Anda di halaman 1dari 48

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)

A. TINJAUAN TEORI/KONSEP PENYAKIT


1. DEFINISI
Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke
jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di
pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut,
kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak
dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami
infark (Guyton & Hall, 2010).
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua
kategori, yaitu ST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-
elevation infark miocard (NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total
dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas
meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan
adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI
merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan
seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen
ST pada EKG (Muttaqin, 2012).

2. ETIOLOGI
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah
terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian
besar kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul
sebelum terjadinya STEMI, antara lain aktivitas fisik yang
berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam lainnya. Selain itu,
terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua)
bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor
resiko yang dapat dirubah.
a. Faktor yang tidak dapat dirubah:
1) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses
yang progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis
sampai lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan
kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut.
Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden
infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et
al., 2014).
2) Jenis kelamin
Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause
kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi
berat. Setelah menopause, insiden penyakit yang
berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih
besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan
merupakan pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, et al.,
2014).
3) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada
orang kulit putih (Kumar, et al., 2014).
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung
koroner (saudara, orang tua yang menderita penyakit ini
sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan
timbulnya IMA (Kumar, et al., 2014).
b. Faktor resiko yang dapat dirubah:
1) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau
trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar
kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko
penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan
lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl.
Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan
meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan
kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor
pelindung terhadap penyakit ini (Kumar, et al., 2014).
2) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik
tekanan darah systole maupun diastole memiliki peran
penting. Hipertensi dapat meningkatkan risiko ischemic heart
disease (IHD) sekitar 60% dibandingkan dengan individu
normotensive. Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien
hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung
kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena
stroke (Kumar, et al., 2014).
3) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan
konsumsi rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan
insiden dan keparahan atherosclerosis pada wanita.
Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama
meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti
merokok dapat menurunkan risiko secara substansial
(Kumar, et al., 2014).
4) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark
miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita
diabetes daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko
stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus
(Kumar, et al., 2014).
5) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit
jantung koroner (Kumar, et al., 2014).
6) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin
yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya
serangan (Kumar, et al., 2014).

3. PATOFISIOLOGI
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun
secara tiba-tiba setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang
sebelumnya mengalami atherosclerosis. STEMI terjadi ketika
thrombus pada arteri koroner berkembang secara cepat pada tempat
terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh
beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika permukaan plak
atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen plak tersebut
terekspos dalam darah dan kondisi yang mendukung trombogenesis
(terbentuknya thrombus). Mural thrombus (thrombus yang
menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat rupturnya
plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet
monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak, beberapa
agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi
platelet. Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane A2
(vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet
lebih lanjut.
Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh
agonis meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor
glikoprotein IIb/IIIa. Ketika reseptor ini dikonversi menjadi bentuk
fungsionalnya, reseptor ini akan membentuk protein adhesive seperti
fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul multivalent yang dapat
berikatan dengan dua plateet secara simultan, menghasilkan ikatan
silang patelet dan agregasi. Kaskade koagulasi mengalami aktivasi
karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yang rusak,
tepatnya pada area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII dan X
menyebabkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
seringkali mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri dari
agregat platelet dan benang-benang fibrin (Price & Wilson, 2012).

Gambar 1. Sel Otot Jantung (Price & Wilson, 2012)


Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli
arteri koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan
berbagai penyakit sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan
myocardial yang disebabkan oklusi koroner tergantung pada:
a. Daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami
oklusi.
b. Apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak.
c. Durasi oklusi koroner.
d. Kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral
pada jaringan yang terkena.
e. Kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya
menurun secara tiba-tiba.
f. Faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan
spontan.
g. Keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada
arteri koroner epikardial yang mengalami oklusi telah
dikembalikan.

4. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri
Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan
pada pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan
yaitu dalam dan visceral, yang biasa dideskripsikan dengan nyeri
terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau seperti
terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan
pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat,
lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan
pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke
daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada
abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering
disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan
ansietas (Fauci, et al., 2014).
b. Temuan fisik
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang
menunjukkan ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri.
Pallor yang berhubungan dengan keluarnya keringat dan dingin
pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien dengan
STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit
dan diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun
sebagian besar pasien menunjukkan tekanan darah dan frekuensi
nadi yang normal selama satu jam pertama STEMI, sekitar 25%
pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas
sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50%
pasien dengan infark inferior menunjukkan hiperaktivitas
parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi) (Fauci, et al., 2014).
Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk
dipalpasi. Tanda fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya
S3 dan S4, penurunan intensitas bunyi jantung pertama, dan
paradoxical splitting dari S2. Selain itu juga sering terjadi
penurunan volume pulsasi carotis, yang menunjukkan adanya
penurunan stroke volume. Peningkatan temperature tubuh di atas
380C mungkin ditemukan selama satu minggu post STEMI (Fauci,
et al., 2014).

5. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Pemeriksaan Penunjang
Nilai pemeriksaan penunjang untuk mengkonfirmasi diagnosis
STEMI dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, Serum Cardiac
Biomarker, Cardiac Imaging, dan Indeks Nonspesifik Nekrosis
Jaringan dan Inflamasi (Muttaqin, 2012).
1) Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu:
a) Lead II, III, aVF: Infark inferior
b) Lead V1-V3: Infark anteroseptal
c) Lead V2-V4: Infark anterior
d) Lead 1, aV L, V5-V6: Infark anterolateral
e) Lead I, aVL: Infark high lateral
f) Lead I, aVL, V1-V6: Infark anterolateral luas
g) Lead II, III, aVF, V5-V6: Infark inferolateral
h) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu (Muttaqin,
2012).
Gambar 2. Evolusi EKG pada Pasien dengan STEMI
2). Serum Cardiac Biomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker
kardiak, dilepas dari otot jantung yang mengalami nekrosis
setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein spesifik ini
berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat
molekul, dan aliran darah dan limfatik local. Biomarker
kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas
limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium
dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama
sirkulasi (Muttaqin, 2012).
a). cTnT dan cTnI
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific
troponin I (cTnI) memiliki sekuens asam amino yang
berbeda dari protein ini yang ada dalam otot skeletal.
Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya
quantitative assay untuk cTnT dan cTnI dengan antibody
monoclonal yang sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI
secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu
normal tetapi meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali
lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan cTnI
dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic. Kadar
cTnT dan cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-10 hari
setelah STEMI
b). CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8
jam dan umumnya kembali normal setelah 48-72 jam.
Pengukuran penurunan total CK pada STEMI memiliki
spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin
meningkat pada penyakit otot skeletal, termasuk infark
intramuscular. Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai
lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak
terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan
ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan
kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim
MB dalam serum.
3). Cardiac Imaging
a) Echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-
dimentional echocardiography hampir selalu ditemukan
pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat
dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari
iskemia berat akut dengan echocardiography, prosedur ini
masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak
terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi
awal aka nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan
dinding dengan echocardiography dapat digunakan untuk
mengambil keputusan, seperti apakah pasien harus
mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi echocardiographic
untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam segi
prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri
menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS.
Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada
ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial,
dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler
echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi
VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI
(Muttaqin, 2012).
b) High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan
high resolution cardiac MRI (Muttaqin, 2012).
c) Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan
katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi
langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran
langsung terhadap ventrikel kiri (Muttaqin, 2012).

Gambar 3. Angiografi

4). Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi


Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial
berhubungan dengan leukositosis polimorfonuklear, yang
muncul dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap
selama 3-7 hari. Hitung sel darah putih seringkali mencapai
12.000-15.000/L. Kecepatan sedimentasi eritrosit meningkat
secara lebih lambat dibandingkan dengan hitung sel darah
putih, memuncak selama minggu pertama dan kadang tetap
meningkat selama 1 atau 2 minggu (Muttaqin, 2012).
b. Terapi Medik
1) Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian
besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu
komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump
failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI
disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang
sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala.
Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama.
Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang
dicurigai STEMI:
a) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari
pertolongan medis.
b) Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat
melakukan tindakan resusitasi.
c) Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas
ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang
terlatih.
d) Terapi REPERFUSI (Alwi, 2012).
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada
pasien yang dicurigai STEMI mencakup mengurangi/
menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang
merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien
risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari
pemulangan cepat pasien dengan STEMI (Alwi, 2012).
2) Hospital
a) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung
selama masa-masa awal infark dapat meningkatkan
ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan STEMI
harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam
pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien
harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak
dengan menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur
dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini
bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan
tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan
komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan
dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara
bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga,
pasien harus sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga
kali sehari (Alwi, 2012).
b) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera
setelah STEMI, pasien hanya diberikan air peroral atau
tidak diberikan apapun pada 4-12 jam pertama. Asupan
nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ± 300
mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55%
dari kalori total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium,
magnesium, dan serat tetapi rendah natrium (Alwi, 2012).
c) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk
menghilangkan nyeri seringkali menyebabkan konstipasi.
Laksatif dapat diberikan jika pasien mengalami konstipasi
(Alwi, 2012).
d) Farmakoterapi
(1) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan
aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan
sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat
menurunkan kebutuhan oksigen dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai
oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh
darah koroner yang terkena infark atau pembuluh
darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung,
dapat diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat
diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan
edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada
pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau pasien
yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan
(Alwi, 2012).
(2) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan
merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana
nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan
dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15
menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang
perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah
konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan,
sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi
curah jantung dan tekanan arteri. Morfin juga dapat
menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan
bradikardia atau blok jantung derajat tinggi,
terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini
biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine
0,5 mg IV (Alwi, 2012).
(3) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada
pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada
spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin
bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD.
Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-
162 mg (Alwi, 2012).
(4) Beta-noreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut
dapat memperbaiki hubungan supply-demand
oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran
infark, dan menurunkan insiden ventricular aritmia
(Alwi, 2012).
e) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner
kembali menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu
berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan
invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur
infuse (agen fibrinolitik) (Alwi, 2012).
B. TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN AWAL
a. B1 (Breathing)
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit
pernapasan kronis
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis,
bunyi napas bersih atau krekels, wheezing, sputum
bersih, merah muda kental (Doengoes et.al, 2012).
b. B2 (Blood)
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal
jantung koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri
2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur
(disritmia) mungkin terjadi.
3) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
4) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi
otot papilar
5) Friksi; dicurigai perikarditis.
6) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
7) Edema atau sianosis pada kulit, kuku dan membran
mukosa
8) edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
9) Pucat (Doengoes et.al, 2012)
c. B3 (Brain)
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat
bangun (duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan (Doengoes et.al,
2012).
d. B4 (Bladder)
Kulit berkeringat, penurunan turgor kulit, Produksi urin
normal atau menurun (Doengoes et.al, 2012).
e. B5 (Bowel)
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, terbakar.bersendawa,
nyeri ulu hati/
Tanda: muntah, dan perubahan berat badan, Bunyi usus normal
atau menurun (Doengoes et.al, 2012).
f. B6 (Bone)
Edema ekstremitas
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
1) Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak
berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin.
2) Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal,
prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah.
Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher
3) Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap,
tertekan, seperti dapat dilihat.
4) Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
5) Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi,
dengan DM, hipertensi dan lansia (Doengoes et.al, 2012).
Tanda:
1) Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
2) Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
3) Menarik diri, kehilangan kontak mata
4) Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD,
pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran
(Doengoes et.al, 2012).
2. PERUMUSAN DIAGNOSIS
a. Gangguan Sirkulasi Spontan b.d Penurunan fungsi ventrikel
(D.0007)
b. Gangguan Ventilasi Spontan b.d Kelemahan otot pernafasan
(D.0004)
c. Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan Preload/Afterload
(D.0008)
d. Nyeri Akut b.d iskemia mikard (D.0077)
e. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d spasme jalan nafas
(D.0001)
f. Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi
perfusi (D.0003)
g. Pola Nafas Tidak Efektif b.d hambatan upaya nafas (D.0005)
h. Risiko Perfusi Miokard Tidak Efektif b.d spasme arteri koroner
(D.0014)
i. Risiko Perdarahan b.d efek agen farmakologis (D.0012)

3. INTERVENSI
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
1 Gangguan Sirkulasi Setelah dilakukan Manajemen defibrilisasi
Spontan (D.0007) intervensi (I.02038)
Penyebab: keperawatan Observasi
a. Abnormalitas selama ..... jam, Periksa irama pada monitor
kelistrikan maka Sirkulasi setelah RJP 2 menit
jantung spontan Terapeutik
b. Abnormalitas Meningkat a. Lakukan resusitasi
struktur jantung
d. Kesadaran (L.02015), dengan jantung paru (RJP)
menurun atau kriteria hasil: hingga mesin defibrillator
tidak adar a. Tingkat siap
Gejala dan tanda kesadaran b. Siapkan dan hidupkan
Minor: Meningkat/skala mesin defibrillator
Subjektif 5 (1-5) c. Pasang monitor EKG
(tidak tersedia) b. Frekuensi nadi d. Pastikan irama EKG
Objektif meningkat/skala henti jantung (VF atau
a. Suhu Tubuh 5 (1-5) VT tanpa nadi)
<34,5oC c. Tekanan darah e. Atur jumlah energi
b. Tidak ada meningkat dengan mode
produkasi urin d. Frekuensi Nafas asynchrinized (360 joule
dalam 6 jam meningkat untuk monofasik dan
c. Saturai Okigen e. Suhu tubuh 120-200 joule untuk
<85% meningkat bifasik)
d. Gambaran EKG f. Saturasi oksigen f. Angkat paddle dari mesin
menunjukkan meningkat dan oleskan jeli pada
aritmia letal (VT, g. Gambaran EKG paddle
VF, Asistole, PEA) Aritmia g. Tempelkan paddle
e. Gambaran EKG menurun sternum (kanan) pada
Menunjukkan h. EtCO2 membaik sisi kanan sternum
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
aritmia mayor (AV i. Produksi urin dibawah klavikula dan
blok derajat 2 tipe meningkat paddle apeks (kiri) pada
2, AV blok total, garis midaksilaris
takiaritmia/ steinggi elekroda V6
bradiaritmia, SVT, h. Isi energi dengan
VES) menekan tombol charge
f. ETCO2 <35 mmHg pada mesin defibrilator
dan menunggu hingga
energi yang diinginkan
tercapai
i. Hentikan RJP saat
defibrilator siap
j. Teriak bahwa defibrilator
telah siap (mis. "I'm clear,
you're clear, everybody's
clear)
k. Berikan syok dengan
menenkan tombol pada
kedua paddle bersamaan
l. Angkat paddle dan
langsung lanjutkan RJP
tanpa menunggu hasil
irama yang muncul pada
monitor setelah
pemberian defibrilasi
m. Lanjutkan RJP sampai 2
menit

Resusitasi jantung paru


(I.02083)
Observasi
a. Identifikasi keamanan
penolong, lingkungan
dan pasien
b. Identifikasi respon pasien
(mis, memanggil pasien,
menepukv bahu pasien)
c. Monitor nadi karotis
selama nafas setiap 2
menit atau 5 siklus RJP
Terapeutik
a. Pakai alat pelindung diri
b. Aktifkan emergency
medical system atau
berteriak meminta tolong
c. Posisikan pasien
terlentang di tempat
datar dan keras
d. Atur posisi penolong
berlutut di samping
korban
e. Raba nadi karotis dalam
waktu <10 detik
f. Berikan rescue breathing
jika ditemukan ada nadi
tetapi tidak ada nafas
g. Kompresi dada 30 kali
dikombinasikan dengan
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
bantuan nafas (ventilasi)
2 kali jika ditemukan
tidak ada nadi dan tidak
ada nafas
h. Kompresi dengan tumit
telapak tangan
menumpuk di atas
telapak tangan yang lain
tegak lurus pada
pertengahan dada
(seperdua bawah
sternum)
i. Kompresi dengan
kedalaman kompresi 5 –
6 cm dengan kecepatan
100 – 120 kali/menit
j. Bersihkan dan buka jalan
nafas dengan head tilt
Chin lift atau jaw thrust
(jika curiga cedera
servikal)
k. Berikan bantuan nafas
dengan menggunakan
bag valve mask dengan
teknik EC-clamp
l. Kombinasikan kompresi
dan ventilasi selama 2
menit atau sebanyak 5
siklus
m. Hentikan RJP jika
ditemukan adanya tanda-
tanda kehidupan,
penolong yang lebih
mahir datang, ditemukan
adanya tanda-tanda
kematian biologis, DO
NOT RESUCITATION
(DNR)
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur tindakan kepada
keluarga atau pengantar
pasien
Kolaborasi
Kolaborasi tim medis untuk
bantuan hidup lanjut

Code Management
(I.02029)
Observasi
a. Monitor tingkat
kesadaran
b. Monitor irama jantung
c. Monitor pemberian
Advance Cardiac Life
Suppart sesuai protokol
yang tersedia
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
d. Monitor kualitas
resusitasi jantung paru
yang diberikan (mis.
kedalaman kompresi,
kecepatan kompresi,
rekoil dada penuh, tidak
ada interupsi)
e. Interpretasi EKG dengan
akurat untuk pemberian
kardioversi/defibrilasi
yang tepat, jika perlu
f. Periksa ketersediaan
obat-obat emergensi
Terapeutik
a. Panggil bantuan jika
pasien tidak sadar
b. Aktifkan code blue
c. Lakukan resusitasi
jantung paru, jika perlu
d. Pastikan jalan napas
terbuka
e. Berikan bantuan napas,
jika perlu
f. Pasang monitor jantung
g. Minimalkan interupsi
pada saat kompresi dan
defibrilasi
h. Pasang akses vena, jika
perlu
i. Siapkan intubasi, jika
perlu
j. Berikan kesempatan
kepada keluarga untuk
melihat pasien saat
resusitasi, jika perlu
k. Berikan dukungan
kepada keluarga yang
hadir pada saat resusitasi
berlangsung
l. Akhiri tindakan jika ada
tanda-tanda sirkulasi
spontan (mis. nadi
karotis teraba, kesadaran
pulih)
m. Lakukan perawatan post
cardiac arrest
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
defibrilasi atau
kardioversi, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian
epinefrin atau adrenalin,
jika perlu
c. Kolaborasi pemberian
amiodaron, jika perlu
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
Pemantauan hemodinamik
Invasif (I.02058)
Observasi
a. Monitor frekuensi dan
irama jantung
b. Monitor
TDS,TDD,MAP,tekanan
vena sentral,tekanan
arteri pulmonal,tekanan
biji arteri paru
c. Monitor curah jantung
dan indeks jantung
d. Monitor bentuk
gelombang hemodinamik
e. Monitor perfusi perifer
distal pada sisi insersi
setiap 4jam
f. Monitor tanda-tanda
infeksi dan pendarahan
pada sisi insersi
g. Monitor tanda-tanda
komplikasi akibat
pemasangan selang (mis.
pneumotoraks, selang
tertekuk, embolisme
udara)
Terapeutik
a. Damping pasien saat
pemasangan dan
pelepasan kateter jalur
hemodinamik
b. Lakukan tes allen untuk
menilai kolateral ulnaris
sebelum kanulasi pada
arteri radialis
c. Pastikan set selang
terangkai dan terpasang
dengan tepat
d. Konfirmasi ketepatan
posisi selang dengan
pemeriksaan x-ray,jika
perlu
e. Posisikan transduser
pada atrium kanan (aksis
flebostatik) setiap 4-2 jam
untuk mengkalibrasi dan
mentitiknolkan perangkat
f. Pastikan balon deflasi
dan Kembali ke posisi
normal setelah
pengukuran tekanan baji
arteri paru (PAWP)
g. Ganti selang dan cairan
infus setiap 24-72jam
sesuai protocol
h. Ganti balutan pada area
insersi dengan Teknik
steril
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
i. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
j. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
c. Anjurkan membatasi
gerak/aktivitas selama
kateter terpasang

Perawatan jenazah
(I.02077)
Observasi
Identifikasi budaya dan
kepercayaan dalam
penatalaksaan tubuh
jenazah
Terapeutik
a. Laporankan pada petugas
terkait bahwa pasien
telah meninggal (mis.
Kepala
ruangan,supervisor
b. Rapatkan rahang dan
tutup mata jenaza
c. Posisikan lengan berada
di samping tubuh atau
disedekapkan
(disesuaikan dengan
agama atau kepercayaan
yang dianut pasien)
d. Lepaskan objek-objek
eksternal dari tubuh
(mis.kateter urin kateter
intravena,sedapan
monitor)
e. Bersihkan tubuh jenazah
secara menyeluruh
f. Tutupi lubuh jenazah
dengan kain bersih
sampai kedagu atau
kepala
g. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
bagi keluarga
h. Berikan privasi jika
keluarga ingin melihat
jenazah pasien
i. Berikan label pada
barang –barang pribadi
jenazah
j. Pindahkan jenazah ke
ruangan khusus atau
ruang jenazah
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
k. Fasilitasi keluarga
menjalani proses berduka
Edukasi
a. Ajarkan melalui proses
berduka secara
bertahap,jika perlu
b. Jelaskan prosedur
adminitrasi penyerahan
jenazah dan/atau
barang-barang jenazah
kepada keluarga
Kolaborasi
Kolaborasi dengan
rohaniawan sesuai dengan
kebijakan institusi,jika perlu

2 Gangguan Ventilasi Setelah dilakukan Dukungan ventilasi


Spontan (D.0004) interveni (I.01002)
Penyebab: keperawatan Observasi
a. Gangguan selama ..... jam, a. Identifikasi adanya
Metabolisme maka Ventilasi kelelahan otot bantu
b. Kelemahan Otot Spontan napas
Pernafasan Meningkat b. Identifikasi efek
Gejala dan tanda (L.01007), dengan perubahan sosial
Mayor: kriteria hasil: terhadap status
Subjektif a. Volume Tidal pernapasan
Tidak tersedia meningkat/skala c. Monitor status respirasi
Objektif 5 (1-5) dan oksigenasi(mis.
a. Penggunaan otot b. Dipsnea Frekuensi dan
bantu nafas menurun/skala kedalaman napas,
meningkat 5 (1-5) penggunaan obat bantu
b. Volume tidal c. Penggunaan otot napas, bunyi napas
menurun bantu nafas tambahan, siturasi
c. PCO2 meningkat menurun/skala oksigen)
d. PO2 menurun 5 (1-5) Terapeutik
e. SaO2 menurun d. Gelisah a. Pertahankan kepatenan
Gejala dan tanda menurun/skala jalan napas
Minor: 5 (1-5) b. Berikan posisi semi
Subjektif e. PcO2 membaik/ fowler atau fowler
(tidak tersedia) skala 5 (1-5) c. Fasilitasi mengubah
Objektif f. PO2 membaik/ posisi senyaman
a. Gelisah skala 5 (1-5) mungkin
b. Takikardi g. Takikardia d. Berikan oksigenasi sesuai
membaik/skala kebutuhan(mis. Nasal
5 (1-5) kanul, masker wajah,
masker rebreating atau
non rebreating)
e. Gunakan bag-valve mask,
jika perlu
Edukasi
a. Ajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
b. Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri
c. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu

Pemantaun respirasi
(I.01014)
Observasi
a. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
napas
b. Monitor pada pola napas
(seperti bradypnea,
takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-
stokes, biot,ataksik)
c. Monitor kemampuan
batuk efektif
d. Monitor adanya produksi
sputum
e. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
f. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
a. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan jika perlu

Fisioterapi Dada (I.01004)


Observasi
a. Identifikasi indikasi
fisioterapi dada (mis,
hipersekresi sputum,
sputum kental dan
tertahan, tirah baring
lama)
b. Identifikasi
kontraindikasi fisiterapi
dada (mis, eksaserbasi
PPOK akut, pneumonia
tanpa produksi sputum
berlebih, kanker paru-
paru)

c. Monitor status
pernapasan
(mis,kecepatan, Irma,
suara napas dan
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
kedalaman napas)
d. Periksa segmen paru
yang mengandung
sekresi yang berlebihan
e. Monitor jumlah dan
karakter sputum
f. Monitor toleransi selama
dan setelah prosedur
Terapeutik
a. Posisikan pasien sesuai
dengan area paru yang
mengaami penumpukan
sputum
b. Gunakan bantal untuk
membantu pengaturan
posisi
c. Lakukan perkusi dengan
posisi telapak tangan
ditangkupkan selama 3-5
menit
d. Lakukan vibrasi dengan
posisi telapak tangan rata
bersamaan ekpirasi
mulut
e. Lakukan fisioterpi dada
setidaknya dua jam
setelah makan
f. Hindari perkusi pada
tulang belakang, ginjal,
payudara wanita, insisi,
dan tulang rusuk yang
patah
g. Lakukan penghisapan
lendir untuk
mengeluarkan secret, jika
perlu
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur fisioterapi dada
b. Anjurkan bentuk segera
setelah prosedur selelsai
c. Anjarkan inspirasi
perlahanan dan dalam
melalu hidung selama
proses fisioterapi

Manajemen Asam-Basa
(I.02036)
Observasi
a. identifikasi penyebab
ketidakseimbangan asam
basa
b. monitor frekuensi dan
kedalaman napas
c. monitor status neurologis
(mis tingkat kesadaran,
status mental)
d. monitor irama dan
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
frekuensi jantung
e. monitor perubahan pH,
PaCO² dan HCO³
Terapeutik
a. ambil spesimen darah
arteri untuk pemeriksaan
AGD
b. berikan oksigen sesuai
indikasi
Edukasi
jelaskan penyebab dan
mekanisme terjadinya
gangguan asam basa
Kolaborasi
kolaborasi pemberian
ventilasi mekanik, jika perlu

3 Penurunan Curah Setelah diberikan Perawatan Jantung


Jantung (D0008) intervensi selama …. (I.02075)
Penyebab jam maka Curah Observasi
a. Perubahan irama Jantung Meningkat a. Identifikasi tanda/gejala
jantung. (L.02008), dengan primer Penurunan curah
b. Perubahan kriteria hasil: jantung (meliputi
frekuensi a. Kekuatan nadi dispenea, kelelahan,
jantung. perifer adema ortopnea
c. Perubahan meningkat/skala paroxysmal nocturnal
kontraktilitas. 5 (skala 1 – 5) dyspenea, peningkatan
d. Perubahan b. EF meningkat/ CPV)
preload. skala 5 (skala 1 – b. Identifikasi tanda /gejala
e. Perubahan 5) sekunder penurunan
afterload. c. Palpitasi curah jantung (meliputi
menurun/skala peningkatan berat badan,
Tanda dan Gejala 5 (skala 1 – 5) hepatomegali ditensi vena
Subjektif: d. Gambaran EKG jugularis, palpitasi,
a. Perubahan irama aritmia ronkhi basah, oliguria,
jantung: menurun/skala batuk, kulit pucat)
Palpitasi. 5 (skala 1 – 5) c. Monitor tekanan darah
b. Perubahan e. Dispnea (termasuk tekanan darah
preload: lelah. menurun/skala ortostatik, jika perlu)
c. Perubahan 5 (skala 1 – 5) d. Monitor intake dan
afterload: f. Edema output cairan
Dispnea. menurun/skala e. Monitor berat badan
d. Perubahan 5 (skala 1 – 5) setiap hari pada waktu
kontraktilitas: g. Tekanan darah yang sama
Paroxysmal membaik/skala f. Monitor saturasi oksigen
nocturnal 5 (skala 1 – 5) g. Monitor keluhan nyeri
dyspnea (PND); dada (mis. Intensitas,
Ortopnea; Batuk. lokasi, radiasi, durasi,
Objektif: presivitasi yang
a. Perubahan irama mengurangi nyeri)
jantung: h. Monitor EKG 12
1) Bradikardi/ sadapoan
Takikardia. i. Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekwensi)
2) Gambaran j. Monitor nilai
EKG aritmia laboratorium jantung
atau gangguan (mis. Elektrolit, enzim
konduksi. jantung, BNP, Ntpro-BNP)
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
b. Perubahan k. Monitor fungsi alat pacu
preload: jantung
1) Edema, l. Periksa tekanan darah
2) Distensi vena dan frekwensi
jugularis, nadisebelum dan sesudah
3) Central venous aktifitas
pressure (CVP) m. Periksa tekanan darah
meningkat/ dan frekwensi nadi
menurun, sebelum pemberian obat
4) Hepatomegali (mis. Betablocker,
c. Perubahan ACEinhibitor, calcium
afterload. channel blocker, digoksin)
1) Tekanan darah Terapeutik
meningkat/ a. Posisikan pasien semi-
menurun. fowler atau fowler dengan
2) Nadi perifer kaki kebawah atau posisi
teraba lemah. nyaman
3) Capillary refill b. Berikan diet jantung yang
time > 3 detik sesuai (mis. Batasi
4) Oliguria asupan kafein, natrium,
5) Warna kulit kolestrol, dan makanan
pucat dan / tinggi lemak)
atau sianosis. c. Gunakan stocking elastis
d. Perubahan atau pneumatik
kontraktilitas intermiten, sesuai
1) Terdengar indikasi
suara jantung d. Fasilitasi pasien dan
S3 dan/atau keluarga untuk
S4. modifikasi hidup sehat
2) Ejection e. Berikan terapi relaksasi
fraction (EF) untuk mengurangi stres,
menurun. jika perlu
f. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
g. Berikan oksigen untuk
memepertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
a. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
b. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
c. Anjurkan berhenti
merokok
d. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian
e. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output cairan
harian

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
b. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI

Manajemen Syok
Kardiogenik (I.02051)
Observasi
a. Monitor status
kardiopulmonal
(frekuensi dan kekuatan
nadi, frekuensi napas,
TD, MAP)
b. Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD)
c. Monitor status cairan
(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
d. Monitor tingkat
kesadaran dan respon
pupil
e. Periksa seluruh
permukaan tubuh
terhadap adanya DOTS
(deformitas, open wound/
luka terbuka, tendemess/
nyeri tekan, swelling/
bengkak)
f. Monitor EKG 12 lead
g. Monitor rontgen dada
(mis, kongesti paru,
edema paru, pembesaran
jantung)
h. Monitor enzim jantung
(mis,CK, CKMB,
Troponin)
i. Identifikasi penyebab
masalah utama (mis,
volume, pompa atau
irama)
Terapeutik
a. Pertahankan jalan napas
paten
b. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
c. Persiapan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
d. Pasang jalur IV
e. Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine
f. Pasang selang
nasogastrik untuk
dekompresi lambung, jika
perlu
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
inotropik (mis,
dobutamine), jika TDS
70-100 mmHg tanpa
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
disertai tanda / gejala
syok
b. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
c. Persiapan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
d. Pasang jalur IV
e. Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine
f. Pasang selang
nasogastrik untuk
dekompresi lambung
g. Kolaborasi pemberian
vasopressor (mis,
phenylephrine)
h. Kolaborasi pemberian
atropine untuk mengatasi
bradikardia, jika perlu)
i. Kolaborasi pemberian
methylprednisolone

Manajemen Aritmia
(I.02035)
Observasi
a. Periksa onset dan
pemacu aritmia
b. Identifikasi jenis aritmia
c. Monitor frekuensi dan
durasi aritmia
d. Monitor keluhan nyeri
dada (intesitas,lokasi,
faktor pencetus dan
pereda)
e. Monitor respon
hemodinamik akibat
aritmia
f. Monitor saturasi oksigen
g. Monitor kadar elektrolit
Terapeutik
a. Berikan lingkungan yang
tenang
b. Pasang jalan napas
buatan (mis OPA, NPA,
LMA, ETT) jika perlu
c. Pasang akses intravena
d. Pasang monitor jantung
e. Rekam EKG 12 sadapan
f. Periksa interval QT
sebelum dan sesudah
pemberian obat yang
dapat memperpanjang
interval QT
g. Lakukan manuever
valsava
h. Lakukan masase karotis
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
unileteral
i. Berikan oksigen, sesuian
identifikasi
j. Siapkan pemasangan ICD
(impantable cardioverter
defibrillator)
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian
kardioversi, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian
defibrilasi ,jika perlu

Perawatan Sirkulasi
(I.02079)
Observasi
a. periksa sirkulasi perifer
(mis. Nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna,
suhu, anklebrachial
index)
b. Identifikasi factor resiko
gangguan sirkulasi (mis.
Diabetes, perokok, orang
tua, hipertensi dan kadar
kolestrol tinggi)
c. Monitor panas,
kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik
a. Hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah di area
keterbatasan perfusi
b. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
c. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area cedera
d. Lakukan pencegahan
infeksi
e. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
f. Lakukan hidrasi
Edukasi
a. Anjurkan berhenti
merokok
b. Anjurkan berolahraga
rutin
c. Anjurkan mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
d. Anjurkan menggunakan
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
obat penurun tekanan
darah, antikoegulan, dan
penurun kolestrol, jika
perlu
e. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
f. Anjurkan menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
g. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
h. Anjurkan program
rehabilitasi vascular
i. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan
omega 3)
j. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. Rasa
sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilang rasa)

Rehabilitasi Jantung
(I.02081)
Observasi
a. Monitor tingkat toleransi
aktivitas
b. Periksa kontraindikasi
latihan (takikardi
>120x/menit, TDS >180
mmhg, TDD>110 mmhg,
hipotensi ortostatik >20
mmhg, angina, dispnea,
gambaran EKG iskemia,
tidak atrioventrikular
derajat 2 dan 3,
takikardia ventrikel)
c. Lakukan skrining
ansietas dan depresi, jika
perlu
Terapeutik
a. Fasilitasi pasien
menjalani latihan fase 1
(inpatient)
b. Fasilitasi pasien
menjalani latihan fase 2
(outpatient)
c. Fasilitasi pasien
menjalani latihan fase 3
(maintanance)
d. Fasilitasi pasien
menjalani latihan fase 4
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
(long term)
Edukasi
a. Jelaskan rangkaian fase-
fase rehabilitasi jantung
b. Anjurkan menjalani
latihan sesuai toleransi
c. Anjurkan pasien dan
keluarga untuk
memodifikasi faktor
resiko (mis, latihan, diet,
berhenti merokok,
menurunkan Berat
Badan)
d. Anjurkan pasien dan
keluarga mematuhi
jadwal kontrol kesehatan

4 Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)


Penyebab: intervensi Observasi
a. Agen pencedra keperawatan a. Identifikasi lokasi,
fisiologis selama ... jam maka karakteristik, durasi,
(mis.inflamasi, Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas,
iskemik, Menurun intensitas nyeri
neoplasma) (L.08066), dengan b. Identifikasi skala nyeri
b. Agen pencedra kriteria hasil: c. Identifikasi respon nyeri
kimiawi (Mis. a. Kemampuan non verbal
Terbakar, bahan menuntaskan d. Identifikasi faktor yang
kimia iritan) aktivitas memperberat dan
c. Agen pencedra meningkat/skala memperingan nyeri
fisik (Mis. Abses, 5 (1-5) e. Identifikasi pengetahuan
amputai, b. Keluhan nyeri dan keyakinan tentang
terbakar, menurun/skala nyeri
terpotong, 5 (1-5) f. Identifikasi pengaruh
mengangkat c. Meringis budaya terhadap respon
berat, prosedur menurun/skala nyeri
operasi, trauma, 5 (1-5) g. Identifikasi pengaruh
latihan fisik d. Sikap protektif nyeri pada kualitas hidup
berlebihan) menurun/skala h. Monitor keberhasilan
5 (1-5) terapi komplementer yang
Gejala dan tanda e. Gelisah sudah diberikan
Mayor: menurun/skala i. Monitor efek samping
Subjektif 5 (1-5) penggunaan analgetik
Mengeluh Nyeri f. Kesulitan Terapeutik
Objektif tidur a. Berikan teknik non
a. Tampak meringis menurun/skala farmakologis untuk
b. Bersikap protektif 5 (1-5) mengurangi rasa nyeri
c. Gelisah g. Menarik diri (mis. TENS, hipnosis,
d. Frekuensi nadi menurun/skala akupresur, terapi musik,
meningkat 5 (1-5) biofeedback, terapi pijat,
e. Sulit tidur h. Berfokus pada aroma terapi, teknik
diri sendiri imajinasi terbimbing,
menurun/skala kompres hangat/dingin,
5 (1-5) terapi bermain)
Gejala dan tanda b. Kontrol lingkungan yang
Minor: i. Diaforesis memperberat rasa nyeri
Subjektif menurun/skala (mis. Suhu ruangan,
(tidak tersedia) 5 (1-5) pencahayaan, kebisingan)
Objektif j. Perasaan c. Fasilitasi istirahat dan
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
a. TD Meningkat depresi tidur
b. Pola Nafas menurun/skala d. Pertimbangkan jenis dan
berubah 5 (1-5) sumber nyeri dalam
c. Nafsu makan k. Anoreksia pemilihan strategi
berubah menurun/skala meredakan nyeri
d. Proses berfikir 5 (1-5) Edukasi
terganggu l. Ketegangan a. Jelaskan penyebab,
e. Menarik diri otot periode, dan pemicu nyeri
f. Berfokus pada menurun/skala b. Jelaskan strategi
diri sendiri 5 (1-5) meredakan nyeri
g. Diaforesis m. Pupil dilatasi c. Anjurkan memonitor
menurun/skala nyeri secara mandiri
5 (1-5) d. Anjurkan menggunakan
n. Mual muntah analgetik secara tepat
menurun/skala e. Ajarkan teknik non
5 (1-5) farmakologis untuk
o. Frekuensi nadi mengurangi rasa nyeri
membaik/skala 5 Kolaborasi
(1-5) Kolaborasi pemberian
p. Pola Nafas analgetik, jika perlu
membaik/skala 5
(1-5) Pemberian Analgesik
q. TD (I.08243)
membaik/skala 5 Observasi
(1-5) a. Identifikasi karakteristik
r. Proses berfikir nyeri (mis, pencetus,
membaik/skala 5 pereda, kualitas, lokasi,
(1-5) intensitas,
s. Fokus frekuensi,durasi)
membaik/ skala b. Identifikasi riwayat alegi
5 (1-5) obat.
t. Fungsi c. Identifikasi kesesuaian
berkemih jenis analgenik
membaik/skala 5 (mis,narkotika,non-
(1-5) narkotika,atau NSAID)
u. Perilaku dengan tingkat
membaik/skala 5 keparahan nyeri
(1-5) d. Monitor tanda-tanda
v. Nafsu makan vitaol sebelum dan
membaik/skala 5 sesudah pemberian
(1-5) analgesic.
w. Pola tidur e. Monito efektifitas
membaik/skala analgesic.
5 (1-5) Terapeutik
a. Diskusikan jenis
analgesic yang disukai
untuk mencapai
analgesic optimal,jika
pelu
b. Petimbangkan
penggunaan infus
kontinu,aau bolus opioid
untuk mempetahankan
kada dalam seum.
c. Tetapkan taget eektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respons
pasien.
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
d. Dokumentasikan respons
tehadap efek
analgesikdan efek yang
tidak diinginkan.
Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat.
b. Kolaborasi pembeian
dosis dan jenis
analgesic,sesuai indikasi

5 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Manajemen Jalan napas


tidak efektif intervensi (I.01011)
(D.0001) keperawatan Observasi
Penyebab: selama ....... jam a. Monitor pola nafas
a. Fisiologis maka Bersihan (frekuensi, kedalaman,
1) Spasme jalan jalan napas usaha nafas)
nafa Meningkat b. Monitor bunyi nafas
2) Hipersekresi (L.01001), dengan tambahan (missal,
jalan nafas kriteria hasil: gurgeling, mengi,
3) Disfungsi a. Batuk efektif wheezing, ronchi kering)
neuromas- meningkat/skala c. Monitot sputum (jumlah,
kular 5 (1-5) warna, aroma)
4) Benda asing b. Produksi Terapeutik
dalam jalan sputum a. Pertahankan kepatenan
nafas menurun/skala jalan nafas dengan head-
5) Adanya jalan 5 (1-5) tilt dan chin-lift (jaw-
nafas buatan c. Mengi thrust jika curiga trauma
6) Sekresi menurun 5 (1-5) servikal)
tertahan d. Wheezing b. Posisikan semi fowler
7) Hiperplasia menurun/skala atau fowler
dinding jalan 5 (1-)5 c. Berikan minum hangat
nafas e. Dispnea d. Lakukan fisioterapi
8) Proses infeksi membaik/skala 5 dada,jika perlu
9) Respon alergi (1-5) e. Lakukan penghisapan
10)Efek agen f. Gelisah lendir kurang dari 15
farmakologis membaik 5 (1-5) detik
b. Situasional g. Frekuensi f. Lakukan hiperoksigenasi
1) Merokok aktif napas sebelum penghisapan
2) Merokok pasif membaik/skala 5 endotrakeal
3) Terpajan (1-5) g. Keluarkan sumbatan
polutan h. Pola napas benda padat dengan
membaik/skala 5 forsep Mc Gill
Gejala dan Tanda (1-5) h. Berikan oksigen, bila
Mayor perlu
Subjektif: Edukasi
tidak tersedia a. Anjurkan asupan cairan
Objektif: 2000 ml/hari, jika tidak
a. Batuk tidak kontraindikasi
efektif atau tidak b. Ajarkan tehnik batuk
mampu batuk efektif
b. Sputum berlebih/
obstruksi di jalan
napas/ Kolaborasi
meconium di Kolaborasi pemberian
jalan napas (pada bronkodilator, ekspektoran,
neonates) mukolitik, jika perlu
c. Mengi, wheezing,
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
dan/atau ronkhi Pemantauan Respirasi
Gejala dan Tanda (I.01014)
Minor Subjektif: Observasi
a. Dispnea a. Monitor frekuensi, irama,
b. Sulit bicara kedalaman, dan upaya
c. Ortopnea nafas
Objektif: b. Monitor pola nafas
a. Gelisah (seperti bradipneu,
b. Sianosis takipneu, hiperventilasi,
c. Bunyi napas kaussmaul, cheyne-
menurun stokes, biot, ataksis)
d. Frekuensi napas c. Monitor kemampuan
berubah batuk efektif
e. Pola napas d. Monitor adanya produksi
berubah skutum
e. Monitor adanya
sumbatan jalan nafas
f. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi nafas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil X- Ray
thoraks
Terapeutik
a. Atur intervensi
pemantauan resfirasi
sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

6 Ganggguan Setelah diberikan Pemantauan Respirasi


Pertukaran Gas intervensi selama …. (I.01014)
(D0003) jam maka Observasi
Penyebab Pertukaran Gas a. Monitor frekuensi, irama,
a. Ketidakseimbang Meningkat kedalaman, dan upaya
an ventilasi- (L.01003), dengan nafas
perfusi kriteria hasil: b. Monitor pola nafas (seperti
b. Penurunan a. Tingkat bradipnea, takipnea,
membrane kesadaran hiperventilasi, kussmaul,
alveolus-kapiler meningkat/skala cheyne-stokes, ataksisk)
5 (skala 1 – 5 c. Monitor saturasi oksigen
Tanda dan Gejala b. Dispnea d. Auskultasi bunyi nafas
Mayor menurun/ skala e. Palpasi kesimetrisan
Subjektif : Dyspnea 5 (skala 1 – 5) ekspansi paru
Objektif c. Bunyi nafas f. Monitor nilai AGD
a. PCO2 meningkat/ tambahan g. Monitor hasil x-ray
menurun menurun/ skala thoraks
b. PO2 menurun 5 (skala 1 – 5) Terapeutik
c. Takikardia d. Gelisah a. Atur interval pemantauan
d. pH arteri menurun/ skala respirasi sesuai kondisi
meningkat/ 5 (skala 1 – 5) pasien
menurun e. PCO2 membaik/ b. Dokumentasikan hasil
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
e. bunyi napas skala 5 (skala 1 – pemantauan
tambahan 5) Edukasi
Minor f. PO2 membaik/ a. Jelaskan tujuan dan
Subjektif skala 5 (skala 1 – prosedur pemantauan
a. Pusing 5) b. Informasikan hasil
b. Penglihatan g. Takikardia pemantauan, jika perlu
kabur membaik/skala 5
Objektif (skala 1 – 5) Terapi Oksigen (I.01026)
a. Sianosis h. pH arteri Observasi
b. Diaphoresis membaik/ skala a. Monitor kecepatan aliran
c. Gelisah 5 (skala 1 – 5) oksigen
d. Napas cuping b. Monitor alat terapi oksigen
hidung c. Monitor aliran oksigen
e. Pola nafas secara periodic dan
abnormal pastikan fraksi yang
f. Warna kulit diberikan cukup
abnormal d. Monitor efektifitas terapi
g. Kesadaran oksigen (mis. Oksimetri,
menurun AGD), jika perlu
e. Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
f. Monitor tanda tanda
hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
h. Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
i. Monitor integritas mukosa
hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
a. Bersihkan secret pada
mulut, hidung, dan
trakea, jika perlu
b. Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
c. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
d. Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
e. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah

Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
b. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
dan/atau tidur

7 Pola Nafas Tidak


Setelah dilakukan Manajemen Jalan napas
Efektif (D.0005) intervensi (I.01011)
Penyebab: keperawatan Observasi
a. Depresi pusatselama .... jam maka a. Monitor pola nafas
pernafasan Pola Nafas Membaik (frekuensi, kedalaman,
b. Hambatan upaya (L.01004) dengan usaha nafas)
nafas kriteria hasil: b. Monitor bunyi nafas
c. Deformitas a. Ventilasi semenit tambahan (missal,
dinding dada meningkat/skala gurgeling, mengi,
d. Deformitas tulang 5 (1-5) wheezing, ronchi kering)
dada b. Kapasitas vital c. Monitot sputum (jumlah,
e. Gangguan meningkat/skala warna, aroma)
neuromuskular 5 (1-5) Terapeutik
f. Gangguan c. Diameter toraks a. Pertahankan kepatenan
neurologis anterior posterior jalan nafas dengan head-
g. Imaturitas meningkat/skala tilt dan chin-lift (jaw-
neurologis 5 (1-5) thrust jika curiga trauma
h. Penurunan energi d. Tekanan servikal)
i. Obesitas ekspirasi b. Posisikan semi fowler atau
j. Poisi tubuh yang meningkat/skala fowler
menghambat 5 (1-5) c. Berikan minum hangat
ekspansi paru e. Tekanan inspirasi d. Lakukan fisioterapi
k. Sindrom meningkat/skala dada,jika perlu
hipoventilasi 5 (1-5) e. Lakukan penghisapan
l. Kerusakan f. Dispnea lendir kurang dari 15 detik
inervasi menurun/skala 5 f. Lakukan hiperoksigenasi
diaffragma (1-5) sebelum penghisapan
m. Cedera padag. Penggunaan otot endotrakeal
medulla spinalis bantu nafas g. Keluarkan sumbatan
n. Efek agen menurun/skala 5 benda padat dengan
farmakologis (1-5) forsep Mc Gill
o. kecemasan h. Pemanjangan h. Berikan oksigen, bila perlu
Gejala dan Tanda fase ekspirasi Edukasi
Mayor menurun/skala 5 a. Anjurkan asupan cairan
Subjektif: (1-5) 2000 ml/hari, jika tidak
Dispnea i. Ortopnea kontraindikasi
Objektif: menurun/skala 5 b. Ajarkan tehnik batuk
a. Penggunaan otot (1-5) efektif
bantu nafas j. Pernafasan Kolaborasi
b. Fase ekspirasi pursed lips Kolaborasi pemberian
memanjang menurun/skala 5 bronkodilator, ekspektoran,
c. Pola nafas (1-5) mukolitik, jika perlu
abnormal (Mis.
k. Pernafasan
Takipnea, cuping hidung Pemantauan Respirasi
bradipnea, menurun/skala 5 (I.01014)
hiperventilasi, (1-5) Observasi
kussmaul, chyne- l. Frekuensi nafas a. Monitor frekuensi, irama,
stokes) membaik/skala 5 kedalaman, dan upaya
(1-5) nafas
m. Kedalaman nafas
membaik/skala 5 b. Monitor pola nafas (seperti
Gejala dan Tanda (1-5) bradipneu, takipneu,
Minor n. Ekskursi dada hiperventilasi, kaussmaul,
Subjektif: membaik/skala 5 cheyne- stokes, biot,
Ortopnea (1-5) ataksis)
Objektif: c. Monitor kemampuan
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
a. Pernafasan batuk efektif
Pursep-lip d. Monitor adanya produksi
b. Pernafasan skutum
cuping hidung e. Monitor adanya sumbatan
c. Diameter thotaks jalan nafas
anterior posterior f. Palpasi kesimetrisan
menigkat ekspansi paru
d. Ventilasi semenit g. Auskultasi bunyi nafas
menurun h. Monitor saturasi oksigen
e. Kapasitas Vital i. Monitor nilai AGD
menurun j. Monitor hasil X- Ray
f. Tekanan thoraks
ekspirasi Terapeutik
menurun a. Atur intervensi
g. Tekanan inspirasi pemantauan resfirasi
menurun sesuai kondisi pasien
h. Ekskursi dada b. Dokumentasikan hasil
berubah pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Terapi Oksigen (I.01026)


Observasi
a. Monitor kecepatan aliran
oksigen
b. Monitor efktifitas terapi
oksigen
c. Monitor posisi alat pada
terapi oksigen
d. Monitor aliran oksigen
secara periodic dan
pastikan praksi yang
diberiakn cukup
e. Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
f. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelectasis
h. Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
i. Monitor integritas mukosa
hidung akibat
pemasangan oksigen

Terapeutik
a. Bersihkan secret pada
mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
b. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
c. Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
d. Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
e. Gunakan perangkat
oskigen sesuai dengan
tingkat mobilisasi pasien.
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan
dosis oksigenasi
b. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur

8 Risiko Perfusi Setelah dilakukan Manajemen Aritmia


Miokard Tidak intervensi (I.02035)
Efektif (D.0014) keperawatan Observasi
Faktor Risiko: selama .... jam a. periksa onset dan
a. Hipertensi maka perfusi pemacu aritmia
b. Hiperlipidemia Miokard b. identifikasi jenis aritmia
c. Hiperglikemia meningkat c. monitor frekuensi dan
d. Hipoksemia (L.02011) dengan durasi aritmia
e. Hipoksia kriteria hasil: d. monitor keluhan nyeri
f. Kekurangan a. Aritmia dada (intesitas,lokasi,
volume cairan menurun/skala faktor pencetus dan
g. Pembedahan 5 (1-5) pereda)
jantung b. Nyeri dada e. monitor respon
h. Penyalahgunaan menurun/skala hemodinamik akibat
zat 5 (1-5) aritmia
i. Spasme arteri c. Diaforesis f. monitor saturasi oksigen
koroner menurun/skala g. monitor kadar elektrolit
j. Peningkatan 5 (1-5) Terapeutik
protein C-reaktif d. Mual a. berikan lingkungan yang
k. Tamponade Menurun/skala tenang
Jantung 5 (1-5) b. pasang jalan napas
l. Efek agen e. Muntah buatan (mis OPA, NPA,
farmakologis menurun/skala LMA, ETT) jika perlu
m. Riwayat penyakit 5 (1-5) c. pasang akses intravena
kardiovaskular f. Arteri apikal d. pasang monitor jantung
n. Kurang terpapar membaik/skala 5 e. rekam EKG 12 sadapan
informasi tentang (1-5) f. perikasa interval QT
faktor risiko yang g. MAP sebelum dan sesudah
dapat diubah membaik/skala 5 pemberian obat yang
(mis.merokok, (1-5) dapat memperpanjang
obesitas) h. Takikardi interval QT
membaik/skala 5 g. lakukan manuever
(1-5) valsava
i. Bradikardi h. lakukan masase karotis
membaik/skala 5 unileteral
(1-5) i. berikan oksigen, sesuian
j. Denyut nadi identifikasi
radial j. siapkan pemasangan ICD
membaik/skala 5 (impantable cardioverter
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
(1-5) defibrillator)
k. Tekanan Kolaborasi
darah a. kolaborasi pemberian
membaik/skala 5 antiaritmia, jika perlu
(1-5) b. kolaborasi pemberian
l. EF kardioversi, jika perlu
membaik/skala 5 c. kolaborasi pemberian
(1-5) defibrilasi ,jika perlu
m. Tekanan baji
arteri pulmonal Manajemen trombolitik
membaik/skala 5 (I.02055)
(1-5) Observasi
n. Cardiac index a. Periksa kontraindikasi
membaik/skala terapi trombolitik (mis,
5 (1-5) riwayat trauma atau
pembedahan, stroke,
pembedahan saraf dalam
2 bulan terakhir, ulkus
gastrointestinal)
b. Monitor tekanan darah
(setiap 15 menit pada 2
jam pertama, setiap 30
menit selama 6 jam
berikutnya dan setiap 60
menit selama 16 jam
berikutnya)
c. Monitor sisi insersi
terhadap tanda – tanda
perdarahan atau
hemotama (mis, setiap 15
menit pada 1 jam
pertama, setiap 30 menit
pada 1 jam kedua, dan
setiap 1 jam hingga terapi
dihentikan)
d. Monitor respons terhadap
terapi (mis, normalisasi
segmen ST, nyeri dada
berkurang, disritmia
tidak terjadi, kadar enzim
jantung menurun)
Terapeutik
a. Pasang monitor jantung
selama terapi tombolitik
dan 12- 24 jam
setelahnya
b. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
5aO²>94 %
c. Pasang akses intravena
d. Berikan agen trombolitik
sesuai indikasi
e. Hindari kepala tempat
tidur > 15 °
f. Pertahankan tirah baring
selama 6 jam setelah
terapi
g. Hentikan segera infus
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
trombolitik jika terjadi
perdarahan dan alergi
h. Lakukan penekanan pada
alal insersi selama 30
menit jika terjadi
perdarahan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemberian
trombolitik
b. Jelaskan efek samping
pemberian trombolitik
c. Anjurkan ekstremitas sisi
insersi tetap lurus
d. Anjurkan membatasi
aktivitas untuk
menurunkan risiko
cedera dan perdarahan
Kolaborasi
Kolaborasi pemeriksaan CT
Scan otak setelah 12-24 jam
untuk evaluasi neurologis,
jika perlu

Manajemen Syok
Kardiogenik (I.02051)
Observasi
a. Monitor status
kardiopulmonal
(frekuensi dan kekuatan
nadi, frekuensi napas,
TD, MAP)
b. Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD)
c. Monitor status cairan
(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
d. Monitor tingkat
kesadaran dan respon
pupil
e. Periksa seluruh
permukaan tubuh
terhadap adanya DOTS
(defomitiyldeformitas,
open wound/ luka
terbuka,tendemess/ nyeri
tekan, swelling/ bengkak)
f. Monitor EKG 12 lead
g. Monitor rontgen dada
(mis, kongesti paru,
edema paru, pembesaran
jantung)
h. Monitor enzim jantung
(mis,CK, CKMB,
Troponin)
i. Identifikasi penyebab
masalah utama (mis,
volume, pompa atau
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
irama)
Terapeutik
a. Pertahankan jalan napas
paten
b. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
c. Persiapan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
d. Pasang jalur IV
e. Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine
f. Pasang selang
nasogastrik untuk
dekompresi lambung, jika
perlu
g. Kolaborasi pemberian
inotropik (mis,
dobutamine), jika TDS
70-100 mmHg tanpa
disertai tanda / gejala
syok
h. Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
vasopressor (mis,
phenylephrine)
b. Kolaborasi pemberian
atropine untuk mengatasi
bradikardia, jika perlu)
c. Kolaborasi pemberian
methylprednisolone

Perawatan Jantung
(I.02075)
Observasi
a. Indentifikasi tanda/gejala
primer penurunan curah
jantung (meliputi
dispnea, kelelahan,
edema, ortopnea,
paroxysmal noctumal
dyspnea,peningkatan
CVP)
b. Indentifikasi tanda/gejala
sekunder penurunan
curah jantung(meliputi
peningkatan berat badan,
hepatomegali, distensi
vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
c. Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
ortostatik,jika perlu)
d. Monitor intake dan
output cairan
e. Monitor berat badan
setiap hari pada watu
yang sama
f. Monitor saturasi oksugen
g. Monitor keluhan nyeri
dada
(mis,intensitas,lokasi,radi
asi,durasi presivitasi yang
mengurangi nyeri)
h. Monitor EKG12 sadapan
i. Monitor aritmia
j. Monitor nilai
laboratorium
jantung(mis.
Elektrolit,enzim jantung,
BNP, NT pro-BPN)
k. Monitor fungsi alat
pemicu jantung
l. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah
aktivitas
m. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum pemberian obat
(mis. Beta blocker, ACE
inhibitor, calcium
channel blocker, digoksin)
Terapeutik
a. Posisikan pasien semi-
fowler dan kaki kebawah
atau posisi nyaman
b. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. Batasi
asupan
kafein,natrium,kolesterol,
dan makanan tinggi
lemak)
c. Gunakan stocking elastis
atau pneumatik
intermiten,sesuai indikasi
d. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
sehat
e. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
stres,jika perlu
f. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
g. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
a. Anjurkan beraktivitas
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
fisik sesuai toleransi
b. Anjurkan beraktivitas
fisik secara terhadap
c. Anjurkan berheti
merokok
d. Anjurkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian
e. Anjurkan pasien dan
kelurga pasien mengukur
intake dan output carian
harian
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antiaritmia jika perlu
b. Kolaborasi ke program
rehabilitasi jantung

9 Risiko Perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan Perdarahan


(D.0012) intervensi (I.02067)
Faktor Risiko: keperawatan Observasi
a. Aneurisma selama ....... jam a. Monitor tanda dan gejala
b. Koagulopati maka Tingkat perdarahan
Intravaskuler Perdarahan b. Monitor nilai
diseminata Menurun hematokrit/hemogoblin
c. Sirosis Hepatis (L.02017), dengan sebelum dan setelah
d. Ulkus lambung kriteria hasil: kehilangan darah
e. Varises a. Kelembapan c. Monitor tanda-tanda vital
f. Trombositopenia membran ortostatik
g. KPD mukosa d. Monitor koagulasi (mi.
h. Plasenta Previa membaik/skala 5 Prothrombin time (PT),
i. Atonia Uteri (1-5) partial thromboplastin
j. Retensi Plasenta b. Kelembapan time (PTT), fimbrinogen,
k. Tindakan kulit membaik/ degradasi fibrin dan/atau
Pembedahan skala 5 (1-5) platelet)
l. Kanker c. Tekanan Terapeutik
m. Trauma darah a. Pertahankan bed rest
membaik/skala 5 selama perdarahan
(1-5) b. Batasi tindakan invasif,
d. Denyut nadi jika perlu
apikal membaik/ c. Gunakan kasur
skala 5 (1-5) pencegahan dekubitus
e. Suhu tubuh d. Hindari pengukuran
membaik/skala 5 suhu rektal
(1-5) Edukasi
f. Hematuri a. Jelaskan tanda dan gejala
menurun/skala perdarahan
5 (1-5) b. Anjurkan menggunakan
kaus kaki saat ambulasi
c. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
d. Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
e. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
f. Anjurkan segera melapor
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu

4. Evaluasi
Dokumentasi evaluasi adalah merupakan catatan tentang
indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi
bertujuan untuk menilai keefektifan parawatan dan untuk
mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan
(Alimul, A. 2012)
Terdapat dua tipe evaluasi keperawatan menurut yaitu;
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif terjadi
secara periodik selama pemberian perawatan, sedangkan evaluasi
sumatif terjadi pada akhir aktivitas, seperti diakhir penerimaan,
pemulangan atau pemindahan ke tempat lain, atau diakhir kerangka
waktu tertentu, seperti diakhir sesi penyuluhan (Setiadi 2012).
Penulisan evaluasi di dokumentasikan didalam form rekam medis
dengan format SOAP.

LAMPIRAN
INTERPRETASI EKG
Elektrokardiografi (EKG) adalah pencatatan potensial bioelektrik
yang dipancarkan jantung melalui elektroda-elektroda yang diletakan pada
posisi di permukaan tubuh. Electrocardiogram (ECG atau EKG) merupakan
alat diagnose yang digunakan untuk mengukur dan merekam aktivitas
listrik jantung yang sangat detail. Mervin J Goldman mendefinisikan
elektrokardiogram (ECG) adalah grafik yang merekam potensial listrik yang
dihasilkan denyutan jantung. EKG diperoleh dengan menempatkan
elektrode pada posisi tertentu (sesuai standar) pada dada dan ekstremitas
(Muttaqin, 2012).

A. Analisis Irama EKG


1. Gelombang P
Defleksi pertama siklus jantung yang menunjukkan aktivasi atrium
(menggambarkan depolarisasi atrium). Gelombang P dari sinus
normal durasinya 0,8-0,12 detik dan amplitudonya kurang dari 2,5
mV. Jika gelombang P tidak ada atau bentuknya abnormal, artinya
impuls berasal dari luar SA node (maksimal sekitar 3 kotak kecil)
(Muttaqin, 2012).
2. Gelombang Q
Merupakan defleksi negative pertama setelah gelombang P,
normalnya berdurasi < 0,04 detik, dan amplitudonya kurang dari
25% gelombang R (Muttaqin, 2012).
3. Segmen PR
Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan
gelombang P dan gelombang QRS (diukur mulai dari permulaan
gelombang P sampai permulaan gelombang Q atau R dan
menggambarkan waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium
dan perlambatan impuls di nodus AV sebelum depolarisasi
ventrikel). Interval normalnya bernilai 0,12-0,22 detik (3 sampai 5
kotak kecil) (Muttaqin, 2012).
4. Gelombang kompleks QRS
Suatu kompleks gelombang yang merupakan hasil dari depolarisasi
ventrikel kanan dan kiri. Bagian-bagian gelombang QRS antara lain:
1) Gelombang Q yaitu defleksi 44egative pertama; 2) Gelombang R
yaitu defleksi positif pertama. Defeleksi berikutnya disebut
gelombang R’, R”; dst; 3) Gelombang S yaitu defleksi 44egative
pertama setelah R. Gelombang S berikutnya disebut S’, S”, dst.
Komplek QRS mempunyai durasi 0,06-0,10 detik (<0,12) (Muttaqin,
2012).
5. Segmen ST
Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan
kompleks QRS dan gelombang T. Segmen ST mengalami elevasi
(naik) pada kondisi Infark Miokard Akut dan depresi (turun) pada
kondisi iskemia (Muttaqin, 2012).
6. Gelombang T
Merupakan potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Pada
orang dewasa, gelombang T tegak di semua sadapan kecuali di aVR
dan V1. Durasi normalnya 0,12 – 0,18 detik. Gelombang T yang
meninggi atau seperti tanda menunjukkan adanya injuri pada
miokard atau kondisi hiperkalemia. Inverse gelombang T (terbalik)
bisa berarti iskemia miokard. Tetapi gelombang T yang dalam
berujung tajam seperti anak panah dan terletak terbalik
mengindikasikan adanya infark subendokardial atau perikarditis
(Muttaqin, 2012).
7. Gelombang U
Adalah gelombang kecil yang mengikuti gelombang T yang asalnya
tidak jelas. Adanya gelombang U mengindikasikan hiperkalsemia,
hipokalemia atau overdosis digoksin (Muttaqin, 2012).
8. Interval QT
Menggambarkan waktu total repolarisasi dan depolarisasi ventrikel.
Durasi normalnya 0,3-0,4 detik (Muttaqin, 2012).

B. Interpretasi Dasar
1. Rate
Frekuensi jantung normal adalah 60-100 x/menit.
a. Bila lebih dari 100 x/menit: (sinus) takikardi
b. Kurang dari 60 x/menit: (sinus) bradikardi
c. Antara 140 – 250 x/menit: abnormal takikardi
d. Antara 250 – 350 x/menit: flutter
e. Lebih besar dari 350 x/menit: fibrilasi
f. Frekuensi jantung dapat dihitung dengan ; 300 dibagi jarak
puncak gelombang R ke R berikutnya. Contohnya, bila jarak R-R
adalah 4 kotak sedang, berarti 300/4 = 75 x/menit.
g. Atau dengan cara menghitung interval R-R dalam 30 kotak besar
(30 kotak besar = 6 detik), kemudian hasilnya dikalikan 10
(Muttaqin, 2012).
2. Irama
Irama jantung yang normal ialah irama yang ditentukan oleh SA
node atau disebut irama sinus (= reguler sinus rhytm = normal sinus
rhytm), dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Frekuensi antara 60-100 x/menit
b. Teratur
c. Gelombang P negatif di aVR dan positif di lead II
d. Tiap gelombang P diikuti oleh kompleks QRS-T
Penyimpangan ciri-ciri di atas disebut aritmia (arrhythmia). Secara
garis besar, aritmia dapat disebabkan oleh:
a. Gangguan pembentukan impuls yang meliputi:
1) Ekstrasistole (premature contraction)
2) Abnormal takikardi
3) Flutter
4) Fibrillasi
5) Escaped beat
6) Arrest
7) Wandering pace-maker
b. Gangguan penghantaran impuls, yang meliputi:
1) Blok, yaitu: SA blok, AV blok, dan Intra ventrikular blok/ BBB
2) Accelerated conduction, misalnya sindroma WPW (Wolf
Parkinson White) (Muttaqin, 2012).
3. Posisi
Untuk menentukan posisi, silakan sudara lihat pada lead aVL dan
aVF, kemudian cocokkan dengan tabel di bawah ini (Muttaqin,
2012).

aVL aVF Posisi


+ + Intermediate
0 + Semi vertical
+ 0 Semi horisontal
+ - Horisontal
- + Vertikal

4. Axis
Aksis listrik jantung adalah sudut yang dibentuk oleh vector listrik
(Muttaqin, 2012).
aVL aVF Posisi Lihat Lead Axis
(derajat)
+ + Intermediet sama tinggi 30
lebih tinggi aVF 40
lebih tinggi aVL 20
- + Vertikal Lead I = 0 90
Lead I = + 80
Lead I = - 100
+ - Horizontal Lead II = 0 -30
Lead II = + -20
Lead II = - -40
0 + Semi vertikal 60
+ 0 Semi 0
horisontal

5. Zona Transisi
Zona transisi normalnya ada di V3-V4, yaitu pergeseran gambaran
gelombang/kompleks QRS dari negatif ke positif (Muttaqin, 2012).
6. Interval PR dan QT
Dapat dilihat pada kertas grafik EKG dan dicocokkan dengan nilai
normalnya (Muttaqin, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. 2012. Rencana Asuhan


Keperawatan. Jakarta: EGC.

Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2010.


Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th edition. The
McGraw-Hill Companies, Inc.

Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2012. Robbin’s Basic Pathology. Elsevier


Inc.

Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3.


Edisi 8. Jakarta: EGC.

Alwi, I. 2012. ‘Infark miokard akut dengan elevasi ST’ dalam Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M. & Setiati, S. (editor), Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed. 4. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta.

O'Connor RE, Brady W, Brooks SC, Diercks D, Egan J, Ghaemmaghami C,


Menon V, O'Neil BJ, Travers AH, Yannopoulos D. Part 10: Acute
Coronary Syndromes: 2010 American Heart Association Guidelines
For Cardiopulmonary Resuscitation And Emergency Cardiovascular
Care. Circulation. 2010; 122(suppl 3): S787–S817.
http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S787

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

_____. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

_____. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai