Anda di halaman 1dari 5

Konversi, Volume 5 No.

1, April 2016

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG BEKICOT (Achatina


fulica) SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT SENG (Zn)
Stevano Victor M., Bayu Andhika, Isna Syauqiah*)
Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat
Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru Kalimantan Selatan

*Email : isnatk@gmail.com

Abstrak- Telah dilakukan pemanfaatan cangkang bekicot (Achatina fulica) sebagai adsorben logam
berat seng (Zn). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kitosan yang didapat dari cangkang
bekicot, dan mengetahui kemampuan adsorben kitosan dalam uji adsorpsi yang menggunakan sampel air
yang tercemar seng (Zn). Pembuatan kitosan dari cangkang bekicot dilakukan dengan dua tahap yaitu
tahap pembuatan kitosan dengan variasi ukuran kitosan 250 micron dan 355 micron. Tahap pembuatan
kitosan terdiri dari pembuatan serbuk cangkang bekicot, deproteinasi, demineralisasi, depigmentasi dan
deasetilasi. Tahap ke dua yaitu uji penyerapan kitosan terhadap logam berat seng (Zn) dengan variasi
jumlah massa kitosan yang digunakan yaitu: 1 gram, 3 gram, 6 gram dan 9 gram. Sampel tersebut diuji
dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS) untuk mengetahui konsentrasi
logam berat seng (Zn) yang terkandung di dalamnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa kitosan yang
didapat dari cangkang bekicot untuk ukuran 250 micron yang sebesar 95,27%, dan untuk ukuran 355
micron yaitu sebesar 96,18%. Daya serap optimum kitosan didapat pada kitosan berukuran 250 micron
dengan massa kitosan 9 gram.

Kata kunci : Adsorbsi, micron, cangkang bekicot dan logam berat seng (Zn).

Abstract- The used of snail shell (Achatina fulica) as adsorbent of heavy metals zinc (Zn). This study aims
to determine the amount of chitosan derived from snail shells, and knowing the ability of chitosan
adsorbent in adsorption tests using water samples were contaminated zinc (Zn). Preparation of chitosan
from the shells of snails be done in two phases: the manufacture of chitosan with chitosan size variation
of 250 micron and 355 micron. Production stage consists of the manufacture of chitosan powder snail
shells, deproteinization, demineralization, depigmentasi and deacetylation. The second phase of the test
chitosan absorption of heavy metals zinc (Zn) with a variation of the mass amount of chitosan that is used
as follows: 1 gram, 3 grams, 6 grams and 9 grams. The sample is tested by using Atomic Absorption
Spectrophotometric (AAS) to determine the concentration of heavy metals zinc (Zn) contained in it. The
result showed that chitosan is obtained from the snail shell to the size of 250 microns, which equal to
95.27%, and for the size of 355 microns that is equal to 96.18%. Optimum absorption of chitosan
obtained at chitosan measure 250 microns with a mass of 9 grams of chitosan.

Keywords: Adsorption, micron, snail shells and heavy metals zinc (Zn).

PENDAHULUAN kitosan telah banyak dipelajari oleh beberapa


Kitin merupakan bahan organik utama peneliti yaitu : Mahatmanti (2001) mempelajari
terdapat pada kelompok hewan crustacea, insekta, pemanfaatan kitosan dan kitosan sulfat dari
fungi, mollusca dan arthropoda. Cangkang cangkang udang windu untuk bahan adsorben
kepiting, udang dan lobster telah lama diketahui logam Zn (II) dan Pb (II); Darjito (2001)
sebagai sumber bahan dasar produksi kitin karena mempelajari adsorpsi kitosan sulfat untuk logam
kandungan kitinnya cukup tinggi. Cangkang Co (II) dan Cu (II). Bahan lain yang biasa
kering arthropoda rata-rata mengandung 20-50% digunakan untuk mendapatkan kitin adalah
kitin (Suhardi 1993). Kitin juga diketahui terdapat cangkang bekicot. Bekicot di Indonesia telah
pada kulit siput, kepiting, kerang dan bekicot dibudidayakan sebagai sumber protein dan
(Stephen 1995). Kitin merupakan biopolimer alam menjadi komoditas ekspor. Ekspor bekicot pada
paling melimpah kedua setelah selulosa. tahun 1983 baru mencapai 245.359 kg, sedangkan
Biopolimer alam yang tidak beracun ini diproduksi pada tahun 1987 naik sekitar tujuh kali lipat
secara komersial dari limbah kulit udang dan menjadi 1.490.296 kg (Santoso 1989).
kepiting (No 2000). Penelitian tentang kitosan Bekicot (Achatina fulica) mempunyai
telah banyak dilakukan. Pemanfaatan kitin dan daging yang kaya protein dan cangkang bekicot

22
Konversi, Volume 5 No. 1, April 2016

kaya kalsium. Daging bekicot merupakan makanan adalah kerangka luar crustacea (seperti udang,
yang lezat jika diolah dengan benar, itu sebabnya kepiting, bekicot, dan lobster), serangga, dinding
Perancis dan Jepang selalu mengandalkan pasokan yeast dan jamur, serta mollusca (Muzzarelli 1985;
daging bekicot. Beberapa negara lain juga selalu Mekawati 2000).
mengimpor daging bekicot, seperti Hongkong,
Belanda, Taiwan, Yunani, Belgia, Luxemburg,
Kanada, Jerman dan Amerika Serikat. Dari
aktivitas pengambilan dagingnya oleh industri
pengolahan bekicot dihasilkan limbah kulit keras
(cangkang) cukup banyak yang tidak
termanfaatkan dan terbuang begitu saja. Padahal
limbah cangkang bekicot tersebut masih
mengandung senyawa kimia yaitu kitin yang
Gambar 1. Struktur Senyawa Kitin
selanjutnya dapat diubah menjadi kitosan yang
dapat digunakan sebagai adsorben logam berat
Kitosan adalah suatu biopolimer dari D-
(Darjito 2001).
glukosamin yang dihasilkan dari proses deasetilasi
Cangkang bekicot yang mempunyai
kitin dengan menggunakan alkali kuat. Kitosan
kandungan kitin tersebut dapat diproses lebih
bersifat sebagai polimer kationik yang tidak larut
lanjut menghasilkan kitosan yang mempunyai
dalam air, dan larutan alkali dengan pH di atas 6,5.
banyak manfaat di bidang industri. Kitosan
Kitosan mudah larut dalam asam organik seperti
merupakan biopolimer yang banyak digunakan di
asam formiat, asam asetat, dan asam sitrat
berbagai industri kimia, antara lain dipakai sebagai
(Mekawati 2000).
koagulan dalam pengolahan limbah air, bahan
pelembab, pelapis benih yang akan ditanam,
adsorben ion logam, anti kanker/anti tumor, anti
kolesterol, komponen tambahan pakan ternak,
sebagai lensa kontak, pelarut lemak, dan pengawet
makanan (Mekawati 2000; Hargono dan Djaeni
2003). Kitin (C H NO ) merupakan biopolimer
8 13 5 n
dari unit N-asetil-D-glukosamin yang saling
EHULNDWDQ GHQJDQ LNDWDQ : .LWLQ DGDlah
kristal amorphous berwarna putih, tidak berasa,
tidak berbau, dan tidak dapat larut dalam air, Gambar 2. Struktur Senyawa Kitosan
pelarut organik umumnya, asam-asam anorganik
dan basa encer. Sumber kitin yang sangat potensial

Tabel 1. Standar Mutu Kitosan


Parameter Persyaratan
Ukuran partikel (particel size) Serpihan (flake) atau bubuk (powder)
Kadar air (moisture content) ”
Kadar abu (ash content) ”
Warna larutan (color of solution) Jernih (clear)
Derajat deasetilasi (degree of deasetylation; DA) •
Viskositas (viscosity)
Rendah < 200 cps
Sedang 200 ± 799 cps
Tinggi 800 ± 2000 cps
Sangat tinggi >2000 cps
Keterangan : Cps = centipoise (Sholeh 1999)

Secara umum proses pembuatan kitosan (CaCO ) dengan menggunakan asam konsentrasi
3
meliputi 4 tahap, yaitu deproteinasi, rendah untuk mendapatkan kitin yang ada pada
demineralisasi, depigmentasi dan deasetilasi. cangkang bekicot. Mineral utamanya adalah
Proses deproteinasi bertujuan mengurangi kadar CaCO3 dan Ca3(PO4)2 dalam jumlah sedikit.
protein dengan menggunakan larutan NaOH dan Mineral tersebut dapat dihilangkan dengan
pemanasan yang cukup. Pada tahap demineralisasi, penambahan larutan HCI. Proses demineralisasi
mineral yang terkandung dalam sampel akan menimbulkan terbentuknya gelembung gas CO 2
bereaksi dengan HCl. Tahap demineralisasi yang merupakan indikator adanya reaksi HCl
dimaksudkan untuk menghilangkan mineral

23
Konversi, Volume 5 No. 1, April 2016

dengan garam mineral yang terdapat dalam Pada penelitian ini pembuatan kitosan dimulai
cangkang bekicot. dari isolasi kitin dari cangkang bekicot melalui
Depigmentasi bertujuan untuk memperoleh proses deproteinasi, demineralisasi dan
produk yang putih dengan menghilangkan pigmen depigmentasi kemudian dilanjutkan dengan proses
yang ada dalam bahan dengan menggunakan deasetilasi. Analisis logam berat dilakukan dengan
larutan H2O2. H2O2 larut dengan sangat baik dalam Spektrofotometer AAS.
air. Dalam kondisi normal hidrogen peroksida
sangat stabil, dengan laju dekomposisi yang sangat Alat
rendah. Salah satu keunggulan hidrogen peroksida Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah ini adalah alu, lumpang, sieve track, seperangkat
sifatnya yang ramah lingkungan. Ia tidak alat gelas, stirrer, hot plate, termometer, neraca
meninggalkan residu, hanya air dan oksigen. analitis, oven, desikator, pipet, kertas saring,
Proses deasetilasi bertujuan menghilangkan gugus aluminium foil, pengaduk dan Atomic Absorption
asetil dari kitin melalui pemanasan dalam larutan Spectrophotometric (AAS).
alkali kuat dengan konsentrasi tinggi (Yunizal
2001). Gambar 2.4. memperlihatkan proses Bahan
penghilangan gugus asetil (deasetilasi) pada kitin Bahan-bahan yang digunakan dalam
dengan alkali kuat NaOH. penelitian ini adalah cangkang bekicot, H2O2,
NaOH, HCl, ZnSO4, kertas saring dan akuades.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini secara garis besar terdiri atas
tiga tahap, yaitu isolasi kitin dari limbah cangkang
bekicot (Achatina fulica), deasetilasi kitin menjadi
kitosan, dan uji adsorbsi kitosan terhadap ion
logam seng (Zn).

Pemurnian kitin
Cangkang bekicot dicuci dengan air hingga
bersih, kemudian dikeringkan di bawah sinar
matahari. Cangkang yang telah bersih dihaluskan
untuk mendapatkan ukuran sebesar 250 micron
dan 355 micron.

Deproteinasi
Gambar 3. Deasetilasi kitin menjadi kitosan Ke dalam gelas beker 1000 ml yang berisi serbuk
cangkang bekicot ditambahkan larutan NaOH
Proses deasetilasi dengan menggunakan 3,5% dengan perbandingan 10:1 (v/b), kemudian
alkali pada suhu tinggi akan menyebabkan dipanaskan sambil diaduk dengan pengaduk
- magnetik selama 2 jam pada temperatur 65oC.
terlepasnya gugus asetil (CH CHO ) dari molekul
3 Setelah dingin, disaring dan dinetralkan dengan
kitin. Gugus amida pada kitin akan berikatan akuades. Padatan yang diperoleh dikeringkan
dengan gugus hidrogen yang bermuatan positif dalam oven 80oC selama 2 jam.
sehingga membentuk gugus amina bebas ±NH
2
(Mekawati 2000). Dengan adanya gugus ini Demineralisasi
kitosan dapat mengadsorpsi ion logam dengan Serbuk cangkang bekicot hasil deproteinasi
membentuk senyawa kompleks (khelat). Kualitas ditambah larutan HCl 1 N dengan perbandingan
dan penggunaan produk kitosan terutama 10:1 (v/b) dalam gelas beker dan dipanaskan pada
ditentukan dari seberapa besar derajat suhu 40oC selama 30 menit, kemudian
deasetilasinya. Derajat deasetilasi pada pembuatan didinginkan. Setelah dingin, disaring dan padatan
kitosan bervariasi tergantung pada bahan dasar dan dinetralkan dengan akuades, kemudian
kondisi proses seperti konsentrasi larutan alkali, dikeringkan dalam oven 80oC selama 2 jam.
suhu, dan waktu (Suhardi 1992).
Depigmentasi
METODE PENELITIAN Larutan H2O2 30% ditambahkan ke dalam serbuk
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium hasil demineralisasi dengan perbandingan 10:1
Operasi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas (v/b) dalam gelas beker 250 mL. Pemanasan
Lambung Mangkurat Banjarbaru selama 6 bulan. dilakukan selama 1 jam pada suhu 50oC, kemudian

24
Konversi, Volume 5 No. 1, April 2016

padatan disaring dan dinetralkan dengan akuades.


Padatan hasil penetralan dikeringkan pada oven Berdasarkan Gambar 4. dapat terlihat
pada suhu 90oC selama 2 jam. bahwa daya serap kitosan terhadap Zn dengan
ukuran 250 micron lebih besar dari 355 micron.
Pembuatan kitosan Pada keduanya, bentuk perlakuan berupa variasi
Pembuatan kitosan dilakukan melalui menimbulkan perubahan daya serap yang
proses deasetilasi kitin dengan menambahkan sistematik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin
NaOH 50% dengan perbandingan 10:1 (v/b) dan banyak massa kitosan yang diberikan pada sampel
memanaskannya pada suhu 95oC selama 2 jam. air murni (akuades) yang telah diberikan perlakuan
Setelah dingin disaring dan padatan yang diperoleh dengan penambahan ZnSO4, maka semakin banyak
dinetralkan dengan akuades. Padatan kemudian jumlah Zn yang terserap. Oleh sebab itu, kadar Zn
dikeringkan dalam oven pada suhu 90oC selama 3 yang didapatkan dalam akuades semakin menurun.
kali 8 jam dan kitosan siap diuji. Pada ukuran kitosan 250 micron dilakukan
empat variasi massa kitosan yaitu 1 gram, 3 gram,
Pembuatan sampel larutan tercemar logam 6 gram dan 9 gram. Pertama, kadar Zn pada
berat penambahan kitosan 1 gram menurun menjadi 2,15
Pada tahap pembutan sampel, digunakan mg/L dari sampel awal yang konsentrasinya
ZnSO4 sebagai logam berat dan akuades sebagai sebesar 2,59 mg/L. Artinya kitosan mampu
pelarutnya. ZnSO4 sebanyak 2,5 gram menyerap logam berat Zn dengan daya serap
dicampurkan ke dalam 10 L akuades. sebesar 16,99%. Konsentrasi logam berat Zn
semakin menurun dengan banyaknya jumlah
Tahap uji adsorbsi kitosan yang digunakan yaitu pada penambahan
Pengujian dilakukan dengan menggunakan kitosan 9 gram menghasilkan 0,27 mg/L. Pada
sampel larutan seng (Zn) sebanyak 600 mL dan ukuran kitosan 355 micron juga mengalami
kitosan sebagai media filtratnya. Selanjutnya penurunan konsentrasi logam berat Zn dengan
diendapkan dan disaring dengan menggunakan bertambahnya massa kitosan yang digunakan.
kertas saring. Variasi serbuk kitosan yaitu Semakin banyak kitosan yang digunakan
sebanyak 1, 3, 6, 9 gram dengan ukuran kitosan menyebabkan luas permukaan kontak adsorben
sebesar 250 micron dan 355 micron. Sampel yang semakin besar karena jumlah partikel yang turut
digunakan berupa air sampel yang mengandung bertambah. Sedangkan, untuk rendemen kitosan
logam seng (Zn). yang didapat dari 100 gram cangkang bekicot
untuk ukuran 250 micron adalah sebesar 43,75%,
Proses analisis dan rendemen kitosan yang didapat dari 100 gram
Analisis dilakukan dengan menguji cangkang bekicot untuk ukuran 355 micron adalah
efektifitas kitosan sebagai adsorben untuk sebesar 45,02%.
menyerap logam berat seng (Zn) yang terdapat Faktor yang mempengaruhi perbedaan
pada sampel air sebelum uji adsorpsi dan analisis persentase penyerapan kadar Zn dengan
akhir dengan Atomic Absorption pemanfaatan kitosan ini ialah ukuran dari kitosan
Spectrophotometric (AAS). tersebut serta jumlah massa kitosan yang
digunakan sebagai adsorben. Berdasarkan dari
HASIL DAN PEMBAHASAN penelitian yang telah kami lakukan didapatkan
Kitosan yang telah dibuat, digunakan hasil bahwa untuk kitosan yang memiliki ukuran
sebagai adsorben untuk mengurangi kadar Zn 250 micron mampu menyerap lebih banyak kadar
dalam larutan sampel ZnSO4 dengan konsentrasi Zn dibandingkan kitosan yang memiliki ukuran
2,59 mg/L. Jumlah sampel yang digunakan dalam 355 micron. Hal ini terjadi dikarenakan luas
penelitian ini sebanyak 8 varian sampel. permukaan kontak yang semakin besar. Semakin
2,5 kecil ukuran suatu partikel maka semakin besar
luas permukaan kontak tersebut sehingga
Konsentrasi logam Zn (mg/L)

2
meningkatkan kapasitas adsorpsi. Ukuran partikel
1,5 dan luas permukaan adalah sifat penting dari
1
Kitosan 355 mikron kitosan yang berhubungan dengan kegunaanya
Kitosan 250 mikron sebagai adsorben. Kecepatan adsorpsi meningkat
0,5
dengan ukuran partikel kitosan yang menurun
0 sehingga daya serap kitosan meningkat (Khopkar
0 3 6 9 12
1990).
Massa kitosan (gram)

Gambar 4. Hubungan Antara Konsentrasi Logam Zn


(mg/L) terhadap Massa Kitosan (gram)

25
Konversi, Volume 5 No. 1, April 2016

KESIMPULAN Mahatmanti, F.W. 2001. ´6WXGL $GVRUEHQ /RJDP


Berdasarkan hasil penelitian yang telah Seng (II) dan Timbal (II) Pada Kitosan dan
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: Kitosan Sulfat dari Cangkang Udang
1. Cangkang bekicot yang telah diubah menjadi :LQGX 3KHQDXV 0RQRGRQ ´. [Tesis].
kitosan, dapat berfungsi untuk menyerap logam Yogyakarta:Program Pascasarjana UGM.
berat yang terkandung dalam air, khususnya Mekawati, Fachriyah, E. dan Sumardjo, D., 2000.
logam berat seng (Zn). ³$SOLNDVL .LWRVDQ +DVLO WUDQIRUPDVL .LWLQ
2. Rendemen kitosan yang didapat dari cangkang Limbah Udang (Penaeus merguiensis)
bekicot untuk ukuran kitosan 250 micron yaitu XQWXN $GVRUSVL ,RQ /RJDP 7LPEDO´. Jurnal
sebesar 43,75% dan jumlah rendemen kitosan Sains and Matematika. FMIPA Undip.
yang didapatkan untuk ukuran kitosan 355 Semarang. Vol. 8 (2). hal. 51-54.
micron yaitu sebesar 45,02%. Muhammad Saleh, T.A. Agustin, P.Suptijah, E.S.
3. Kemampuan kitosan 250 micron dengan Heruwati. 1999. ³3HPEXDWDQ .KLWRVDQ GDUL
variasi massa 1 gram, 3 gram, 6 gram, dan 9 Kulit Udang Windu (Penaeus Monodon)
gram untuk mengadsorpsi logam berat seng GDQ 8ML .RDJXODVL 3URWHLQQ\D´. Jurnal.
(Zn) dalam sampel air berturut-turut yaitu Penelitian Perikanan Indonesia (V)3: 72-77.
sebesar 16,99%; 44,40%; 71,04%; dan 89,58%. Mukhsi dan Susanto. 2010. ³3HPDQIDDWDQ .LWRVDQ
Sedangkan, kemampuan kitosan 355 micron Limbah Cangkang Udang Pada Proses
dengan variasi massa 1 gram, 3 gram, 6 gram, $GVRUSVL /HPDN 6DSL´. [Penelitian].
dan 9 gram untuk mengadsorpsi logam berat Surabaya: Progam D3. ITS.
seng (Zn) dalam sampel air berturut-turut yaitu Muzzarelli, R.A.A., ³&KLWLQ´ Pergamon
sebesar 10,42%; 38,99%; 55,60%; dan 83,78%. Press. New York.
No, H., Y. M.Lee, and S.P. Mayers. 2000.
DAFTAR PUSTAKA Corelation Between Physicochemical
Darjito. 2001. ³.DUDNWHULVDVL $GVRUSVL &R ,, GDQ Characteristics and Binding Capacities on
&X ,, 3DGD $GVRUEHQ .LWRVDQ 6XOIDW´ &KLWRVDQ 3URGXFW´ -RXUQDO RI )RRG
[Tesis]. Yogyakarta:Program Pascasarjana, Science 65:1134-1137.
UGM. Santoso H.B. 1989. ´%XGLGD\D %HNLFRW´.
Djaeni, M., 2003. ³2SWLPL]DWLRQ RI &KLWRVDQ Yogyakarta:Kanisius.
3UHSDUDWLRQ IURP &UDE 6KHOO :DVWH´ J. Savant., D. Vivek, and J.A. Torres. 2000.
Reaktor. Vol. 7 (1), hal. 37 ± 40. ´&KLWRVDQ-Based Coagulating Agents for
Entsar I. Rabea, et al ³Chitosan as Treatment of Cheddar Cheese :KH\´
Antimicrobial Agent: Applications and Biotechnology Progress 16:1091-1097.
0RGH RI $FWLRQ´ Biomacromolecules. Srijanto, B., (2003). ³.DMLDQ 3HQJHPEDQJDQ
2003. No (6). 1457-1465. Teknologi Proses Produksi Kitin dan
Hargono dan Djaeni, M. 2003. ³3HPDQIDDWDQ .LWRVDQ 6HFDUD .LPLDZL´. Prosiding
Khitosan dari Kulit Udang sebagai Pelarut seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia
/HPDN´. Prosiding Teknik Kimia 2003. Volume I. hal. F01-1 ± F01-5.
Indonesia. Yogyakarta. hal. MB 11.1 - MB Stephen, A.M. 1995. ´)RRG 3RO\VDFFKDULGHV DQG
11.5. 7KHLU $SSOOLFDWLRQV´
Kacaribu, K. 2008. ³.DQGXQJDQ .DGDU 6HQJ =Q Rondebosch:Departement of Chemistry.
dan Besi (Fe) Dalam Air Minum Dari University of Cape Town.
Depot Air Minum Isi Ulang Air Suhardi., 1992. ³.LWLQ GDQ .LWRVDQ´. Departemen
3HJXQXQJDQ 6LERODQJLW GL .RWD 0HGDQ´. Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Dikti
[Tesis]. Medan:Program Pascasarjana USU. Proyek Pengembangan Fasilitas Bersama
Khopkar. 1990. Konsep dasar Kimia Analitik. UI Antar Universitas. PAU Pangan dan Gizi.
Press. Jakarta. UGM. Yogyakarta.
Kim, S.Y., S.M.Cho, Y.M. Lee, and S.J. Kim. Underwood, A.L. dan Day, R.A., 2001. ³Analisis
2000. ´7KHUPR DQG pH Responsive Kimia Kuantitatif´. Edisi VI. Penerbit
Behaviours of Graft Copolimer and Blend Erlangga. Jakarta.
Based on Chitosan and N- Yunizal dkk, 2001. ³(NVWUDNVL .KLWRVDQ GDUL
,VRSURS\ODFU\ODPLGH´ -RXUQDO RI $SSOLHG Kepala Udang Putih (Penaeus
Polymers Science 78:1381-1391. merguensis ´. J. Agric. Vol. 21 (3). hal
113-117.

26

Anda mungkin juga menyukai