Anda di halaman 1dari 25

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

PASIEN DENGAN BANTUAN VENTILASI MEKANIK

A. TINJAUAN TEORI/KONSEP
1. DEFINISI
a. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu
peralatan untuk memfasilitasi transpor oksigen dan
karbondioksida antara atmosfer dan alveoli untuk tujuan
meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Urden, Stacy, Lough
2010). Ventilator merupakan alat pernafasan bertekanan negatif
atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan
pemberian oksigen untuk periode waktu yang lama .
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan
bertekanan positif atau negative yang menghasilkan aliran udara
terkontrol pada jalan napas pasien sehingga mampu
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka
waktu lama. Tujuan pemasangan ventilator mekanik adalah
untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal dalam
rangka memenuhi kebutuhan metabolic pasien, memperbaiki
hipoksemia, dan memaksimalkan transport oksigen (Hidayat, et
all 2020).
Terdapat beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik,
yaitu: mengurangi kerja pernapasan, meningkatkan tingkat
kenyamanan pasien, Pemberian MV yang akurat, mengatasi
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi dan menjamin hantaran
O2 ke jaringan adekuat
Ventilator mekanik dibedakan atas beberapa klasifikasi.
Berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi, dua
kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan
positif. Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif
pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks
selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-
paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini
digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungn
dengan kondisi neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi
muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Saat
ini sudah jarang di pergunakan lagi karena tidak bisa melawan
resistensi dan complience paru, di samping itu ventilator
tekanan negative ini digunakan pada awal- awal penggunaan
ventilator. Sedangkan Ventilator tekanan positif
menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan
positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli
untuk mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini
diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini
secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer.
Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan
bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus.
Kemudian berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator
mekanik tekanan positif dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu:.
1) Volume Cycled Ventilator.
Volume cycled ventilator merupakan jenis ventilator yang
paling sering digunakan di ruangan unit perawatan kritis.
Perinsip dasar ventilator ini adalah siklusnya berdasarkan
volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah
mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled
ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap
memberikan volume tidal yang konsisten. Jenis ventilator ini
banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan gangguan paru
secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi
pasien dengan gangguan pernapasan yang diakibatkan
penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal ini
dikarenakan pada volume cycled pemberian tekanan pada
paru-paru tidak terkontrol, sehingga dikhawatirkan jika
tekanannya berlebih maka akan terjadi volutrauma.
Sedangkan penggunaan pada bayi tidak dianjurkan, karena
alveoli bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga
memiliki risiko tinggi untuk terjadinya volutrauma.
2) Pressure Cycled Ventilator
Prinsip dasar ventilator type ini adalah siklusnya
menggunakan tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi
ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan.
Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi
terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada
perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan
juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya
tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan,
sedangkan pada pasien klien- klien atau dewasa mengalami
gangguan pada luas lapang paru (atelektasis, edema paru)
jenis ini sangat dianjurkan.
3) Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah siklusnya
berdasarkan waktu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah
ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan
kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio I: E
(inspirasi: ekspirasi) 1: 2.
4) Berbasis aliran (Flow Cycle)
Memberikan napas dan menghantarkan oksigen berdasarkan
kecepatan aliran yang sudah diset.

Secara keseluruhan, mode ventilator terbagi menjadi 2


bagian besar yaitu mode bantuan sepenuhnya dan mode
bantuan sebagian.
1) Mode bantuan penuh terdiri dari mode volume control (VC)
dan pressure control (PC). Baik VC ataupun PC, masing-
masing memenuhi target Tidal Volume (VT) sesuai kebutuhan
pasien (10-12 ml/kgBB/breath)
a) Volume Control (VC)
Pada mode ini, frekwensi nafas (f) dan jumlah tidal
volume (TV) yang diberikan kepada pasien secara total
diatur oleh mesin. Mode ini digunakan jika pasien tidak
sanggup lagi memenuhi kebutuhan TV sendiri dengan
frekwensi nafas normal. Karena pada setiap mode control,
jumlah nafas dan TV mutlak diatur oleh ventilator, maka
pada pasien-pasien yang sadar atau inkoopratif akan
mengakibatkan benturan nafas (fighting) anatara pasien
dengan mesin ventilator saat insfirasi atau ekspirasi.
Sehingga pasien harus diberikan obat-obat sedatif dan
pelumpuh otot pernafasan sampai pola nafas kembali
efektif. Pemberian muscle relaksan harus benar-benar
dipertimbangkan terhadap efek merugikan berupa
hipotensive.
b) Pressure Control (PC)
Jika pada mode VC, sasaran mesin adalah memenuhi
kebutuhan TV atau MV melalui pemberian volume, maka
pada mode PC target mesin adalah memenuhi kebutuhan
TV atau MV melalui pemberian tekanan. Mode ini efektif
digunakan pada pasien-pasien dengan kasus edema paru
akut.
2) Mode bantuan sebagian terdiri dari SIMV (Sincronous
Intermitten Minute Volume), Pressure Support (PS), atau
gabungan volume dan tekanan SIMV-PS.
a) SIMV (Sincronous Intermitten Minute Volume)
Jika VC adalah bantuan penuh maka SIMV adalah
bantuan sebagian dengan targetnya volume. SIMV
memberikan bantuan ketika usaha nafas spontan pasien
mentriger mesin ventilator. Tapi jika usaha nafas tidak
sanggup mentriger mesin, maka ventilator akan
memberikan bantuan sesuai dengan jumlah frekwensi yang
sudah diatur. Untuk memudahkan bantuan, maka trigger
dibuat mendekati standar atau dibuat lebih tinggi. Tetapi
jika kekuatan untuk mengawali inspirasi belum kuat dan
frekwensi nafas terlalu cepat, pemakaian mode ini akan
mengakibatkan tingginya WOB (Work Of Breathing) yang
akan dialami pasien. Mode ini memberikan keamanan jika
terjadi apneu. Pada pasien jatuh apneu maka mesin tetap
akan memberikan frekwensi nafas sesuai dengn jumlah
nafas yang di set pada mesin. Tetapi jika keampuan
inspirasi pasien belum cukup kuat, maka bias terjadi
fighting antara mesin dengan pasien. Beberapa pengaturan
(setting) yang harus di buat pada mode SIMV diantaranya:
TV, MV, Frekwensi nafas, Trigger, PEEP, FiO2 dan alarm
batas atas dan bawah MV.
b) Pressure Support (PS)
Jika PC merupakan bantuan penuh, maka PS
merupakan mode bantuan sebagian dengan target TV
melalui pemberian tekanan. Mode ini tidak perlu mengatur
frekwensi nafas mesin karena jumlah nafas akan dibantu
mesin sesuai dengan jumlah trigger yang dihasilkan dari
nafas spontan pasien. Semakin tinggi trigger yang diberikan
akan semakin mudah mesin ventilator memberikan
bantuan. Demikian pula dengan IPL, semakin tinggi IPL
yang diberikan akan semakin mudah TV pasien terpenuhi.
Tapi untuk tahap weaning, pemberian trigger yang tinggi
atau IPL yang tinggi akan mengakibatkan ketergantungan
pasien terhadap mesin dan ini akan mengakibatkan
kesulitan pasien untuk segera lepas dari mesin ventilator.
Beberapa pengaturan yang harus di buat pada mode VC
diantaranya: IPL, Triger, PEEP, FiO2, alarm batas atas dan
bawah MV serta Upper Pressure Level. Jika pemberian IPL
sudah dapat diturunkan mendekati 6 cm H2O, dan TV atau
MV yang dihasilkan sudah terpenuhi, maka pasien dapat
segera untuk diweaning ke mode CPAP (Continuous Positive
Air Way Pressure).
c) SIMV + PS
Mode ini merupakan gabungan dari mode SIMV dan
mode PS. Umumnya digunakan untuk perpindahan dari
mode kontrol. Bantuan yang diberikan berupa volume dan
tekanan. Jika dengan mode ini IPL dibuat 0 cmH 2O, maka
sama dengan mode SIMV saja. SIMV + PS memberikan
kenyamanan pada pasien dengan kekuatan inspirasi yang
masih lemah. Beberapa pengaturan (setting) yang harus di
buat pada mode VC diantaranya: TV, MV, Frekwensi nafas,
Trigger, IPL, PEEP, FiO2, alarm batas atas dan bawah dari
MV serta Upper Pressure Limit.
d) CPAP (Continous Positif Airway Pressure)
Mode ini digunakan pada pasien dengan daya
inspirasi sudah cukup kuat atau jika dengan mode PS
dengan IPL rendah sudah cukup menghasilkan TV yang
adekuat. Bantuan yang di berikan melalui mode ini berupa
PEEP dan FiO2 saja. Dengan demikian penggunaan mode
ini cocok pada pasien yang siap ekstubasi.

Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan ventilasi


mekanik, yaitu: obstruksi jalan nafas, hipertensi, tension
pneumotoraks, atelektase dan infeksi pulmonal (Dreyfuss and
Saumon 1998)

b. Gagal Nafas
Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana
oksigen tidak cukup masuk dari paru-paru ke dalam darah.
Organ tubuh, seperti jantung dan otak, membutuhkan darah
yang kaya oksigen untuk bekerja dengan baik. Kegagalan
pernapasan juga bisa terjadi jika paru-paru tidak dapat
membuang karbon dioksida dari darah. Terlalu banyak karbon
dioksida dalam darah dapat membahayakan organ tubuh (Putu
Aksa, 2017). Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas antara
paru dan darah yang tidak adekuat sehingga tidak dapat
mempertahankan pH, pO2, dan pCO2, darah arteri dalam batas
normal dan menyebabkan hipoksia tanpa atau disertai
hiperkapnia.
Gagal napas merupakan suatu kondisi gawat darurat pada
sistem respirasi berupa kegagalan sistem respirasi dalam
menjalankan fungsinya, yaitu oksigenasi dan eliminasi karbon
dioksida (Putu Aksa, 2017). Gagal nafas merupakan diagnosa
klinis, namun dengan adanya analisa gas darah (AGD), gagal
nafas dipertimbangkan sebagai kegagalan fungsi pertukaran gas
yang nyata dalam bentuk kegagalan oksigenasi (hipoksemia) atau
kegagalan dalam pengeluaran CO2 (hiperkapnia, kegagalan
ventilasi) atau merupakan kegagalan kedua fungsi tersebut
2. ETIOLOGI/INDIKASI
a. Indikasi Ventilasi Mekanik
1) Pasien dengan gagal nafas. Pasien dengan distres pernafasan
gagal nafas, henti nafas (apnu) maupun hipoksemia yang tidak
teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi
ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi
dan pemasangan ventilasi mekanik sebelum terjadi gagal
nafas yang sebenarnya. Distres pernafasan disebabkan
ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya
dapat berupa kerusakan paru (seperti pada pneumonia)
maupun karena kelemahan otot pernafasan dada (kegagalan
memompa udara karena distrofi otot).
2) Insufisiensi jantung. Tidak semua pasien dengan ventilasi
mekanik memiliki kelainan pernafasan primer. Pada pasien
dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan
aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat
peningkatan kerja nafas dan konsumsi oksigen) dapat
mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilasi mekanik
untuk mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga
beban kerja jantung juga berkurang.
3) Disfungsi neurologis. Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang
berisiko mengalami apnu berulang juga mendapatkan
ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi mekanik juga berfungsi
untuk menjaga jalan nafas pasien serta memungkinkan
pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan
tekanan intra cranial.
4) Tindakan operasi. Tindakan operasi yang membutuhkan
penggunaan anestesi dan sedative sangat terbantu dengan
keberadaan alat ini. Risiko terjadinya gagal napas selama
operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani
dengan keberadaan ventilasi mekanik.
b. Etiologi Gagal Nafas
Etiologi gagal napas sangat beragam tergantung jenisnya.
Gagal napas dapat disebabkan oleh kelainan paru, jantung,
dinding dada, otot pernapasan, atau medulla oblongata.
Berbagai penyebab gagal napas dapat dilihat pada di bawah ini.
Penyebab Gagal Napas Berdasarkan Tipe Gagal Napas
Gagal Nafas
Gagal Nafas Tipe 2
Tipe 1
Asma akut Kelainan paru Kelainan SSP
ARDS Asma akut berat Koma
Penumonia Obstruksi saluran Peningktan TIK
pernapasan akut
Emboli paru PPOK Cidera Kepala
Fibrosis paru OSA (Obstrukti Sleep Opioid dan obat sedasi
Apnea)
Edema paru Bronkiektasis Kelainan
Neuromuskular
PPOK Kelainan Dinding Lesi medula spinalis
dada (trauma, polio atau tumor)
Emfisema Fail Chest Gangguan nervus perifer
(Sindrom guillan-Barre atau
difteri)
Ruptur diafragma Gangguan neuromuscular
junction (miastemia
gravis, botulisme, pelemas
otot)
Kifoskoliosis Distrofi muscular
Distensi abdomen (asites, hemoperioneum) dan
obesitas

3. PATOFISIOLOGI GAGAL NAFAS


Merupakan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi paru
yang menyebabkan hipoksemia atau peningkatan produksi karbon
dioksida dan gangguan pembuangan karbon dioksida yang
menyebabkan hiperkapnia. (Lamba, 2016)
Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas
akut biasanya paru-paru kembali ke asalnya. Pada gagal nafas
kronik struktur paru alami kerusakan yang irreversibel. Indikator
gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/menit. Kapasitas vital adalah
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab
terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan
pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla)
4. MANIFESTASI KLINIS GAGAL NAFAS
Berdasarkan pada pemeriksaan AGD, gagal napas dapat
dibagi menjadi 2 tipe yaitu gagal napas tipe 1 dan 2. Gagal napas
tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah, ditandai
dengan PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau menurun.
Gagal napas tipe I ini terjadi pada kelainan pulmoner dan
tidak disebabkan oleh kelainan ekstrapulmoner. Mekanisme
terjadinya hipoksemia terutama terjadi akibat
a. Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah
mengalir ke bagian paru yang ventilasinya buruk atau rendah.
Keadaan ini paling sering. Contohnya adalah posisi (terlentang di
tempat tidur), ARDS, atelektasis, pneumonia, emboli paru,
dysplasia bronkupulmonal.
b. Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membrane
alveolar atau pembentukan cairan interstitial pada sambungan
alveolar-kapiler. Contohnya adalah edema paru, ARDS,
pneumonia interstitial.
c. Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area
paru- paru yang tidak pernah mengalami ventilasi. Contohnya
adalah malformasi arterio- vena paru, malformasi adenomatoid
kongenital.
Gagal napas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk
mengeluarkan CO2, pada umumnya disebabkan oleh ke gagalan
ventilasi yang ditandai dengan retensi CO2 (peningkatan PaCO2 atau
hiperkapnia) disertai dengan penurunan PH yang abnormal dan
penurunan PaO2 atau hipoksemia. Kegagalan ventilasi biasanya
disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan ekstrapulmonal.
Hiperkapnia yang terjadi karena kelainan ekstrapulmonal dapat
disebabkan karena: penekanan dorongan pernapasan sentral atau
gangguan pada respon ventilasi.

Tanda-tanda gagal nafas yaitu adanya takipnea dan


pernapasan dangkal tanpa retraksi dan tanda dan gejala tambahan
berupa gagal napas dapat diamati, tergantung pada tingkat
hipoksemia dan hiperkapnia.
Dikatakan gagal napas jika memenuhi salah satu keriteria
yaitu PaO2 arteri <60 mmHg atau PaCO2>45 mmHg, kecuali
peningkatan yang terjadi kompensasi alkalosis metabolik (Arifputra,
2014). Selain itu jika menurut klasifikasinya gagal napas bisa terbagi
menjadi hipoksemia yaitu bila nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini
menunjukkan nilai normal atau rendah.
Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri
dan hipoksia jaringan, antara lain:
a. Dispneu (takipneu, hipeventilasi)
b. Perubahan status mental, cemas, bingung, kejang, asidosis laktat
c. Sinosis di distal dan sentral (mukosa,bibir)
d. Peningkatan simpatis, takikardia, diaforesis, hipertensi
e. Hipotensi, bradikardia, iskemi miokard, infark, anemia, hingga
gagal jantung dapat terjadi pada hipoksia berat. Berikutnya
adalah gagal napas hiperkapnia, yaitu bila kadar PCO2 yang
cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan pO2 alveolus dari
arteri turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan di
dinding dada, otot pernapasan, atau batang otak. Contoh pada
PPOK berat, asma berat, fibrosis paru stadium akhir, ARDS berat
atau landry guillain barre syndrome.
Gejala hiperkapnia antara lain penurunan kesadaran, gelisah,
dispneu (takipneu, bradipneu), tremor, bicara kacau, sakit kepala,
dan papil edema.

5. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan AGD
2) Ro thorax
b. Terapi medik
1) Ventilasi: Bantuan Ventilasi dan ventilasi Mekanik. Aspek
penting lainnya dalam perawatan adalah ventilasi mekanis.
Terapi modalitas ini bertujuan untuk memmberikan
dukungan ventilasi sampai integritas membrane alveolakapiler
kembali membaik. Dua tujuan tambahan adalah: memelihara
ventilasi dan oksigenisasi yang adekuat selama periode kritis
hipoksemia berat dan mengatasi peneyebab yang mengawali
terjadinya distress pernapasan. Positif End Expiratory
Breathing (PEEB) Ventilasi dan oksigen adekuat diberikan
melaui volume ventilator dengan tekanan aliran yang tinggi, di
mana PEEB dapat ditambahkan. PEEB di pertahankan dalam
alveoli melalui siklus pernapasan untuk mencegah alveoli
kolaps pada akhir ekspirasi.
2) Terapi suportif lainnya yaitu fisioterapi dada yang ditujukan
untuk membersihkan jalan nafas dari sekret, sputum.
Tindakan ini selain untuk mengatasi gagal nafas juga untuk
tindakan pencegahan. Selain itu juga ada bronkodilator (beta-
adrenergik agonis/simpatomimetik) yang lebih efektif bila
diberikan dalam bentuk inhalasi dibandingkan jika diberikan
secara parenteral atau oral, karena untuk efek bronkodilatasi
yang sama, efek samping secara inhalasi lebih sedikit
sehingga dosis besar dapat diberikan secara inhalasi.

B. TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN AWAL
a. B1 (Breathing)
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit
pernapasan kronis
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi
napas bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih,
merah muda kental (Doengoes et.al, 2012).
b. B2 (Blood)
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal
jantung koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk/berdiri
2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur
(disritmia) mungkin terjadi.
3) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
4) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi
otot papilar
5) Friksi; dicurigai perikarditis.
6) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
7) Edema atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa
8) edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
9) Pucat (Doengoes et.al, 2012)
c. B3 (Brain)
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan (Doengoes et.al, 2012).
d. B4 (Bladder)
Kulit berkeringat, penurunan turgor kulit, Produksi urin normal
atau menurun (Doengoes et.al, 2012).
e. B5 (Bowel)
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, terbakar.bersendawa,
nyeri ulu hati
Tanda: muntah, dan perubahan berat badan, Bunyi usus normal
atau menurun (Doengoes et.al, 2012).
f. B6 (Bone)
Edema ekstremnitas

2. PERUMUSAN DIAGNOSIS
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan nafas (D.0001)
b. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
(D.0003)
c. Gangguan penyapihan ventilator b.d Hambatan upaya nafas
(D.0002)
d. Gangguan ventilasi spontan b.d gangguan metabolisme (D.0004)
e. Risiko infeksi dibuktikan dengan Penyakit kronis, efek prosedur
invasif, Malnutrisi, Peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer,
ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (D.0142)
f. Risiko aspirasi dibuktikan dengan penurunan tingkat keadaran,
penurunan reflek muntah dan batuk,gangguan menelan, disfagia,
kerusakan mobilitas fisik, peningkatan residu lambung,
peningkatan tekanan intragasrtik, penurunan motilitas
gastrointestinal, perlambatan pengosongan lambung, terpasang
NGT, terpasang trakesotomi/ETT, Trauma leher/mulut, efek agen
farmakologis, ketidakmatangan koordinai menghisap, menelan
dan bernafas (D.0006)

3. INTERVENSI
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Manajemen Jalan napas
tidak efektif intervensi (I.01011)
(D.0001) keperawatan Observasi
Penyebab: selama ....... jam a. Monitor pola nafas
a. Fisiologis maka Bersihan (frekuensi, kedalaman,
1) Spasme jalan jalan napas usaha nafas)
nafa Meningkat b. Monitor bunyi nafas
2) Hipersekresi (L.01001), dengan tambahan (missal,
jalan nafas kriteria hasil: gurgeling, mengi,
3) Disfungsi a. Batuk efektif wheezing, ronchi kering)
neuromaskula meningkat/skala c. Monitot sputum (jumlah,
r 5 (1-5) warna, aroma)
4) Benda asing b. Produksi Terapeutik
dalam jalan sputum a. Pertahankan kepatenan
nafas menurun/skala jalan nafas dengan head-
5) Adanya jalan 5 (1-5) tilt dan chin-lift (jaw-
nafas buatan c. Mengi thrust jika curiga trauma
6) Sekresi menurun 5 (1-5) servikal)
tertahan d. Wheezing b. Posisikan semi fowler
7) Hiperplasia menurun/skala atau fowler
dinding jalan 5 (1-)5 c. Berikan minum hangat
nafas e. Dispnea d. Lakukan fisioterapi
8) Proses infeksi membaik/skala 5 dada,jika perlu
9) Respon alergi (1-5) e. Lakukan penghisapan
10)Efek agen f. Gelisah lendir kurang dari 15
farmakologis membaik 5 (1-5) detik
b. Situasional g. Frekuensi f. Lakukan hiperoksigenasi
1) Merokok aktif napas sebelum penghisapan
2) Merokok pasif membaik/skala 5 endotrakeal
3) Terpajan (1-5) g. Keluarkan sumbatan
polutan h. Pola napas benda padat dengan
membaik/skala 5 forsep Mc Gill
Gejala dan Tanda (1-5) h. Berikan oksigen, bila
Mayor perlu
Subjektif: Edukasi
tidak tersedia a. Anjurkan asupan cairan
Objektif: 2000 ml/hari, jika tidak
a. Batuk tidak kontraindikasi
efektif atau tidak b. Ajarkan tehnik batuk
mampu batuk efektif
b. Sputum berlebih/
obstruksi di jalan Kolaborasi
napas/ Kolaborasi pemberian
meconium di bronkodilator, ekspektoran,
jalan napas (pada mukolitik, jika perlu
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
neonates) Pemantauan Respirasi
c. Mengi, wheezing, (I.01014)
dan/atau ronkhi Observasi
Gejala dan Tanda a. Monitor frekuensi, irama,
Minor Subjektif: kedalaman, dan upaya
a. Dispnea nafas
b. Sulit bicara b. Monitor pola nafas
c. Ortopnea (seperti bradipneu,
Objektif: takipneu, hiperventilasi,
a. Gelisah kaussmaul, cheyne-
b. Sianosis stokes, biot, ataksis)
c. Bunyi napas c. Monitor kemampuan
menurun batuk efektif
d. Frekuensi napas d. Monitor adanya produksi
berubah skutum
e. Pola napas e. Monitor adanya
berubah sumbatan jalan nafas
f. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi nafas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil X- Ray
thoraks
Terapeutik
a. Atur intervensi
pemantauan resfirasi
sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

2 Ganggguan Setelah diberikan Pemantauan Respirasi


Pertukaran Gas intervensi selama …. (I.01014)
(D0003) jam maka Observasi
Penyebab Pertukaran Gas a. Monitor frekuensi, irama,
a. Ketidakseimbang Meningkat kedalaman, dan upaya
an ventilasi- (L.01003), dengan nafas
perfusi kriteria hasil: b. Monitor pola nafas (seperti
b. Penurunan a. Tingkat bradipnea, takipnea,
membrane kesadaran hiperventilasi, kussmaul,
alveolus-kapiler meningkat/skala cheyne-stokes, ataksisk)
5 (skala 1 – 5 c. Monitor saturasi oksigen
Tanda dan Gejala b. Dispnea d. Auskultasi bunyi nafas
Mayor menurun/ skala e. Palpasi kesimetrisan
Subjektif: Dyspnea 5 (skala 1 – 5) ekspansi paru
Objektif c. Bunyi nafas f. Monitor nilai AGD
a. PCO2 meningkat/ tambahan g. Monitor hasil x-ray
menurun menurun/ skala thoraks
b. PO2 menurun 5 (skala 1 – 5) Terapeutik
c. Takikardia d. Gelisah a. Atur interval pemantauan
d. pH arteri menurun/ skala respirasi sesuai kondisi
meningkat/ 5 (skala 1 – 5) pasien
menurun e. PCO2 membaik/ b. Dokumentasikan hasil
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
e. bunyi napas skala 5 (skala 1 – pemantauan
tambahan 5) Edukasi
Minor f. PO2 membaik/ a. Jelaskan tujuan dan
Subjektif skala 5 (skala 1 – prosedur pemantauan
a. Pusing 5) b. Informasikan hasil
b. Penglihatan g. Takikardia pemantauan, jika perlu
kabur membaik/skala 5
Objektif (skala 1 – 5) Terapi Oksigen (I.01026)
a. Sianosis h. pH arteri Observasi
b. Diaphoresis membaik/ skala a. Monitor kecepatan aliran
c. Gelisah 5 (skala 1 – 5) oksigen
d. Napas cuping b. Monitor alat terapi oksigen
hidung c. Monitor aliran oksigen
e. Pola nafas secara periodic dan
abnormal pastikan fraksi yang
f. Warna kulit diberikan cukup
abnormal d. Monitor efektifitas terapi
g. Kesadaran oksigen (mis. Oksimetri,
menurun AGD), jika perlu
e. Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
f. Monitor tanda tanda
hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
h. Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
i. Monitor integritas mukosa
hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
a. Bersihkan secret pada
mulut, hidung, dan
trakea, jika perlu
b. Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
c. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
d. Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
e. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah

Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
b. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
dan/atau tidur

3 Gangguan Setelah dilakukan Penyapihan Ventilasi


Penyapihan intervensi Mekanik (I.01021)
Ventilator (D.0002) keperawatan Observasi
selama ..... jam maka a. Periksa kemampuan
Penyebab: penyapihan untuk disapih (meliputi
Hambatan upaya ventilator hemodinamik stabil,
napas Meningkat kondisi optimal, bebas
(L.01002), dengan infeksi .
Gejala dan Tanda kriteria hasil: b. Monitor prediktor
Mayor a. Kesinkronan kemampuan untuk
Subjektif: bantuan mentorerir penyapihan
Tidak tersedia ventilator (missal, tingkat
Objektif: meningkat/skala kemampuan bernafas,
a. Frekwensi napas 5 (1-5) kekuatan inspirasi)
meningkat b. Penggunaan otot c. Monitor tanda-tanda
b. Penggunaan bantu napas kelelahan otot pernafasan
otot bantu menurun/skala 5 (missal, kenaikan paCO2
napas (1-5) meningkat, nafas cepat
c. Napas megap- c. Napas gasping dan dangkal, gerakan
megap (gaspring) menurun/skala 5 dinding abdomen
d. Upaya napas dan (1-5) paradoks), hipoksemia,
bantuan d. Napas dangkal dan hipoksia jaringan saat
ventilator tidak menurun/skala 5 penyapihan
sinkron (1-5) d. Monitor status cairan dan
e. Napas dangkal e. Agitasi menurun/ elektrolit
f. Agitasi skala 5 (1-5) Terapeutik
g. Nilai gas f. Lelah menurun/ a. Posisikan pasien semi
darah arteri skala 5 (1-5) fowler (30-45 derajat)
abnormal g. Perasaan kuatir b. Lakukan suction
Gejala dan Tanda mesin rusak c. Berikan fisioterapi dada,
Minor menurun/skala 5 jika perlu
Subjektif: (1-5) d. Lakukan uji coba
a. Lelah h. Napas paradoks penyapihan
b. Kuatir mesin abdominal e. Gunakan teknik relaksasi,
rusak menurun/skala 5 jika perlu
c. Fokus meningkat (1-5) f. Hindari pemberian terapi
pada pernapasan i. Diaforesis sedasi farmakologis
d. gelisah menurun/skala 5 selama percobaan
Objektif: (1-5) penyapihan
a. Auskultasi suara j. Frekuensi napas g. Berikan dukungan
napas menurun membaik/skala 5 psikologis
b. Warna kulit (1-5) Edukasi
abnormal k. Nilai gas Ajarkan cara pengontrolan
c. Napas paradoks darah arteri nafas saat penyapihan
abdominal membaik/skala 5 Kolaborasi
d. Diaforosis (1-5) Kolaborasi pemberian obat
l. Upaya napas untuk meningkatkan
membaik/skala 5 kepatenan jalan nafas dan
(1-5) pertukaran gas.
m. Auskultasi suara
inspirasi Pemantauan Respirasi
membaik/skala 5 (I.01014)
(1-5) Observasi
n. Warna kulit a. Monitor frekuensi, irama,
membaik/skala 5 kedalaman, dan upaya
(1-5) nafas
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
b. Monitor pola nafas (seperti
bradipneu, takipneu,
hiperventilasi, kaussmaul,
cheyne- stokes, biot,
ataksis)
c. Monitor kemampuan
batuk efektif
d. Monitor adanya produksi
skutum
e. Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
f. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi nafas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil X- Ray
thoraks
Terapeutik
a. Atur intervensi
pemantauan resfirasi
sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

4 Gangguan Ventilasi Setelah dilakukan Dukungan ventilasi


Spontan (D.0004) interveni (I.01002)
Penyebab: keperawatan Observasi
a. Gangguan selama ..... jam, a. Identifikasi adanya
Metabolisme maka Ventilasi kelelahan otot bantu
b. Kelemahan Otot Spontan napas
Pernafasan Meningkat b. Identifikasi efek
Gejala dan tanda (L.01007), dengan perubahan sosial
Mayor: kriteria hasil: terhadap status
Subjektif a. Volume Tidal pernapasan
Tidak tersedia meningkat/skala c. Monitor status respirasi
Objektif 5 (1-5) dan oksigenasi(mis.
a. Penggunaan otot b. Dipsnea Frekuensi dan
bantu nafas menurun/skala kedalaman napas,
meningkat 5 (1-5) penggunaan obat bantu
b. Volume tidal c. Penggunaan otot napas, bunyi napas
menurun bantu nafas tambahan, siturasi
c. PCO2 meningkat menurun/skala oksigen)
d. PO2 menurun 5 (1-5) Terapeutik
e. SaO2 menurun d. Gelisah a. Pertahankan kepatenan
Gejala dan tanda menurun/skala jalan napas
Minor: 5 (1-5) b. Berikan posisi semi
Subjektif e. PcO2 membaik/ fowler atau fowler
(tidak tersedia) skala 5 (1-5) c. Fasilitasi mengubah
Objektif f. PO2 membaik/ posisi senyaman
a. Gelisah skala 5 (1-5) mungkin
b. Takikardi g. Takikardia d. Berikan oksigenasi sesuai
membaik/skala kebutuhan(mis. Nasal
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
5 (1-5) kanul, masker wajah,
masker rebreating atau
non rebreating)
e. Gunakan bag-valve mask,
jika perlu
Edukasi
a. Ajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
b. Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri
c. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu

Pemantaun respirasi
(I.01014)
Observasi
a. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
napas
b. Monitor pada pola napas
(seperti bradypnea,
takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-
stokes, biot,ataksik)
c. Monitor kemampuan
batuk efektif
d. Monitor adanya produksi
sputum
e. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
f. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
a. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan jika perlu

Fisioterapi Dada (I.01004)


Observasi
a. Identifikasi indikasi
fisioterapi dada (mis,
hipersekresi sputum,
sputum kental dan
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
tertahan, tirah baring
lama)
b. Identifikasi
kontraindikasi fisiterapi
dada (mis, eksaserbasi
PPOK akut, pneumonia
tanpa produksi sputum
berlebih, kanker paru-
paru)
c. Monitor status
pernapasan
(mis,kecepatan, Irma,
suara napas dan
kedalaman napas)
d. Periksa segmen paru
yang mengandung
sekresi yang berlebihan
e. Monitor jumlah dan
karakter sputum
f. Monitor toleransi selama
dan setelah prosedur
Terapeutik
a. Posisikan pasien sesuai
dengan area paru yang
mengaami penumpukan
sputum
b. Gunakan bantal untuk
membantu pengaturan
posisi
c. Lakukan perkusi dengan
posisi telapak tangan
ditangkupkan selama 3-5
menit
d. Lakukan vibrasi dengan
posisi telapak tangan rata
bersamaan ekpirasi
mulut
e. Lakukan fisioterpi dada
setidaknya dua jam
setelah makan
f. Hindari perkusi pada
tulang belakang, ginjal,
payudara wanita, insisi,
dan tulang rusuk yang
patah
g. Lakukan penghisapan
lendir untuk
mengeluarkan secret, jika
perlu
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur fisioterapi dada
b. Anjurkan bentuk segera
setelah prosedur selelsai
c. Anjarkan inspirasi
perlahanan dan dalam
melalu hidung selama
proses fisioterapi
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI

Manajemen Asam-Basa
(I.02036)
Observasi
a. identifikasi penyebab
ketidakseimbangan asam
basa
b. monitor frekuensi dan
kedalaman napas
c. monitor status neurologis
(mis tingkat kesadaran,
status mental)
d. monitor irama dan
frekuensi jantung
e. monitor perubahan pH,
PaCO² dan HCO³
Terapeutik
a. ambil spesimen darah
arteri untuk pemeriksaan
AGD
b. berikan oksigen sesuai
indikasi
Edukasi
jelaskan penyebab dan
mekanisme terjadinya
gangguan asam basa
Kolaborasi
kolaborasi pemberian
ventilasi mekanik, jika perlu

5 Risiko Infeksi Setelah dilakukan Manajemen Jalan napas


D.0142) tindakan (I.01011)
keperawatan Observasi
Faktor Risiko: selama ...... jam a. Monitor pola nafas
a. Penyakit kronis maka Tingkat (frekuensi, kedalaman,
(mis. diabetes. Infeksi Menurun usaha nafas)
melitus) (L.14137) dengan b. Monitor bunyi nafas
b. Efek prosedur kriteria hasil: tambahan (missal,
invasif a. Kebersihan gurgeling, mengi,
c. Malnutrisi tangan wheezing, ronchi kering)
d. Peningkatan meningkat/skala c. Monitot sputum (jumlah,
paparan 5 (1-5) warna, aroma)
organisme b. Kebersihan Terapeutik
patogen Badan a. Pertahankan kepatenan
lingkungan meningkat/skala jalan nafas dengan head-
e. Ketidakadekuatan 5 (1-5) tilt dan chin-lift (jaw-
pertahanan c. Nafsu makan thrust jika curiga trauma
tubuh sekunder : meningkat/skala servikal)
1) Penurunan 5 (1-5) b. Posisikan semi fowler
homolobin d. Demam atau fowler
2) Imununosupre menurun/skala c. Berikan minum hangat
3) Leukopenia 5 (1-5) d. Lakukan fisioterapi
4) Supresi respon e. Kemerahan dada,jika perlu
inflamasi menurun/skala e. Lakukan penghisapan
5) Vaksinasi tidak 5 (1-5) lendir kurang dari 15
adekuat f. Nyeri menurun/ detik
skala 5 (1-5) f. Lakukan hiperoksigenasi
g. Bengkak sebelum penghisapan
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
menurun/skala endotrakeal
5 (1-5) g. Keluarkan sumbatan
h. Vesikel benda padat dengan
menurun/skala forsep Mc Gill
5 (1-5) h. Berikan oksigen, bila
i. Cairan berbau perlu
busuk Edukasi
menurun/skala a. Anjurkan asupan cairan
5 (1-5) 2000 ml/hari, jika tidak
j. Sputum kontraindikasi
berwarna hijau b. Ajarkan tehnik batuk
menurun/skala efektif
5 (1-5) Kolaborasi
k. Drainase Kolaborasi pemberian
Purulen bronkodilator, ekspektoran,
menurun/skala mukolitik, jika perlu
5 (1-5)
l. Piuria menurun/ Pencegahan infeksi (I.
skala 5 (1-5) 14539)
m. Periode Malaise Observasi
menurun/skala Monitor tanda dan gejala
5 (1-5) infeksi local dan sistemik
n. Periode Terapeutik
menggigil a. Batasi jumlah
menurun/skala pengunjung
5 (1-5) b. Berikan perawatan kulit
o. Letargi pada area edema
menurun/skala c. Cuci tangan sebelum dan
5 (1-5) sesuadah kontak dengan
p. Gangguan pasien dan lingkungan
Kognitif pasien
menurun/skala d. Pertahankan tekhnik
5 (1-5) aseptic pada pasien
q. Kadar sel darah berisiko tinggi
putih membaik/ Edukasi
skala 5 (1-5) a. Jelaskan tanda dan
r. Kultur darah gejala infeksi
membaik/skala b. Ajarkan cara mencuci
5 (1-5) tangan dengan benar
s. Kultur urin c. Ajarkan etika batuk
membaik/skala d. Ajarkan cara memeriksa
5 (1-5) kondisi luka atau luka
t. Kultur area luka post op
membaik/skala e. Anjurkan meningkatkan
5 (1-5) asupan nutrisi
u. Kultur area luka f. Anjurkan meningkatkan
membaik/skala asupan cairan
5 (1-5) Kolaborasi
v. Kultur feses Kolaborasi pemberian
membaik/skala antibiotik dan imunisasi,
5 (1-5) jika perlu
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
6 Risiko Aspirasi Setelah dilakukan Manajemen Jalan napas
(D.0006) intervensi (I.01011)
keperawatan selama Observasi
Faktor Risiko ....jam, maka a. Monitor pola nafas
a. Penurunan tingkat aspirasi (frekuensi, kedalaman,
tingkat keadaran menurun (L. usaha nafas)
b. Penurunan reflek 01006) dengan b. Monitor bunyi nafas
muntah dan kriteria hasil: tambahan (missal,
batuk a. Tingkat gurgeling, mengi,
c. Gangguan kesdaran wheezing, ronchi kering)
menelan/disfagia meningkat/skala c. Monitot sputum (jumlah,
d. Kerusakan 5 (1-5) warna, aroma)
mobilitas fisik b. Kemampuan Terapeutik
e. Peningkatan menelan a. Pertahankan kepatenan
residu lambung meningkat/skala jalan nafas dengan head-
f. Peningkatan 5 (1-5) tilt dan chin-lift (jaw-
tekanan c. Kebersihan thrust jika curiga trauma
intragasrtik mulut servikal)
g. Penurunan meningkat/skala b. Posisikan semi fowler
motilitas 5 (1-5) atau fowler
gastrointestinal d. Dispnea c. Berikan minum hangat
h. Perlambatan menurun/skala d. Lakukan fisioterapi
pengosongan 5 (1-5) dada,jika perlu
lambung e. Kelemahan otot e. Lakukan penghisapan
i. Terpasang NGT menurun/skala lendir kurang dari 15
j. Terpasang 5 (1-5) detik
trakesotomi/ETT f. Akumulasi f. Lakukan hiperoksigenasi
k. Trauma sekret sebelum penghisapan
leher/mulut menurun/skala endotrakeal
l. Efek agen 5 (1-5) g. Keluarkan sumbatan
farmakologis g. Wheezing benda padat dengan
m. Ketidakmatangan menurun/skala forsep Mc Gill
koordinasi 5 (1-5) h. Berikan oksigen, bila
menghisap, h. Batuk perlu
menelan dan menurun/skala Edukasi
bernafas 5 (1-5) a. Anjurkan asupan cairan
i. Penggunaan otot 2000 ml/hari, jika tidak
aksesoris kontraindikasi
menurun/skala b. Ajarkan tehnik batuk
5 (1-5) efektif
j. Sianosis Kolaborasi
menurun/skala Kolaborasi pemberian
5 (1-5) bronkodilator, ekspektoran,
k. Gelisah mukolitik, jika perlu
menurun/skala
5 (1-5) Pencegahan Aspirasi
l. Frekuensi napas (I.01018)
membaik/skala Observasi
5 (1-5) a. Monitor tingkat
kesadaran, batuk,
muntah dan kemampuan
menelan
b. Monitor status
pernapasan
c. Monitor bunyi napas,
terutama setelah
makan/minum
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
d. Periksa residu gaster
sebelum memberi asupan
oral
e. Periksa kepatenan selang
nasogastrik sebelum
memberi asupan oral
Terapeutik
a. Posisikan semi fowler (30-
45 derajat)
b. Pertahankan posisi semi
fowler (30-45 derajat)
c. pada pasien tidak sadar
d. Pertahankan kepatenan
jalan napas (mis. Teknik
head tilt chin lift, jaw
thrust, in line)
e. Pertahankan
perkembangan balon
endotracheal tube (ETT)
f. Lakukan penghisapan
jalan napas, jika
produksi sekret
meningkat
g. Sediakan suction
diruangan
h. Hindari memberi makan
melalui selang
gastrointestinal, jika
residu banyak
i. Berikan makanan dengan
ukuran kecil atau lunak
j. Berikan obat oral dalam
bentuk cair
Edukasi
a. Ajarkan strategi
mencegah aspirasi
b. Ajarkan teknik
mengunyah atau
menelan, jika perlu

4. EVALUASI
Dokumentasi evaluasi adalah merupakan catatan tentang
indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi
bertujuan untuk menilai keefektifan parawatan dan untuk
mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan
(Alimul, A. 2012)
Terdapat dua tipe evaluasi keperawatan menurut yaitu;
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif terjadi
secara periodik selama pemberian perawatan, sedangkan evaluasi
sumatif terjadi pada akhir aktivitas, seperti diakhir penerimaan,
pemulangan atau pemindahan ke tempat lain, atau diakhir kerangka
waktu tertentu, seperti diakhir sesi penyuluhan (Setiadi 2012).
Penulisan evaluasi di dokumentasikan didalam form rekam medis
dengan format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A., & Hidayat. 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep Dan Proses Keperawatan. 1st ed. Jakarta: Salemba
Medika

Article, Original. 2015. “Influence of Different Degrees of Head Elevation on


Respiratory Mechanics in Mechanically Ventilated Patients” 27 (7):
347–52.

Bellani, Giacomo, John G. Laffey, Tài Pham, and Eddy Fan. 2016. “The
LUNG SAFE Study: A Presentation of the Prevalence of ARDS
According to the Berlin Definition!” Critical Care 20 (1): 1–2.

Berman A, Snyder S J, Kozier B, Erb G L, Levett-Jones T, Dwyer T, Hales


M, Harvey N, Moxham L, and Park T, Kozier & Erb’s. 2014.
Fundamentals of Nursing. Australia: Edition Pearson Higher
Education AU.

Erna, Maria, and Permanasari Vetty Y. 2018. “The Implementation of


Ventilator Associated Pneumonia Bundle in ICU of Eka Hospital,
Pekanbaru.” International Conference on Aplied Health Science
ICASH-A22, no. 3: 149. Evelyn, C.P. 2009. Anatomi Dan Fisiologi
Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

_____. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

_____. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai