SEDENTARY LIFESTYLE SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEJADIAN
OBESITAS PADA REMAJA MAN STUNTED DI KOTA PONOROGO
Proposal Penelitian
Oleh : Novi Rahmatika Ikhtiyari 190612642878
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DESEMBER 2021 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunted adalah gangguan pertumbuhan yang terjadi akibat kondisi kekurangan gizi kronis atau penyakit infeksi. Indikator yang digunakan untuk menilai status gizi stunted melalui panjang atau tinggi badan menurut umur (TB/U). Berdasarkan WHO nilai z-score TB/U kurang dari -2 SD termasuk dalam kategori stunted. Remaja SMA di Indonesia, berkisar pada usia sekitar 16 hingga 18 tahun. Prevalensi stunted menurut Riset Kesehatan Dasar Jawa Timur tahun 2018 di Kota Ponorogo mencapai 11,98% dengan kejadian sangat kurus (1,65%) dan kejadian kurus (10,33%). Kekurangan gizi pada awal kehidupan berpengaruh terjadinya obesitas di usia remaja. Penelitian lain juga menyebutkan terjadinya status gizi kurang secara kronis dan mengalami stunted dapat berhubungan dengan terjadinya remaja gemuk. Berdasarkan hipotesis Barker, gangguan pertumbuhan juga mencerminkan berkurangnya jumlah dan kualitas sel serta jaringan organ internal anak, diantaranya berupa gangguan sistem endokrin. Gangguan sistem endokrin tersebut mempengaruhi proses oksidasi lemak sehingga berakibat pada penumpukan jaringan adiposa. Hasil penelitian di Amerika Selatan terhadap remaja kurang gizi juga menunjukkan bukti bahwa terdapat simpanan lemak yang lebih besar dibandingkan simpanan protein ketika remaja tersebut mengalami perbaikan gizi. Hipotesis Barker juga menyebutkan bahwa obesitas pada anak menimbulkan risiko penyakit metabolik pada saat ini dan masa dewasa. Terjadi perubahan gaya hidup pada remaja saat ini. Perubahan gaya hidup seperti perubahan tingkat aktivitas fisik, dan konsumsi makanan yang dulunya remaja mengkonsumsi makanan tradisional atau dikenal dengan “traditional lifestyle” kaya akan sayuran dan buah – buah beralih pada kebiasaan remaja mengkonsumsi makanan tinggi lemak rendah serat dan mengikuti diet “Western”. Perubahan pola konsumsi makanan dan tingkat aktivitas fisik yang rendah dipengaruhi oleh perubahan ekonomi, urbanisasi, globalisasi dan perubahan teknologi dan informasi. Sedentary lifestyle berhubungan dengan aktivitas pergerakan tubuh yang minim. Dapat disebut dengan tidak adanya atau kurangnya aktivitas fisik. Ada dua faktor yang secara langsung dapat menyebabkan obesitas yaitu sedentary lifestyle dan asupan, khususnya makanan tinggi kalori rendah zat gizi. Kedua faktor tersebut menimbulkan ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan energi yang dikeluarkan. Energi yang diperoleh dari makanan akan digunakan untuk menjalankan fungsi tubuh dan beraktivitas. Namun, apabila tubuh kurang beraktivitas, maka energi yang dikeluarkan tidak sesuai dengan energi yang masuk sehingga akan mengakibatkan obesitas. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Jawa Timur tahun 2018 prevalensi obesitas di Kota Ponorogo 5,56%. Memasuki era digitalisasi, remaja cenderung bergaya hidup sedentari (sedentary lifestyle). Mayoritas remaja difasilitasi dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi yang kemudian mengurangi frekuensi mereka dalam berjalan kaki. Ditambah dengan tersedianya alat-alat elektronik seperti handphone pribadi,video game, dan televisi yang menyebabkan aktivitas fisik mereka semakin minim. Berbagai kemudahan tersebut menyebabkan para remaja seolah tidak memiliki kesempatan untuk bergerak, sehingga aktivitas fisik mereka semakin rendah dan akan berimbas pada peningkatan IMT. Sedentary lifestyle diperkirakan akan semakin mendorong terjadinya obesitas pada remaja stunting, karena adanya gangguan oksidasi lemak dan rendahnya Resting Energy Expenditure. Berdasarkan latar belakang itulah, akan dilakukan penelitian mengenai sedentary lifestyle sebagai faktor risiko obesitas pada remaja MAN stunted di Kota Semarang. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah angka kejadian stunted dan obesitas pada remaja MAN stunted di Kota Ponorogo? 2. Bagaimanakah angka kejadian obesitas pada remaja MAN stunted di Kota Ponorogo? 3. Bagaimanakah sedentary lifestyle pada remaja MAN stunted obesitas dan stunted non obesitas di Kota Ponorogo? 4. Bagaimanakah besar risiko sedentary lifestyle untuk menjadi obesitas pada remaja MAN stunted di Kota Ponorogo? C. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan angka kejadian stunted dan obesitas pada remaja MAN stunted di Kota Ponorogo. 2. Mendeskripsikan angka kejadian obesitas pada remaja MAN stunted di Kota Ponorogo. 3. Mendeskripsikan sedentary lifestyle pada remaja MAN stunted obesitas dan stunted non obesitas di Kota Ponorogo. 4. Menganalisis besar risiko sedentary lifestyle untuk menjadi obesitas pada remaja MAN stunted di Kota Ponorogo. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi mengenai faktor risiko obesitas pada remaja MAN stunted yaitu sedentary lifestyle yang akan bermanfaat pula bagi perkembangan ilmu dan pencegahan penyakit yang berkaitan dengan obesitas, salah satunya sindrom metabolik.