Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Energi Bebas

Nama anggota kelompok :


1. Lidia Lanula ( 18147201006 )
2. Naema Sing ( 18147201008 )
Mata Kuliah : Termodinamika
Semester III

Prodi kimia
Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam
Universitas tribuana kalabahi
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya saya mampu
menyelesaikan makalah dengan judul “ENERGI BEBAS”.
Makalah “ENERGI BEBAS” ini merupakan tugas mata kuliah Termodinamika Kimia.
Melalui makalah ini yang diharapkan dapat menunjang nilai saya di dalam mata kuliah
Termodinamika Kimia. Selain itu, dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan informasi
yang dapat menjadi pengetahuan baru bagi pembacanya.
Saya menyadari bahwa, masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan makalah ini kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
TERIMA KASIH

Kalabahi, 15 Februari 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….……..….I
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...II

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………...….....……..………....1
1.2 Perumusan Masalah……………………………….……….………..........…..…………1
1.3 Tujuan……………………………………………………………………......……….....1

BAB II. PEMBAHASAN


2.1 Energi Bebas Gibbs........................................................................................................3
a.   Perubahan  Energi-Bebas Standar......................................................................4
b.   Penerapan Rumus ∆G = ∆H - T∆S.....................................................................5
c.   Suhu dan Reaksi Kimia.......................................................................................5
d.   Transisi Fasa.......................................................................................................8
2.2.   ENERGI BEBAS HELMHOLTZ...............................................................................8

BAB III. PENUTUP


3.1 Kesimpulan....................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Energi merupakan kemampuan untuk melakukan kerja (misalnya untuk energi listrik
dan mekanika), daya (kekuatan) yg dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses
kegiatan, misalnya dapat merupakan bagian suatu bahan atau tidak terikat pada bahan (spt
sinar matahari), tenaga. Energi di alam semesta memiliki berbagai macam cakupan, seperti 
energi mekanis, nuklir, potensial, masih banyak lagi. Namun, pada pembahasan makalah ini
lebih menjurus pada energi bebas dalam hubungannya dengan termodinamika. Parameter
termodinamika untuk perubahan keadaan diperlukan untuk mendeskripsikan ikatan kimia,
sruktur dan reaksi. Pengetahuan termodinamika sederhana sangat bermanfaat untuk
memutuskan apakah struktur suatu senyawa akan stabil, kemungkinan kespontanan reaksi,
perhitungan kalor reaksi, penentuan mekanisme reaksi dan pemahaman elektrokimia.
Sistem  dalam termodinamika adalah  obyek  atau  kawasan  yang  menjadi  perhatian 
kita. Kawasan di luar sistem disebut lingkungan. Sistem mungkin berupa sejumlah materi atau
suatu daerah yang kita bayangkan dibatasi oleh suatu bidang batas, yaitu bidang yang
membatasi sistem terhadap lingkungannya. Bidang batas ini dapat kita bayangkan pula mampu
mengisolasi sistem dari lingkungannya ataupun memberikan suatu cara interaksi tertentu
antara sistem dan lingkungannya.
Jika  sistem   terisolasi  maka  ia   tidak   dapat   dipengaruhi   oleh lingkungannya.
Walaupun demikian perubahan-perubahan mungkin saja  terjadi  di  dalam  sistem . 
Perubahan-perubahan   tersebut   misalnya   temperatur   dan   tekanan.   Namun demikian
perubahan yang terjadi dalam sistem yang terisolasi seperti ini tidak dapat berlangsung terus
tanpa batas; suatu saat akan tercapai kondisi keseimbangan internal yaitu kondisi di mana
perubahan- perubahan dalam sistem sudah berhenti. Umum adalah sumber energi yang dapat
dengan cepat dipulihkan kembali secara alami, dan prosesnya berkelanjutan. Pembahasan
dalam esai ini lebih menuju pada energi bebas gibbs (∆g) dan energi bebas helmholtz(∆a)

B.   Rumusan Masalah
1.  Bagaimanaka energi bebas gibbs dan energi bebas helmholtz dalam lingkungan?
2.  Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan energi bebas dalam hubungannya
dengan perubahan entalpi dan entropi?
3. Bagaimanakah definisi energi bebas gibbs dan helmholt?
C.    Tujuan
1. Mengetahui energi bebas gibbs dan energi bebas helmholtz dalam lingkungan
2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perubahan energi bebas dalam hubungannya
dengan perubahan entalpi dan entropi
3. Mengetahui definisi energi bebas gibbs dan helmholtz
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.   Energi Bebas Gibbs
                        Hukum kedua termodinamika menyatakan bahwa reaksi spontan akan
meningkatkan entropi semesta, artinya, ∆suniv> 0. Namun untuk menetapkan tanda ∆suniv suatu
reaksi, kita perlu menghitung baik ∆ssis maupun ∆ssurr. Namun yang biasanya kita perhatikan
hanyalah apa-apa yang terjadi dalam sistem tertentu, dan perhitungan ∆ssurr bisa saja cukup
sulit. Untuk itu, kita biasanya memakai fungsi termodinamika lain untuk membantu kita
menetapkan apakah reaksi akan terjadi spontan jika kita hanya melihat sistem itu sendiri.
Dari persamaan proses spontan, kita mengetahui bahwa untuk proses spontan, kita mempunyai
∆Suniv = ∆Ssis + ∆Ssurr >0
Dengan Mensubstitusikan -∆Hsis /T  Pada ∆Ssurr, Kita Tuliskan

∆Suniv = ∆Ssis  -   >0


Dengan Mengalikan Kedua Sisi Persamaan Dengan T Akan Dihasilkan
T∆Suniv = -∆Hsis + T∆Ssis > 0
Telah didapatkan satu kriteria untuk reaksi spontan yang dinyatakan hanya dalam sifat-
sifat sistem itu (∆hsis + ∆ssis) sehingga kita bisa mengabaikan lingkungan. Untuk mudahnya,
kita dapat mengubah persamaan di atas, mengalikan semua dengan -1 dan mengganti tanda >
dengan <:
-T∆Suniv  = ∆Hsis - T∆Ssis  < 0
Persamaan ini menyatakan bahwa untuk proses yang dilaksanakan pada tekanan
konstan dan suhu t, jika perubahan entalpi dan entropi sistem itu sedemikian
rupa sehingga ∆hsis - t∆ssis lebih kecil daripada nol, maka proses itu haruslah spontan.
Untuk menyatakan kespontanan reaksi secara lebih langsung, kita dapat menggunakan
satu fungsi termodinamik lain yang disebut energi bebas gibbs (g), atau lebih
singkatnya energi bebas (dari nama fisikawan amerika josiah willard gibbs):
G = H - Ts
Semua kuantitas dalam persamaan di atas, berhubungan dengan sistem, dan t adalah
suhu sistem. Dapat dilihat bahwa g mempunyai satuan energi (baik h maupun ts adalah dalam
satuan energi). Sama seperti h dan s, g adalah fungsi keadaan.

Perubahan Energi Bebas (∆G) Suatu Sistem Pada Proses Pada Suhu Tetap Ialah
∆G = ∆H - T∆S
Dalam konteks ini, energi bebas ialah energi yang tersedia untuk melakukan
kerja. Jadi, jika suatu reaksi diiringi dengan pelepasan energi yang berguna (dengan kata lain,
jika ∆G negatif), kenyataan ini sendiri saja sudah menjamin bahwa reaksinya spontan, dan tak
perlu mengkhawatirkan bagian lain dari semesta.
Perhatikan bahwa kita semata-mata hanya menyusun-ulang rumus untuk
perubahan entropi semesta, menghilangkan ∆Suniv dan mempersamakan perubahan energi bebas
dari sistem itu (∆G) Dengan -T∆Suniv, sehingga dapat memfokuskan perhatian pada perubahan
dalam sistem. Ringkasan syarat-syarat untuk kespontanan dan kesetimbangan pada suhu dan
tekanan tetap dari segi ∆G:
§  ∆G < 0      Reaksi Spontan Ke Arah Depan
§  ∆G > 0      Reaksi Nonspontan. Reaksi Ini Spontan Pada Arah Yang Berlawanan.
§  ∆G = 0      Sistem Berada Pada Kesetimbangan. Tidak Ada Perubahan Bersih.

a.    Perubahan  Energi-Bebas Standar


Energi-Bebas Reaksi Standar (∆G°Rxn) ialah perubahan energi-bebas untuk reaksi bila
reaksi itu terjadi pada kondisi keadaan standar, artinya, bila reaktan berada dalam keadaan
standarnya diubah menjadi produk dalam keadaan standarnya. Konvensi yang digunakan para
kimiawan untuk mendefinisikan keadaan standar zat murni serta larutan. Untuk
menghitung ∆G°Rxn, mulai dengan persamaan

Aa + Bb                 Cc + Dd

Perubahan energi-bebas standar untuk reaksi ini ialah

∆G°Rxn = [ C∆G°F(C)  +  D∆G° F (D) ] - [ A∆G° F (A) + B∆G° F (B) ]


Atau, Secara Umum,

∆G°Rxn = ∑N∆G°F (Produk) - ∑M∆G°F (Reaktan)

Di mana m dan n adalah koefisien stoikiometri. Suku  ∆G°F  Adalah Energi-Bebas


Pembentukan Standar  dari senyawa, artinya, perubahan energi-bebas yang terjadi bila 1
mol senyawa disintesis dari unsur-unsurnya dalam keadaan standarnya. Untuk pembakaran
grafit:
C(Grafit) + O2(G) ——> Co2(G)

Perubahan Energi-Bebas Standarnya Ialah

∆G°Rxn = ∆G°F (Co2) - [ ∆G°F (C, Grafit) + ∆G°F (O2) ]


Seperti pada entalpi pembentukan standar, kita definisikan energi bebas pembentukan standar
setiap unsur dalam bentuk stabilnya adalah Nol. Jadi,

∆G°Rxn (C, Grafit) = 0      Dan     ∆G°F (O2) = 0

Dengan demikian, perubahan energi-bebas standar untuk reaksi dalam kasus ini sama nilainya
dengan energi bebas pembentukan standar Co2:

∆G°Rxn = ∆G°F (Co2)

Perhatikan Bahwa ∆G°Rxn Dalam Satuan Kj, Tetapi ∆G°F Dalam Kj/Mol. Persamaan Ini


Berlaku Karena Koefisien Di Depan ∆G°F (Dalam Hal Ini 1) Mempunyai Satuan "Mol."

b.   Penerapan Rumus ∆G = ∆H - T∆S

Untuk memprediksi tanda ∆G, berdasarkan Persamaan di atas, perlu diketahui


baik ∆H maupun ∆S. ∆H negatif (reaksi eksotermik) dan  ∆S  positif (reaksi yang
menyebabkan peningkatan ketidakteraturan sistem) cenderung akan membuat  ∆G  negatif,
meskipun suhu dapat juga mempengaruhi arah dari suatu reaksi spontan. Empat kemungkinan
hasil dari hubungan ini ialah:

•   Jika ∆H maupun ∆S positif, maka ∆G akan negatif  hanya bila suku T∆S  lebih besar angkanya


dibandingkan ∆H. Kondisi ini dijumpai bila T  besar.

•   Jika ∆H positif dan ∆S negatif, ∆G akan selalu positif, berapa pun suhunya.

•   Jika ∆H negatif dan ∆S ositif, maka ∆G akan selalu negatif berapa pun suhunya.

•   Jika ∆H negatif dan ∆S negatif, maka ∆G akan negatif hanya bila T∆S lebih kecil angkanya


dibandingkan ∆H. Kondisi ini terjadi jika T  kecil.

Suhu-suhu yang akan menyebabkan ∆G negatif untuk kasus pertama dan terakhir


bergantung pada nilai aktual dari ∆H dan ∆S dari sistem. Di bawah ini meringkas pengaruh
dari kemungkinan-kemungkinan yang baru dibahas ini.

c.   Suhu dan Reaksi Kimia


Kalsium oksida (CaO), juga disebut kapur tohor (quicklime), adalah zat anorganik
yang sangat berharga dan digunakan dalam pembuatan baja, produksi logam kalsium,
industri kertas, pengolahan air, dan pengendalian pencemaran. Bahan ini dibuat dengan
cara menguraikan batu kapur (CaCO3, batu gamping) di dalam sebuah tanur bakar (kiln) pada suhu
tinggi):

CaCO3 ↔ CaO(s) + CO2 (g)
Reaksi ini reversibel, dan CaO mudah bergabung dengan CO2 untuk membentuk
CaCO3. Tekanan CO2 dalam kesetimbangan dengan CaCO3 dan CaO meningkat dengan
meningkatnya suhu. Dalam pembuatan di kapur tohor di pabrik, sistemnya tak pernah dijaga
pada kesetimbangan; sebaliknya, CO2 terus-menerus diambil dari tanur untuk menggeser
kesetimbangan dari kiri ke kanan, sehingga meningkatkan pembentukan kalsium oksida.

Informasi penting untuk kimiawan praktisi ialah suhu pada saat CaCO 3 yang terurai
cukup banyak (artinya, suhu pada saat reaksi menjadi spontan).

Kita dapat membuat perkiraan yang baik untuk suhu tersebut sebagai berikut. Mula-
mula kita hitung ∆H° dan ∆S° reaksi pada 25°C, “menggunakan data dari Lampiran 2 buku
raymond chang jilid 2 hal.308. (∆H°f(CaO) = -635,6 kJ/mol), (∆H°f (CO2) = -393,5 kJ/mol ),
(∆H°f (CaCO3) = -393,5 kJ/mol ), (S°(CaO) = 39,8 J/K • mol), ( S°(CO2) = 213,6 J/K • mol),
( S°(CaCO3) = 92,9 J/K • mol)

Untuk menentukan AH° kita gunakan Persamaan :


∆H° = [∆H°f(CaO) + [∆H°f (CO2)] - [∆H°f (CaCO3)]

= [(1 mol)(-635,6 kJ/mol) + (1 mol)(-393,5 kJ/mol)] - [(1 mol)(-1206,9 kJ/mol)]


= 177,8 kJ
Kemudian kita terapkan Persamaan untuk mencari ∆S° :
∆S° = [S°(CaO) + S°(CO2)] - [S°(CaCO3)]

= [(1 mol)(39,8 J/K • mol) + (1 mol)(213,6 J/K • mol)] - [(1 mol)(92,9 J/K • mol)]
= 160,5 J/K
Untuk reaksi yang dilakukan pada kondisi-kondisi keadaan-standar, gunakan Persamaan:

∆G° = ∆H° - T∆S°


sehingga kita peroleh

∆G° = 177,8 kJ - (298 K)( 160,5 J/K) (1 kJ/1000 J)


 = 130,0 kJ
Karena ∆G°  adalah kuantitas positif yang besar, kita simpulkan bahwa reaksi sulit terjadi pada
25°C (atau 298 K). Untuk membuat ∆G° negatif, pertama-tama cari suhu pada saat ∆G°  nol;
artinya,

0 = ∆H° - T∆S

   T         =   

Atau                                        

      =1108 K atau 835°C

Pada suhu yang lebih tinggi dari 835°C, ∆G°  menjadi negatif, menunjukkan bahwa
penguraiannya spontan. Contohnya, pada 840°C, atau 1113 K,

∆G° = ∆H° - T∆S°


= 177,8 kJ - (1113 K)(160,5 J/K) (1 kJ/1000 J)

= -0,8 kJ

Terdapat dua hal penting dalam perhitungan ini. Pertama, kita menggunakan
nilai ∆H° dan ∆S° pada 25 °C untuk menghitung perubahan yang terjadi pada suhu yang jauh
lebih tinggi. Karena ∆H°  maupun ∆S berubah terhadap suhu, pendekatan ini tidak akan
menghasilkan nilai ∆G° yang akurat, namun cukup baik untuk perkiraan kasar. Kedua, jangan
salah berpikir bahwa tidak terjadi apa-apa pada suhu di bawah 835°C dan bahwa pada 835°C
CaCO3 tiba-tiba mulai mengurai. Jauh dari itu. Kenyataan bahwa ∆G° bernilai positif pada
suhu di bawah 835°C bukan berarti tidak ada CO 2 yang dihasilkan, melainkan bahwa tekanan
gas CO2 yang terbentuk pada suhu tersebut akan berada di bawah 1 atm (nilai keadaan
standarnya; lihat Tabel 1). Seperti ditunjukkan pada Gambar 1, tekanan CO2 pada mulanya
meningkat perlahan dengan meningkatnya suhu; tekanan ini menjadi mudah diukur di atas
700°C. Pengaruh 835°C ialah bahwa ini adalah suhu pada saat tekanan kesetimbangan
CO2 mencapai 1 atm. Di atas 835°C, tekanan kesetimbangan CO2 melebihi 1 atm. Jika sistem
berada pada kesetimbangan, maka tidak ada kecenderungan untuk terjadi perubahan spontan
pada kedua arah. Syarat ∆G° = 0 berlaku pada transisi fasa apa saja.
d.    Transisi Fasa
Pada suhu sewaktu transisi fasa terjadi (titik leleh atau titik didih), sistem berada pada
kesetimbangan (∆G = 0), sehingga Persamaan menjadi

                                                            0 = ∆H° - T∆S°

                                                     ∆S°  = 


Coba lihat kesetimbangan es-air. Untuk transisi es→air, ∆H adalah kalor lebur molar (6010
J/mol) dan T adalah titik leleh. Maka entropi perubahannya adalah

∆Ses→air               = 
 = 22,0 J/K • mol
Jadi, ketika 1 mol es meleleh pada 0°C, terdapat kenaikan entropi sebesar 22,0 J/K. Kenaikan
entropi konsisten dengan peningkatan ketidakteraturan dari padatan ke cairan. Sebaliknya,
untuk transisi air →es, penurunan entropi adalah

∆Ses→air               = - 
 = -22,0 J/K • mol
Di laboratorium, kita biasanya melakukan perubahan ke satu arah saja, artinya, hanya dari es
menjadi air atau air menjadi es. Kita dapat menghitung perubahan entropi d'alam setiap kasus dengan
menggunakan persamaan AS = AH/T asalkan suhu tetap pada 0°C. Prosedur yang sama dapat
diterapkan pada transisi air-uap. Dalam kasus ini, AH adalah kalor penguapan dan T adalah titik
didih air.

2.2.   ENERGI BEBAS HELMHOLTZ

 Kelvin   memformulasikan   bahwa   pada   umumnya   alam   tidak memperkenankan


panas dikonversikan menjadi kerja tanpa disertai oleh perubahan besaran yang lain. Kalau
formulasi Kelvin ini kita bandingkan  dengan  pernyataan  Hukum  Thermodinamika  Ke-dua,
maka besaran lain  yang berubah  yang  menyertai  konversi panas
menjadi kerja adalah perubahan entropi. Perubahan neto entropi, yangnselalu meningkat dalam
suatu proses, merupakan energi yang tidak dapat diubah menjadi kerja, atau biasa
disebut energi yang tak dapat diperoleh (unavailable energy).
Sesuai Hukum Thermodinamika Pertama, jika kita masukkan energi panas ke
dalam sistem dengan maksud untuk mengekstraknya menjadi kerja maka yang bisa kita
peroleh dalam bentuk kerja adalah energi yang masuk ke sistem dikurangi energi yang tak bisa
diperoleh, yang terkait dengan entropi. Karena mengubah energi menjadi kerja adalah proses
irreversible, sedangkan dalam proses irreversible entropi selalu meningkat, maka energi yang
tak dapat diperoleh adalah TS di mana S adalah entropi dan T adalah temperatur dalam
kondisi keseimbangan.
Energi   yang   bisa   diperoleh   disebut   energi   bebas   yang   yang diformulasikan
oleh Helmholtz sebagai
A = E − TS
A  disebut  Helmholtz  Free  Energy. E adalah energi internal.  Jika  persamaan ini
dideferensiasi diperoleh
dA ≡ dE − TdS − SdT

Penerapan hukum thermodinamika pertama memberikan persamaan dS lingkungan   =   


yang dapat kita tuliskan  dE = dq − dw  sedangkan definisi entropi dinyatakan oleh

persamaan  dSsistem  =    , maka dA ≡ dE − TdS – SdT, maka dapat dituliskan


dA = dq – dw − dqrev − SdT
Jika temperatur konstan dan tidak ada kerja yang dilakukan oleh sistem pada lingkungan
maupun dari lingkungan pada sistem, maka persamaan di atas menjadi
dA│w,T  = dq − dq rev
Karena   dq ≤ dq rev  menurut hukum Thermodinamika Ke-dua, maka
dA│w , T  ≤ 0
Jadi pada proses isothermal di mana tidak ada kerja, energi bebas Helmholtz menurun dalam
semua proses alamiah dan mencapai nilai minimum   setelah   mencapai   keseimbangan.  
Pernyataan   ini mengingatkan kita pada peristiwa dua atom yang saling berdekatan
membentuk ikatan atom. Ikatan terbentuk pada posisi keseimbangan yang merupakan posisi di
mana energi potensial kedua atom mencapai nilai minimum. Demikian pula halnya dengan
sejumlah atom yang tersusun menjadi susunan kristal; energi potensial total atom-atom ini
mencapai nilai minimum. Melalui analogi ini, energi bebas dipahami juga sebagai potensial
thermodinamik.
Membuat temperatur konstan dalam suatu proses bisa dilakukan di laboratorium.
Tetapi tidaklah mudah membuat sistem tidak memuai pada waktu energi panas masuk ke
dalamnya. Lagi pula sekiranya pemuaian dapat diabaikan seperti pada kasus pemanasan
dielektrik, polimerisasi ataupun depolimerisasi akan terjadi di dalam dielektrik sehingga kerja
selalu diperlukan.
BAB III
PENUTUPAN

3.1 KESIMPULAN
Entalpi Karena entalpi adalah kandungan kalor  sistem dalam tekanan tetap,
perubahan  ∆H bernilai negatif untuk reaksi eksoterm, dan positif untuk reaksi endoterm. 
Entropi (S) Entropi adalah fungsi keadaan, dan merupakan kriteria yang menentukan
apakah suatu keadaan dapat dicapai dengan spontan dari  keadaan lain.
            Energi Bebas Gibbs (G), fungsi termodinamik yang menyatakan kespontanan reaksi
secara lebih langsung, dengan rumus umum dalam suatu sitem ∆G = ∆H - T∆S, dengan suhu
yang tetap.
            Energi Bebas Helmholtz (A), adalah selisih perubahan energi internal terhadap suhu
dan entropi, Karena perubahan energi menjadi kerja adalah proses irreversible, sedangkan
dalam proses irreversible entropi selalu meningkat, maka energi yang tak dapat diperoleh
adalah TS di mana S adalah entropi dan T adalah temperatur dalam kondisi keseimbangan,
sehingga didapatkan rumus umumnya, A = E – TS.

Anda mungkin juga menyukai