Filariasis
• Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3
berdasarkan habitat cacing dewasa di hospes:
– Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca
– Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori
– Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi
• Perbandingan
BRUGIA panjang:lebar kepala
M A L AY I 2:1
• Inti tidak teratur
• Inti di ekor 2-5 buah
• Perbandingan
panjang:lebar kepala
BRUGIA 3:1
TIMORI • Inti tidak teratur
• Inti di ekor 5-8 buah
Distribusi Cacing Filaria di Indonesia
Subdit Fiariasis dan Kecacingan, Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
Filariasis: Pemeriksaan dan Terapi
• Pemeriksaan penunjang:
– Deteksi mikrofilaria di darah
– Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
– Antibodi filaria, eosinofilia
– Biopsi KGB
• Pengobatan:
– Tirah baring, elevasi tungkai, kompres
– Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
– DEC: 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari
– Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria: 150 ug/kgBB SD/6 bln, atau /tahun
bila dikombinasi dengan DEC SD
– DEC + Albendazol 400 mg/tahun selama 5 tahun
– Suportif
– Pengobatan massal dengan albendazole + ivermectin (untuk endemik
Onchocerca volvulus) atau albendazole + DEC (untuk nonendemik
Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi
– Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
– Diet rendah lemak dalam kasus kiluria
• Kanalikuli
• Sarcoptes scabiei
Modalitas pemeriksaan
• Menemukan terowongan (kedua teknik sama
sensitifnya)
1. Burrow Ink Test
- Cara kerja: tinta dioleskan pada kulit dan tinta ini akan
melakukan penetrasi ke stratum korneumdibersihkan
dengan alkoholtinta mewarnai terowongan.
- Metode ini sangat efektif terutama juga pada anak-anak dan
penderita dengan jumlah terowongan yang kecil dan sedikit
2. Tetracycline:
- Cara kerja:Tetrasiklin topikal dioleskan di kulit kemudian
dibersihkan dengan alkohollampu wood: terowongan akan
berwarna kehijauan
- Metode ini lebih disukai karena colorless dan bisa
mendeteksi area kulit yang luas
Modalitas pemeriksaan
(lebih advanced dan butuh tenaga terlatih)
• Skin scraping
- Cara kerja: kulit yang ada terowongan dikerok dengan
scalpeldiperiksa di mikroskopditemukan 1-2 telur atau
tungau
- Hasil sering false negative
• Adhesive tape test
- Cara kerja: beberapa tape ditaruh di kanalikuli kemudian
dilepaskan tiba-tiba dan diperiksa di bawah mikroskop
- Yang dicari sama seperti skin scraping, namun sensitivitas tes ini
lebih bagus dari skin scraping
• Dermatoscopy
- Lebih akurat dibandingkan pemeriksaan adhesive tape test, yaitu
sensitivitasnya 83%
- Butuh tenaga terlatih
Prinsip Tatalaksana
• Classic Scabies
- DOC: Permethrine cream 5% (anak usia<2 bulan tidak boleh)
- Crotamiton lotion/cream 10% (tidak aman untuk anak)
- Sulfur (5-10%) salep aman untuk anak usia <2 bulan
- Lindan lotion 1% pilihan terakhir karena efek sampingnya yang banyak
- Ivermectin 200 µg/kgBB/pemberian, diberikan 2 kali dengan jarak antar
pemberian 1 minggu Jika gagal dengan topikal
• Crusted scabies
- Ivermectin 200 µg/kgBB/pemberian, pembagian dosis berdasarkan
derajat keparahan dan perlu dikombinasi dengan topikal
- Permethrin cream 5%
- Benzyl benzoate 25%
- Keratolitic cream terapi adjuvan
CDC Treatment Guideline for Scabies 2017
Antiskabies
• Gejala
– Masa inkubasi 14-21 hari
– Gejala prodromal: demam subfebris, malaise, nyeri kepala
– Disusul erupsi berupa papul eritematosa vesikel tetesan
air (tear drops) pustul krusta
– Predileksi: badan menyebar secara sentrifugal
• Pemeriksaan
– Percobaan Tzanck Test sel Datia Berinti Banyak
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Varicella (Chicken Pox): Terapi
• Pengobatan
– Simptomatik (antipiretik, analgesik, antipruritus)
• Treatment
– Correct the underlying cause
– Prednisolone 1mg/kg po until Hb reaches 10mg/dl
then taper slowly and stop
– Transfusion: for life threatening problems
– If no response to steroids Spleenectomy or,
– Immunosuppressive: Azathioprine,
Cyclophosphamide
2. Cold AI Hemolysis
– Usually Ig M
– Acute or Chronic form
– Chronic:
• C/F:
–Elderly patients
–Cold , painful & often blue fingers, toes, ears,
or nose ( Acrocyanosis)
• Inv:
– hemolysis
– P Smear: Microspherocytosis
– Ig M with specificity to I or I Ag
• Other causes of Cold Agglutination:
– Infection: Mycoplasma pneumonia, Infec
Mononucleosis
– Rare cause seen in children in association with
congenital syphilis
• Treatment:
– Treatment of the underlying cause
– Keep extremities warm
– Steroids treatment
– Blood transfusion
106. ACLS
ACLS 2015
• Kompresi 100-120
kali
• Kedalaman
minimal 5 cm
maksimal 6 cm
107.Sindrom Koroner Akut
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
107. Sindrom Koroner Akut
• Gejala khas
– Rasa tertekan/berat di bawah dada, menjalar ke lengan
kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati.
– Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, & pingsan.
• Angina stabil:
– Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut),
berlangsung 2-5 menit,
– Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat &
nitrogliserin sublingual.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8131248
• to identify asymptomatic HIV-infected individuals where
HIV prevalence in the study population are less than or
equal to 10%
• but strategy 2 will suffice where prevalence are greater
than 10%
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8131248
http://www.searo.who.int/indonesia/topics/hivaids/en/
111. Multiple Myeloma
• Definition:
B-cell malignancy characterised
by abnormal proliferation of
plasma cells able to produce a
monoclonal immunoglobulin
(M protein )
• Incidence:
3 - 9 cases per 100000
population / year
more frequent in elderly
modest male
predominance
111. Multiple Myeloma
• Clinical forms:
multiple myeloma
solitary plasmacytoma
plasma cell leukemia
• M protein:
- is seen in 99% of cases in serum and/or urine
IgG > 50%, IgA 20-25%, IgE i IgD 1-3%
light chain 20%
- 1% of cases are nonsecretory
111. Multiple Myeloma
• monoclonal M protein
decreased level of normal immunoglobulins
hyperviscosity
111. Multiple Myeloma
Clinical symptoms: Laboratory tests:
• ESR > 100
• anaemia, thrombocytopenia
• bone pains, • rouleaux in peripheral blood
pathologic fractures smears
• weakness and fatigue • marrow plasmacytosis > 10
-15%
• serious infection
• hyperproteinemia
• renal failure • hypercalcemia
• bleeding diathesis • proteinuria
• azotemia
111. Multiple Myeloma
112. Pankreatitis Akut
• Definisi
➢proses inflamasi pankreas yg disertai aktivasi
enzim intraprankreas yg dapat mempengaruhi
jaringan luar pankreas dan jaringan/organ lain.
112. Pankreatitis Akut
• Plasmodium malariae
- penyebab malaria kuartana ( tidak lazim disebut malaria malariae)
- ditandai dengan serangan panas berulang tiap 72 jam
- diduga mempunyai kecenderungan menginfeksi sel drh merah yang tua
- tingkat parasitemia lebih rendah dibanding spesies lain
- menginfeksi simpanse dan beberapa binatang liar lain
- dijumpai kira-kira 7% dari semua kasus malaria di dunia
113. Malaria
• Plasmodium ovale
- menyebabkan malaria tertiana benigna (
malaria ovale)
- paling jarang dijumpai
- menginfeksi sel darah muda
culture:
The definitive method
for aerobic and anaerobic organisms.
are positive in 85-95%
Thrombosis of small
and midsize vessels
Bleeding
and organ failure
Bachelor of Chinese Medicine
Diagnosis of DIC
• Clinical setting
• Laboratory tests
• Criteria
– Underlying disease known to be associated
– Initial platelet count < 100 X 109/L, or rapid decline in
platelet count
– Prolongation of clotting times (PT & APTT)
– Presence of fibrin degradation products
– Low levels of coagulation inhibitors (e.g. antithrombin)
– Low fibrinogen level in severe cases
• Laboratory results:
– Prolonged PT, APTT and TT
– Reduced fibrinogen level
– Increased D-Dimers
– Thrombocytopenia
– Microangiopathic changes in blood film
• Primary OA Secondary OA
• Age
• Sex
• Obesity
• Genetics
• Trauma (daily)
SECONDARY OSTOARTHRITIS
• Trauma
• Previous joint disorders;
• Congenital hip dislocation
• Infection: Septic arthritis, Brucella, Tb
• Inflammatory: RA, AS
• Metabolic: Gout
• Hematologic: Hemophilia
• Endocrine: DM
Pembebanan repetitif, obesitas, usia tua
Heberden’s & Bouchard’s nodes
Penipisan kartilago
Sklerosis
Inflamasi - + + +
Temuan Sendi Bouchard’s nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberden’s nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan Osteofit Osteopenia erosi Erosi
tulang erosi ankilosis
Human Physiology.
117. Penyakit Endokrin
117. Goiter Endemik
• In the fertile soil and vegetation almost no
iodine
• The vegetative and animal food contains not
enough iodine
• Limited consumption of fish and seafood
• Lack of mass iodine prophylaxis through salt
iodization
117. Goiter Endemik
•High prevalence of endemic goiter:
-from 15% to 40% in some regions;
-in mountain areas frequency of goiter rate can
vary from 25-40% to 80%-64.
• Lymphadenopathy
– Enlarged painless lymphnodes
– Supra-diaphragmatic in 90% (cervical, mediastinal)
GDT
Besi serum
http://emedicine.medscape.com/article/202333-treatment#d7
125. Emboli Paru
• Definisi
➢Terjadi saat lepasnya trombus menuju pembuluh
darah paru aliran darah distal dari trombus
terhambat
• Manifestasi klinis
➢nyeri dada pleuritik, sesak dan hipoksia yg terjadi
tiba-tiba.
125. Emboli Paru
125. Emboli Paru
125. Gambaran Radiologis Emboli
Paru
Tanda Patologi
Westermarks sign Area dengan oligemia perifer.
(Oligemia penurunan aliran darah
karena trombus)
Palla’s sign / Knuckle sign Dilatasi right descending pulmonary
artery (karena adanya trombus)
• Amoxicillin or ampicillin
should not be used for
empirical treatment given
the relatively poor efficacy
126. Tatalaksana Sistitis Akut
• Berdasarkan pedoman IAUI
• Antibiotik pilihan pada terapi sistitis akut
adalah:
➢Nitrofurantoin, cephalosporin generasi ke 2 dan 3,
fluoroquinolone, Aminopenisilin + BLO (beta
lactamase inhibitor)
126. Tatalaksana Sistitis Akut
• Pada soal tersebut pasien masih termasuk sistitis
akut tanpa komplikasi sehingga cukup diberikan
obat oral
• Cefadroxil cephalosporin generasi 1
• Amoksisilin tidak direkomendasikan
• Cefotaksim sediaan IV
• Ceftriakson sediaan IV
• Sehingga jawaban paling tepat adalah Cefixime
yang merupakan obat cephalosporin oral
generasi ke-3
127. Polycystic Kidney Disease
Definisi :
• Merupakan kelainan berupa kista pada ginjal tanpa
terjadinya displasia yang diturunkan secara genetik.
Klasifikasi :
• Autosomal Recessive Polycystic Kidney Disease (ARPKD)
• Autosomal Dominant Polycystic Kidney Disease (ADPKD)
Sonogram shows cysts with bilaterally Sagittal sonogram shows multiple micro
enlarged kidneys. These findings are cysts in the right kidney which are not
compatible with a diagnosis of communicating with each other in
autosomal dominant polycystic ARPKD
kidney disease (ADPKD).
128. Dengue Fever
129. Classification of Antiemetic Drugs
1. 5-HT3 antagonists
2. D2 receptor antagonists
3. NK1 antagonists
4. H1-receptor antagonists
5. Muscarinic receptor antagonists
6. Cannabinoids
7. Glucocorticoids
D2 receptor antagonists
▪ block D2 dopamine receptors in the CTZ
▪ Two types exist:
1. Prokinetics drugs
2. Neuroleptics (antipsychotics)
• Uncommon syndrome
• Acute and reversible
• Results from an abrupt, sustained rise of BP that
exceeds the limits of cerebral autoregulation of the
small resistance arteries in the brain
• Arises from “breakthrough” hyperperfusion and
leakage of fluid thru BBB
Hypertensive Encephalopathy
• Symptoms:
– Mental status change – somnolence, confusion,
lethargy, stupor, coma, seizure
– Headache –
– Nausea and vomiting
• However clinical improvement may lag behind
BP improvement by hours to days
• Agent of choice – SNIP or labetalol
WHY? Auto-regulation
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/treatment/step-by-step.html
133. TATALAKSANA ABSES HEPAR AMOEBA
http://emedicine.medscape.com/article/183920-treatment#d9
134. Ginekomastia
• Gynaecomastia: benign proliferation of glandular
breast tissue in males
• Drugs cause 25% of gynaecomastia cases in adults1
• Other causes- endocrine disorders, HIV, renal
disease, aging, puberty and hyperthyroidism
[1] Carlos et al. Sao Paulo Med J. 2012; 130(3):189-197. [2] Mira et al. Antiviral Therapy .2004; 9:511-514.
[3]Biglia et al. Clin Infect Dis . 2004; 39:1514-1519
. Ginekomastia
. Ginekomastia
135. FOOD POISONING
STAPHYLOCOCCUS AUREUS CLOSTRIDIUM BOTULINUM
• Gram positive cocci that occurs in singles, • It is a gram positive anaerobic spore bearing
pairs, short chains, tetrads and irregular grape bacilli
like clusters. • Incriminated food: Most cases of botulism
• Food is usually contaminated from infected are associated with home canned or bottled
food handler.
meat, vegetables and fish.
• Incubation period: 12-36 hours
• The food handler with an active lesion or
• Clinical features: Common features include
carriage can contaminate food.
vomiting, thirst, dryness of mouth,
• Custard and cream filled bakery food, ham, constipation, ocular paresis (blurred-vision),
chicken, meat, milk, fish, salads, puddings, pie difficulty in speaking, breathing and
• The bacteria produce enterotoxin while swallowing. Coma or delirium may occur in
multiplying in food. some cases. Death may occur due to
respiratory paralysis within 7 days.
• Clinical features:
– The onset is sudden and is characterized
by vomiting and diarrhea but no fever.
– The illness lasts less than 12 hours.
Botulism
• Botulism is a rare disease with 4 naturally occurring syndromes:
– foodborne botulism is caused by ingestion of foods contaminated with
botulinum toxin,
– wound botulism is caused by Clostridium botulinum colonization of a
wound and in situ toxin production,
– infant botulism is caused by intestinal colonization and toxin
production,
– adult intestinal toxemia botulism is an even rarer form of intestinal
colonization and toxin production in adults.
• The clinical syndrome of botulism is highly distinctive, consisting of
symmetrical cranial nerve palsies, followed by symmetrical
descending flaccid paralysis that may progress to respiratory arrest
• Nausea, vomiting, and diarrhea often precede or accompany
neurologic manifestations; constipation typically follows after
neurologic signs have appeared.
• GI symptoms are more prominent in food-borne botulism and much
less pronounced in cases of wound botulism.
Botulism
136. Patofisiologi Sepsis
136. Patofisiologi Sepsis
137. INTOKSIKASI ASAM JENGKOLAT
• Jengkol mengandung asam jengkolat & sulfur yang dapat mengkristal di
tubulus renal menimbulkan uropati obstruktif, acute kidney injury, atau
penyakit ginjal kronik.
• Manifestasi klinis:
– Nyeri pinggang
– Kolik abdomen
– Oliguria
– Hematuria
• Terapi:
– Hidrasi agresif untuk meningkatkan aliran urine
– Alkalinisasi (biknat) untuk melarutkan kristal asam jengkolat
138. CARDIAC MARKER (ENZIM
PENANDA JANTUNG)
https://img.medscapestatic.com/pi/meds/ckb/22/34922tn.jpg
139. MIELOFIBROSIS
140. INFARK MIOKARD
http://ecgwaves.com/wp-content/uploads/2016/09/x-infarktlokalisationA-1.jpg
141. TATALAKSANA ANGIOEDEMA &
URTIKARIA
• Most cases of angioedema can be managed well with outpatient treatment
alone. Antihistamines, usually second-generation agents (eg, cetirizine,
desloratadine, fexofenadine, levocetirizine, and loratadine), are often used as
first-line treatment. These agents are also given to help reduce the severity or
frequency of attacks, in dosages often as high as 4 times the standard dosage.
• For laryngeal swelling and airway obstruction, close monitoring of the airway is
mandatory. Epinephrine (1:1000) should be administered IM at a dose of 0.01
mg/kg or 0.3 mg, repeated every 10-15 minutes if necessary. Occasionally,
intubation, or even tracheostomy, may be necessary. These patients should be
admitted for at least 24 hours of observation.
https://emedicine.medscape.com/article/135208-treatment#d9
142.
ALGORITMA
TAKIKARDIA
143. PEMERIKSAAN PENUNJANG KOLITIS
• When a bacterial cause
(eg, Salmonella species, Shigella species, Campylobacter
species, Yersinia species, E coli, or C difficile) is suspected,
stool samples must be cultured, and Gram staining and
methylene blue staining of the stool are recommended.
WBC counts may be elevated or normal.
Dyavaiah M, et.al Microbial Keratitis in Contact Lens Wearers. JSM Ophthalmol 3(3): 1036 (2015)
Bacterial keratitis Fungal keratitis Acanthamoba
Risk factor - Sleeping with CLs among Possible risk factors of CL storage cases and poor
CL wearers fungal keratitis are ocular hygiene practices such as usage
- Patients with diabetes injury, long-term therapy of homemade saline rinsing
mellitus, dementia or with topical or systemic solutions and rinsing of lenses
chronic alcoholism steroids, with tap water Other risk
appeared to be at higher immunosuppressive agents, factors include CL solution
risk and underlying diseases reuse/topping off, rub to clean
- Trauma was rarely a such as pre-existing corneal lenses, shower wearing lenses,
factor surface abnormality and lens replaced (quarterly), age of
wearing CLs case at replacement (<3
months), extended wear and
lens material type
Clinical The predominant clinical CL associated Fusarium Itching, redness, pain, burning
manifestation features reported in keratitis include central sensation, ring infiltrate in
bacterial keratitis were lesions, paraxial lesions, and corneal, multiple
eye pain and redness the peripheral lesions in the pseudodendritic lesions, loss of
with a decrease in visual eye [31]. Patients with vision. Painless acantamoeba
acuity and stromal Candida infections were keratitis fotofobia but no
infiltration reported to have a severe ocular pain
visual outcome
http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
151. KONJUNGTIVITIS VERNAL
• Nama lain:
– spring catarrh
– seasonal conjunctivitis
– warm weather conjunctivitis
• Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen sulit
diidentifikasi)
• Epidemiologi:
– Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama 5-10 tahun
sejak awitan
– Laki-laki > perempuan
– Paling sering pada Afrika Sub-Sahara & Timur Tengah
– Temperate climate > warm climate > cold climate (hampir tidak
ada)
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Etiologi Ablasio Retina
• Rhegmatogenosa: • Serosa / hemoragik:
• Miopia • Hipertensi
• Trauma okular • Oklusi vena retina sentral
• Afakia • Vaskulitis
• Degenerasi lattice • Papilledema
• Traksi: • Tumor intraokular
• Retinopati DM
proliferatif
• Vitreoretinopati
proliferatif
• Retinopati prematuritas
• Trauma okular Ablasio
Rhegmatogenosa
www.moorfields.nhs.uk
Benda Asing di Konjungtiva
• Penatalaksanaan (menurut buku panduan
• Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, layanan primer IDI & emedicine)
mata merah dan berair, sensasi benda • Berikan tetes mata pantokain 2% sebanyak
1-2 tetes pada mata yang terkena benda
asing, dan fotofobia. asing.
• Faktor Risiko: Pekerja di bidang • Gunakan kaca pembesar (lup) dalam
pengangkatan benda asing.
industri yang tidak memakai kacamata • Periksa lokasi benda asing dengan meminta
pelindung, seperti: pekerja gerinda, pasien melihat ke atas, ke bawah, kiri, dan
pekerja las, pemotong keramik, kanan
pekerja yang terkait dengan bahan- • Periksa inferior conjunctival cul-de-sac
bahan kimia (asam-basa), dll. dengan meminta pasien melihat ke atas
ketika pemeriksa membuka kelopak mata
• Pemeriksaan Fisik bawah
• Biasanya visus normal; • Untuk memeriksa superior conjunctival cul-
de-sac, lakukan eversi kelopak mata atas
• Ditemukan injeksi konjungtiva dengan kapas lidi atau paper clip (seperti
tarsal dan/atau bulbi gambar)
• Angkat benda asing dengan menggunakan
• Pada konjungtiva tarsal superior lidi kapas yang lembab atau jarum suntik
dan/atau inferior, dan/atau ukuran 23G.
konjungtiva bulbi ditemukan • Arah pengambilan benda asing dilakukan
benda asing. dari tengah ke tepi.
• Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan betadin
pada tempat bekas benda asing.
• Kemudian, berikan antibiotik topikal (salep
atau tetes mata) seperti kloramfenikol tetes
mata, 1 gtt setiap 2 jam selama 2 hari.
Corneal Foreign Body
• If a corneal foreign body is discovered, it must be
removed to prevent permanent scarring and vision
loss. Saline irrigation is often successful.
• If irrigation is unsuccessful, a topical anesthetic
should be administered and a cotton swab gently
swept over the cornea.
• If the foreign body is superficial, irrigate the eye to
moisten the cornea and attempt to remove the
foreign body by using a gentle rolling motion with
a wetted cotton-tipped applicator.
• Take care not to apply pressure, which may push the
foreign body deeper into the cornea, or scrape, which
may create a large corneal abrasion.
• If swabbing is unsuccessful, foreign body removal
using an eye spud or 25-gauge needle should be
done by a trained, experienced physician.
Emedicine & AAFP
155. Astigmatisme
• SIMPLE ASTIGMATISM
– When one of the principal meridians is focused on the
retina and the other is not focused on the retina (with
accommodation relaxed)
– Terdiri dari
• astigmatisme miopikus simpleks
• astigmatisme hipermetrop simpleks
• COMPOUND ASTIGMATISM
– When both principal meridians are focused either in front or
behind the retina (with accommodation relaxed)
– Terdiri dari
• astigmatisme miopikus kompositus
• astigmatisme hipermetrop kompositus
• MIXED ASTIGMATISM
– When one of the principal meridians is focused in front of
the retina and the other is focused behind the retina (with
accommodation relaxed)
TIPS & TRIK
• Rumus hapalan ini bisa digunakan untuk menentukan jenis jenis
astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina kalau disoal
diberikan rumus astigmatnya sbb
1. sferis (-) silinder (-) pasti miop kompositus
2. Sferis (+); silinder (+) pasti hipermetrop kompositus
3. Sferis (tidak ada); silinder (-) pasti miop simpleks
4. Sferis (tidak ada); silinder (+) pasti hipermetrop simpleks
Causes Management
• Eye trauma • Self-limiting that requires
• Whooping cough or other no treatment in the
extreme sneezing or coughing absence of infection or
• Severe hypertension significant trauma.
• Postoperative subconjunctival • Artificial tears may be
bleeding
• Acute hemorrhagic
applied four to six times a
conjunctivitis (picornavirus) day.
• Leptospirosis • Cold compress in the 1st
• Increased venous pressure hour may stop the
(straining, vomiting, choking, bleeding
or coughing)
157. Ulkus kornea
ANAMNESIS
Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis/ ulkus Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
• Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).
Stromal infiltrate
Ulkus kornea Jamur
Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/ch013/005f.html
http://www.theeyepractice.com.au/optometrist-sydney/high_blook_pressure_and_eye_disease
IKK
159. TEKNIK SAMPLING
Teknik
sampling
yang paling
baik
160. MONITORING & EVALUASI
PROGRAM KESMAS (LOGIC MODEL)
OUTCOMES/I
INPUTS ACTIVITIES OUTPUTS
M PA C T S
OUTCOME VS IMPACT
Indikator outcome dan impact sering kali disamakan atau dijadikan sebagai satu
kesatuan. Namun pada umumnya indikator outcome lebih menilai luaran jangka
pendek dan untuk wilayah setempat, sedangkan indikator impact lebih menilai
luaran jangka panjang dan dampak untuk wilayah yang lebih luas. Outcome
bersifat dinamis (lebih mudah berubah dibandingkan impact).
161. SISTEM KESEHATAN DAERAH
• Sistem Kesehatan Daerah (SKD) adalah merupakan implementasi sistem
Kesehatan Nasional didaerah, yaitu suatu tatanan yang menghimpun berbagai
upaya pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta di daerah yang secara
terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dan pada hakekadnya merupakan wujud sekaligus
metode penyelenggaraan kesehatan daerah.
• Pentingnya SKD: agar kondisi dan kebutuhan spesifik daerah dan masyarakat
akan dapat lebih terakomodir.
Case series
Deskriptif
Memberi deskripsi Studi ekologi
tentang kejadian
penyakit
Cross
Desain studi
sectional
Analitik
Memberikan perlakuan kepada
Mencari hubungan antara Eksperimental subyek penelitian (misalnya obat)
suatu pajanan dengan
penyakit
Desain Penelitian Analitik
164. BILA RUANG RAWAT PESERTA
BPJS PENUH
• Dalam hal ruang rawat inap yang menjadi hak peserta penuh, peserta
dapat dirawat di kelas perawatan satu tingkat lebih tinggi paling lama 3
(tiga) hari. Selanjutnya dikembalikan ke ruang
perawatan yang menjadi haknya. Bila masih belum ada ruangan sesuai
haknya, maka peserta ditawarkan untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan
lain yang setara atau selisih biaya tersebut menjadi tanggung jawab
fasilitas kesehatan yang bersangkutan.
• Apabila kelas sesuai hak peserta penuh dan kelas satu tingkat diatasnya
penuh, peserta dapat dirawat di kelas satu tingkat lebih rendah paling
lama 3 (tiga) hari dan kemudian dikembalikan ke
kelas perawatan sesuai dengan haknya. Apabila perawatan di kelas
yang lebih rendah dari haknya lebih dari 3 (tiga) hari, maka BPJS
Kesehatan membayar ke FKRTL sesuai dengan kelas dimana
pasien dirawat.
http://www.pasienbpjs.com/2016/08/ketentuan-naik-kelas-dan-turun-kelas-perawatan.html
165. FIVE LEVEL OF PREVENTION
• Dilakukan pada orang sehat
Health promotion • Promosi kesehatan
• Contoh: penyuluhan
https://acch.kpk.go.id/images/ragam/headline/pdf/Pemaparan-dan-pembahasan-permenkes-58-2016-dengan-KPK.pdf
168. HAK PASIEN
• Hak-hak pasien diatur dalam pasal 52 UU No.
29/2004 adalah:
– mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang
tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam
pasal 45 ayat (3);
– meminta pendapat dokter atau dokter lain;
– mendapatkan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan medis;
– menolak tindakan medis;
– mendapatkan isi rekam medis.
169. PELANGGARAN DALAM
PELAYANAN KEDOKTERAN
• Pelanggaran dapat berupa:
– Pelanggaran etik
– Pelanggaran disiplin
– Pelanggaran hukum (pidana dan perdata)
Pelanggaran Etik
• Dasar: Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI), yang berisi kewajiban
umum, kewajiban terhadap pasien, dan kewajiban terhadap teman
sejawat.
PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN, IDI, 2008
Pelanggaran Disiplin
• Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran
terhadap aturan-aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan, yang pada hakikatnya
dapat dikelompokkan dalam 3 hal, yaitu :
– Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak
kompeten.
– Tugas dan tanggung jawab profesional pada
pasien tidak dilaksanakan dengan baik.
– Berperilaku tercela yang merusak martabat dan
kehormatan profesi kedokteran.
Pelanggaran Disiplin
• Alur: delik aduan MKDKI sanksi.
• Gejala/Tanda:
– Riwayat terlambat
haid/gejala & tanda hamil
– Akut abdomen
– Perdarahan pervaginam
(bisa tidak ada)
– Keadaan umum: bisa baik
hingga syok
– Kadang disertai febris
176. Kanker Serviks: Diagnostik
• Diagnostik
– Pelayanan primer: anamnesis dan pemeriksaan fisik
– Pelayanan Sekunder: kuret endoserviks, sistoskopi, IVP,
foto toraks dan tulang, konisasi, amputasi serviks
– Pelayanan Tersier: Proktoskopi
Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Deteksi Kanker Serviks: IVA
Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
• Pemeriksaan oleh
dokter/bidan/paramedik terhadap leher
rahim yang telah diberi asam
asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo
dengan mata telanjang
Tatalaksana Khusus
– Jika uterus dapat diperbaiki dengan risiko operasi lebih rendah daripada
histerektomi dan tepi robekan uterus tidak nekrotik, lakukan reparasi uterus
(histerorafi) . Tindakan ini membutuhkan waktu yang lebih singkat dan
menyebabkan kehilangan darah yang lebih sedikit dibanding histerektomi.
– Jika uterus tidak dapat perbaiki, lakukan histerektomi subtotal. Jika robekan
memanjang hingga serviks dan vagina, histerektomi total mungkin
diperlukan
178. Emesis Gravidarum
• Emesis gravidarum (nausea and vomiting of
pregnancy /NVP)
– NVP should only be diagnosed when onset is in the first
trimester of pregnancy and other causes of nausea and
vomiting have been excluded.
– Nausea and vomiting of varying severity usually
commence between the first and second missed menstrual
period and continue until 14 to 16 weeks’ gestation
• Hiperemesis gravidarum
– protracted NVP with the triad of more than 5%
prepregnancy weight loss, dehydration and electrolyte
imbalance.
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Pregnancy-Unique Quantification of Emesis
(PUQE) index
• Pregnancy-Unique Quantification of Emesis
(PUQE) score can be used to classify the
severity of NVP
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
179.
Toksoplasma
• Humans can become infected by any of several routes:
– eating undercooked meat of animals harboring tissue cysts .
– consuming food or water contaminated with cat feces or by
contaminated environmental samples (such as fecal-
contaminated soil or changing the litter box of a pet cat) .
– blood transfusion or organ transplantation .
– transplacentally from mother to fetus .
Diagnosis
• The diagnosis of toxoplasmosis is typically made by serologic testing.
– immunoglobulin G (IgG) is used to determine if a person has been infected.
– If it is necessary to try to estimate the time of infection, which is of particular
importance for pregnant women, a test which measures immunoglobulin M
(IgM) is also used along with other tests such as an avidity test.
• Diagnosis can be made by direct observation of the parasite in stained
tissue sections such as : cerebrospinal fluid (CSF), or other biopsy material.
– These techniques are used less frequently because of the difficulty of
obtaining these specimens.
• Isolated from blood or other body fluids (for example, CSF) difficult
and requires considerable time.
• Molecular techniques (the parasite's DNA detection) in the amniotic fluid
can be useful in cases of possible mother-to-child (congenital)
transmission.
• Ocular disease is diagnosed based on the appearance of the lesions in the
eye, symptoms, course of disease, and often serologic testing.
Tachyzoite : crescent shape, formed by
asexual reproduction in host cells (often
macrophages cells)
Toxoplasma-positive reaction, stained by
immunofluroescence (IFA)
180. Kehamilan Gemelli
• Kehamilan dengan
dua janin atau lebih
• Faktor yang
mempengaruhi:
– Faktor obat-obat
konduksi ovulasi,
faktor keturunan,
faktor yang lain belum
diketahui.
Kehamilan Gemelli: Diagnosis
Anamnesis
• Ibu mengatakan perut tampak lebih buncit dari seharusnya
umur kehamilan
• Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil
• Uterus terasa lebih cepat membesar
• Pernah hamil kembar atau terdapat riwayat keturunan
Ultrasonografi
• Terlihat 2 janin pada triwulan II, 2 jantung yang
berdenyut telah dapat ditentukan pada triwulan I
181.Tatalaksana
Abortus Inkomplit Abortus Komplit
• Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia
kehamilan kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau
forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
• Tidak diperlukan evakuasi lagi.
•
mencuat dari serviks.
Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 • Konseling untuk memberikan
minggu, lakukan evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum
manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret dukungan emosional dan
tajam sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak
tersedia.Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan,
berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit
menawarkan KB pasca
•
kemudian bila perlu).
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40
keguguran.
IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu • Observasi keadaan ibu.
pengeluaran hasil konsepsi.
• Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit
selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang • Apabila terdapat anemia
rawat.
• Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan sedang, berikan tablet sulfas
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
• Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, ferosus 600 mg/hari selama 2
tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam
selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. minggu, jika anemia berat
BIla hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang berikan transfusi darah.
• Evaluasi keadaan ibu setelah 2
minggu.
182. Ruptur uteri
• Ruptura uteri atau robeknya dinding rahim terjadi akibat
terlampauinya daya regang miometrium. Pada bekas seksio sesarea,
risiko terjadinya ruptura uteri lebih tinggi.
• Diagnosis
– Perdarahan intraabdominal, dengan atau tanpa perdarahan
pervaginam
– Nyeri perut hebat (dapat berkurang setelah ruptura terjadi)
– Syok atau takikardia
– Adanya cairan bebas intraabdominal
– Hilangnya gerak dan denyut jantung janin
– Bentuk uterus abnormal atau konturnya tidak jelas
– Dapat didahului oleh lingkaran konstriksi (Bandl’s ring)
– Nyeri raba/tekan dinding perut
– Bagian-bagian janin mudah dipalpasi
Ruptur Uteri: Gejala & Penemuan Klinis
– Anamnesis & Inspeksi: Kesakitan, napas
dangkal & cepat,takikardia, muntah ec
rangsangan peritoneum, syok, kontraksi
uterus hilang, defans muskular
Tatalaksana Khusus
– Jika uterus dapat diperbaiki dengan risiko operasi lebih rendah daripada
histerektomi dan tepi robekan uterus tidak nekrotik, lakukan reparasi uterus
(histerorafi) . Tindakan ini membutuhkan waktu yang lebih singkat dan
menyebabkan kehilangan darah yang lebih sedikit dibanding histerektomi.
– Jika uterus tidak dapat perbaiki, lakukan histerektomi subtotal. Jika robekan
memanjang hingga serviks dan vagina, histerektomi total mungkin
diperlukan
183. Cervicitis
• Cervicitis is a general term describing inflammation of
the cervix
• Two major diagnostic signs characterize cervicitis:
– a purulent or mucopurulent endocervical exudate visible in
the endocervical canal or on an endocervical swab
specimen (commonly referred to as mucopurulent
cervicitis) and
– sustained endocervical bleeding easily induced by gentle
passage of a cotton swab through the cervical os
• Cervicitis frequently is asymptomatic, but some
women complain of an abnormal vaginal discharge and
intermenstrual vaginal bleeding (e.g., after sexual
intercourse )
CDC. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines, 2015
• Etiology
– C. trachomatis or N. gonorrhoeae.
– Cervicitis also can accompany trichomoniasis and
genital herpes (especially primary HSV-2
infection).
– However, in most cases of cervicitis, no organism
is isolated, especially in women at relatively low
risk for recent acquisition of these STDs (e.g.,
women aged >30 years)
• Pada soal kemungkinan pasien mengalami
cervicitis berdasarkan gejala yang muncul.
• Namun karena hanya ada faktor resiko
pemakaian AKDR maka terapi yang paling
mungkin metronidazole
184. Retensio plasenta
• Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
185. Prolaps Uteri
Definisi
•Penurunan uterus dari posisi anatomis yang seharusnya
Komplikasi
•Keratinasi mukosa vagina dan portio, ulkus dekubitus, hipertrofi serviks,
gangguan miksi & stres inkontinensia, ISK, infertilitas, gangguan partus,
hemoroid, inkarserasi usus
Classification of
Genitourinary Prolapse
• The Pelvic Organ Prolapse Quantification
(POPQ)by The international continence society. It
is based on the position of the most distal portion
of the prolapse during straining
– Stage O: no prolapse
– Satge 1 : more than 1 cm above the hymen
– Stage 2 : witihin 1 cm proximal or distal to the plane
of the hymen
– Stage 3 : more than 1 cm below the plane of the
hymen but protrudes no further than 2 cm less than
the total length of vagina
– Stage 4: there is complete eversion of the vagina
• Baden Walker or Beecham classification
systems:
– 1st degre : cervix is visible when the perineum is
depressed – prolapse is contained within the
vagina
– 2nd degree: cervix prolapsed through the introitus
with the fundus remaining in the pelvis
– 3rd degree: procidentia (complete prolaps)- entire
uterus is outside the introitus
186. Retensio plasenta
• Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
187. Kista Nabothi
• Etiologi
– Terjadi bila kelenjar
penghasil mukus di
permukaan serviks
tersumbat epitel skuamosa
• Pemeriksaan
- Pemeriksaan pelvis, kadang dengan kolposkopi
Tatalaksana
- Pantau tekanan darah, urin untuk proteinuria, dan kondisi janin
setiap minggu
- Jika tekanan darah meningkat tatalaksana sebagai
preeklampsia
- Kondisi janin memburuk atau pertumbuhan janin
terhambatrawat untuk pemantauan kesehatan janin
- Jika TD stabil bisa persalinan normal
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
190. Malaria dalam Kehamilan
• Ditemukan parasit pada darah maternal dan darah plasenta
Perlindungan dari gigitan nyamuk, kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah
dengan:
• Memakai kelambu yang telah dicelup insektisida (misal: permethrin)
• Pemakaian celana panjang dan kemeja lengan panjang
• Pemakaian penolak nyamuk (repellent)
• Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik)
• Pemakaian kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendela-jendela
Penatalaksanaan Umum
1. Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan
umum)
3. Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila perlu beri
oksigen
• Salphingitis akut biasanya disamakan dengan PID karena merupakan bentuk paling sering
dari PID
• Faktor Risiko
– Instrumentasi pada serviks dan uteri (IUD, biopsi, D&C)
– Perubahan hormonal selama menstruasi, menstruasi retrogard
• Diagnosis
• Nyeri perut bawah, nyeri adneksa bilateral, nyeri goyang serviks
• Tambahan: suhu oral > 38.3 C, keputihan abnormal, peningkatan C rekative protein, adanya bukti
keterlibatan N. gonorrhoeae atau C. trachomatis
• Terapi
– Rawat inap dengan antibiotik IV (cefoxitin dan doksisiklin)
– Rawat jalan dengan cefotixin IM dan Doksisiklin oral
– Operatif bila antibiotik gagal
http://emedicine.medscape.com/article/275463-overview#a2
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
PID: Pengobatan
• Harus berspektrum luas
• Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C.
trachomatis karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak
menyingkirkan infeksi saluran reproduksi atas
http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
192. Polihidramnion
• Volume air ketuban lebih 2000 cc
• Muncul sesudah kehamilan lebih 20 minggu
• Etiologi
– Rh isoimunisasi, DM, gemelli, kelainan kongenital dan idiopatik
• Gejala
– Sering pada trimester terakhir kehamilan
– Fundus uteri ≥ tua kehamilan
– DJJ sulit didengar
– Ringan : sesak nafas ringan
– Berat : air ketuban > 4000 cc
– Dyspnoe & orthopnea
– Oedema pada extremitas bawah
• Diagnosis
– Palpasi dan USG
Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO
Polihidramnion: Tatalaksana
• Identifikasi penyebab
• Kronik hidramnion : diet protein ↑, cukup istirahat
• Polihidramnion sedang/berat, aterm → terminasi
• Penderita di rawat inap, istirahat total dan dimonitor
• Jika dyspnoe berat, orthopnea, janin kecil → amniosintesis
• Amniosintesis, 500 – 1000 cc/hari → diulangi 2 – 3 hari
• Bila perlu dapat dipertimbangkan pemberian tokolitik
• Komplikasi
– Kelainan letak janin
– partus lama
– solusio plasenta
– tali pusat menumbung dan
– PPH
– Prematuritas dan kematian perinatal tinggi
Preeklampsia Berat
- TD >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
- Proteinuria 2+ atau protein kuantitatif >5 g/24 jam
- Atau disertai kelainan organ lain: trombositopenia (<100.000), hemolisis mikroangiopati, peningkatan
SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran atas, sakit kepala, skotoma penglihatan, pertumbuhan janin
terhambat, oligohidroamnion
- Peningkatan SGOT/SGPT+trombositopenia HELLP Syndrome
Superimposed preeklampsia
- Sudah ada hipertensi kronik sebelum hamil atau saat usia kandungan <20 minggu
- Proteinuria 1+ atau trombosit <100.000 pada usia kehamilan <20 minggu
Eklampsia
- Kejang umum dan/atau koma
- Ada tanda preeklampsia
- Tidak ada kemungkinan penyebab lain seperti epilepsi, perdarahan subarachnoid, atau meningitis
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia untuk tatalaksana kejang
– PEB pencegahan kejang
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
• Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia
kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam
• Antihipertensi
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
196. Persalinan normal
• Rerata durasi kehamilan bila dihitung dari
HPHT adalah 280 hari atau 40 minggu
• Akan tetapi hingga usia 42 minggu kehamilan
masih dapat ditoleransi sebagai kehamilan
normal
• Namun mengingat adanya penurunan fungsi
plasenta setelah usia 40 minggu, sehingga
kehamilan dapat ditunggu hingga usia 41
minggu untuk diterminasi
Perkiraan usia kehamilan
197. Stages of Labor
• Copper IUDs work by disrupting sperm motility and damaging sperm (Copper
acts as a spermicide within the uterus)
• The presence of copper increases the levels of copper ions, prostaglandins, and
white blood cells within the uterine and tubal fluids.
• Ova from copper IUD users were distinctive for being without vitellus
(abnormal) and surrounded by macrophages
• Copper can also alter the endometrial lining, this alteration can prevent
implantation
AKDR: Informasi Umum
• AKDR bekerja langsung efektif segera setelah pemasangan
• Jelaskan pada klien jenis AKDR apa yang digunakan, kapan akan dilepas
dan berikan kartu tentang informasi semua ini
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/material/akdr.pdf
AKDR
Alat kecil yang dipasang dalam rahim • Rangka plastik yang lentur dengan lengan tembaga dan benang.
• Jika ragu, pakai daftar periksa pada Tambahan 1 atau lakukan tes
Kemungkinan hamil kehamilan.
Baru saja melahirkan • Pemasangan AKDR hanya boleh dilakukan sebelum 48 jam dan
(2 – 28 hari pasca persalinan) setelah 4 minggu pasca persalinan.
Menstruasi yang tak biasa • Menstruasi tak biasa harus diases sebelum memasang AKDR.
Infeksi atau masalah dengan organ
• Setiap infeksi harus diobati sepenuhnya sebelum AKDR dipasang.
kewanitaan:
— IMS atau Penyakit Radang Panggul dalam 3 • Obati penyakit radang panggul ataupun IMS dan tunggu 3 bulan
bulan terakhir? sebelum memasang AKDR. Anjurkan agar pasangan juga diobati.
— HIV atau AIDS? • Jika HIV atau AIDS pakai AKDR hanya jika tidak ada metode lain
yang cocok.
— Infeksi setelah melahirkan atau keguguran
— Kanker pada organ kewanitaan atau TB • Jangan memasang AKDR jika klien memiliki kanker rahim,
panggul endometrium atau kanker indung telur; penyakit tropoblas jinak
atau ganas; tbc panggul.
Setelah pemasangan, AKDR bisa diperiksa oleh
akseptor KB sendiri.
• Kapan memeriksa?
• Satu minggu setelah pemasangan
• Kapan saja setiap selesai masa haid
• Jika tidak bisa merasakan benang, atau benang terasa lebih panjang atau
pendek secepatnya kembali ke klinik. AKDR mungkin telah terlepas dan perlu
memakai back up.
199. Gangguan Menstruasi
Disorder Definition
Amenorrhea Primer Tidak pernah menstruasi setelah berusia 16 tahun, atau
berusia 14 tahun tanpa menstruasi sebelumnya dan tidak
terdapat tanda-tanda perkembangan seksual sekunder
http://depts.washington.edu/handbook/syndromesFemale/ch8_pid.html
Sexually active woman presenting with abnormal vaginal
discharge, lower abdominal pain, OR dyspareunia
Uterine tenderness, OR
Adnexal tenderness, OR
Cervical motion tenderness on pelvic exam?
YES NO
YES NO
NO YES