Anda di halaman 1dari 57

PERBEDAAN EFEKTIFITAS SPIRITUAL SUPPORT DENGAN

TERAPI MUSIK TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN PASIEN


PRE OPERASI DI RS LABUANG BAJI MAKASSAR

OLEH:
MANSYE FENESIA SOLISSA
NIM : 120031825

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN(STIK) FAMIKA
MAKASSAR
2021
BAB I PENDAHULUAN

a. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam kehidupan sehari-hari tentunya setiap manusia di dunia ingin

menjalani hidupnya dengan tenang secara konteks batiniah.Namun

seringkali kita dihadapkan dalam berbagai problema kehidupan,baik

secara fisiologis maupun psikologis.Secara fisiologis dalam hal ini kondidsi

kesehatan terganggu (sakit) .Saat sakit kita perlu perawatan dan

perawatan yang kita butuhkan tergantung kondisi fisiologis ,adapun

perawatan yg kita butuh bermacam-macam baik secara farmakologi

hingga pembedahan.Mungkin dari kita sudah tidak asing lagi dengan

istilah farmakologi, karna setiap kita sering melakukan pengobatan ini

secara mandiri maupun dapat kita terima di rumah sakit,namun untuk

pembedahan sendiri perlu dilakukan oleh dokter ahli bedah. Bagi sebagian

orang mungkin respon mereka dalam menaggapi permasalahan tersebut

dapat di manage dengan baik,namun bagi sebagian orang belum tentu

bisa ,sehingga mereka perlu dukungan dari orang-orang sekitar tempat

mereka dirawat, oleh keluarga ataupun pihak medis(perawat) yg

bertujuan untuk menurukan kecemasan pasien.Karena tidak bisa

dipungkiri pasien pre operasi akan berdampak pada

psikologisnya.Spiritual support atau dukungan spiritual dapat dilakukan

oleh para pemuka agama bisa juga oleh keluarga dengan mendoakan

pasien dengan tujuan untuk menenangkan jiwa pasien ,terapi lainnya yg

bisa dilakukan yaitu terapi music ini bertujuan untuk memeberikan efek

relaksasi.

Hasil penelitian Shakarashvili (2015) yang berjudul “Music Therapy”

hasil penelitian ini adalah terapi musik memberikan bukti bahwa musik

dapat digunakan secara efektif selama perawatan dengan berbagai

kondisi termasuk kondisi sistem saraf, masalah kesehatan mental,


hipertensi, gangguan sistem mikrosirkulasi dan hemodinamik, kondisi

kardiovaskular, disfungsi sistem vegetatif, pencernaan dan pernafasan,

kemampuan adaptasi dan resistensi berkurang, nyeri dan autisme.Terapi

ini bisa bermanfaat untuk rehabilitasi.

Musik yang digunakan sebagai terapi adalah musik yang lembut

seperti musik klasik. Efek terapi musik klasik pada kecemasan adalah

distraksi terhadap pikiran tentang menurunkan kecemasan, nyeri,

menstimulusi ritme nafas lebih teratur, menurunkan ketegangan tubuh,

memberikan gambaran positif pada visual imageri,relaksasi, dan

meningkatkan mood yang positif. Terapi musik klasik dapat mendorong

perilaku kesehatan yang positif, mendorong kemajuan pasien selama

masa pengobatan dan pemulihan (Schou 2008 dalam Mahanani 2013).

Terdapat juga terapi dukungan lainnya yaitu terapi dukungan.

Spiritual. Terapi dukungan spritual ini merupakan bentuk asuhan

keperawatan yang holistik. Dalam prinsip atau pelaksanaan terapi

dukungan spritual menunjukan prilaku caring yang dapat memberikan

ketenangan, kenyamanan bagi klien sehingga mendekatkan hubungan

terapeutik perawat dan klien. Terapi dukungan spritual merupakan salah

satu dari komplementer. Sehingga jika ditinjau dari legal aspek

pelaksanaan terapi dukungan spritual ini, bahwasanya perawat

diperkenankan menerapkan terapi komplementer sebagaimana telah

diatur dalam UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan pada pasal 30

ayat (2) huruf m menyatakan; Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi

Asuhan Keperawatan di bidang upaya kesehatan masyarakat, Perawat

berwenang melakukan penatalaksanaan Keperawatan komplementer dan

alternatif. Dalam penjelasannya pasal 30 ayat (2) huruf m tersebut adalah

melakukan penatalaksanaan keperawatan komplementer dan alternatif

merupakan bagian dari penyelenggaraan praktik keperawatan dengan


memasukan atau mengintegrasikan terapi komplementer dan alternatif

dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

Dari data yang diperoleh dari catatan medic RSUD Pakuhaji

Kabupaten Tangerang,pasien yang di operasi tahun 2018 sebanyak 126

orang,dan belum ada yang menganalisis tentang kecemasan pasien.Data

tahun 2019 pasien yang berjumlah 420 pasien.Pada bulan Oktober –

November tahun 2019 di RSUD Pakuhaji Kabupaten Tangerang

menunjukan data terdapat 80 pasien operasi,yang sebagian besar

mengeluh cemas menghadpi proses operasi (Airiska et .al., 2020)

Layanan bedah di RSUD Labuang Baji Makasar dikenal dengan

pemberian layanan yang baik (elektif)dan terencana ataupun darurat

(cito).Kemudian juga didukung dengan tenaga yang

kompeten,bersertifikat,dan handal dibidang di pembedahan,serta fasilitas

pembedahan yg canggih dan modern.Sebagai manusia yang sedang

mengidap suatu penyakit dan akan dihadapkan pada sebuah operasi yang

dimana bagi siapapun akan berpengaruh pada kondisi psikisnya.Namun

sebagai perawat yg professional dituntut agar memberikan perawatan

secara holistic atau menyeluruh dengan peka terhadap kebutuhan pasien.

Berdasarkan urian-urian diatas maka peneliti tertarik untuk

mengetahui perbedaan efektifitas spiritual support dengan terapi music

terhadap penurunan kecemasan pasien pre operasi.

b. Rumusan masalah

Sesuai urian-urian yang tertera pada latar belakang,maka peneliti

merumuskan masalah yg mucul yaitu “ Apakah ada perbedaan efektifitas

spriritual support dan terapi music terhadap penurunan kecemasan pada

pasien pre operasi di ruang bedah RS Labuang Baji Makassar”..?

c. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mencari perbedaan

Efektifitas spiritual Support dengan Terapi Musik terhadap pasien Pre

operasi Di RS Labuang Baji makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui efektifitas spiritual support terhadap penurun an

kecemasan pasien pre operasi di RS Labuang Baji Makasar

b. Untuk mengetahui efektifitas Terapi Musik terhadap penurunan

kecemasan pasien pre operasi di RS Labuang Baji Makassar

c. Untuk mengetahui perbedaan Efektifitas spiritual Support dengan

Terapi Musik terhadap penurunan kecemasan pasien pre operasi di

RS Labuang Baji Makasar

d. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran pengembangan ilmu

pengetahuan secara teoritis di bangku perkuliahan

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah bagi rumah sakit yaitu

dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan tindakan asuhan

keperawatan bagi pasien pre operasi dan melakukan dukungan yg

efektif untuk mengatasi kecemasan pre operasi.

b. Bagi Perawat

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah bagi perawat yaitu perawat

dapat menentukan terapi yg tepat untuk dapat menurunkan

kecemasan pasien pre operasi


c. Bagi Pasien dan Keluarga

Manfaat praktis penulisan karya ilmiah bagi pasien dan keluarga yaitu

supaya pasien dan keluarga dapat mengetahui hal apa yang akan

mereka lakukan ketika mengalami kecemasan sebelum operas


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Tinjauan Tentang Spiritual Support dan Terapi Musik

1. Spiritual Support

a. Pengertian

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha

Kuasa. Sedangkan kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk

mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban

agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan.

Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap

manusia. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan

harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual. Perawat

dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih pada saat pasien akan

dioperasi, pasien kritis atau menjelang ajal. Dengan demikian, terdapat

keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan dimana kebutuhan

dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa

aspek biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu

membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan(Asmadi, 2018)

b. Perkembangan spiritual
Perkembangan spiritual seseorang menurut Kozier & Erb’s (2016). dibagi

kedalam empat tingkatan berdasarkan kategori umur yaitu:

a. Usia anak-anak (5-11 tahun) , merupakan tahap perkembangan

kepercayaan berdasarkan pengalaman. Perilaku yang didapat,

antara lain adanya pengalaman dari interaksi dengan orang lain

dengan keyakinan atau kepercayaan yang dianut. Pada masa ini,

anak belum mempunyai pemahaman salah atau benar.

Kepercayaan atau keyakinan yang ada pada masa ini mungkin

hanya mengikuti ritual atau meniru oranng lain, seperti berdo’a

sebelum tidur, makan, dan lain-lain. Pada masa prasekolah,

kegiatan keagamaan yang dilakukan belum bermakna pada

dirinya, perkembangan spiritual mulai mencontoh aktivitas

keagamaan orang sekelilingnya, dalam hal ini keluarga, arti dosa

serta mencari jawaban tentang kegiatan agama

b. Usia remaja akhir (17-25 tahun), merupakan tahap perkumpulan

kepercayaan yang ditandai dengan adanya partisipasi aktif pada

aktivitas keagamaan. Pengalaman dan rasa takjub membuat

mereka semakin merasa memiliki dan berarti akan keyakinannya.

Perkembangan spiritual pada masa ini sudah mulai pada

keinginan akan pencapaian kebutuhan spiritual seperti keinginan

melalui meminta atau berdo’a kepada penciptanya, yang berarti

sudah mulai membutuhkan pertolongan melalui keyakinan atau

kepercayaan. Bila pemenuhan kebutuhan spiritual tidak terpenuhi,

akan timbul kekecewaan.

c. Usia awal dewasa (26-35 tahun), merupakan masa pencarian

kepercayaan diri, diawali dengan proses pernyataan akan

keyakinan atau kepercayaan yang dikaitkan secara kognitif

sebagai bentuk yang tepat untuk mempercayainya.


Pada masa ini, pemikiran sudah bersifat rasional. Segala

pertanyaan tentang kepercayaan harus dapat dijawab. Secara

rasional. Pada masa ini, timbul perasaan akan penghargaan

terhadap kepercayaan.

d. Usia dewasa akhir (36-45 tahun), merupakan tingkatan

kepercayaan dari diri sendiri, perkembangan ini diawali dengan

semakin kuatnya kepercayaan diri yang dipertahankan walaupun

menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih mengerti

akan kepercayaan dirinya.


c. Konsep spiritual Support

Roff (2019) mendefinisikan spiritual support sebagai bantuan yang diberikan untuk

individu atau keluarga untuk memelihara dan memperdalam kepercayaan (faith), serta

menerapkan keyakinan agama mereka dalam kehidupan sehari-hari. Spiritual support memiliki

potensi lebih berharga daripada dukungan sosial umum. Pemikiran tersebut muncul karena

spiritual support berlaku seumur hidup dan mampu menggantikan dukungan sosial. Individu

berdoa untuk kesehatannya dan mereka percaya bahwa Tuhan akan memberi pertolongan

melalui orang lain, sehingga pengaruh positif akan muncul pada status kesehatan individu

(Nursani, 2015).Spiritual support dapat diperoleh dari anggota keluarga, khususnya melalui

rasa simpati dan doa. Selain itu, spiritual support juga dapat diperoleh melalui praktik

keagamaan.Terdapat beberapa karakteristik Spiritual yang meliputi :

a. Hubungan dengan diri sendiri

Kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu siapa dirinya,

apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut kepercayaan pada diri-

sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan

dengan diri-sendiri. Kekuatan yang timbul dari diri seseorang membantunya menyadari

makna dan tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai

pengalaman yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup

yang semakin jelas (Kozier & Erb’s 2016)

1) Kepercayaan (Faith).

Menurut Fowler dan keen (1985) kepercayaan bersifat universal, dimana merupakan

penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak dapat dibuktikan dengan pikran

yang logis. Kepercayaan dapat memberikan arti hidup dan kekuatan bagi individu ketika

mengalami kesulitan atau stress. Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai


komitmen terhadap sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan

manusia dengan wawasan yang lebih luas.

2) Harapan (Hope).

Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan merupakan suatu

proses interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya dengan orang lain,

termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk mempertahankan

hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih cenderung terkena

penyakit

3) Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live).

Perasaan mengetahui makna hidup, yang kadang diidentikan dengan perasaan dekat

dengan Tuhan , merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti

membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh

harapan tentang masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang lain

b. Hubungan dengan orang lain

Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan dengan orang lain.

Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal

balik, mengasuh anak, mengasuh orang tua dan orang yang sakit, serta meyakini

kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak harmonis mencakup konflik

dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi, serta

keterbatasan asosiasi (Kozier & Erb’s 2016)

Hubungan dengan orang lain lahir dari kebutuhan akan keadilan dan kebaikan, menghargai

kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut akan kesepian, keinginan dihargai dan

diperhatikan, dan lain sebagainya. Dengan demikian apabila seseorang mengalami

kekurangan ataupun mengalami stres, maka orang lain dapat memberi bantuan psikologis
dan sosial

Maaf dan pengampunan (forgiveness). Menyadari kemampuan untuk menggunakan

sumber dan kekuatan dalam diri sendiri seperti marah, mengingkari, rasa bersalah, malu,

bingung, meyakini bahwa Tuhan sedang menghukum serta mengembangkan arti

penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan. Dengan

pengampunan, seorang individu dapat meningkatkan koping terhadap stres, cemas,

depresi dan tekanan emosional, penyakit fisik serta meningkatkan perilaku sehat dan

perasaan damai

Cinta kasih dan dukungan sosial (Love and social support). Keinginan untuk menjalin

dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif melalui keyakinan, rasa

percaya dan cinta kasih. Teman dan keluarga dekat dapat memberikan bantuan dan

dukungan emosional untuk melawan banyak penyakit. Seseorang yang mempunyai

pengalaman cinta kasih dan dukungan sosial yang kuat cenderung untuk menentang

perilaku tidak sehat dan melindungi individu dari penyakit jantung

c. Hubungan dengan alam

Harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang meliputi

pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim danberkomunikasi dengan alam

serta melindungi alam tersebut.(Kozier & Erb’s2016)

Rekreasi (Joy). Rekreasi merupakan kebutuhan spiritual seseorang dalam menumbuhkan

keyakinan, rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta kasih. Dengan rekreasi seseorang

dapat menyelaraskan antara jasmani dan rohani sehingga timbul perasaan kesenangan

dan kepuasaan dalam pemenuhan hal- hal yang dianggap penting dalam hidup seperti

nonton televisi, dengar musik, olah raga dan lain-lain

Kedamaian (Peace). Kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan.

Dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan status
kesehatan (Hamid 2000)

d. Hubungan dengan Tuhan

Meliputi agama maupun tidak agamais. Keadaan ini menyangkut sembahyang dan berdo’a,

keikutsertaan dalam kegiatan ibadah, perlengkapan keagamaan, serta bersatu dengan alam

(Kozier & Erb’s 2016). Dapat disimpulkan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan Spiritual

apabila mampu merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di

dunia/kehidupan, mengembangkan arti penderitaan serta meyakini hikmah dari satu kejadian

atau penderitaan, menjalin hubungan yang positif dan dinamis, membina integritas personal

dan merasa diri berharga, merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan dan

mengembangkan hubungan antar manusia yang positif (Hamid 2012)

d. Sumber dan Bentuk Spiritual Support

Spiritual support mampu didapat dari berbagai sumber. Penyedia spiritual support

bagi ibu hamil meliputi suami, anggota keluarga lain, perawat, rohaniawan,

komunitas keagamaan, dan Tuhan (Roff et al., 2011).

1. Tenaga kesehatan

Mayoritas Rumah Sakit di Barat telah memberikan pelayanan spiritual

support sebagai integrasi dari pelayanan kesehatan yang diberikan.

Pelayanan yang berkesinambungan disediakan oleh rumah sakit melalui

tenaga kesehatan multidisiplin, yang diwujudkan melalui kunjungan rumah

terkait masalah kesehatan pasien atau keluarga. Perawat memiliki peran

mencari tahu kebutuhan spiritual pasien, melakukan intervensi, dan

memberi motivasi pada pasien dan keluarga. Selain itu, pemberian

dukungan emosional, mendatangkan rohaniwan, serta membantu keluarga

untuk memanfaatkan sumber-sumber untuk mengatasi krisis kesehatan juga


dapat dilakukan oleh perawat (Taylor, 2011; Roff, 2011)

2. Rohaniwan

Rohaniawan atau pemuka agama dikenal sebagai pemimpin rohani, namun

sebenarnya rohaniwan juga memiliki peran sebagai pembina masyarakat, serta rujukan

dan mediator dalam penyelesaian masalah (Roff et al., 2009). Rohaniawan juga memiliki

peran penting dalam proses penyembuhan pada aspek psikologis-sosial-spiritual pasien.

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa agama memiliki peran penting dalam proses

penyembuhan (Hidayanti, 2015).

3. Komunitas keagamaan

Menurut Roff (2012), komunitas keagamaan menunjukkan sikap simpati

terhadap individu atau keluarga yang sedang mengalami kesulitan melalui

rasa saling memiliki. Komunitas-komunitas tersebut melakukan kunjungan

terhadap keluarga maupun individu untuk memberikan dukungan, baik

dukungan psikologis maupun dukungan materi. Berasarkan hasil pelaporan,

dukungan dari komunitas mampu menghadirkan rasa nyaman dan rasa

diterima di masyarakat bagi individu atau keluarga yang tertimpa musibah.

4. Tuhan

Tuhan merupakan sumber utama pada dukungan spiritual. Dukungan dari

Tuhan bersifat kekal karena selalu ada. Tuhan memberikan dukungan

melalui tiga cara, yaitu sebagai pemberi kedamaian dan pelindung, sebagai

pemberi bantuan akan masalah yang dihadapi individu, dan juga menjadi

alasan mengapa masalah tersebut terjadi. Dapat disimpulkan bahwa melalui

ketiga cara yang diberikan Tuhan, terdapat sebuah makna dan karunia atas

segala masalah yang dialami oleh seseorang (Hawari, 2010; Roff, 2012).
2. Terapi Musik

a. Defenisi

Terapi musik adalah proses yang menggabungkan antara aspek penyembuhan

musik itu sendiri dengan kondisi dan situasi: fisik/tubuh, emosi, mental, spiritual,

kognitif dan kebutuhan sosial seseorang (Natalina, 2013). Terapi musik adalah

keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh seorang terapis untuk

meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik,

emosional dan spiritual (Aizid, 2011).

b. Jenis terapi musik

Menurut Natalia (2013) jenis terapi musik ada dua yaitu:

a) Aktif- kreatif

Terapi musik diterapkan dengan melibatkan klien secara

langsung untuk ikut aktif dalam sebuah sesi terapi melalui cara:

1) Menciptakan lagu (Composing). Cara ini dilakukan dengan

mengajarkan klien diajak untuk menciptakan lagu sederhana

ataupun membuat lirik dan terapis yang akan melengkapi

secara harmoni.

2) Improvisasi. Cara ini merupakan upaya membuat musik

secara spontan dengan menyanyi ataupun bermain musik

pada saat itu juga dan membuat improvisasi dari musik yang
diberikan oleh terapis.

3) Re-Creating Music merupakan cara mengajak klien bernyanyi

ataupun bermain instrumen musik dari lagu-lagu yang sudah

kenal.

b) Pasif- Reseptif

Dalam sesi reseptif, klien akan mendapat terapi dengan

mendengarkan musik. Terapi ini lebih menekankan pada physical,

emotional intellectual, aesthetic of spiritual dari musik itu sendiri

sehingga klien akan merasakan ketenangan atau relaksasi. Musik

yang digunakan dapat bermacam jenis dan style tergantung

dengan kondisi yang dihadapi klien (Natalia 2013).

Terapi Musik diterapkan dalam dua kelas, yaitu kelas individu dan

kelas grup.

1) Kelas individu

Klien di terapi secara personal melalui cara kreatif maupun

reseptif. Melalui proses membuat lagu, kondisi relaksasi dan

suasana yang nyaman, akan membantu klien untuk merasakan

ketenangan.

2) Kelas grup

Klien di terapi dengan metode yang sama melalui kreatif dan

reseptif, namun dapat lebih bervariasi dengan melakukan


paduan suara, ensemble perkusi, menari secara bersama

maupun membuat permainan. Kegiatan yang langsung

melibatkan klien dengan menggunakan gerakan tubuh akan

menciptakan kontrol tubuh dan kesadaran tubuh secara

keseluruhan.

Untuk menentukan sesi Terapi Musik juga diperhatikan hal-hal

berikut ini :

1) Usia klien : anak-anak, remaja, dewasa, lanjut usia

2) Gender : perempuan atau laki-laki

3) Latar belakang kesehatan : Kondisi kesehatan klien, apakah ada

penyakit tertentu pada bagian tubuh (digestives, nervos, cardio, etc).

Klien dalam kondisi sehat atau sedang dalam perawatan.

4) Kondisi individual yang sesuai dengan karakternya (dilihat dari tanggal

lahir-zodiak, jenis pekerjaan/sekolah)

c. Manfaat Terapi Musik

Menururt Natalia (2013) manfaat terapi musik antara lain:

a) Musik pada bidang kesehatan

1) Menurunkan tekanan darah melalui ritmik musik yang stabil


memberikan irama teratur pada sistem jantung manusia.

2) Menstimulasikan kerja otak, dengan mendengarkan musik

dengan harmony yang baik akan menstimulasikan otak untuk

melakukan proses analisa terhadap lagu tersebut.

3) Meningkatkan imunitas tubuh yaitu suasana yang ditimbulkan

oleh musik akan mempengaruhi system kerja hormon

manusia dan jika kita mendengar music baik atau positif maka

hormon yang meningkatkan imunitas tubuh juga akan

berproduksi.

4) Memberikan keseimbangan pada detak jantung dan denyut nadi.

b) Musik meningkatkan kecerdasan

1) Daya ingat. Kegiatan bernyanyi dengan lirik lagu dan

menghafalkan lirik lagu akan melatih daya ingat.

2) Konsentrasi. Pada saat terlibat dalam bermusik misalnya

menyanyi, bermain instrumen akan menyebabkan otak

bekerja secara terfokus.

3) Emosional. Musik dapat memberikan pengaruh secara

emosional terhadap makhluk hidup.

4) Musik meningkatkan kerja otak, mengaktifkan motorik halus

dan motorik kasar. Musik sebagai kegiatan gerak tubuh

(menari, berolahraga, dll)

5) Musik dapat meningkatkan produktifitas, kreatifitas dan

imajinasi.Musik menyebabkan tubuh menghasilkan hormon


betaendorfin. ketika mendengarkan suara kita endiri yan

indahmaka hormon “kebahagiaan” (beta- endorfin) akan

berproduksi (Natalia 2013). Manfaat utama terapi musik

menurut para pakar terapi musik antara lain, yaitu :

1. Relaksasi

Mengistirahatkan tubuh dan pikiran merupakan manfaat

yang pasti dirasakan setelah melakukan terapi musik sehingga

klien akan merasakan perasaan rileks, tubuh lebih bertenaga

dan pikiran lebih fresh. Terapi music memberikan kesempatan

bagi tubuh dan pikiran untuk mengalami relaksasi yang

sempurna. Kondisi relaksasi (istirahat) yang sempurna itu,

seluruh sel dalam tubuh akan mengalami re-produksi,

penyembuhan alami berlangsung, produksi hormon tubuh

diseimbangkan dan pikiran mengalami penyegaran (Eka 2020)

2. Meningkatkan motivasi

Motivasi adalah hal yang hanya bisa dimunculkan dengan

perasaan dan mood tertentu. Apabila ada motivasi, semangat pun

akan muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan. Begitu juga

sebaliknya, jika motivasi terbelenggu, maka semangat pun

menjadi luruh, lemas, tak ada tenaga untuk beraktivitas. Dari hasil

penelitian, ternyata jenis musik tertentu bisa meningkatkan

motivasi, semangat dan meningkatkan level energi seseorang

(Eka 2009).
3. Mengembangkan kemampuan komunikasi dan sosialisasi.

Terapi musik akan menciptakan sosialisasi karena dalam

bermusik dibutuhkan komunikasi (Natalia 2013).

4. Meningkatkan kemampuan mengingat

Terapi musik bisa meningkatkan daya ingat dan mencegah

kepikunan. Hal ini bisa terjadi karena bagian otak yang

memproses musik terletak berdekatan dengan memori.

Seseorang melatih otak dengan terapi musik, maka secara

otomatis memorinya juga ikut terlatih. Atas dasar inilah terapi

musik banyak digunakan di sekolah- sekolah modern di Amerika

dan Eropa untuk meningkatkan prestasi akademik siswa. Terapi

musik yang diberikan dipusat rehabilitasi, banyak digunakan untuk

menangani masalah kepikunan dan kehilangan ingatan (Eka

2009).

5. Kesehatan jiwa

Seorang ilmuwan Arab, Abu Nasr al-Farabi (873-950M)

dalam`bukunya ''Great Book About Music'', mengatakan bahwa

musik membuat rasa tenang, sebagai pendidikan moral,

mengendalikan emosi, pengembangan spiritual, menyembuhkan

gangguan psikologis. Sekarang di zaman modern, terapi musik

banyak digunakan oleh psikolog maupun psikiater untuk


mengatasi berbagaimacam gangguan kejiwaan, gangguan mental

atau gangguan psikologis (Eka 2009).

6. Mengurangi rasa sakit

Musik bekerja pada sistem saraf otonom yaitu bagian

sistem saraf yang bertanggung jawab mengontrol tekanan darah,

denyut jantung dan fungsi otak, yang mengontrol perasaan dan

emosi. Menurut penelitian, kedua system tersebut bereaksi sensitif

terhadap musik. Saat merasa sakit, kita menjadi takut, frustasi dan

marah yang membuat kita menegangkan otot-otot tubuh, hasilnya

rasa sakit menjadi semakin parah. Mendengarkan musik secara

teratur membantu tubuh rileks secara fisik dan mental, sehingga

membantu menyembuhkan dan mencegah rasa sakit. Pada

proses persalinan, terapi musik berfungsi mengatasi kecemasan

dan mengurangi rasa sakit (Marmi 2013).

7. Menyeimbangkan tubuh

Menurut penelitian para ahli, stimulasi music membantu

menyeimbangkan organ keseimbangan yang terdapat di telinga

dan otak. Pada organ keseimbangan sehat, maka kerja organ

tubuh lainnya juga menjadi lebih seimbang dan lebih sehat (Eka

2009).

8. Menyeimbangkan tubuh
Menurut penelitian para ahli, stimulasi music membantu

menyeimbangkan organ keseimbangan yang terdapat di telinga

dan otak. Pada organ keseimbangan sehat, maka kerja organ

tubuh lainnya juga menjadi lebih seimbang dan lebih sehat (Eka

2009).

9. Menyeimbangkan tubuh

Menurut penelitian para ahli, stimulasi music membantu

menyeimbangkan organ keseimbangan yang terdapat di telinga

dan otak. Pada organ keseimbangan sehat, maka kerja organ

tubuh lainnya juga menjadi lebih seimbang dan lebih sehat (Eka

2009)
D. Lagu-lagu yang dapat digunakan sebagai terapi music

Menurut Natalina (2013) dalam bukunya “Terapi Musik dalam

Keperawatan”, lagu-lagu yang dapat digunakan sebagai terapi musik

diantaranya:

a. Water Music – George Frideric Handel

b. Cinta – Chrisye

c. Hening – Chrisye

d. Lilin-lilin kecil – Chrisye

e. Romanze Eine Klein Nachmusic – Mozart

f. Wind Serenade – Mozart

g. Piano Concerto – Mozart

h. Clarinet Concerto – Mozart

II. Tinjaun Umum Kecemasan Pre operasi

1.Konsep Kecemasan

A. Defenisi Kecemasan

Cemas merupakan sebuah perasaan yang samar-samar, tidak

santai karena ketidaknyamanan dan penyebabnya tidak diketahui oleh

individu. Cemas juga merupak sebuah sinyal peringatan akan bahaya

sehingga individu dapat mengambil keputusan untuk menghadapi bahaya

(Yusuf dkk., 2015). Rasa cemas akan menurunkan sistem imunitas tubuh.

Kecemasan terjadi diperantarai oleh hipotalamus, pituitari, adrenal (HPA-

axis) kemudian merangsang hipotalamus sehingga produksi Corticotropin

Releasing Factor (CRF) meningkat. Selanjutnya Corticotropin Releasing

Factor (CRF) ini akan merangsang kelenjar pituitari anterior dan produksi

Adrenocorticotrophin Hormone (ACTH) meningkat. Hormon

Adrenocorticotrophin Hormone (ACTH) mempengaruhi sekresi kortisol dan


aksi katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) yang merespon terjadinya

stresor sehingga menimbulkan kecemasan (Muttaqin dan Sari, 2013).

Kecemasan yang sering dirasakan oleh pasien biasanya kecemasan

ketika operasi, anastesi dan rasa sakit setelah melakukan operasi

(Wotman dkk., 2017). Kecemasan pre operasi merupakan suatu keadaan

ketidaknyamanan, ketegangan, kekhawatiran tentang anastesi, operasi

dan rawat inap yang akan dijalani. Kecemasan pre operasi dapat

menyebabkan nafas sesak, jantung berdebar-debar, asam lambung naik,

tekana darah tinggi, pusing, keinginan buang air besar dan kecil,

berkeringat (Baradero dkk., 2008). Kecemasan pre operasi juga dapat

mengakibatkan efek yang kurang baik seperti fluktuasi tekanan darah,

resisten terhadap induksi anastesi, tingkat nyeri yang lebih tingi ketika pre

operasi dan penyembuhan luka yang kurang baik. Kecemasan yang

dirasakan individu ketika pre operasi biasanya takut akan rasa nyeri, mual,

muntah ketika post operasi (Bakalaki dkk., 2017). Perasaan cemas

sebelum opserasi merupakan hal tidak menyenangkan yang dapat

menggaggu emosi pasien sehingga dapat menyebabkan pasien

menghindari operasi yang telah direncanakan (Lee dkk., 2015)

B. Penyebab Kecemasan

Penyebab kecemasan pre operasi biasanya dipengaruhi oleh dua faktor,

yaitu:

1. Faktor Predisposisi

a. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan,

diantaranya yaitu : Faktor Psikologis

a) Pandangan psikoanalitik

Kecemasan yang terjadi karena konflik dua elemen kepribadian


antara id sebagai dorongan insting dan super ego sebagai

cerminan hati nurani.

b) Pandangan Interpersonal

Kecemasan yang terjadi karena ketidaksetujuan dan penolakan

interpesonal.

c) Pandangan Perilaku

Kecemasan yang terjadi karena adanya hambatan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan (Stuart, 2007).

b. Faktor Biologis

Kecemasan yang terjadi karena mekanisme biologis seperti obat-

obatan untuk meningkatkan Neuroregulator inhibisi asam gama-

aminobutirat (GABA) (Stuart, 2007).

c. Kondisi Keluarga

Kecemasan yang terjadi karena adanya masalah keluarga seperti

konflik- konflik internal (Stuart, 2007).

d. Sosial Ekonomi

Dapat memicu timbulnya kecemasan karena masalah latar

belakang pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan ekonomi

(Videbeck, 2008).

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi merupakan faktor-faktor yang dapat menjadi

pencetus terjadinya kecemasan, diantaranya yaitu :

a. Pengalaman Operasi

Pengalaman operasi yang pernah dirasakan sebelumnya akan

diingat kembali oleh pasien, misalnya seperti jenis operasi

sebelumnya, rasa ketidaknyamanan (Rahmawati dkk., 2014).


b. Tindakan Operasi

Tindakan operasi merupakan tindakan medis untuk menyembuhkan

penyakit yang sulit disembuhkan hanya dengan obat-obatan.

Kecemasan yang sering dirasakan oleh pasien biasanya

kecemasan ketika akan operasi, anastesi dan rasa sakit setelah

melakukan operasi (Wotman dkk., 2017).

c. Usia

Usia merupakan salah satu yang mempengaruhi kecemasa karena

adanya proses kematangan usia dan pajanan stresor (Berhe dkk.,

2017)

d. Jenis Kelamin

Jenis kelamin atau gender merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kecemasan. Kecemasan lebih sering dirasakan oleh

wanita dibandingkan dengan pria, karena wanita memiliki

sensitivitas dan emosional lebih tinggi dan juga fluktuasi kadar

hormon estrogen serta hormon progesteron (Berhe dkk., 2017).

e. Pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pasien pre operasi akan

berpengaruh terhadap pengetahuan dan penyerapan informasi

yang diperoleh mengenai tindakan perioperatif. Individu yang

tingkat pendidikannya tinggi memiliki sedikit kecemasan dari pada

individu yang memiliki tingkat pendidikan rendah atau kurang

(Berhe dkk., 2017).

f. Komunikasi Terapeutik Perawat

Komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat bergantung

pada cara perawat memberikan informasi mengenai tindakan yang

akan diberikan. Komunikasi terapeutik dapat dilakukan perawat


untuk mengurangi kecemasan pada pasien pre operasi karena

perawat sebagai media komunikasi bagi pasien untuk berbagi

perasaan, informasi dan pengetahuan sehingga operasi berjalan

dengan lancar (Basra dkk., 2017).

C. Tingkat Kecemasan

a. Kecemasan Ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari dan

menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan

persepsinya dengan tanda dan gejala sebagai berikut: detak jantung cepat dan

berdebar-debar, tangan terasa gemetar, sedikit gelisah, serta berkeringat lebih

banyak dari biasanya, cemas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan

pertumbuhan kreatifitas. Kecemasan ringan biasanya sedikit mengalami

peningkatan tanda-tanda vital.

a) Respon fisiologis Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,

muka berkerut, bibir bergetar.

b) Respon kognitif Lapangan persepsi meluas mampu menerima rangsangan

yang kompleks, dapat berkonsentrasi pada masalah, menyelesaikan

masalah secara efektif.

c) Respon perilaku dan emosi Tidak dapat duduk dengan tenang, tremor

halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.

b. Kecemasan Sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain dengan tanda dan gejala sebagai berikut: mulut

kering, anoreksia, gelisah dan gemetar, ekspresi wajah ketakutan, tidak mampu

bersikap rileks, suka tidur banyak, berbicara dengan suara yang keras dan nadi
biasanya lebih cepat. Cemas sedang pada seseorang mengalami perhatian

yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Kecemasan

yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi dan persepsi, sakit kepala,

sering berkemih.

a) Respon fisiologis Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,

mulut kering, anoreksia, gelisah

b) Respon kognitif Lapang persepsi menyempit, rangsangan luar tidak

mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian.

c) Respon perilaku dan emosi Gerakan tersentak-sentak, meremas tangan,

bicara banyak, susah tidur, perasaan tidak aman.

c. Kecemasan Berat

Lapangan persepsi menyempit, pusat perhatian lebih detail, individu cenderung

memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain ditandai dengan

tanda dan gejala sebagai berikut: meremas-remas tangan, kecewa, tidak

berdaya, merasa tidak bahagia, merasa bodoh terhadap tindakan yang

dilakukan, sangat mengurangi lahan persepsi seseorang yang cenderung

memusatkan pada sesuatu yang spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal

lain,semua perilaku di tujukan untuk mengurangi ketegangan individu

memerlukan banyak pengarahan agar dapat memusatkan area lain. Perasaan

mengancam atau takut meningkat, mengalami peningkatan tanda-tanda vital.

a) Respon fisiologis Nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,

berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur dan ketegangan.

b) Respon kognitif Lapangan persepsi sangat sempit, tidak mampu

menyelesaikan masalah.

c) Respon perilaku dan emosi Perasaan ancaman meningkat, merasa


tidak bahagia.

d. Panik

Individu kacau tidak terkontrol dan persepsi menyimpang, berfikir tidak teratur

dan perilaku tidak tepat, berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain, keadaan

kritis dan ditandai dengan gejala sebagai berikut: penglihatan berkunang-

kunang, perasaan berdebardebar, sakit kepala dan sulit bernafas, rasa mau

muntah dan otot tubuh terasa tegang dan tidak mampu melakukan apa-apa.

Pada tingkat ini tahap persepsi sudah terganggu sehingga individu tidak dapat

mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melaksanakan apa-apa walaupun

sudah diberikan pengarahan. Perasaan berdebar-debar penglihatan berkunang-

kunang, otot tubuh terasa tegang, tidak mampu melakukan apa-apa, gangguan

realitas.

a) Respon fisiologis Nafas sesak, rasa tercekik, sakit dada, pucat

b) Respon kognitif Lapangan persepsi sangat sempit, tidak dapat

berfikir logis.

c) Respon perilaku dan emosi Mengamuk dan marah, ketakutan,

berteriak-teriak, kehilangan kontrol diri, persepsi kacau.

D. Alat Ukur Kecemasan

Skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)

Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) merupakan skala penilain dibuat oleh Max

Hamilton erdiri dari 14 pertanyaan dengan menggunakan skala likert. Pertanyaan-

pertanyaan yang disusun terdiri dari perasaan cemas, ketegangan, ketakutan,

intelektual, suasana hati yang tertekan, gejala somatik,sensorik, kardiovaskuler,


pernafasan, gastrointestinal, genitorium, otonom dan perilaku yang diamati saat

wawancara (Thompson, 2015).

1. Skala State-Trait Anxiety Inventory (STAI)

State-Trait Anxiety Inventory (STAI) merupakan skala penilain yang

dibuat oleh Charles D. Spielberger pada tahun 1983 untuk menilai

kecemasan sebagai gangguan klinik. Terdiri dari 40 pertanyaan

dengan menggunakan skala likert. Terdiri dari dua skala kecemasan

yaitu 20 pertanyaan untuk mengukur kecemasan sebagai keadaan

emosional (A-State) dan 20 pertanyaan untuk mengukur kecemasan

berdasarkan ciri-ciri cemas (A-Trait) (Wiley dan Sons, 2009).

2. Skala Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS)

Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS)

merupakan skala penilain yang digunakan untuk mengukur

kecemasan yang dikususkan untuk gejala kecemasan operasi dan

anastesi pada pasien pre operasi. Terdiri dari 6 pertanyaan dengan

menggunakan skala likert. Skala likert

yang digunakan pada Amsterdam Preoperative Anxiety and

Information Scale (APAIS) yang diberi nilai 1 berarti sangat tidak

setuju hingga nilai 5 berarti sangat srtuju. Nilai > 22 kategori cemas

berat, nilai 14-22 cemas sedang, < 14 cemas ringan. Terdapat 4

pertanyaan untuk kecemasan operasi dan 2 pertanyaan kebutuhan

informasi, rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengisi kuesioner ini

kurang dari 2 menit. Dua subskala APAIS (anastesi dan kecemasan

pre operasi) memiliki korelasi yang tinggi dengan STAI dengan r 0,715

sehingga mendukung validitas kuesioner APAIS untuk mengukur

kecemasan pre operasi. Kuesioner Amsterdam Preoperative Anxiety

and Information Scale (APAIS) telah handal sebagai alat ukur

kecemasan pada pasien pre operasi sehingga peneliti menggunakan


alat ukur ini untuk penelitian (Moerman dkk., 1996).

E. Respon fisik dan psikologis terhadap cemas

Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan

perilaku secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping

sebagai upaya untuk melawan kecemasan tersebut. Intensitas perilaku tersebut akan

meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan (Ramdanes,2013).

2. Konsep Pre Operasi

Pre operasi dimulai ketika pasien ditetapkan untuk melakukan

operasi sampai pasien berada di meja operasi tanpa melihat klasifikasi

atau riwayat operasi (Maryunani, 2015). Tahap pre operasi merupakan

tahap pertama dalam keperawatan perioperatif bertujuan untuk

mempersiapkan pasien pada tahap intra operasi (Rothrock, 2012).

Keberhasilan suatu operasi (intra dan post operasi) dilandasi oleh

perawatan pre operatif. Pre operasi merupakan akses awal bagi pasien

untuk melakukan konseling mengenai operasi, konseling antara tenaga

kesehatan dengan pasien, konseling mengenai anastesi (Blitz dkk., 2016).

Tugas perawat pre operasi yaitu menyiapkan pasien untuk melakukan

tindakan operasi agar selamat selama tindakan inrta operasi (Qosim,

2013).

A. Faktor yang Mempengaruhi Pre Operasi

Faktor-faktor yang dapat mepengaruhi prosedur pre oprasi pada

pasien menurut Potter dan Perry (2012) adalah :

1. Usia
Pasien lanjut usia memiliki resiko untuk manjalani operasi karena

mengalami penurunan status fisiologi. Mundurnya beberapa fungsi

tubuh seperti sistem kardiovaskuler, sistem integumen, sistem

pulmonal, sistem ginjal, sistem neurologis dan sistem metabolik dapat

menghambat adaptasi fisik pasien terhadap stres operasi.

2. Nutrisi

Nutrisi pada pasien operasi perlu diperhatiakan karena dapat

mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Zat besi, vitamin A dan

vitamin C, protein dapat mempercepat penyembuhan luka operasi,

namun berbeda dengan pasien yang mengalami malnutrisi dan

obesitas. Pasien malnutrisi biasanya akan mengalami infeksi setelah

operasi dan penyembuhan luka kurang bagus. Pasien yang

mengalami obesitas akan terkendala dalam melakukan aktifitas

setelah operasi, penyembuhan luka kurang baik, suplai darah yang

buruk menyebabkan infeksi, luka sulit menutup karena lapisan

adiposa yang tebal dan risiko garis luka jahitan terbuka.

3. Merokok

Perokok aktif berisiko lebih besar mengalami komplikasi paru-paru

serta jumlah sekresi lendir yang diproduksi oleh paru-paru meningkat.

Sekresi pulmonal dan iritasi jalan nafas akan meningkat setelah

dilakukan anastesi. Hal tersebut akan menggangu vaskuler dan dapat

meningkatkan tekana darah sistemik.

4. Alkohol dan Obat-obatan

Pasien yang mengkonsumsi alkohol memerluka dosis yang tinggi

ketika dilakukan anastesi dan obat analgesik post operasi. Biasanya

pasien yang mengkonsumsi alkohol akan mengalami malnutrisi ,

ganguan hati, gangguan ginjal sehingga risiko operasi meningkat.


Pasien yang mengkonsumsi obat- obatan terlaranag dapat

mempengaruhi pengontrolan nyeri post operasi dan pemberian obat

secara intra vena akan mengganggu sistem vaskuler.

C. Proses Keperawatan Pre operasi

Proses keperawatan pre operasi (Muttaqin dan Sari, 2013), yaitu :

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan secara menyeluruh oleh perawat untuk menggali

informasi dari pasien sehingga perawat dapat mengambil intervensi

sesuai dengan keadaan pasien. Pengkajian pre operasi secara

komperhensif dapat dilakukan perawat ketika berada di Unit Gawat

Darurat, rawat inap, bagian operasi sehari atau poliklinik dan juga

pengkajian klarifikasi dilakuakan pada kamar operasi oleh perawat pre

operasi. Pengkajian pre operasi yang dilakukan yaitu pengkajian

secara umum, riwayat kesehatan, pengkajian diagnostik dan

pengkajian psikososiospiritual.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan menggunakan sistem head to toe

sampai pendekatan per sistem. Pemerikasaan ini meliputi

pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital, pengkjian

kesadaran, pengkajian nutrisi, kepala dan leher, sistem syaraf, dada

dan tulang belakang, sistem pernafasan, sistem kardiovaskular,

keseimbangan cairan dan elektrolit, abdomen dan panggul,

integumen dan muskuloskeletal, pemeriksaan diagnostik,

pemeriksaan skrining tambahan.

3. Diagnosis Keperawatan Pre Operasi

Diagnosis keperawatan pre operasi ditegakkan guna menentukan

arah perawatan yang diberikan pada sebagian atau seluruh tahapan


operasi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien. Diagnosa

yang sering muncul pada fase pre operasi diantaranya kecemasan,

koping individu tidak efektif, dan kurangnya pengetahuan tentang

implikasi operasi.

4. Rencana Keperawatan Pre Operasi

Dalam pembuatan rencana keperawatan pre operasi di ruang inap

atau ruang emergensi, pasien perlu diikutsertakan. Hal ini dapat

meminimalkan komplikasi pascaoperasi dan risiko operasi. Selama

merencanakan keperawatan pre operasi, perawat menentukan tujuan

perawatan dan hasil akhir guna memastikan pemulihan dan

mempertahankan status post operasi pasien.

5. Transportasi ke Ruangan Praoperasi

Brankar dan kursi roda adalah transportasi untuk memindahkan

pasien dari ruang rawat inap ke ruang operasi. Di ruang praoperasi

biasanya pasien menunggu 15-30 menit sebelum dilakukan anastesi.

Setelah medikasi pre operasi pasien berada di brankar dan dipasang

sabuk pelindung.

integumen dan muskuloskeletal, pemeriksaan diagnostik,

pemeriksaan skrining tambahan.

6. Diagnosis Keperawatan Pre Operasi

Diagnosis keperawatan pre operasi ditegakkan guna menentukan

arah perawatan yang diberikan pada sebagian atau seluruh tahapan

operasi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien. Diagnosa

yang sering muncul pada fase pre operasi diantaranya kecemasan,

koping individu tidak efektif, dan kurangnya pengetahuan tentang

implikasi operasi.
7. Rencana Keperawatan Pre Operasi

Dalam pembuatan rencana keperawatan pre operasi di ruang inap

atau ruang emergensi, pasien perlu diikutsertakan. Hal ini dapat

meminimalkan komplikasi pascaoperasi dan risiko operasi. Selama

merencanakan keperawatan pre operasi, perawat menentukan tujuan

perawatan dan hasil akhir guna memastikan pemulihan dan

mempertahankan status post operasi pasien.

8. Transportasi ke Ruangan Praoperasi

Brankar dan kursi roda adalah transportasi untuk memindahkan

pasien dari ruang rawat inap ke ruang operasi. Di ruang praoperasi

biasanya pasien menunggu 15-30 menit sebelum dilakukan anastesi.

Setelah medikasi pre operasi pasien berada di brankar dan dipasang

sabuk pelindung.

D. Persiapan Pasien Pre operasi

Persiapan yang perlu dilakukan kepada pasien pre operasi untuk

memperlancar tindakan perioperatif meliputi :

1. Edukasi Pre Operasi

Edukasi pre operasi dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk

menjelaskan tentang sensasi yang akan dialami ketika perioperatif

dan mendiskripsikan langkah-langkah prosedur. Informasi yang

disampaikan meliputi pemeriksaan yang dilakukan sebelum operasi,

tindakan operasi, alat-alat yang akan digunakan, pemindahan ke

kamar operasi dan pemindahan ke ruang pemulihan (Hidayat dan

Uliyah, 2014). Tenaga kesehatan juga dapat

mengajarkan cara menejemen nyeri, latihan pernafasan, latihan batuk,

dan perubahan posisi (Smeltzer dan Bare, 2002).


2. Persiapan Saluran Pencernaan (Diit)

Pasien sebelum menjalani operasi harus melakukan puasa. Puasa

makanan dilakukan 8 jam sebelum tindakan operasi, dan puasa

minum dilakukan 4 jam sebelum tindakan operasi. Hal ini dilakukan

karena makanan dan minuman yang berada di dalam lambung akan

mengakibatkan terjadinya aspirasi (Hidayat dan Uliyah, 2014).

3. Persiapan Personal Hygine

Persiapan fisik yang dilakukan seperti pencukuran rambut yang dapat

menggagu proses operasi dan membersihkan kulit dengan sabun

heksaklorofin agar daerah yang akan dioperasi terbebas dari

mikroorganisme (Hidayat dan Uliyah, 2014).

4. Latihan Mobilisasi

Pemberian latihan mobilisasi pre operasi bertujuan untuk mencegah

dekubitus, merangsang peristaltik, mencegah komplikasi sirkulasi dan

mengurangi nyeri. Latihan yang dapat dilakukan pasien pre operasi

seperti duduk tegak dengan kaki menggantung ditempat tidur, dan

duduk di pinggir tempat tidur (Hidayat dan Uliyah, 2014).

5. Persiapan Psikologi

Perasaan takut dan cemas sering dialami oleh pasien pre operasi.

Banyak hal yang menyebabkan pasien merasa kecemasan seperti

takut mati, nyeri, takut dengan proser anastesi dan citra tubuh setelah

operasi (Smeltzer dan Bare, 2002).

6. Informed Concent

Informed concent merupakan pernyataan ketersediaan melakukan

tindakan operasi yang dibuat secara sadar dan sukarela. Informed

concent sebagai syarat utama dapat dilakukannya operasi kecuali

pada tindakan emergensi untuk menyelamatkan nyawa tetapi juga


harus berusaha untuk menghubungi kerabat yang bersangkutan.
9BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konseptual Penelitian

Spritual support dan terapi music adalah cara -cara penenangan yang

dapat merelaksi dan meningkatkan fungsi mental serta dapat menciptakan rasa

sejahtera.Alunan music lembut yg menenangkan dapat menstimulasi

gelombang otak dengan frekuensi deep delta untuk merangasang kondisi

relaksasi yg dalam,sedangkan dukungan spiritual dapat memberikan efek

optimisme dalam diri. Dari kedua cara ini masing-masing mempunyai tujuan

yang hampir sama namun dengan cara yang berbeda.

Pada pasien pre operasi perasaan cemas,takut dan gelisah tentu tidak

terhindarkan,pengaruh kecemasan juga sangat besar apabila tidak segera

diatasi maka akan berpengaruh pada psikologis dan bahkan fisiologis yang

kemudian akan menjadi kendala terjadinya operasi.Untuk hal ini perawat

berperan dalam memberikan penanganan pre opeasi dengan melihat kedua

cara tersebut.

Berdasarkan dasar pemikiran variable tersebut ,maka dibuat skema pola

variable sebagai berikut :

SPIRITUAL SUPPORT TERAPI MUSIK KECEMASAN PRE


OPERASI

Keterangan :
: Variabel independen I : Variabel dependen

: Variabel independen II : garis penghubung variabel


B. Variabel Penelitian

Klasifikasi variable penelitian

1. Variabel independen I : Spiritual Support

2. Variabel independen II : Terapi Musik

3. Variabel Dependen : Kecemasan pre operasi

C. Defenisi operasional dan kriteria objektif

1. Spiritual Support dalam penelitian adalah dukungan spiritual yang dapat

memberikan efek optimis dalam menghadapi operasi

Kriteria objektif :

Baik : jika responden mendapat total skor > 15

Kurang : jika responden mendapat total skor < 15

2. Terapi Musik dalam penelitian adalah terapi yang menggunakan musik

sebagai cara menenangkan pikiran dari kecemasan

Kriteri Objektif

Baik : jika responden mendapat total skor > 15

Kurang : jika responden mendapat total skor < 15

3. Kecemasan pre operasi dalam penelitian adalah uatu keadaan

ketidaknyamanan, ketegangan, kekhawatiran tentang anastesi, operasi dan

rawat inap yang akan dijalani.

Kriteria Objektif

Skor : <14 = tidak ada kecemasan

14 – 20 = kecemasan ringan

21-27 = kecemasan sedang

28-41 = kecemasan berat


42 -56 = kecemasan berat sekali

D. Hipotesis

Ada hubungan antara perbedaan efektifitas spiritual support dengan terapi musik

terhadap penurunan kecemasan pasien pre operasi di RS Labuang Baji

Makassar

BAB IV

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian
Desain penelitian yang di gunakan adalah desain penelitian analitik dengan

pendekatan Cross sectional study yaitu untuk mengetahui “Perbedaan efektifitas

Spiritual Support dan Terapi Musik terhadap Penurunan Kecemasan pasien pre

operasi di ruang bedah di RS Labuang Baji Makassar”

Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013:11). Populasi

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah semua pasien pre operasi di ruang

bedah RS Labuang Baji Makasar"

Sampel

Sampel adalah sejumlah kelompok kecil yang mewakili populasi untuk dijadikan

sebagai objek penelitian (Nursalam, 2014). Sampel dalam penelitian ini adalah

semua pasien pre operasi . Teknik purvosive sampling yaitu pengambilan sampel

berdasarkan sesuai keinginan peneliti (Sugiyono, 2013) dengan kriteria sebagai

berikut :

Kriteria Inklusi

Pasien pre operasi

Bersedia untuk menjadi responden

Berada ditempat pada saat penelitian

Merasakan kecemasan
Kriteria Ekslusi

Pasien pre operasi

Menolak untuk dijadikan responden

Tidak ada di tempat pada saat penelitian

Pengumpulan Data dan Analisa Data

Instrument Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk variabel independen

(Spiritual Support ) yaitu menggunakan instrument kuesioner dengan dengan 10

point pertanyaan untuk masing-masing varibel dengan menggunakan skala likert

yaitu, tidak patuh 4, kadang skor 3, sering skor 2, selalu skor 1. Dan variabel

independen (Terapi Musik) yaitu menggunakan instrument kuesioner dengan 10

point pertanyaan dengan menggunakan skala likert yaitu, sangat setuju skor 4,

setuju skor 3, kurang setuju skor 2, tidak setuju skor 1.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Somba Opu dengan waktu

penelitian November 2021.

Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data

Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari responden dengan

menggunakan kuesioner.

Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari berbagai sumber untuk

membantu peneliti dalam menyimpulkan hasil penelitian.


Cara Analisa Data

Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dalam hasil pengumpulan data

untuk distribusi dan presentase dari setiap variabel yang diteliti (Sugiyono, 2017).

Analisa Bivariat

Analisa bivariate dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dan

dependen dalam bentuk tabulasi silang antara keduavariabel tersebut.

Menggunakan uji statistic dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 (5%) dengan

menggunakan rumus Chi-Square, yaitu :

X2 = ∑

Keterangan :

X2 = Chi-Square

O = Nilai observasi

E = Nilai yang diharapkan

∑ = Jumlah data

Penilaian :

Apabila x2 hitung > X2 tabel, maka Hº ditolak atau Ha diterima, artinya ada hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen.

Apabila X2 hitung ≤ dari X2 tabel, maka Hº diterima atau H a ditolak, artinya tidak ada

hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.

Etika Penelitian

Menurut (Seokidjo, 2014), dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat

rekomendasi dari institusinya dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi

atau lembaga tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan

penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi :


Informant Consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang

memenuhi kriteria inklusi disertai judul penelitian. Bila subjek, maka peneliti tidak

akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.

Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden,

tetapi lembar tersebut diberikan kode.

Konfedentiality ( kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneliti.

KUISIONER

PERBEDAAN EFEKTIFITAS SPIRITUAL SUPPORT DENGAN TERAPI MUSIK

TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI

A. Variabel Spiritual Support

Alternative jawaban

Tidak Patuh (TP) : 4

Kadang (KD) :3

Sering (SR) :2
Selalu (SL) :1

NO PERTANYAAN spiritual support Jawaban

TP KD SR SL

1. Menjalankan ibadah tepat waktu

2. Bersyukur atas nikmat dan karunia

Tuhan yang Maha Esa

3. Berdoa sebelum dan sesudah

menjalankan segala sesuatu

4. berdoa bersama keluarga

5. Kekhusukan berdoa

6. Perawat mendatangkan rohaniawan

7. Mengungkapkan kekaguman secara

lisan maupun tulisan terhadap Tuhan

saat melihat kebesaran Tuhan

8. Mengucap syukur atas segala karunia

Tuhan

9. Berserah diri kepada Tuhn setelah

beriktiar atau melakukan usaha

10. Keluarga mengingatkan akan jam-jam

doa

B. Variabel Terapi Musik

Alternative jawaban
Tidak Patuh (TP) : 4

Kadang (KD) :3

Sering (SR) :2

Selalu (SL) :1

NO PERTANYAAN terapi musik Jawaban

TP KD SR SL

1. Tertidur saat mendengar lagu

2. Menari mengikuti irama lagu

3. Merasa bahagia,tenang dan nyaman

4. Sering tersenyum,kadang menagis

5. Kembali teringat memori masa lalu

6. Bersemangat melakukan apapun

7. Merasa lebih rileks

8. Merasa berenergi

9. Lebih merasa bebas

10. Gerakan reflex saat mendengar lagu

C. Variable Kecemasan Pre Operasi

Total Skor : kurang dari 14 = tidak ada

kecemasan

14 –20 = kecemasan ringan

21 –27 = kecemasan sedang

28 –41 = kecemasan berat


42 –56 = kecemasan berat

sekali

0 = tidak ada

1 = ringan

2 = sedang

3 = berat

4 = berat sekali

No Pertanyaa 0 1 2 3 4

1 Perasaan Ansietas

- Cemas

- Firasat Buruk

- Takut Akan Pikiran Sendiri

- Mudah Tersinggung

2 Ketegangan

- Merasa Tegang

- Lesu

- Tak Bisa Istirahat Tenang

- Mudah Terkejut

- Mudah Menangis

- Gemetar

- Gelisah
3 Ketakutan

- Pada Gelap

- Pada Orang Asing

- Ditinggal Sendiri

- Pada Binatang Besar

- Pada Keramaian Lalu Lintas

- Pada Kerumunan Orang Banyak

4 Gangguan Tidur

- Sukar Masuk Tidur

- Terbangun Malam Hari

- Tidak Nyenyak

- Bangun dengan Lesu

- Banyak Mimpi-Mimpi

- Mimpi Buruk

- Mimpi Menakutkan

5 Gangguan Kecerdasan

- Sukar Konsentrasi

- Daya Ingat Buruk

6 Perasaan Depresi

- Hilangnya Minat

- Berkurangnya Kesenangan Pada Hobi

- Sedih

- Bangun Dini Hari

- Perasaan Berubah-Ubah Sepanjang Hari

7 Gejala Somatik (Otot)


- Sakit dan Nyeri di Otot-Otot

- Kaku

- Kedutan Otot

- Gigi Gemerutuk

- Suara Tidak Stabil

8 Gejala Somatik (Sensorik)

- Tinitus

- Penglihatan Kabur

- Muka Merah atau Pucat

- Merasa Lemah

- Perasaan ditusuk-Tusuk

9 Gejala Kardiovaskuler

- Takhikardia

- Berdebar

- Nyeri di Dada

- Denyut Nadi Mengeras

- Perasaan Lesu/Lemas Seperti Mau

Pingsan

- Detak Jantung Menghilang

(Berhenti Sekejap)

10 Gejala Respiratori

- Rasa Tertekan atau Sempit Di Dada

- Perasaan Tercekik

- Sering Menarik Napas

- Napas Pendek/Sesak
DAFTAR PUSTAKA

Lino Bayu,W 2018,′ PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP PENURUNAN


TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI (Studi Di RSUD dr Sayidiman
Magetan)Maret 2018

′Pengaruh Hipnosis lima jari terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang
perawatan bedah RSUD Pakuhaji,Jurnal HealthSains,vol 1,No 5,Suhadi dan Ayu
Pratiwi,2020

′EFEKTIFITAS TERAPI MUROTAL AL QURAN TERHADAP KECEMASAN DAN


STRES PADA PASIEN PRE OPERASI,Jurnal Keperawatan,vol,13 No,1,hal,129-
136,Aldhin Al,K dan Asrina Pitayanti ,2021

Anda mungkin juga menyukai