Anda di halaman 1dari 12

al-Kimiya, Vol. 7, No.

1 (35-46) Juni 2020/Dzulqa’idah 1441 H

SINTESIS MEMBRAN KOMPOSIT BERBAHAN DASAR KITOSAN


DENGAN METODA SOL-GEL SEBAGAI MEMBRAN FUEL CELL PADA
SUHU TINGGI
NILA T. BERGHUIS1*, MUHAMMAD ALI ZULFIKAR2, DAN DEANA WAHYUNINGRUM2
1
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Komputer, Universitas Pertamina,
Jalan Teuku Nyak Arief, Simprug Jakarta Selatan 12220
2,3
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung,
Jalan Taman Sari No.10 Bandung
*alamat email korespondensi: nila.tanyela@universitaspertamina.ac.id

Informasi Artikel Abstrak/Abstract


Riwayat Naskah : Kitosan adalah polisakarida kationik yang terdiri dari residu glukosamin dan N-asetil
Diterima pada 4 glukosamin yang terikat oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Keberadaan gugus alkohol bebas pada
Desember 2019 kerangka kitosan dapat dimanfaatkan sebagai gugus pembentuk matrik dengan atom lainnya,
Diterima setelah dalam penelitian ini adalah silika (Si). Kondisi ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar
direvisi pada 26 Juni sintesis membran sel bahan bakar (Fuel Cell). Sintesis kitosan dilakukan dengan
2020 mendeasetilasi kitin yang bersumber dari limbah kulit udang. Membran komposit kitosan-
Diterbitkan pada 30 TEOS (Tetraetilortosilikat) telah berhasil disintesis dengan menggunakan variasi nilai
Juni 2020 konsentrasi kitosan terhadap jumlah TEOS. Membran komposit kitosan-TEOS disintesis
dengan menggunakan metoda sol-gel dan pembalikan fasa. Kitosan dan membran komposit
yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi sifat kimia dan fisika nya yaitu penentuan derajat
deasetilasi, penentuan berat molekul rata-rata (Mv), persen kelarutan, analisis struktur dengan
menggunakan FTIR, uji ketahanan suhu, analisis morfologi dengan menggunakan SEM, dan
kapasitas pertukaran ion (KPI). Hasil karakterisasi menunjukkan derajat deasetilasi kitosan
sebesar 79,31% dengan nilai berat molekul rata-rata (Mv) 1,16 x 107 g/mol dan persen
kelarutan 1% (v/v) asam asetat. Hasil pengukuran FTIR membran menunjukkan terdapat
puncak 1377 cm-1 yang merupakan puncak dari eter siklik, puncak 3454 cm-1 yang
merupakan puncak dari O-H, puncak pada 1662-1666 cm-1 yang merupakan puncak dari C=O
asetamida, dan 3454-3500 cm-1 yang merupakan puncak N-H, sedangkan puncak 904 cm-1
Kata Kunci: Kitin; dan 1091,7 cm-1 menunjukkan adanya ikatan silang antara Si-OH dan Si-O-C (alifatik). Uji
kitosan; membran ketahanan membran terhadap suhu sebesar 120oC sedangkan nilai konduktivitas ionik
kitosan-TEOS; sol- terbesar dimiliki oleh tipe membran CTSN-1,5 dengan nilai 0,114 meq/g. Hasil analisis SEM
gel; fuel cell. menunjukkan bahwa membran mempunyai struktur yang rapat.

Keywords: chitin; Chitosan is a cationic polysaccharide consisting of glucosamine and N-acetyl glucosamine
chitosan; chitosan- residues which are bound by glycosidic β-1,4 bonds. The existence of free alcohol groups in
TEOS membrane; the chitosan framework can be used as a matrix-forming group with other atoms, in this study
sol-gel; fuel cell. is silica (Si). This condition can be utilized as a basic ingredient in the synthesis of fuel cell
membranes. Chitosan synthesis by deacetylation of chitin which is sourced from shrimp shell
waste. Chitosan-TEOS (Tetraethylortosilicate) composite membrane has been successfully
synthesized by using variations in the value of chitosan concentration to the amount of TEOS.
Chitosan-TEOS composite membrane was synthesized using the sol-gel method and phase
reversal. Characterization of Chitosan and composite membranes include chemical and
physical properties, which is a determination of the degree of deacetylation, determination of
average molecular weight (Mv), percent solubility, structural analysis using FTIR,
temperature resistance test, morphological analysis using SEM, and exchange capacity ion
(KPI). The characterization results showed that the degree of deacetylation of chitosan was
79.31% with an average molecular weight (Mv) value of 1.16 x 107 g/mol and a percent
solubility of 1% (v/v) of acetic acid. The results of FTIR membrane measurements show that
there is a peak of 1377 cm-1 which is the peak of the cyclic ether, peak of 3454 cm-1 which is
the peak of OH, the peak at 1662-1666 cm-1 which is the peak of C = O acetamide, and 3454-
3500 cm-1 which is the peak of NH, while peaks of 904 cm-1 and 1091.7 cm-1 indicate the
presence of cross bonds between Si-OH and Si-O-C (aliphatic). The temperature resistance
test of the membrane at 120oC while the greatest ionic conductivity value is owned by the
membrane type CTSN-1.5 with a value of 0.114 meq/g. SEM analysis results show that the
membrane has a tight structure.

35
al-Kimiya, Vol. 7, No. 1 (35-46) Juni 2020/Dzulqa’idah 1441 H

PENDAHULUAN polikation alami. Selain gugus amina bebas,


kitosan juga memiliki gugus hidroksi. Kedua gugus
Permasalahan yang tengah dihadapi dunia ini memungkinkan dilakukannya modifikasi pada
saat ini adalah masalah global warming yang dipicu kitosan untuk menghasilkan sifat fisik dan kimia
karena penggunaan bahan bakar serta krisis bahan yang diinginkan. Menurut Smitha dkk. [6]
bakar mineral (minyak bumi). Kemampuan negara- diketahui juga bahwa crossover metanol pada
negara di dunia untuk menyediakan bahan bakar kitosan lebih rendah daripada Nafion ®.
semakin lama semakin berkurang hingga suatu saat Pengikatsilangan kitosan adalah solusi yang
akan mencapai puncaknya, karena hampir semua ditawarkan untuk mengatasi permasalahan sifat
daerah yang mengandung minyak telah ditemukan mekanik dari kitosan. Penelitian yang sudah
dan dieksplorasi. Sedangkan permintaan akan dilakukan diantaranya dengan glutaraldehid asam
bahan bakar terus meningkat dengan tajam, sulfat dan senyawa epoksi [7]. Penelitian lainnya,
sehingga cadangan minyak dunia semakin menipis pembentukan organik-anorganik material
[1]. Untuk mengatasi permasalahan di atas, memberikan pendekatan lain untuk membuktikan
sekiranya kita perlu untuk mencari alternatif energi karakteristik fisik dan kimia dari kitosan dan
pengganti yang terbaharukan (renewable energy) biomaterial lainnya. Memperkenalkan silika ke
dan berkelanjutan serta ramah lingkungan seperti dalam biomaterial dapat meningkatkan
:biofuel, geothermal, sel bahan bakar (fuel cell), permeabilitas terhadap oksigen, biokompatibiliti
dan lain-lain. dan biodegradabiliti. Serta ketahanan fisik terhadap
Diantara energi alternatif tersebut, yang suhu tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk
menjanjikan adalah fuel cell [2]. Fuel cell mensintesis kitosan sebagai bahan dasar dalam
merupakan sebuah alat elektrokimia yang mirip sintesis membran kitosan-TEOS yang dapat
dengan baterai. Bedanya, fuel cell dirancang untuk diaplikasikan sebagai membran elektrolit dalam
terus memiliki energi. Satu sel individu dari fuel Direct Methanol fuel cell (DMFC). Membran
cell terdiri dari anoda, katoda serta elektrolit. kitosan-TEOS disintesis dengan proses sol-gel
Teknologi fuel cell terbagai ke dalam beberapa tipe melalui metode inversi fasa yang kemudian diuji
diantaranya PEMFC (Proton Exchange Membrane ketahanan suhu, difusi metanol, serta nilai
Fuel Cell) dan DMFC (Direct Methanol Fuel Cell). konduktivitas proton yang menjadi parameter
Pada sistem fuel cell ini elektrolit yang digunakan dalam perkembangan Direct Methanol Fuel Cell
adalah membran [3]. Beberapa membran yang telah dalam bidang energi. Dalam jangka panjang
dikembangkan untuk aplikasi ini diantaranya diharapkan penelitian ini dapat memacu
berbahan dasar karet silikon termodifikasi, pengembangan bahan alam lain sebagai pengganti
metakrilat, kopolimer poliester, poliakrilonitril, Nafion® dan pengembangan fuel cell di Indonesia.
polimer ikatan silang, polimer blok atau cangkok,
dan lain sebagainya. [4]. Membran yang saat ini EKSPERIMEN
paling banyak digunakan sebagai elektrolit dalam
Direct Methanol Fuel Cell (DMFC) adalah Nafion Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa
yang diproduksi oleh Du Pont. Nafion® merupakan tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri
polimer dengan rantai utama mirip Teflon ® dengan dari isolasi kitin dari kulit udang , konversi kitin
gugus sulfonat sebagai gugus sampingnya. Dalam menjadi kitosan. Tahap ke dua adalah sintesis
keadaan terhidrasi penuh Nafion ® mempunyai nilai membran kitosan-TEOS melalui proses sol-gel
konduktivitas 10-2-10-1 S cm-1, namun nafion ini serta karakterisasi meliputi karakterisasi kitosan,
tidak ramah lingkungan karena kandungan unsur diantaranya karakterisasi FTIR, penentuan berat
flour, memiliki crossover metanol yang tinggi yang molekul rata-rata (Mv), persen kelarutan didalam
akan menurunkan efisiensi fuel cell serta larutan asam asetat, dan derajat deasetilasi
konduktivitas Nafion® menurun secara drastis pada sedangkan karakterisasi membran kitosan-TEOS
suhu di atas 90oC karena adanya penurunan kadar diantaranya analisis spektrofotometri FTIR, derajat
air dalam membran [5]. penyerapan air, uji ketahanan suhu, kapasitas
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan ini penukar ion, permeabilitas metanol, konduktivitas
maka diperlukan suatu polimer lain yang dapat proton, dan SEM.
menggantikan peran Nafion. Salah satu polimer
yang berpotensi sebagai pengganti Nafion ® adalah Material
kitosan. Kitosan merupakan produk deasetilasi
Limbah udang (lokal), NaOH(aq) 3,5% b/v,
kitin yang banyak terdapat pada kulit hewan
50% b/v, NaOH(aq) 0,1M, NaOH(aq) 1M, larutan HCl
crustaceae seperti udang, lobster dan kepiting.
1M, 0,1M, Larutan asam asetat 3%, TEOS
Kitosan mempunyai gugus amina bebas yang dapat
(tetraethylorthosilicate) 99,8% (p.a) Sigma
terprotonasi, sehingga dapat dikategorikan sebagai
Aldrich), Aseton teknis (lokal), Aqua dm (lokal).

36
al-Kimiya, Vol. 7, No. 1 (35-46) Juni 2020/Dzulqa’idah 1441 H

Instrumentasi TEOS dengan komposisi 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL;


dan 2 mL. Larutan membran kemudian di biarkan
FTIR One Perkin Elmer, Viskometer di dalam oven bersuhu 50oC, selama 12 jam. Untuk
Ostwald Autograph Shimadzu, Gas pelepasan membran dari cawan Petri dapat
Chromatography Merck, A Hewlett-Packard digunakan larutan NaOH 2 M, dengan cara
Impedance/Gain-phase Analyzer (model 4194A) direndam kemudian dicuci dengan aqua dm dan
Hot Plate Stirrer, Oven, Neraca digital, Alat-alat dikeringkan pada suhu ruang.
gelas, Mortar dan alu, Seperangkat alat Soxhlet.
Karakterisasi Kitosan
Prosedur
Karakterisasi yang dilakukan antara lain
Prosedur Sintesis kitosan diadopsi dari penentuan gugus fungsi dengan analisa
penelitian yang dilakukan oleh Hong. K, dkk. [8]. spektrofotometri FTIR, penentuan derajat
Untuk memperoleh kitosan, dapat dilakukan deasetilasi, penentuan massa molekul rata-rata
melalui tahapan isolasi kitin serta konversi kitin kitosan (Mv), dan persen kelarutan kitosan didalam
menjadi kitosan seperti terlihat pada Gambar 1 larutan asam asetat 1%, dan 3%.
dibawah ini.
Karakterisasi Membran Kitosan –TEOS

Analisis spektrofotometri FTIR


Kulit udang Deproteinisasi

Membran yang akan dianalisa dikeringkan


kemudian dimasukan ke tempat cuplikan dan
direkam spektra infra merahnya pada bilangan
Demineralisasi
gelombang 4000 - 650 cm-1.

Derajat penyerapan air


KITIN Dekolorisasi
Sampel membran yang telah diketahui
massanya direndam selama 48 jam dalam air,
kemudian permukaan membran dikeringkan
Deasetilasi dengan tisu dan ditimbang. Derajat penyerapan air
dihitungkan menggunakan persamaan yang
dilakukan oleh Campo, dkk. [9].

Kapasitas penukar ion (Ion H+)


KITOSAN
Membran yang sudah ditimbang, kemudian
direndam didalam larutan HCl 1 M sebanyak 30
Gambar 1. Tahapan sintesis kitosan dari kulit udang. mL selama satu jam. Membran di tiriskan
kemudian di bilas dengan hati-hati oleh aqua dm
Sintesis Membran Kitosan hingga pH netral (5-6). Setelah itu direndam
kembali dengan NaOH 0,1 N selama 30 menit.
Kitosan sebanyak 1 g dilarutkan dalam 100 Kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N. Banyaknya
mL larutan asam asetat 3%. Larutan kemudian ion H+ yang terserap oleh membran dihitung.
disaring dan dituangkan ke dalam cawan Petri
Parameter suhu terhadap membran
masing-masing 20 mL. Larutan dibiarkan menguap
selama 2 hari pada suhu ruang atau dapat juga di Sampel membran semua tipe (CTSN; CTSN
oven 50oC selama 12 jam hingga didapatkan -0,5; CTSN-1; CTSN-1,5; CTSN-2) yang sudah
padatan membran. Kemudian membran direndam diketahui beratnya di oven pada variasi temperature
di dalam larutan NaOH 2 M selama 15 menit 60oC ; 80oC; 100oC; 120oC; dan 150oC. Dengan
kemudian dicuci dengan aqua dm hingga larutan variasi waktu pemanasan di dalam oven : 2 jam; 5
NaOH hilang. jam; 10 jam; 15 jam; dan 24 jam.
Sintesis Membran Kitosan-TEOS Penentuan permeabilitas metanol

Larutan kitosan 1% dituangkan sebanyak 20 Membran dengan diameter 2,75 cm


mL ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan berbentuk lingkaran ditempatkan pada alat difusi

37
al-Kimiya, Vol. 7, No. 1 (35-46) Juni 2020/Dzulqa’idah 1441 H

yang dirancang mandiri. Pada kompartemen A membran dianggap konstan selama jangka waktu
berisi metanol pa, sedangkan pada kompartemen B yang relatif pendek.
berisi aqua dm, dilakukan pengocokan dengan
kecepatan konstan, kemudian setiap 7 menit, pada Analisis SEM
sisi tabung/sel yang berisi aqua dm, diambil
sampling untuk dilakukan pengujian dengan GC Sampel membran yang memiliki nilai difusi
(kromatografi gas). Besarnya konsentrasi yang yang baik, dilakukan SEM, untuk melihat besarnya
melewati membran dihitung dengan pori-pori membran. Pengukuran SEM dilakukan di
membandingkan besarnya luas area untuk setiap PPGL.
pengadukan, dengan sebelumnya dilakukan GC
terhadap metanol p.a.sebagai standar. HASIL DAN PEMBAHASAN

Konduktivitas proton Tahapan pertama dalam sintesis membran


komposit kitosan-TEOS adalah sintesis kitosan
Perhitungan konduktivitas ion berdasarkan dari kitin melalui reaksi deasetilasi. Kitin sebanyak
metode yang dikemukakan oleh mokrini dkk. [10]. 19,2602 g yang telah diperoleh direaksikan dengan
Membran basah dijepit diantara dua elektroda di larutan NaOH 50%, reaksi dilakukan pada
dalam sel yang di desain sendiri. Untuk analisis temperatur 105oC. Suhu harus dijaga konstan
hantaran sebelumnya membran direndam di dalam berkisar 1000C-1050C. Deasetilasi merupakan
larutan H2SO4 1M selama 24 jam pada suhu ruang penghilangan gugus N-asetil asetamida pada kitin
.Sebelum pengukuran, permukaan air dipindahkan menjadi gugus amina yang kita kenal dengan
lalu membran yang telah di rendam (swollen kitosan. Gambaran mekanisme reaksi deasetilasi
membrane), cepat-cepat di tempatkan di antara kitin dapat ditunjukkan pada Gambar 2 di bawah
elektroda di dalam sel uji. Air yang diserap oleh ini.

OH
H H OH H OH H OH
OH O OH O OH O OH O
O O
H O H H O H
H NH H H
NH NH H NH
OH H OH H OH H
C C C OH H
O O -
O C
OH- O
-
O OH

H OH H OH H OH H OH
OH O OH O OH O OH O
- CH3COO-
O
O
H O
H H O
H NH2 H H
NH H NH H
H NH
OH H
OH H OH
C C OH H
O - C
O O
H OH
-
O

Gambar 2. Usulan Mekanisme Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan

Banyaknya gugus asetil yang terlepas gugus asetamida sedangkan pada kitosan sebagian
dinyatakan dengan derajat deasetilasi. Terlihat unit monosakaridanya memiliki gugus amina.
pada Gambar 2 bahwa perbedaan antara kitin Untuk memastikan telah terbentuk kitosan maka tes
dengan kitosan, terletak pada atom C nomor 2. awal yang dapat dilakukan adalah dengan
Pada kitin, semua unti monosakaridanya memiliki melarutkan kitosan di dalam larutan asam asetat.

38
al-Kimiya, Vol. 7, No. 1 (35-46) Juni 2020/Dzulqa’idah 1441 H

Pada penelitian ini, dilakukan pengujian kelarutan Tabel 1. Uji Kelarutan Kitosan.
kitosan terhadap larutan asam asetat, dengan Kitosan Gram Kitosan Residu (g) % kelarutan
mengunakan perbandingan jumlah kitosan yang awal (g)
1 % larutan 1,5008 (150 mL 0,2260 g 82,27 %
digunakan, seperti terlihat pada Tabel 1, kitosan pelarut)
menunjukkan bahwa pada komposisi 1% (v/v) 2 % larutan 2,0076 (100 1,3218 g 34,16 %
larutan kitosan, persen kelarutannya sangat besar. kitosan mL pelarut)
Sehingga pada penelitian ini, digunakan larutan
kitosan sebanyak 1% (v/v) yaitu untuk setiap 1 g Selain uji kelarutan, dapat juga dilakukan
kitosan, ditambahkan larutan asam asetat 3% dengan pengukuran spektrum Inframerah dengan
menggunakan pelet KBr untuk melihat gugus-
sebanyak 100 mL.
gugus fungsi yang terikat seperti Gambar 3 di
bawah ini.

100

%T

90

80

1251.80

894.97
70
1654.92

1325.10
1421.54
1381.03
1595.13

60

1151.50
1095.57
50
2881.65
3367.71

40
3446.79

30

4500 4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
Khitosanc 1/cm

Gambar 3. Spektrum FTIR Kitosan

Ikatan yang terdapat di dalam kitosan Metode ini di adopsi dari penelitian Brugnerotto,
terangkum dalam Tabel 2 di bawah ini. dkk. [11] dengan menggunakan rumus:

Tabel 2. Jenis-jenis ikatan pada struktur kitosan.  A  1 


% N-deasetilasi={100 -  1658  x  } x 100%
Bilangan Jenis Keterangan  A3448  1,33 
gelombang Ikatan
1200-1705 cm-1 C-O-C Eter siklik dimana A1658 merupakan nilai absorban pada
1680-1630 cm-1 C=O Asetamida bilangan gelombang 1658 cm-1 yang merupakan
3200 – 3600 cm-1 O-H hidroksi pita amida yang menunjukkan jumlah gugus N-
3500-3300 cm-1 N-H Vibrasi stretching asetil, sedangkan A3448 merupakan nilai absorban
1380 C-H CH3 pada Amida pada bilangan gelombang 3448 cm-1 yang
1050+- 10 cm-1 C-O Alkohol primer merupakan pita O-H hidroksil sebagai standar
1100 cm-1 C-O Alkohol sekunder dalam. Faktor ‘1,33’ dinyatakan sebagai nilai
perbandingan A1658 / A3448 untuk semua gugus N-
Analisis lain yang dilakukan pada penelitian asetil pada kitosan terdeasetilasi. Pada penelitian
ini adalah pengukuran derajat deasetilasi dengan ini diperoleh nilai derajat deasetilasi mencapai
metoda baseline pada sepektrum inframerah. 79,31%, sedangkan berdasarkan literatur,
disebutkan bahwa dikatakan kitosan ketika

39
al-Kimiya, Vol. 7, No. 1 (35-46) Juni 2020/Dzulqa’idah 1441 H

besarnya nilai derajat deasetilasi lebih dari 70%. dengan volume 20 mL ,selanjutnya pelarut
Pengukuran derajat deasetilasi memberikan dibiarkan menguap sehingga yang tertinggal adalah
karakteristik tertentu pada kitosan, yaitu nilai berat endapan polimer yang tercetak di dalam cawan
molekul rata-rata. Berat molekul rata-rata yang petri. Untuk melepaskan membran tersebut dapat
diperoleh dari hasil deasetilasi sebanyak 1,16 x 107 dilakukan dengan perendaman dengan larutan
g/mol. Pengukuran berat molekul ini sangat besar NaOH 2 M, kemudian didiamkan selama kurang
bila dibandingkan dengan literatur berkisar 1,0 lebih 30 menit, dan membran siap diangkat, yang
x104 – 1,0 x106 g/mol. Hal ini dikarenakan kemudian dicuci dengan aqua dm untuk
perbedaan derajat deasetilasi. Semakin besar nilai menghilangkan larutan NaOH yang menempel.
derajat deasetilasinya, maka nilai berat molekul Pada proses ini, larutan NaOH berperan sebagai
rata-rata dari kitosan akan berkurang. nonpelarut atau suatu koagulan. Dengan metoda
inversi fasa ini dapat diperoleh membran yang
Membran Kitosan dan Membran Kitosan-TEOS porous.
Proses selanjutnya adalah sintesis membran
Pembuatan Membran kitosan dapat kitosan-TEOS, yaitu mengikatsilangkan suatu
dilakukan dengan inversi fasa, yaitu proses material anorganik yaitu tetraetilortosilikat (TEOS)
transformasi polimer dari fasa cair ke fasa padat kedalam suatu polimer organik. Tahap sintesis
dengan kondisi terkendali penguapan pelarut pada dilakukan dengan penambahan langsung TEOS
suhu tertentu [12] tahapannya adalah dengan kedalam larutan kitosan 1% melaui proses sol-gel.
membuat larutan kitosan 1% sebagai larutan cetak, Proses ini melibatkan dua reaksi yaitu reaksi
yang kemudian di cetak ke dalam suatu cawan petri hidrolisis dan reaksi kondensasi, mekanisme yang
terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.
Reaksi hidrolisis:

Reaksi kondensasi:

Gambar 4. Usulan Mekanisme Reaksi Sintesis Membran Kitosan-TEOS dengan Metode Sol-Gel [13].

Membran kitosan serta turunannya yang Da, sedangkan pada membran CTSN-1,5 BM=
berhasil disintesis yaitu CTSN; CTSN-0,5; CTSN- 2,23 x 107 Da. Dari data ini dapat diperoleh berapa
1; CTSN-1,5; serta CTSN-2. Angka dibelakang banyak TEOS yang terikat silang. Selisih BM jika
kode CTSN menyatakan volume (mL) TEOS yang dibagi dengan Mr dari TEOS, diperoleh 51.612
ditambahkan. Untuk membuktikan CTSN bereaksi molekul TEOS yang terikat. Pada pengukuran
dengan TEOS dan terjadi pengikatsilangan, spektrum inframerah dengan penggunaan pelet
dilakukan pengukuran berat molekul rata-rata, dan KBr, hasil spektrum yang diperoleh terlihat pada
juga dilakukan pengukuran spektrum inframerah Gambar 5. Tipe membran yang digunakan adalah
terhadap membran. Pada pengukuran berat molekul CTSN-1,5.
terdapat perbedaan dimana BM CTSN = 1,16 x 10 7

40
al-Kimiya, Vol. 7, No. 1 (35-46) Juni 2020/Dzulqa’idah 1441 H

105

%T

90

75

1261.45

530.42
896.90
60

567.07
657.73
1421.54

607.58
1323.17

954.76
45

667.37
1581.63

1377.17
1656.85
30 2910.58
2870.08

15

1153.43
3311.78

1033.85
3363.86
3452.58

1078.21
1091.71
-15
4500 4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
mEMBRAN kHITOSAN 1/cm

Gambar 5. Spektrum inframerah 41emperat kitosanTEOS.

Ikatan yang terbentuk antara senyawa 3200 – 3600 cm-1 O-H hidroksi
kitosan dan TEOS terangkum dalam Tabel 3 di 3500-3300 cm-1 N-H primer
bawah ini. 1380 C-H metil
1050+- 10 cm-1 C-O alkohol 10
Tabel 3. Jenis-Jenis Ikatan Pada Membran Kitosan- 1100 cm-1 C-O alkohol 20
TEOS
Kemungkinan besar pengikatsilangan yang
Bilangan Ikatan terbentuk adalah antara gugus –CH2O-Si-O-Si-
gelombang (cm-1)
(ikatan Si-O-R ,R=alifatik), hal ini ditunjukkan
910-830 cm-1 Si-OH
dengan adanya puncak pada bilangan gelombang
1110-1000 cm-1 Si-O-Si dan Si-O-C (alifatik)
2250-2100 cm-1- Si-H ulur 1110-1000 cm-1 sedangkan gugus NH2 tetap
1200-1705 cm-1 C-O-C eter siklik menjadi gugus amina bebas. Usulan mekanisme
1680-1630 cm-1 C=O amida pengikatsilangan dapat terlihat Gambar 6.
OH

OH
OH Si
O OH
OH
Si
HO OH
H OH H OH H OH2 H OH
OH O OH O OH O OH O

* O H O H O H
H * O H
NH3 H NH H NH3 H
H NH
* H *
OH OH H OH
C OH H
O C
n O
n

OH O OH

Si Si
O O
OH HO
H H
-H2O
OH O OH O
*
O O H
H H NH3 H NH
H *
OH OH H
C
O

Gambar 6. Mekanisme Reaksi Pengikatsilangan Kitosan-TEOS.

41
al-Kimiya, Vol. 7, No. 1 (35-46) Juni 2020/Dzulqa’idah 1441 H

Analisis kehilangan berat pada berbagai membran menjadi lunak. Sehingga life time
suhu. Pengukuran persen masa yang hilang membran akan singkat. Meningkatnya gugus yang
terhadap pengaruh 42emperature terangkup di hidrofil akan meningkatkan derajat penyerapan air.
dalam Tabel 4 di bawah ini. Tabel 5 menunjukkan derajat penyerapan air pada
membran kitosan-TEOS pada berbagai suhu.
Tabel 4. Data persen kehilangan berat pada berbagai
suhu Tabel 5. Data persen penyerapan air pada variasi suhu.
Tipe Suhu Suhu Suhu Suhu Tipe suhu Suhu suhu suhu
Membran 600C 800C 1000C 1200C Membran 250C 800C 1000C 1200C
CTSN 3,03 % 2,22% 14,53% 11,53% CTSN 4,34% 20,51% 69,32 % 2,17%
CTSN-0,5 3,43 % 8,23% 12,70% 16,67% CTSN-0,5 5,71% 10,19% 7,50 % 4,50%
CTSN-1 3,33 % 1,01% 16,27% 20,40% CTSN-1 4,54% 39,35% 59,31 % 2,77%
CTSN-1,5 1,73 % 5,08% 11,37% 43,75%
CTSN-1,5 3,70% 64,42% 21,93 % 4,13%
CTSN-2 8,90 % 32,45% 14,22% 14,76%
CTSN-2 - 52,03% 68,24 % 3,71%
Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi
kenaikan persen kehilangan massa dari membran Kitosan memiliki rantai utama yang
dengan meningkatnya temperatur. Dengan kata hidrofilik karena adanya gugus amina bebas dan
lain, semakin besar suhu yang digunakan maka gugus hidroksi pada atom C-6. Dengan adanya
semakin besar juga massa membran yang hilang. penambahan volume TEOS, berarti akan
Hal ini disebabkan oleh lepasnya H2O melalui meningkatkan derajat hidrofilisitas dari rantai
reaksi intramolekul selama pemanasan utama kitosan. Hal ini berimbas pada
berlangsung. Begitupun pada fisik membran terjadi meningkatnya derajat penyerapan airnya.
perubahan warna membran dari transparan menjadi Pada Tabel 5 juga menunjukkan dengan
kekuningan. Ini menunjukkan bahwa membran meningkatnya suhu pemanasan, nilai persen
telah mengalami degradasi. penyerapan air kecenderungannya semakin besar.
Salah satu karakteristik membran yang dapat Hal ini dikarenakan semakin banyak spesi yang
digunakan sebagai elektrolit di dalam fuel cell menambah sifat hidrofilisitasnya, yaitu gugus
adalah derajat penyerapan airnya. Nilai ini hidroksi, namun ketika suhu pemanasan mencapai
ditentukan dengan metode gravimetri yaitu dengan 1200C, nilai persen penyerapan airnya menurun
menghitung selisih massa basah dengan massa drastis. Hal ini disebabkan oleh dampak dari
kering dari membran. Nilai ini juga menentukan degradasi membran yang cukup tinggi dengan
sifat fisik dari membran, apakah tahan terhadap air melihat penurunan nilai persen berat membran
atau tidak, karena di dalam aplikasinya pada suhu 1200C. Sehingga ada kemungkinan
menggunakan larutan metanol (ada kandungan lepasnya molekul air pada interaksi intramolekul
airnya). Makin banyak air yang diserap, biasanya semakin banyak.
konduktivitas membran akan meningkat. Hal ini Analisis Kapasitas Penukar Ion
disebabkan oleh peranan molekul air yang dapat
membuat spesi pembawa muatan terdisosiasi dan Kapasitas penukar ion menunjukkan jumlah
mempermudah mobilitas spesi tersebut, yaitu gugus ionik dalam matriks polimer yang secara
proton. Tetapi ada batasannya, jika derajat tidak langsung berkaitan dengan konduktivitas
penyerapannya terlalu tinggi (lebih dari 50%) maka proton suatu polimer.

0,06
Nilai Kapasitas pertukaran

0,05
proton (meq/gr)

0,04
0,03
0,02
0,01
0
0 0,5 1 1,5 2
Volume TEOS yang ditambahkan (mL)

Gambar 7. Grafik Perubahan nilai ion H+ variasi penambahan TEOS.

42
al-Kimiya, Vol. 7, No. 1 (35-46) Juni 2020/Dzulqa’idah 1441 H

Gambar 7 menunjukkan hasil nilai kapasitas Tabel 6. Data Nilai Ion H+ (meq/g) parameter suhu.
penukar ion pada suhu 600C, dengan meningkatnya Tipe Suhu Suhu Suhu Suhu
penambahan volume TEOS, maka nilai kapasitas Membran 250C 600C 1000C 1200C
penukar ion cenderung meningkat. Begitupun CTSN-0,5 0,01 0,02 0,09 0,04
dengan kenaikan suhu hingga 100 0C terjadi CTSN-1 0,01 0,04 0,01 0,01
peningkatan nilai kapasitas pertukaran ionnya. Hal CTSN-1,5 0,02 0,04 0,11 0,07
ini membuktikan bahwa di dalam struktur kitosan CTSN-2 - 0,05 0,07 0,04
hanya memiliki gugus NH2 sebagai gugus
ioniknya, sedangkan pada membran CTSN-TEOS Analisis Permeabilitas Metanol.
terdapat gugus NH2 dan gugus Si-OH yang dapat
bertindak sebagai gugus ioniknya. Sedangkan pada Besarnya nilai permeabilitas metanol
suhu 1200C, terjadi penurunan nilai pertukaran ion, menjadi faktor utama untuk melihat berapa besar
hal ini menunjukkan adanya hubungan dengan nilai metanol cross-over yang terjadi pada sistem
proses degradasi, dimana ketika terjadi proses fuel cell. Hal ini akan berdampak kepada besarnya
degradasi dengan peningkatan suhu, gugus-gusus nilai konduktivas yang dihasilkan. Besarnya nilai
ionik seperti –OH- yang berkompeten untuk dapat permeabilitas metanol ditunjukkan dengan adanya
menukarkan proton, mengalami interaksi dengan proses difusi metanol melewati membran. Untuk
gugus silanol (Si-OH) membentuk ikatan Si-O-Si. melihat kemampuan membran dalam melewatkan
Berdasarkan data yang diperoleh, dan terlihat proton dan transport metanol dinyatakan dengan
pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai kapasitas nilai fluks (J), yang didasarkan pada hukum
penukar ion tertinggi dimiliki oleh type membran pertama Fick’s. Berdasarkan analisis kromatograpi
CTSN-1,5 yaitu 0,114 meq/g. Yang ternyata masih gas (GC) diperoleh kurva aluran konsentrasi
berada jauh dibawah nilai kapasitas penukar ion metanol pada kompartemen permeat terhadap
pada Nafion yang mencapai 0,9 meq/g. waktu.

10

8 y = 0,0643x + 4,5589
R2 = 0,5157
[Metanol] M

6 y = 0,1101x + 0,5612
R2 = 0,7525
4

2 y = 0,0541x - 0,6098
R2 = 0,8738
0

-2 0 20 40 60 80

Waktu (menit)

CTSN CTSN-1,5 CTSN-2


Linear (CTSN) Linear (CTSN-2) Linear (CTSN-1,5)

Gambar 8. Kurva Perubahan konsentrasi metanol terhadap waktu permeasi.

Gambar 8 menunjukkan bahwa dengan sedangkan untuk C0 menyatakan besarnya nilai


meningkatnya waktu permeasi, maka semakin konsentrasi metanol awal dengan menggunakan
banyak metanol yang berdifusi, walaupun ada rumus:
kalanya metanol berdifusi kembali ke
Cf Axp
kompartemen umpan. Berdasarkan persamaan − ln = xt (1)
yang diungkapkan oleh Li dkk. [14]. Besarnya nilai C 0 Vf
permeabilitas metanol dapat diperoleh dengan yang merupakan turunan dari hukum Fick’s
menghitung terlebih dahulu besarnya nilai pertama .
koefisien permeabilitasnya, yaitu dengan Kemiringan dari kurva yang diperoleh
mengalurkan kurva antara –ln Cf/Co terhadap dinyatakan sebagai koefisien permeabilitas (p, cm 3
waktu. Dimana Cf menyatakan besarnya nilai cm-2) ,kurva yang diperoleh seperti terlihat pada
konsentrasi metanol yang melewati membran, Gambar 9 di bawah ini.

43
al-Kimiya, Vol. 7, No. 1 (35-46) Juni 2020/Dzulqa’idah 1441 H

5
4,5
CTSN
4 y = -0,0545x + 4,7905
CTSN-1,5
3,5 R2 = 0,9193
CTSN-2
- ln Cf/Co 3
Linear (CTSN)
2,5 y = -0,0221x + 1,9015
Linear (CTSN-2)
2 R2 = 0,5924
Linear (CTSN-1,5)
1,5
1
y = -0,0097x + 1,0216
0,5
R2 = 0,1876
0
0 20 40 60 80

waktu (menit)

Gambar 9. Grafik penentuan koefisien permeabilitas metanol.

Besarnya nilai permeabilitas yang diperoleh Diperoleh nilai permeabilitas metanol seperti
kemudian digunakan untuk memperoleh nilai fluks terlihat pada Tabel 7 di bawah ini.
dan selektivitas membran sebagai karakteristiknya.

Tabel 7. Data permeabilitas metanol pada membran.


No Tipe Permeabilitas Fluks Fluks Selektivitas
Membran (cm2 /menit) proton metanol membran
1 CTSN 0,20 0,85 0,17 5,13
2 CTSN-1,5 0,22 0,15 0,03 4,71
3 CTSN-2 0,01 0,34 0,001 0,00044

Adapun nilai selektivitas dinyatakan dengan Hal ini ada kesesuaian dengan meningkatnya nilai
persamaan: persen kehilangan massa pada suhu 1000C, karena
terbentuknya ikatan silang yang memungkinkan
JH+ terjadi penyempitan pori-pori pada membran. Nilai
= (2) konduktivitas proton dari CTSN-1,5 terlihat pada
J methanol
Gambar 10.
Pengukuran dilakukan dalam keadaan basah,
Berdasarkan Tabel 7, menyatakan bahwa CTSN diharapkan dengan adanya spesi air didalam
tanpa TEOS memberikan hasil yang lebih baik. matriks polimer, sehingga spesi-spesi pembawa
muatan akan terdisosiasi oleh air dan dapat
Analisis Konduktivitas Membran bergerak menghantarkan proton. Makin banyak
jumlah molekul air dalam matriks polimer maka
Besarnya nilai konduktivitas proton suatu konduktivitas akan meningkat. Hal ini disebabkan
membran merupakan parameter optimalisasi oleh spesi pembawa muatan yang terdisosiasi
penggunaan membran tersebut sebagai elektrolit bertambah banyak dan pergerakannya pun akan
dalam sistem fuel cell. Pada penelitian ini semakin cepat. Adanya gugus ionik dalam matriks
dilakukan pada satu frekuensi 50 Hz karena polimer seperti hidroksi akan meningkatkan
keterbatasan alat serta waktu. Dengan mengetahui konduktivitas, terutama pada keadaan basah.
Rm (tahanan membran) hasil konversi dari hantaran, Mekanisme yang terjadi pada CTSN basah
maka konduktivitas dapat ditentukan dengan diperkirakan melibatkan spesi OH- sebagai spesi
persamaan yaitu: pembawa muatan. Gugus NH2 kitosan akan
l terprotonasi dalam air menjadi NH3+ menurut
= (3) reaksi:
RA
dimana nilai tahanan diperoleh dari 1/hantaran (S). NH2+ H2O → NH3+ + OH- (1)
Dari data yang diperoleh pada frekuensi 50 Hz,
dengan meningkatnya volume TEOS yang Spesi OH inilah yang bebas bergerak dan
ditambahkan, nilai konduktivitasnya meningkat. berkontribusi pada konduktivitas [15].

44
al-Kimiya, Vol. 7, No. 1 (35-46) Juni 2020/Dzulqa’idah 1441 H

Nilai konduktivitas x 10-4 (S/cm)


8
7
6
5
4
3
2 CTSN
1 CTSN-1,5
0
0 20 40 60 80 100 120
Suhu (oC)

Gambar 10. Grafik Konduktivitas proton pada membran CTSN dan membran CTSN-1,5.

Scanning Electron Microscopy (SEM) suatu membran yang memiliki nilai permeabilitas
metanol besar , maka struktur porinya akan lebih
Teknik analisis yang dapat memberikan besar. Serta terlihat pada penampang lintang yang
gambaran jelas mengenai struktur pori membran menunjukkan adanya perubahan, pada kitosan pori-
adalah Scanning Electron Microscopy (SEM) dapat porinya halus sedangkan pada membran kitosan-
dilihat pada Gambar 11. TEOS 1,5 terdapat perubahan ukuran pori.
Semakin besar konsentrasi membran,
permukaan dan penampang polimer akan semakin
kompak dan rapat. Porositas permukaan membran
pun menurun seiring dengan bertambahnya
konsentrasi polimer. Peningkatan konsentrasi
polimer akan mengurangi konsentrasi pelarut yang
digunakan, sehingga pada saat koagulasi parsial
pelarut, membran dengan konsentrasi polimer yang
besar akan memiliki lapisan atas yang lebih kaya
Penampang lintang Penampang lintang polimer, dan menghasilkan membran dengan
CTSN CTSN-1,5 lapisan aktif yang lebih rapat (dense).Terjadinya
pengikatan silang antara TEOS dengan kitosan
terlihat pada SEM dimana pori-porinya jauh lebih
rapat, terlihat pada perbesaran 5000 kali.

SIMPULAN

Kitosan permukaan Kitosan-1,5 Pemanfaatan kitosan dalam perkembangan


bawah perbesaran Permukaan bawah teknologi serta ilmu pengetahuan sudah banyak
2000 x perbesaran 2000 x dikembangkan, salah satunya sebagai membran
elektrolit dalam sistem fuel cell. Pada penelitian ini,
telah berhasil disintesis membran kitosan dengan
derajat deasetilasi 79,31% beserta turunannya
yaitu kitosan-TEOS yang berbasiskan silika dalam
matriks polimer kitosan. Yang terbukti dengan
munculnya gugus-gugus tertentu pada spektrum
inframerah seperti adanya gugus –NH2- primer
bebas, –C=O-amida dan ikatan silanol (Si-OH)
Kitosan permukaan Kitosan-1,5
atas perbesaran 5000 permukaan atas maupun ikatan Si-O-R (alifatik). Keberadaan silika
x perbesaran 5000 x serta gugus silanol dalam matriks kitosan
diharapkan dapat meningkatkan kinerja sistem
Gambar 11. SEM dari Membran CTSN dan Membran DMFC (Direct Methanol Fuel Cell) . Hasil yang
CTSN-1,5. didapat, membran yang berhasil disintesis adalah
CTSN; CTSN-0,5; CTSN-1; CTSN-1,5; serta
Pada Gambar 11 memperlihatkan CTSN-2. dengan karakteristik ketahanan membran
morphology dari membran. Ada korelasi ketika terhadap suhu mencapai 1200C. Nilai Pertukaran

45
al-Kimiya, Vol. 7, No. 1 (35-46) Juni 2020/Dzulqa’idah 1441 H

ion terbesar dimiliki oleh type membran CTSN-1,5 [8] K. Hong, K. Meyers, and K.S. Lee, “Isolation
dengan nilai 0,114 meq/g. Pengukuran and characterization of chitin from crawfish
permeabilitas metanol menunjukkan perlunya shell waste”, Journal of Agricultural and
modifikasi lain dalam turunan kitosan, karena Food Chemistry, vol. 37, no. 3, pp. 575-579,
nilainyat lebih besar dari kitosan. Sedangkan pada 1989.
SEM terlihat perubahan ukuran pori. [9] M. Campo and J.G. Grigera, “Molecular
dynamics simulation of OH-in water”,
UCAPAN TERIMA KASIH Molecular Simulation, vol. 30, no. 8, pp. 537-
542, 2004.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Ibu
Deana Wahyuningrum serta Bapak Muhammad Ali [10] A. Mokrini, and J.L. Acosta, “New ion
Zulfikar selaku pembimbing dan Program Studi conducting systems based on star branched
Kimia ITB atas bantuan dan fasilitas untuk block copolymer”, Polymer, vol. 42, no. 21,
penelitian ini. pp. 8817-8824, 2011.
[11] J. Brugnerotto, J. Lizardi, F.M. Goycoolea,
REFERENSI W. Argüelles-Monal, J. Desbrières, and M.
Rinaudo, "An infrared investigation in
[1] E. Agel, J. Bouet, and J.F. Fauvarque, relation with chitin and chitosan
"Characterization and use of anionic characterization", Polymer, vol. 42, no. 8, pp.
membranes for alkaline fuel cells", Journal of 3569–3580, 2001.
Power Sources, vol. 101, no. 2, pp. 267-274, [12] M. Mulder, Basic Principle of Membrane
2001. Technology, Netherlands: Kluwer Academic
[2] D. Shekhawat, D.A. Berry, and J.J. Spivey, Publisher, pp. 210-278., 1996.
Introduction to fuel processing. In Fuel [13] L. Gabrielli, L. Russo, A.Poveda, J. R. Jones,
Cells: Technologies for Fuel Processing, F. Nicotra, JJ. Jiménez‐Barbero, and L.
Elsevier, pp. 1-9, 2011. Cipolla, “Epoxide opening versus silica
[3] L. JE and A. Dicks, Fuel cell system condensation during sol–gel hybrid
explained, 2nd edition, Chichester, UK: John biomaterial synthesis”, Chemistry A
Wiley and Sons, 2003. European Journal, vol. 19, no. 24, pp. 7856-
[4] S.M. Haile, “Fuel Cell materials and 7864., 2013.
components”, Acta Materialia, vol. 51, no. [14] C. Li, G. Sun, S. Ren, J. Liu, Q. Wang, Z. Wu,
19, pp. 5981-6000, 2003. and W. Jin, “Casting Nafion–sulfonated
[5] M. Rikukawa and K. Sanusi, “Proton- organosilica nano-composite membranes
Conducting polymer electrolyte membrane used in direct methanol fuel cells”, Journal of
based on hydrocarbon polymers”, Progress membrane science, vol. 272, no. 1-2, pp. 50-
in Polymer Science, vol. 25, no. 10, pp. 1463- 57, 2006.
1502, 2000. [15] Y.Y. Wan, K.A.M. Creber, B.A. Peppley,
[6] B. Smitha, S. Sridhar, and A.A. Khan, and V.T. Bui, “Ionic conductivity and related
“Chitosan–sodium alginate polyion properties of crosslinked chitosan
complexes as fuel cell membranes”, membranes”, Journal of Applied Polymer
European Polymer Journal, vol. 41, no. 8, Science, vol. 89, no. 2, pp. 306-317, 2003.
pp. 1859-1866, 2005.
[7] K.D. Kreuer, S.J. Paddison, E. Spohr, and M.
Schuster, “Transport in proton conductors for
fuel-cell applications: simulations,
elementary reactions, and phenomenology”,
Chemical reviews, vol. 104, no. 10, pp. 4637-
4678, 2004.

46

Anda mungkin juga menyukai