2. ETIOLOGI
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah
terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian
besar kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul
sebelum terjadinya STEMI, antara lain aktivitas fisik yang
berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam lainnya. Selain itu,
terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua)
bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor
resiko yang dapat dirubah.
a. Faktor yang tidak dapat dirubah:
1) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses
yang progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis
sampai lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan
kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut.
Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden
infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et
al., 2014).
2) Jenis kelamin
Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause
kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi
berat. Setelah menopause, insiden penyakit yang
berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih
besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan
merupakan pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, et al.,
2014).
3) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada
orang kulit putih (Kumar, et al., 2014).
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung
koroner (saudara, orang tua yang menderita penyakit ini
sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan
timbulnya IMA (Kumar, et al., 2014).
b. Faktor resiko yang dapat dirubah:
1) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau
trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar
kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko
penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan
lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl.
Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan
meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan
kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor
pelindung terhadap penyakit ini (Kumar, et al., 2014).
2) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik
tekanan darah systole maupun diastole memiliki peran
penting. Hipertensi dapat meningkatkan risiko ischemic heart
disease (IHD) sekitar 60% dibandingkan dengan individu
normotensive. Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien
hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung
kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena
stroke (Kumar, et al., 2014).
3) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan
konsumsi rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan
insiden dan keparahan atherosclerosis pada wanita.
Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama
meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti
merokok dapat menurunkan risiko secara substansial
(Kumar, et al., 2014).
4) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark
miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita
diabetes daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko
stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus
(Kumar, et al., 2014).
5) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit
jantung koroner (Kumar, et al., 2014).
6) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin
yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya
serangan (Kumar, et al., 2014).
3. PATOFISIOLOGI
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun
secara tiba-tiba setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang
sebelumnya mengalami atherosclerosis. STEMI terjadi ketika
thrombus pada arteri koroner berkembang secara cepat pada tempat
terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh
beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika permukaan plak
atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen plak tersebut
terekspos dalam darah dan kondisi yang mendukung trombogenesis
(terbentuknya thrombus). Mural thrombus (thrombus yang
menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat rupturnya
plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet
monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak, beberapa
agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi
platelet. Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane A2
(vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet
lebih lanjut.
Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh
agonis meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor
glikoprotein IIb/IIIa. Ketika reseptor ini dikonversi menjadi bentuk
fungsionalnya, reseptor ini akan membentuk protein adhesive seperti
fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul multivalent yang dapat
berikatan dengan dua plateet secara simultan, menghasilkan ikatan
silang patelet dan agregasi. Kaskade koagulasi mengalami aktivasi
karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yang rusak,
tepatnya pada area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII dan X
menyebabkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
seringkali mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri dari
agregat platelet dan benang-benang fibrin (Price & Wilson, 2012).
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri
Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan
pada pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan
yaitu dalam dan visceral, yang biasa dideskripsikan dengan nyeri
terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau seperti
terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan
pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat,
lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan
pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke
daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada
abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering
disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan
ansietas (Fauci, et al., 2014).
b. Temuan fisik
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang
menunjukkan ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri.
Pallor yang berhubungan dengan keluarnya keringat dan dingin
pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien dengan
STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit
dan diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun
sebagian besar pasien menunjukkan tekanan darah dan frekuensi
nadi yang normal selama satu jam pertama STEMI, sekitar 25%
pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas
sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50%
pasien dengan infark inferior menunjukkan hiperaktivitas
parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi) (Fauci, et al., 2014).
Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk
dipalpasi. Tanda fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya
S3 dan S4, penurunan intensitas bunyi jantung pertama, dan
paradoxical splitting dari S2. Selain itu juga sering terjadi
penurunan volume pulsasi carotis, yang menunjukkan adanya
penurunan stroke volume. Peningkatan temperature tubuh di atas
380C mungkin ditemukan selama satu minggu post STEMI (Fauci,
et al., 2014).
5. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Pemeriksaan Penunjang
Nilai pemeriksaan penunjang untuk mengkonfirmasi diagnosis
STEMI dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, Serum Cardiac
Biomarker, Cardiac Imaging, dan Indeks Nonspesifik Nekrosis
Jaringan dan Inflamasi (Muttaqin, 2012).
1) Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu:
a) Lead II, III, aVF: Infark inferior
b) Lead V1-V3: Infark anteroseptal
c) Lead V2-V4: Infark anterior
d) Lead 1, aV L, V5-V6: Infark anterolateral
e) Lead I, aVL: Infark high lateral
f) Lead I, aVL, V1-V6: Infark anterolateral luas
g) Lead II, III, aVF, V5-V6: Infark inferolateral
h) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu (Muttaqin,
2012).
Gambar 2. Evolusi EKG pada Pasien dengan STEMI
2). Serum Cardiac Biomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker
kardiak, dilepas dari otot jantung yang mengalami nekrosis
setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein spesifik ini
berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat
molekul, dan aliran darah dan limfatik local. Biomarker
kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas
limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium
dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama
sirkulasi (Muttaqin, 2012).
a). cTnT dan cTnI
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific
troponin I (cTnI) memiliki sekuens asam amino yang
berbeda dari protein ini yang ada dalam otot skeletal.
Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya
quantitative assay untuk cTnT dan cTnI dengan antibody
monoclonal yang sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI
secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu
normal tetapi meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali
lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan cTnI
dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic. Kadar
cTnT dan cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-10 hari
setelah STEMI
b). CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8
jam dan umumnya kembali normal setelah 48-72 jam.
Pengukuran penurunan total CK pada STEMI memiliki
spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin
meningkat pada penyakit otot skeletal, termasuk infark
intramuscular. Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai
lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak
terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan
ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan
kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim
MB dalam serum.
3). Cardiac Imaging
a) Echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-
dimentional echocardiography hampir selalu ditemukan
pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat
dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari
iskemia berat akut dengan echocardiography, prosedur ini
masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak
terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi
awal aka nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan
dinding dengan echocardiography dapat digunakan untuk
mengambil keputusan, seperti apakah pasien harus
mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi echocardiographic
untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam segi
prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri
menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS.
Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada
ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial,
dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler
echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi
VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI
(Muttaqin, 2012).
b) High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan
high resolution cardiac MRI (Muttaqin, 2012).
c) Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan
katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi
langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran
langsung terhadap ventrikel kiri (Muttaqin, 2012).
Gambar 3. Angiografi
3. INTERVENSI
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
1 Gangguan Sirkulasi Setelah dilakukan Manajemen defibrilisasi
Spontan (D.0007) intervensi (I.02038)
Penyebab: keperawatan Observasi
a. Abnormalitas selama ..... jam, Periksa irama pada monitor
kelistrikan maka Sirkulasi setelah RJP 2 menit
jantung spontan Terapeutik
b. Abnormalitas Meningkat a. Lakukan resusitasi
struktur jantung
d. Kesadaran (L.02015), dengan jantung paru (RJP)
menurun atau kriteria hasil: hingga mesin defibrillator
tidak adar a. Tingkat siap
Gejala dan tanda kesadaran b. Siapkan dan hidupkan
Minor: Meningkat/skala mesin defibrillator
Subjektif 5 (1-5) c. Pasang monitor EKG
(tidak tersedia) b. Frekuensi nadi d. Pastikan irama EKG
Objektif meningkat/skala henti jantung (VF atau
a. Suhu Tubuh 5 (1-5) VT tanpa nadi)
<34,5oC c. Tekanan darah e. Atur jumlah energi
b. Tidak ada meningkat dengan mode
produkasi urin d. Frekuensi Nafas asynchrinized (360 joule
dalam 6 jam meningkat untuk monofasik dan
c. Saturai Okigen e. Suhu tubuh 120-200 joule untuk
<85% meningkat bifasik)
d. Gambaran EKG f. Saturasi oksigen f. Angkat paddle dari mesin
menunjukkan meningkat dan oleskan jeli pada
aritmia letal (VT, g. Gambaran EKG paddle
VF, Asistole, PEA) Aritmia g. Tempelkan paddle
e. Gambaran EKG menurun sternum (kanan) pada
Menunjukkan h. EtCO2 membaik sisi kanan sternum
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
aritmia mayor (AV i. Produksi urin dibawah klavikula dan
blok derajat 2 tipe meningkat paddle apeks (kiri) pada
2, AV blok total, garis midaksilaris
takiaritmia/ steinggi elekroda V6
bradiaritmia, SVT, h. Isi energi dengan
VES) menekan tombol charge
f. ETCO2 <35 mmHg pada mesin defibrilator
dan menunggu hingga
energi yang diinginkan
tercapai
i. Hentikan RJP saat
defibrilator siap
j. Teriak bahwa defibrilator
telah siap (mis. "I'm clear,
you're clear, everybody's
clear)
k. Berikan syok dengan
menenkan tombol pada
kedua paddle bersamaan
l. Angkat paddle dan
langsung lanjutkan RJP
tanpa menunggu hasil
irama yang muncul pada
monitor setelah
pemberian defibrilasi
m. Lanjutkan RJP sampai 2
menit
Code Management
(I.02029)
Observasi
a. Monitor tingkat
kesadaran
b. Monitor irama jantung
c. Monitor pemberian
Advance Cardiac Life
Suppart sesuai protokol
yang tersedia
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
d. Monitor kualitas
resusitasi jantung paru
yang diberikan (mis.
kedalaman kompresi,
kecepatan kompresi,
rekoil dada penuh, tidak
ada interupsi)
e. Interpretasi EKG dengan
akurat untuk pemberian
kardioversi/defibrilasi
yang tepat, jika perlu
f. Periksa ketersediaan
obat-obat emergensi
Terapeutik
a. Panggil bantuan jika
pasien tidak sadar
b. Aktifkan code blue
c. Lakukan resusitasi
jantung paru, jika perlu
d. Pastikan jalan napas
terbuka
e. Berikan bantuan napas,
jika perlu
f. Pasang monitor jantung
g. Minimalkan interupsi
pada saat kompresi dan
defibrilasi
h. Pasang akses vena, jika
perlu
i. Siapkan intubasi, jika
perlu
j. Berikan kesempatan
kepada keluarga untuk
melihat pasien saat
resusitasi, jika perlu
k. Berikan dukungan
kepada keluarga yang
hadir pada saat resusitasi
berlangsung
l. Akhiri tindakan jika ada
tanda-tanda sirkulasi
spontan (mis. nadi
karotis teraba, kesadaran
pulih)
m. Lakukan perawatan post
cardiac arrest
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
defibrilasi atau
kardioversi, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian
epinefrin atau adrenalin,
jika perlu
c. Kolaborasi pemberian
amiodaron, jika perlu
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
Pemantauan hemodinamik
Invasif (I.02058)
Observasi
a. Monitor frekuensi dan
irama jantung
b. Monitor
TDS,TDD,MAP,tekanan
vena sentral,tekanan
arteri pulmonal,tekanan
biji arteri paru
c. Monitor curah jantung
dan indeks jantung
d. Monitor bentuk
gelombang hemodinamik
e. Monitor perfusi perifer
distal pada sisi insersi
setiap 4jam
f. Monitor tanda-tanda
infeksi dan pendarahan
pada sisi insersi
g. Monitor tanda-tanda
komplikasi akibat
pemasangan selang (mis.
pneumotoraks, selang
tertekuk, embolisme
udara)
Terapeutik
a. Damping pasien saat
pemasangan dan
pelepasan kateter jalur
hemodinamik
b. Lakukan tes allen untuk
menilai kolateral ulnaris
sebelum kanulasi pada
arteri radialis
c. Pastikan set selang
terangkai dan terpasang
dengan tepat
d. Konfirmasi ketepatan
posisi selang dengan
pemeriksaan x-ray,jika
perlu
e. Posisikan transduser
pada atrium kanan (aksis
flebostatik) setiap 4-2 jam
untuk mengkalibrasi dan
mentitiknolkan perangkat
f. Pastikan balon deflasi
dan Kembali ke posisi
normal setelah
pengukuran tekanan baji
arteri paru (PAWP)
g. Ganti selang dan cairan
infus setiap 24-72jam
sesuai protocol
h. Ganti balutan pada area
insersi dengan Teknik
steril
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
i. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
j. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
c. Anjurkan membatasi
gerak/aktivitas selama
kateter terpasang
Perawatan jenazah
(I.02077)
Observasi
Identifikasi budaya dan
kepercayaan dalam
penatalaksaan tubuh
jenazah
Terapeutik
a. Laporankan pada petugas
terkait bahwa pasien
telah meninggal (mis.
Kepala
ruangan,supervisor
b. Rapatkan rahang dan
tutup mata jenaza
c. Posisikan lengan berada
di samping tubuh atau
disedekapkan
(disesuaikan dengan
agama atau kepercayaan
yang dianut pasien)
d. Lepaskan objek-objek
eksternal dari tubuh
(mis.kateter urin kateter
intravena,sedapan
monitor)
e. Bersihkan tubuh jenazah
secara menyeluruh
f. Tutupi lubuh jenazah
dengan kain bersih
sampai kedagu atau
kepala
g. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
bagi keluarga
h. Berikan privasi jika
keluarga ingin melihat
jenazah pasien
i. Berikan label pada
barang –barang pribadi
jenazah
j. Pindahkan jenazah ke
ruangan khusus atau
ruang jenazah
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
k. Fasilitasi keluarga
menjalani proses berduka
Edukasi
a. Ajarkan melalui proses
berduka secara
bertahap,jika perlu
b. Jelaskan prosedur
adminitrasi penyerahan
jenazah dan/atau
barang-barang jenazah
kepada keluarga
Kolaborasi
Kolaborasi dengan
rohaniawan sesuai dengan
kebijakan institusi,jika perlu
Pemantaun respirasi
(I.01014)
Observasi
a. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
napas
b. Monitor pada pola napas
(seperti bradypnea,
takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-
stokes, biot,ataksik)
c. Monitor kemampuan
batuk efektif
d. Monitor adanya produksi
sputum
e. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
f. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
a. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
c. Monitor status
pernapasan
(mis,kecepatan, Irma,
suara napas dan
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
kedalaman napas)
d. Periksa segmen paru
yang mengandung
sekresi yang berlebihan
e. Monitor jumlah dan
karakter sputum
f. Monitor toleransi selama
dan setelah prosedur
Terapeutik
a. Posisikan pasien sesuai
dengan area paru yang
mengaami penumpukan
sputum
b. Gunakan bantal untuk
membantu pengaturan
posisi
c. Lakukan perkusi dengan
posisi telapak tangan
ditangkupkan selama 3-5
menit
d. Lakukan vibrasi dengan
posisi telapak tangan rata
bersamaan ekpirasi
mulut
e. Lakukan fisioterpi dada
setidaknya dua jam
setelah makan
f. Hindari perkusi pada
tulang belakang, ginjal,
payudara wanita, insisi,
dan tulang rusuk yang
patah
g. Lakukan penghisapan
lendir untuk
mengeluarkan secret, jika
perlu
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur fisioterapi dada
b. Anjurkan bentuk segera
setelah prosedur selelsai
c. Anjarkan inspirasi
perlahanan dan dalam
melalu hidung selama
proses fisioterapi
Manajemen Asam-Basa
(I.02036)
Observasi
a. identifikasi penyebab
ketidakseimbangan asam
basa
b. monitor frekuensi dan
kedalaman napas
c. monitor status neurologis
(mis tingkat kesadaran,
status mental)
d. monitor irama dan
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
frekuensi jantung
e. monitor perubahan pH,
PaCO² dan HCO³
Terapeutik
a. ambil spesimen darah
arteri untuk pemeriksaan
AGD
b. berikan oksigen sesuai
indikasi
Edukasi
jelaskan penyebab dan
mekanisme terjadinya
gangguan asam basa
Kolaborasi
kolaborasi pemberian
ventilasi mekanik, jika perlu
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
b. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
Manajemen Syok
Kardiogenik (I.02051)
Observasi
a. Monitor status
kardiopulmonal
(frekuensi dan kekuatan
nadi, frekuensi napas,
TD, MAP)
b. Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD)
c. Monitor status cairan
(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
d. Monitor tingkat
kesadaran dan respon
pupil
e. Periksa seluruh
permukaan tubuh
terhadap adanya DOTS
(deformitas, open wound/
luka terbuka, tendemess/
nyeri tekan, swelling/
bengkak)
f. Monitor EKG 12 lead
g. Monitor rontgen dada
(mis, kongesti paru,
edema paru, pembesaran
jantung)
h. Monitor enzim jantung
(mis,CK, CKMB,
Troponin)
i. Identifikasi penyebab
masalah utama (mis,
volume, pompa atau
irama)
Terapeutik
a. Pertahankan jalan napas
paten
b. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
c. Persiapan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
d. Pasang jalur IV
e. Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine
f. Pasang selang
nasogastrik untuk
dekompresi lambung, jika
perlu
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
inotropik (mis,
dobutamine), jika TDS
70-100 mmHg tanpa
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
disertai tanda / gejala
syok
b. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
c. Persiapan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
d. Pasang jalur IV
e. Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine
f. Pasang selang
nasogastrik untuk
dekompresi lambung
g. Kolaborasi pemberian
vasopressor (mis,
phenylephrine)
h. Kolaborasi pemberian
atropine untuk mengatasi
bradikardia, jika perlu)
i. Kolaborasi pemberian
methylprednisolone
Manajemen Aritmia
(I.02035)
Observasi
a. Periksa onset dan
pemacu aritmia
b. Identifikasi jenis aritmia
c. Monitor frekuensi dan
durasi aritmia
d. Monitor keluhan nyeri
dada (intesitas,lokasi,
faktor pencetus dan
pereda)
e. Monitor respon
hemodinamik akibat
aritmia
f. Monitor saturasi oksigen
g. Monitor kadar elektrolit
Terapeutik
a. Berikan lingkungan yang
tenang
b. Pasang jalan napas
buatan (mis OPA, NPA,
LMA, ETT) jika perlu
c. Pasang akses intravena
d. Pasang monitor jantung
e. Rekam EKG 12 sadapan
f. Periksa interval QT
sebelum dan sesudah
pemberian obat yang
dapat memperpanjang
interval QT
g. Lakukan manuever
valsava
h. Lakukan masase karotis
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
unileteral
i. Berikan oksigen, sesuian
identifikasi
j. Siapkan pemasangan ICD
(impantable cardioverter
defibrillator)
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian
kardioversi, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian
defibrilasi ,jika perlu
Perawatan Sirkulasi
(I.02079)
Observasi
a. periksa sirkulasi perifer
(mis. Nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna,
suhu, anklebrachial
index)
b. Identifikasi factor resiko
gangguan sirkulasi (mis.
Diabetes, perokok, orang
tua, hipertensi dan kadar
kolestrol tinggi)
c. Monitor panas,
kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik
a. Hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah di area
keterbatasan perfusi
b. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
c. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area cedera
d. Lakukan pencegahan
infeksi
e. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
f. Lakukan hidrasi
Edukasi
a. Anjurkan berhenti
merokok
b. Anjurkan berolahraga
rutin
c. Anjurkan mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
d. Anjurkan menggunakan
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
obat penurun tekanan
darah, antikoegulan, dan
penurun kolestrol, jika
perlu
e. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
f. Anjurkan menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
g. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
h. Anjurkan program
rehabilitasi vascular
i. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan
omega 3)
j. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. Rasa
sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilang rasa)
Rehabilitasi Jantung
(I.02081)
Observasi
a. Monitor tingkat toleransi
aktivitas
b. Periksa kontraindikasi
latihan (takikardi
>120x/menit, TDS >180
mmhg, TDD>110 mmhg,
hipotensi ortostatik >20
mmhg, angina, dispnea,
gambaran EKG iskemia,
tidak atrioventrikular
derajat 2 dan 3,
takikardia ventrikel)
c. Lakukan skrining
ansietas dan depresi, jika
perlu
Terapeutik
a. Fasilitasi pasien
menjalani latihan fase 1
(inpatient)
b. Fasilitasi pasien
menjalani latihan fase 2
(outpatient)
c. Fasilitasi pasien
menjalani latihan fase 3
(maintanance)
d. Fasilitasi pasien
menjalani latihan fase 4
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
(long term)
Edukasi
a. Jelaskan rangkaian fase-
fase rehabilitasi jantung
b. Anjurkan menjalani
latihan sesuai toleransi
c. Anjurkan pasien dan
keluarga untuk
memodifikasi faktor
resiko (mis, latihan, diet,
berhenti merokok,
menurunkan Berat
Badan)
d. Anjurkan pasien dan
keluarga mematuhi
jadwal kontrol kesehatan
Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
b. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
dan/atau tidur
Terapeutik
a. Bersihkan secret pada
mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
b. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
c. Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
d. Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
e. Gunakan perangkat
oskigen sesuai dengan
tingkat mobilisasi pasien.
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan
dosis oksigenasi
b. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
Manajemen Syok
Kardiogenik (I.02051)
Observasi
a. Monitor status
kardiopulmonal
(frekuensi dan kekuatan
nadi, frekuensi napas,
TD, MAP)
b. Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD)
c. Monitor status cairan
(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
d. Monitor tingkat
kesadaran dan respon
pupil
e. Periksa seluruh
permukaan tubuh
terhadap adanya DOTS
(defomitiyldeformitas,
open wound/ luka
terbuka,tendemess/ nyeri
tekan, swelling/ bengkak)
f. Monitor EKG 12 lead
g. Monitor rontgen dada
(mis, kongesti paru,
edema paru, pembesaran
jantung)
h. Monitor enzim jantung
(mis,CK, CKMB,
Troponin)
i. Identifikasi penyebab
masalah utama (mis,
volume, pompa atau
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
irama)
Terapeutik
a. Pertahankan jalan napas
paten
b. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
c. Persiapan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
d. Pasang jalur IV
e. Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine
f. Pasang selang
nasogastrik untuk
dekompresi lambung, jika
perlu
g. Kolaborasi pemberian
inotropik (mis,
dobutamine), jika TDS
70-100 mmHg tanpa
disertai tanda / gejala
syok
h. Pasang kateter urine
untuk menilai produksi
urine
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
vasopressor (mis,
phenylephrine)
b. Kolaborasi pemberian
atropine untuk mengatasi
bradikardia, jika perlu)
c. Kolaborasi pemberian
methylprednisolone
Perawatan Jantung
(I.02075)
Observasi
a. Indentifikasi tanda/gejala
primer penurunan curah
jantung (meliputi
dispnea, kelelahan,
edema, ortopnea,
paroxysmal noctumal
dyspnea,peningkatan
CVP)
b. Indentifikasi tanda/gejala
sekunder penurunan
curah jantung(meliputi
peningkatan berat badan,
hepatomegali, distensi
vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
c. Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
ortostatik,jika perlu)
d. Monitor intake dan
output cairan
e. Monitor berat badan
setiap hari pada watu
yang sama
f. Monitor saturasi oksugen
g. Monitor keluhan nyeri
dada
(mis,intensitas,lokasi,radi
asi,durasi presivitasi yang
mengurangi nyeri)
h. Monitor EKG12 sadapan
i. Monitor aritmia
j. Monitor nilai
laboratorium
jantung(mis.
Elektrolit,enzim jantung,
BNP, NT pro-BPN)
k. Monitor fungsi alat
pemicu jantung
l. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah
aktivitas
m. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum pemberian obat
(mis. Beta blocker, ACE
inhibitor, calcium
channel blocker, digoksin)
Terapeutik
a. Posisikan pasien semi-
fowler dan kaki kebawah
atau posisi nyaman
b. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. Batasi
asupan
kafein,natrium,kolesterol,
dan makanan tinggi
lemak)
c. Gunakan stocking elastis
atau pneumatik
intermiten,sesuai indikasi
d. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
sehat
e. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
stres,jika perlu
f. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
g. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
a. Anjurkan beraktivitas
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
fisik sesuai toleransi
b. Anjurkan beraktivitas
fisik secara terhadap
c. Anjurkan berheti
merokok
d. Anjurkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian
e. Anjurkan pasien dan
kelurga pasien mengukur
intake dan output carian
harian
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antiaritmia jika perlu
b. Kolaborasi ke program
rehabilitasi jantung
4. Evaluasi
Dokumentasi evaluasi adalah merupakan catatan tentang
indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi
bertujuan untuk menilai keefektifan parawatan dan untuk
mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan
(Alimul, A. 2012)
Terdapat dua tipe evaluasi keperawatan menurut yaitu;
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif terjadi
secara periodik selama pemberian perawatan, sedangkan evaluasi
sumatif terjadi pada akhir aktivitas, seperti diakhir penerimaan,
pemulangan atau pemindahan ke tempat lain, atau diakhir kerangka
waktu tertentu, seperti diakhir sesi penyuluhan (Setiadi 2012).
Penulisan evaluasi di dokumentasikan didalam form rekam medis
dengan format SOAP.
LAMPIRAN
INTERPRETASI EKG
Elektrokardiografi (EKG) adalah pencatatan potensial bioelektrik
yang dipancarkan jantung melalui elektroda-elektroda yang diletakan pada
posisi di permukaan tubuh. Electrocardiogram (ECG atau EKG) merupakan
alat diagnose yang digunakan untuk mengukur dan merekam aktivitas
listrik jantung yang sangat detail. Mervin J Goldman mendefinisikan
elektrokardiogram (ECG) adalah grafik yang merekam potensial listrik yang
dihasilkan denyutan jantung. EKG diperoleh dengan menempatkan
elektrode pada posisi tertentu (sesuai standar) pada dada dan ekstremitas
(Muttaqin, 2012).
B. Interpretasi Dasar
1. Rate
Frekuensi jantung normal adalah 60-100 x/menit.
a. Bila lebih dari 100 x/menit: (sinus) takikardi
b. Kurang dari 60 x/menit: (sinus) bradikardi
c. Antara 140 – 250 x/menit: abnormal takikardi
d. Antara 250 – 350 x/menit: flutter
e. Lebih besar dari 350 x/menit: fibrilasi
f. Frekuensi jantung dapat dihitung dengan ; 300 dibagi jarak
puncak gelombang R ke R berikutnya. Contohnya, bila jarak R-R
adalah 4 kotak sedang, berarti 300/4 = 75 x/menit.
g. Atau dengan cara menghitung interval R-R dalam 30 kotak besar
(30 kotak besar = 6 detik), kemudian hasilnya dikalikan 10
(Muttaqin, 2012).
2. Irama
Irama jantung yang normal ialah irama yang ditentukan oleh SA
node atau disebut irama sinus (= reguler sinus rhytm = normal sinus
rhytm), dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Frekuensi antara 60-100 x/menit
b. Teratur
c. Gelombang P negatif di aVR dan positif di lead II
d. Tiap gelombang P diikuti oleh kompleks QRS-T
Penyimpangan ciri-ciri di atas disebut aritmia (arrhythmia). Secara
garis besar, aritmia dapat disebabkan oleh:
a. Gangguan pembentukan impuls yang meliputi:
1) Ekstrasistole (premature contraction)
2) Abnormal takikardi
3) Flutter
4) Fibrillasi
5) Escaped beat
6) Arrest
7) Wandering pace-maker
b. Gangguan penghantaran impuls, yang meliputi:
1) Blok, yaitu: SA blok, AV blok, dan Intra ventrikular blok/ BBB
2) Accelerated conduction, misalnya sindroma WPW (Wolf
Parkinson White) (Muttaqin, 2012).
3. Posisi
Untuk menentukan posisi, silakan sudara lihat pada lead aVL dan
aVF, kemudian cocokkan dengan tabel di bawah ini (Muttaqin,
2012).
4. Axis
Aksis listrik jantung adalah sudut yang dibentuk oleh vector listrik
(Muttaqin, 2012).
aVL aVF Posisi Lihat Lead Axis
(derajat)
+ + Intermediet sama tinggi 30
lebih tinggi aVF 40
lebih tinggi aVL 20
- + Vertikal Lead I = 0 90
Lead I = + 80
Lead I = - 100
+ - Horizontal Lead II = 0 -30
Lead II = + -20
Lead II = - -40
0 + Semi vertikal 60
+ 0 Semi 0
horisontal
5. Zona Transisi
Zona transisi normalnya ada di V3-V4, yaitu pergeseran gambaran
gelombang/kompleks QRS dari negatif ke positif (Muttaqin, 2012).
6. Interval PR dan QT
Dapat dilihat pada kertas grafik EKG dan dicocokkan dengan nilai
normalnya (Muttaqin, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, I. 2012. ‘Infark miokard akut dengan elevasi ST’ dalam Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M. & Setiati, S. (editor), Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed. 4. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta.