Bab – 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sehubungan dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat umum akan
pelayanan kesehatan yang efektif maka selayaknya pemerintah daerah selaku tulang
punggung pelayanan meningkatkan fungsinya. Namun kesemua itu haruslah ditunjang
oleh sumber daya yang memadai. Salah satunya penyediaan infrastruktur yang
menunjang pelayanan tersebut.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan
peningkatan pada pelayanan yang semakin cepat dan nyaman, sehingga perkembangan
perkantoran, perumahan akan menentukan perkembangan suatu kota, sedangkan
perkembangan kota otomatis menumbuhkan fasilitas-fasilitas baru di segala bidang
usaha. Bertambahnya jumlah penduduk berakibat berubahnya fisik kota.
Sesuai dengan tujuan dari suatu pembangunan infrastruktur guna peningkatan
pelayanan maka sudah selayaknya masyarakat menikmati suatu bentuk pelayanan yang
dapat meningkatkan harkat hidup masyarakat itu sendiri terutama dibidang kesehatan.
B. Identifikasi Permasalahan
Untuk mendukung peningkatan pelayanan kepada masyarakat dibidang kesehatan
maka sudah selayaknya pemerintah daerah dalam hal ini Kabupaten Bulungan
menyediakan infrastruktur dalam bentuk pembangunan gedung puskesmas yang dapat
melayani masyarakat umum.
Kondisi pelayanan kepada masyarakat di kawasan kabupaten Bulungan yang
masih perlu peningkatan hendaknya menjadi perhatian perhatian khusus mengingat
tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan, hal ini tentu harus ditunjang oleh
sumber daya manusia dan sumber daya alam yang saling berkaitan. Penyediaan
infrastruktur yang memadai dan terjangkau sangatlah diperlukan untuk mempermudah
pelayanan guna mandapatkan efesien waktu dan biaya. Penyediaan Puskesmas guna
menunjang hal itu semua merupakan salah satu bentuk peningkatan pelayanan.
Pembangunan gedung puskesmas yang nantinya dapat melayani masyarakat haruslah
1
LAPORAN AKHIR
dapat berfungsi dengan baik, baik dari segi fungsi gedung maupun dari segi pemanfaat
gedung.
D. Lokasi Pekerjaan
Lokasi pelaksanaan pembangunan Gedung Pustu berada di Desa Jelarai Selor
(KM2) wilayah Kabupaten Bulungan Propinsi Kalimantan Timur.
2
LAPORAN AKHIR
Bab – 2
KONDISI SAAT INI
A. Umum
Gedung Pustu yang saat ini masih belum memadai untuk beberapa jenis
penanganan pasien haruslah segera diatasi mengingat beberapa penanganan
memerlukan teknis tersendiri dan hal ini tentunya memerlukan metode tersendiri.
Penanganan yang cepat akan sangat membantu dikarenakan hal ini menyangkut
riwayat hidup pasien.
Permasalahan yang ada sekarang karena penyediaan infrastrukur dalam hal ini
gedung belum memadai untuk meningkatkan pelayanan. Kondisi ini tentunya akan
sangat berpengaruh besar terhadap kepada kinerja pelayanan. Penyediaan fasilitas yang
sesuai dengan standar kesehatan tentunya akan sangat membantu segala pihak terutama
masyarakat umum selaku pengguna terbanyak dalam rangka perbaikan tingkat
pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
C. Kondisi Hidrologi
Kondisi hidrologi diperoleh dari Data Curah Hujan dan data cuaca pada Stasiun
Meteorologi Tanjung Selor. Curah hujan harian rata-rata bulanan pada saat bulan
kering adalah sekitar 30 – 40 mm, sedangkan curah hujan harian rata-rata bulanan pada
bulan basah adalah sekitar 80 – 90 mm.
3
LAPORAN AKHIR
Bab – 3
KONSEP PERENCANAAN TEKNIS
PEMBANGUNAN GEDUNG
A. Umum
Pekerjaan Perencanaan Teknis Pembangunan Pustu ini merupakan pembangunan
gedung baru yang berfungsi sesuai dengan fungsi dan manfaatnya sebagai pelayanan
kesehatan masyarakat.
Semakin berkembagnya suatu daerah maka semakin banyak juga fasilitas yang
harus dipenuhi sesuai dengan standart sebagai fasilitas umum. Begitu juga dengan
perkembangan yang terjadi di Kabuapten Bulungan. Dari tahun ke tahun pemerintah
daerah Kabupaten Bulungan juga melakukan pembangunan-pembangunan fasilitas
pelayanan umum sebagai sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan
masyarakatnya. Salah satunya kebutuhan akan fasilitas kesehatan yang memadai dan
sesuai dengan standart pelayanan kesehatan yang modern. Agar pelayanan masyarakat
akan kesehatan yang memadai dapat terpenuhi.
B. Identifikasi Permasalahan
Permasalahan yang ada pada kondisi sekarang adalah :
1. Tidak memadainya lagi fungsi gedung puskesmas untuk pelayanan
masyarakat yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan nasional.
2. Belum tersediannya gedung Pustu di Desa Jelarai Selor (KM2).
C. Konsep Dasar
Konsep dasar perencanaan teknis ini dimaksudkan agar pembangunan gedung
yang direncanakan :
1. Aman, kuat dan ekonomis serta sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan.
2. Terarah dan terkendali sesuai dengan perencanaan dan fungsi gedung baik secara
teknis maupun non teknis.
3. Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan
memperhatikan kemampuan /potensi nasional.
4
LAPORAN AKHIR
D. Kriteria Perencanaan
1. Klasifikasi Fungsi Gedung
a. Berdasarkan pengertiannya Bangunan Gedung adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya untuk kegiatan hunian atau tinggal, kegiatan
usaha, kegiatan social, kegiatan budaya dan atau kegiatan
khusus.
b. Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk
keperluaan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik
negara dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal
dari dana APBN, dan atau APBD dan atau sumber pembiyaan
lainya.
c. Secara umum Bangunan Gedung Negara dapat dibedakan atas :
Bangunan Gedung Negara Pusat yaitu bangunan gedung
untuk keperluaan dinas pelaksanaan tugas pusat/Nasional.
Bangunan Gedung Negara Propinsi yaitu bangunan gedung
untuk keperluaan dinas pelaksanaan tugas otonomi propinsi.
Bangunan Gedung Negara Kabupaten/Kota yaitu bangunan
untuk keperluaan dinas pelaksanaan tugas otonomi
kabupaten/kota.
Bangunan Gedung Negara BUMN/BUMD yaitu bangunan
gedung untuk keperluaan dinas pelaksanaan tugas
BUMN/BUMD.
5
LAPORAN AKHIR
6
LAPORAN AKHIR
Rumah tahanan.
Gedung benda berbahaya.
Gedung bersifat monumental.
Gedung untuk pertahanan.
Gedung kantor perwakilan Negara R.I di luar negeri.
3. Tipe Bangunan Rumah Negara
Tipe bangunan rumah Negara juga digolongkan berdasarkan tipe yang didasarkan
pada tingkat jabatan penghuninya. Diantara lain :
a. Tipe Khusus untuk keperluaan pejabat :
Menteri, Kepala Lembaga pemerintah non departemen, Kepala lembaga
tinggi / tertinggi Negara
Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)
b. Tipe A untuk keperluaan pejabat :
Sekjen, Dirjen, Kepala Badan, Deputi
Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)
a. Tipe B untuk keperluaan pejabat :
Direktur, Kepala Biro, Inspektur, Asisten Deputi
Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)
b. Tipe C untuk keperluaan pejabat :
Kepala Sub Direktorat, Kepala bagian, Kepala bidang
Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)
c. Tipe D untuk keperluaan pejabat :
Kepala seksi, Kepala sub bagian
Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)
d. Tipe E untuk keperluaan pejabat :
Kepala sub seksi
Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1)
7
LAPORAN AKHIR
Bab – 4
DETAIL DESAIN
B. Survey Lapangan
Survey lapangan dilakukan untuk mengetahui situasi lapangan yang lebih detail
yang kemudian dituangkan ke dalam gambar perencanaan dan laporan perencanaan
berdasarkan data-data yang diperoleh dalam survey pendahuluan.
Data-data yang diperoleh dalam survey lapangan antara lain:
1. Peta topografi
Peta topografi adalah keadaan lapangan sesungguhnya yang dituangkan dalam
kertas. Peta topografi berfungsi untuk melihat keadaan yang ada disekitar daerah
8
LAPORAN AKHIR
C. Analisa Data
Analisa data yang dilakukan setelah survey, dimaksudkan untuk
merencanakan bentuk struktur yang akan digunakan dengan
mempertimbangkan pengaruh beban-beban yang bekerja pada
struktur bangunan, mulai dari struktur bangunan bagian bawah yaitu
pondasi hingga struktur atap bangunan. Dalam analisa tersebut, hasil
analisa data sebagai berikut :
1. Pondasi
Tanah mempunyai peranan yang sangat penting pada setiap pekerjaan kontruksi,
karena hampir semua konstruksi bangunan didirikan atau dibuat di atas permukaan
tanah. Ada juga kontruksi bangunan yang dibuat di bawah permukaan tanah yaitu
pondasi bangunan. Beban bangunan dilimpahkan pada tanah dasar melalui pondasi
bangunan tersebut. Pada umumnya, suatu konstruksi dibagi menjadi dua bagian
besar yaitu :
a. Bangunan atas tanah (upper structure).
b. Bangunan bawah tanah (sub structure ).
Bangunan atas tanah merupakan bagian struktur dari bangunan yang ada di atas
permukaan tanah, dan yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah perhitungan
dari kekuatan, kestabilan serta keamanan bangunan baik akibat gaya tarik bumi
maupun akibat gaya angin atau gempa. Sedangkan bangunan bawah tanah adalah
bagian struktur dari bangunan yang ada di bawah permukaan tanah yang biasa
disebut dengan pondasi, dan yang perlu diperhatikan adalah beban dan gaya – gaya
yang bekerja akibat bangunan yang ada diatasnya dan juga kondisi tanah dasar
yang akan mendukung bangunan tersebut.
9
LAPORAN AKHIR
Agar letak pondasi bangunan cukup kokoh di dalam tanah, maka tanahnya harus
cukup kuat menahan gaya-gaya yang akan menimbulkan pergeseran dan pelesakan
pondasi itu, dengan kata lain daya dukung tanah untuk pondasi tersebut harus
cukup besar.
Pondasi sendiri menurut disiplin ilmu Teknik Sipil adalah suatu bagian struktur
bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban
bangunan atas (upper structure) kelapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya.
Dan tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang diijinkan. Sedangkan
konstruksi itu sendiri harus cukup kokoh menerima beban-beban dan
melimpahkannya kelapisan tanah yang keras.
Dalam menentukan tipe / bentuk pondasi yang sesuai dengan kondisi tanah yang
akan dibangun, harus mempertimbangkan beberapa faktor di bawah ini :
(Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kazuto Nakazawa).
a. Keadaan tanah pondasi.
Keadaan tanah dimana pondasi tersebut akan dibangun merupakan hal yang
paling penting dan harus diperhatikan dalam pemilihan pondasi, tentunya erat
hubungannya dengan daya dukung yang diberikan tanah untuk menopang
beban diatasnya.
b. Batasan – batasan akibat konstruksi diatasnya.
Dalam hal ini berhubungan dengan kondisi beban dan kegunaan atau fungsi
bangunan atas.
c. Batasan – batasan dari sekelilingnya.
Kondisi lingkungan disekitar lokasi pembangunan harus diketahui supaya tidak
berdampak negatif baik pada saat pelasanaan pembangunan maupun setelah
pelaksanaan pembangunan.
d. Waktu dan biaya pekerjaan.
Dalam pertimbangan pemilihan jenis pondasi tentunya tidak lepas dari segi
waktu dan biaya, apabila pemilihan pondasi cocok dan pelaksanaan sesuai
dengan waktu yang ditentukan maka tidak terjadi pemborosan atau
pembengkakan biaya sehingga pembangunan pondasi dapat dikatakan
ekonomis.
Menurut bahan atau material yang digunakan, pondasi tiang dibagi menjadi :
10
LAPORAN AKHIR
11
LAPORAN AKHIR
1
Dihitung terhadap berat dan berlaku untuk beton normal
2
Untuk beton berat normal dan beton berat ringan
Persyaratan untuk beton yang dipengaruhi oleh lingkungan yang mengandung
sulfat.
Lingku Sulfat (S04) Sulfat (SO4) Jenis semen Rasio air- min,
ngan dalam dalam air, semen MPa (beton
Sulfat tanah yang ppm maksimum berat
dapat larut dalam berat normal dan
dalam air, (beton berat ringan)
persen normal)
terhadap
berat
Ringan 0,00 – 0,10 0 - 150 - - -
Sedang 0,10 – 0,20 150-1500 II,IP(MS), 0,50 28
IS(MS),
P(MS),I(PM)
(MS),I(SM)
(MS)*
Berat 0,20 – 2,00 1500 – 10.000 V 0,45 31
Sangat > 2,00 >10.000 V + pozolan 0,45 31
Berat
* semen campuran sesuai ketentuan ASTM C .595
a. Pembebanan Struktur
Beban-beban yang akan ditanggung oleh suatu struktur atau elemen struktrur
tidak selalu dapat diramalkan dengan tepat sebelumnya, bahkan apabila beban-
beban tersebut telah diketahui dengan baik pada salah satu lokasi sebuah
struktur tertentu biasanya distribusi beban dari elemen yang lain pada
keseluruhan struktur masih membutuhkan asumsi dan pendekatan. Adapun
beberapa jenis beban yang bekerja pada suatu struktur antara lain :
Beban Mati
Beban yang berasal dari berat sendiri semua bagian dari gedung yang bersifat
tetap, termasuk dinding dan sekat pemisah, kolom, balok, lantai, atap, mesin
dan peralatan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung.
Beban Hidup
12
LAPORAN AKHIR
Beban hidup ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung dan kedalamnya termasuk beban-beban pada lantai
yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta
peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung
dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga
mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut.
Khusus pada atap dalam beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari
air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh butiran air
hujan. Ke dalam beban hidup tidak termasuk beban angin, beban gempa dan
beban khusus.
Beban Gempa
Beban gempa ialah semua beban yang ditimbulkan dari gerakan-gerakan
lapisan bumi ke arah horizontal dan vertikal, dimana gerakan vertikalnya
lebih kecil dari gerakan horizontalnya.
Menurut Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung
di Indonesia (1987), analisis dinamis harus dilakukan untuk gedung-gedung
berikut :
- gedung-gedung yang strukturnya tidak beraturan,
- gedung-gedung dengan loncatan-loncatan bidang muka besar,
- gedung-gedung dengan kekakuan yang tidak merata,
- gedung-gedung yang tingginya lebih dari 40 m,
- gedung-gedung yang bentuk, ukuran dan penggunaannya tidak umum.
Beban Khusus
Beban khusus ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan,
penurunan pondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang berasal dari beban hidup
seperti gaya rem yang berasal dari keran, gaya sentrifugal dan gaya dinamis
yang berasal dari mesin-mesin, serta pengaruh-pengaruh khusus.
Beban Kombinasi
Beban kombinasi ialah gabungan dari beban-beban yang bekerja pada suatu
struktur. Pada beban kombinasi ini beban-beban dikalikan faktor keamanan.
13
LAPORAN AKHIR
14
LAPORAN AKHIR
b. Baja Tulangan
Adalah Batang baja berbentuk polos atau berbentuk ulir atau berbentuk pipa
yang berfungsi untuk menahan gaya tarik pada komponen struktur beton, tidak
termasuk tendon prategang, kecuali bila secara khusus diikut sertakan.
1). Baja tulangan ulir (BJTD)
Adalah batang baja yang sisi luarnya tidak rata, tetapi bersirip atau berukir.
- Baja tulangan ulir harus memenuhi salah satu ketentuan berikut:
a) “Specification for Deformed and Plain Billet-Steel Bars for Concrete
Reinforcement”(ASTM A 615M).
b) “Specification for Axle-Steel Deformed and Plain Bars for Concrete
Reinforcement”(ASTM A 617M).
c) “Specification for Low-Alloy Steel Deformed and Plain Bars for
Concrete Reinforcement” (ASTM A706M).
2). Baja tulangan polos
Adalah batang baja yang sisi luarnya rata, tidak bersirip atau tidak berukir.
- Tulangan polos untuk tulangan spiral harus memenuhi persyaratan pada
point 1).a), 1).b), atau 1).c) diatas.
- Kawat polos untuk tulangan spiral harus memenuhi "Spesifikasi untuk
Kawat Tulangan Polos untuk Penulangan Beton” (ASTM A 82),
kecuali bahwa untuk kawat dengan spesifikasi kuat leleh yang
melebihi 400 MPa, maka harus diambil sama dengan nilai
tegangan pada regangan 0,35%, bilamana kuat leleh yang disyaratkan
dalam perencanaan melampaui 400 MPa.
16
LAPORAN AKHIR
Kait standart
- Diameter dalam untuk bengkokan jaring kawat baja las (polos atau ulir)
yang digunakan untuk sengkang dan sengkang ikat tidak boleh kurang
dari 4db untuk kawat ulir yang lebih besar dari D6 dan 2db untuk kawat
lainnya. Bengkokan dengan diameter dalam kurang dari 8db tidak boleh
kurang dari 4db dari persilangan las yang terdekat.
Diameter bengkokan minimum
Diameter
Ukuran tulangan
Minimum
D-10 sampai dengan D-25 6db
D-29, D-32, dan D-36 8db
D-44 dan D-56 10db
Cara pembengkongan
Semua tulangan harus dibengkokkan dalam keadaan dingin, kecuali bila
diizinkan lain oleh Pengawas Lapangan.
Tulangan yang sebagian sudah tertanam di dalam beton tidak boleh
dibengkokkan di lapangan, kecuali seperti yang ditentukan pada gambar
rencana, atau diizinkan oleh Pengawas Lapangan.
Kondisi permukaan baja tulangan
Pada saat beton dicor tulangan harus bebas dari lumpur, minyak, atau
segala jenis zat pelapis bukan logam yang dapat mengurangi kapasitas
lekatan.
Penempatan tulangan
Tulangan, tendon pratekan, dan selongsong pratekan harus ditempatkan
secara akurat dan didukung secukupnya sebelum beton dicor, dan harus
dijaga agar tidak tergeser melebihi toleransi yang diizinkan.
- Bila tidak ditentukan lain oleh Pengawas Lapangan, tulangan, tendon
pratekan, dan selongsong pratekan harus ditempatkan dengan toleransi
berikut:
(1) Toleransi untuk tinggi d, dan selimut beton minimum dalam
komponen struktur lentur, dinding dan komponen struktur tekan
harus memenuhi ketentuan berikut :
18
LAPORAN AKHIR
19
LAPORAN AKHIR
- Pembatasan jarak bersih antar batang tulangan ini juga berlaku untuk
jarak bersih antara suatu sambungan lewatan dengan sambungan
lewatan lainnya atau batang tulangan yang berdekatan.
- Pada dinding dan pelat lantai, selain konstruksi pelat rusuk, tulangan
lentur utama harus berjarak tidak lebih dari tiga kali tebal dinding atau
pelat lantai, ataupun 500 mm.
- Bundel tulangan
(1) Kumpulan dari tulangan sejajar yang diikat dalam satu bundel
sehingga bekerja dalam satu kesatuan tidak boleh terdiri lebih dari
empat tulangan per bundel.
(2) Bundel tulangan harus diletakkan di dalam sengkang atau pengikat.
(3) Pada balok, tulangan yang lebih besar dari D-36 tidak boleh
dibundel.
(4) Masing-masing batang tulangan yang terdapat dalam satu bundel
tulangan yang berakhir dalam bentang komponen struktur lentur
harus diakhiri pada titik-titik yang berlainan, paling sedikit dengan
jarak 40db secara berselang.
(5) Jika pembatasan jarak dan selimut beton minimum didasarkan pada
diameter tulangan db, maka satu unit bundel tulangan harus
diperhitungkan sebagai tulangan tunggal dengan diameter yang
didapat dari luas ekuivalen penampang gabungan.
20
LAPORAN AKHIR
Tebal Selimut
minimum
(mm)
A. Beton yang dicor langsung di atas 75
tanah dan selalu berhubungan dengan tanah
B. Beton yang berhubungan dengan
tanah atau cuaca: 50
batang D-19 hingga D-
56……………………………………… 40
batang D-16, jaring kawat polos atau ulir
W16 dan yang lebih kecil
………………………………………………………..
C. Beton
yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca atau tanah:
Pelat, dinding, pelat berusuk:
batang D-44 dan D-56 ……………………………..….................... 40
batang D-36 dan yang lebih kecil ……………………...………….. 20
Balok, kolom:
tulangan utama, pengikat, sengkang, lilitan
spiral………………………………………………………………. 40
Tebal Selimut
minimum
(mm)
a) Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca
Panel dinding:
batang D-44 dan D-56......................................................................... 40
batang D-36 dan yang lebih kecil.................................................. 20
Balok, kolom:
tulangan utama ................................................................................... db
pengikat, sengkang, lilitan spiral......................................................... 10
22
LAPORAN AKHIR
dengan jenis penutup atap yang akan digunakan, serta faktor beban-beban yang
bekerja selama rangka atap tersebut digunakan.
Jenis Bahan Penutup Atap dan Kebutuhan Kemiringan
23
LAPORAN AKHIR
Selain beban bahan penutup atap yang harus diperhitungkan beban angina, berat
konstruksi itu sendiri juga harus diperhitungkan. Prosedur dan asumsi dalam
perencanaan serta besarnya beban rencana mengikuti ketentuan sebagai berikut :
a. Ketentuan mengenai perencanaan dalam tata cara ini didasarkan pada asumsi
bahwa struktur direncanakan untuk memikul semua beban kerjanya.
b. Beban kerja diambil berdasarkan SNI tentang Tata
Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung atau
penggantinya.
c. Dalam perencanaan terhadap beban angin dan gempa, seluruh bagian struktur
yang membentuk kesatuan harus direncanakan berdasarkan tata cara ini dan
juga harus memenuhi Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Rumah dan Gedung SNI atau penggantinya.
Harus pula diperhatikan pengaruh dari gaya pratekan, beban keran, vibrasi, kejut,
susut, perubahan suhu, rangkak, perbedaan penurunan pondasi, dan beban khusus
lainnya yang mungkin terjadi.
24