentang aktivitas
8. Frekuensi napas
- Kordinasi memilih
membaik
terapi aktivitas
sesuai usia
- Fasilitasi aktivitas
fisik rutin
- Libatkan keluarga
dalam aktivitas
jika perlu
- Jadwalkan
aktivitas dalam
rutinitas sehari-
hari
3. Edukasi
- Jelaskan metode
aktivitas fisik
sehari-hari, jika
perlu
- Ajarkan cara
melakukan
aktivitas yang
dipilih
- Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
social, spiritual,
dan kognitif dalam
menjaga fungsi
dan kesehatan
- Anjurkan keluarga
untuk memberi
penguatan positif
atas pertisipasi
dalam aktivitas
4. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
terapis okupasi
dalam
merencanakan dan
memonitor
program aktivitas,
jika sesuai.

5. Implementasi
Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, membantu
pasien memposisikan fisioterapi dada, mengajarkan batuk efektif,
memposisikan untuk meringankan sesak nafas(posisi semi fowler),
memberikan terapi nebulizer.

6. Evaluasi
Menurut Moorhead, dkk (2016) evaluasi pada ketidakefektifan
bersihan jalan nafas pada asma bronchial sesuai dengan hasil dari
perencanaan yang telah dilakukan yaitu menunjukkan bersihan jalan nafas
yang efektif, yang dibukitkan oleh status pernafasan : kepatenan jalan
nafas berupa frekuensi pernafasan normal, irama pernafasan reguler,
kedalaman inspirasi tidak mengalami gangguan.

3. Keselamatan Pasien (Patient Safety)


a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Patient safety adalah prinsip dasar dari perawatan kesehatan
(WHO). Keselamatan pasien menurut Sunaryo (2009) adalah ada tidak
adanya kesalahan atau bebas dari cidera karena kecelakaan.
Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi assesment
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien pelaporan dan analisis insiden. Kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan pencegahan terjadiya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (Depkes RI, 2011).
b. Tujuan Keselamatan Pasien
Tujuan keselamatan pasien di rumah sakit yaitu (Depkes RI, 2011) :
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3) Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
4) Terlaksananya program–program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan (KTD)
c. Standar Keselamatan Pasien
Pentingnya akan keselamatan pasien dirumah sakit, maka dibuatlah
standar keselamatan pasien dirumah sakit. Standar keselamatan pasien
dirumah sakit ini akan menjadi acuan setiap asuhan yang akan diberikan
kepada pasien. Menurut Depkes RI, (2011) ada tujuh standar keselamatan
pasien yaitu:
1) Hak pasien
2) Mendidik pasien dan keluarga
3) Keselamatan pasien daam kesinambungan pelayanan
4) Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
d. Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety Goals) Selain dari standar
keselamatan, ada lagi yang menjadi poin penting dalam pelaksanaan
keselamatan pasien yaitu sasaran keselamat pasien atau Patient Safety
Goals. Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di
semua rumah sakit yang diakreditasi oleh komisi akreditasi rumah sakit.
Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety
Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh
komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRSI), dan Joint
Commission International (JCI).
Menurut Joint Commission International (2013) terdapat enam
sasaran keselamatan pasien yaitu:
1) Identifikasi pasien dengan benar
2) Meningkatkan komunikasi yang efektif
3) Meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6) Pengurangan risiko pasien jatuh.
4. Identifikasi Pasien
a. Definisi Identifikasi Pasien
Identifikasi merupakan penerapan atau penentu atau ciri – ciri atau
keterangan lengkap seseorang (Hamzah, 2008). Identifikasi pasien adalah
suatu upaya atau usaha yang dilakukan dalam sebuah pelayanan
kesehatan sebagai suatu proses yang bersifat konsisten, prosedur yang
memiliki kebijakan atau telah disepakati, diaplikasikan sepenuhnya,
diikuti dan dipantau untuk mendapatkan data yang akan digunakan
dalam meningkatkan proses identifikasi (Joint Commission International,
2007).
b. Maksud dan Tujuan Identifikasi Pasien
Rumah sakit terus mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki atau
meningkatkan ketelitian dalam melakukan identifikasi pasien. Sasaran
keselamatan pasien (SKP) bertujuan untuk mendorong peningkatan
spesifik dalam keselamatan pasien, menjadi salah satu area bermasalah
dalam pemberian pelayanan kesehatan dan menguraikan solusi atas
permasalahan ini. Adapun usaha yang dilakukan yaitu dengan
menerapkan 6 sasaran keselamatan pasien. Identifikasi pasien menjadi
salah satu bagian dari enam sasaran keselamatan pasien yang sangat
penting dalam keberhasilan serta dalam mencegah masalah-masalah yang
timbul akibat kesalahan tindakan, pemberian obat, dan pelayanan yang
diberikan.
c. Elemen Identifikasi Pasien
Dalam mengidentifikasi pasien terdapat beberapa elemen penilaian antara
lain:
1) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak
boleh menggunakan nomer kamar atau lokasi pasien
2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah
3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis
4) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan
atau prosedur
5) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi
yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.
d. Strategi dalam Identifikasi Pasien
Kegagalan yang sering terjadi pada saat melakukan identifikasi pasien
akan mengarah kepada tindakan dalam pemberian obat, pelaksanaan
prosedur, pemeriksaan klinis pada orang yang salah. Dalam rangka
meminimalkan risiko tersebut WHO Collaborating Center for Patient
Safety Solusions menerbitkan Sembilan solusi Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (World Health Organization, 2007), dimana pada solusi ke
dua adalah identifikasi pasien. Strategi yang ditawarkan dalam
identifikasi pasien yaitu:
1) Pastikan bahwa organisasi kesehatan memiliki sistem identifikasi
pasien
a) Menekankan bahwa tanggung jawab perawat sebelum
melakukan perawatan, pengobatan, pengambilan specimen
atau pemeriksaan klinis harus memastikan identitas pasien
secara benar.
b) Mendorong penggunaan setidaknya dua identitas (nama dan
tanggal lahir)
c) Standarisasi pendekatan untuk identifikasi pasien antara
fasilitas yang berbeda dalam sistem perawatan kesehatan
d) Menyediakan protokol yang jelas untuk mengidentifikasi
pasien dan untuk membedakan identitas pasien dengan nama
yang sama
e) Mendorong pasien untuk berpartisipasi dalam semua tahapan
proses perawatan di rumah sakit
f) Mendorong pemberian label pada wadah yang digunakan
untuk pengambilan darah dan specimen lainnya
g) Menyediakan protokol yang jelas untuk menjaga identitas
sampel pasien pada pra- analitis, analitis dan proses pasca
2) analitis.
h) Menyediakan protokol yang jelas untuk mempertanyakan hasil
laboratorium atau temuan tes lain ketika mereka tidak
konsisten
3) dengan riwayat klinis pasien
i) Menyediakan pemeriksaan berulang dan review dalam rangka
untuk mencegah multiplikasi otomatis dari kesalahan entry
4) pada computer.
2) Memasukkan ke dalam program pelatihan atau orientasi tenaga
kesehatan tentang prosedur pemeriksaan/ verifikasi identitas
pasien.
e. Akibat Kesalahan Identifikasi Pasien
Kesalahan identifikasi pasien adalah adanya ketidakcocokan antara
pasien yang terkait dengan identifikasi pasien yang akan mendapatkan
pelayanan atau perawatan. Kesalahan identifikasi memiliki potensi untu
menimbulkan kejadian adverse events atau kejadian tidak diharapkan
(KTD), near miss atau kejadian nyaris cidera (KNC), kejdian potensi
cidera(KPC), dan kejadian tidak cidera (KTC). (Australian on Safety and
Quality in Health Care, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M.G.,Howard, K.B.,Joanne, M. D., & Wagner, M.C (2016). Nursing


intervention classification (NIC). United States of America: Elsevier
Mosby.
Djojodibroto, R.D. (2017). Respirologi (Respiratory Medicine) Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, F., Murr, A. C. Dkk. 2015. Manual diagnosis
keperawatan : rencana, intervensi & dokumentasi asuhan keperawatan .
editor edisi bahasa indonesia, Karyuni, P. E. dkk edisi 3. Jakarta : EGC.
Herdman & Kamitsuru. (2015). Diagnosis keperawatan : definisi keperawatan &
klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Moorhead, S.,Johnson, M., & Mass, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing
outcomes classification (NOC). United States of America: Elsevier
Mosby.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Priscilla, L., Karen, M. B., Gerene, B. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC.
Putri, H. & Soemarno, S. (2013). Perbedaan Postural Drainage Dan Latihan Batuk
Efektif Pada Intervensi Nabulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk
Pada Asma Bronchiale Anak Usia 3-5 Tahun. Jurnal Fisioterapi Volume
13 Nomor 1, (online), (http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-
3896-soemarno.pdf , diakses tanggal 29 Januari 2018).
Tim pokja SDKI, DPP PPNI. (2016). Setandar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI
Tim pokja SLKI, DPP PPNI. (2019). Setandar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI
Tim pokja SIKI, DPP PPNI. (2019). Setandar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI
Wijaya, A. S., & Putri, Y. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : keperawatan
dewasa teori dan contoh askep. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai