Anda di halaman 1dari 57

PERBEDAAN EFEKTIFITAS SPIRITUAL SUPPORT

DENGAN TERAPI MUSIK TERHADAP PENURUNAN


KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RS LABUANG BAJI
MAKASSAR

OLEH:
MANSYE FENESIA SOLISSA
NIM : 120031825

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN(STIK) FAMIKA
MAKASSAR
2021
BAB I PENDAHULUAN

a. LATAR BELAKANG MASALAH

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai


dengan perasaan tertekan dan tidak tenang, kekhawatiran yang
mendalam dan berkelanjutan serta berpikiran kacau dengan disertai
banyak penyesalan. ( Hawari, 2013)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun


2020 depresi akan menjadi penyebab utama dari ketidakmampuan
seorang individu di seluruh dunia dan gangguan psikiatrik akan
menyumbang sekitar 15% dari angka kesakitan global. Di Amerika
Serikat, terdapat 40 juta orang yang mengalami gangguan kecemasan
pada usia 18 tahun hingga lanjut usia (National Institute of Mental Health,
2010). Prevalensi gangguan kecemasan menurut Centers for Disease
Control and Prevention pada tahun 2011 sebesar lebih dari 15%. National
Comorbidity Study melaporkan bahwa satu dari empat orang memenuhi
kriteria untuk sedikitnya satu gangguan kecemasan dan terdapat angka
prevalensi 12 bulan per 17,7% (Kaplan & Sadock, 2012)

Di Indonesia telah dilakukan survei untuk mengatahui prevalensi


gangguan kecemasan. Dalam survei ini dikemukakan bahwa hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa
prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-
gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke
atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa
berat, seperti schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar
400.000 orang.Prevalensi kelompok perempuan lebih tinggi dibandingkan
kelompok laki-laki. .(Michael, 2012)

Penelitian yang dilakukan oleh Prasanna Vadhanan pada tahun


2017, didapati kecemasan sebanyak 31%. Pada tahun 2019, Stephanie
Lemaitre mendapatkan 38% pasien mengalami kecemasan yang tinggi
pada saat operasi.

Pengaruh tindakan pembedahan dapat menyebabkan masalah


psikologis pasien yang berbedabeda, namun sesungguhnya selalu timbul
kecemasan dan rasa ketakutan yang umum diantaranya takut terhadap
anestesi, takut terhadap nyeri akibat luka operasi, takut tentang
ketidaktahuan atau takut terhadap deformitas atau ancaman lain terhadap
citra tubuh yang dapat menyebabkan ketidaktenangan atau kecemasan,
takut operasi gagal, dan takut kematian (Darma S., P., Rosmaharani, S.
and Nahariani, 2017).

Dikutip dari Agusnawati (2013), salah satu upayanya dalam


intervesi keperawatan untuk mencegah ansietas adalah dengan terapi
spiritual. Terapi spiritual merupakan suatu pengobatan alternatif dengan
cara pendekatan keagamaan melalui doa dan dzikir yang merupakan
unsur penyembuhan penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang
mendalam, bertujuan untuk membangkitkan rasa percaya diri dan
optimisme yang paling penting selain obat dan tindakan medik.

Menurut penelitian Rita dan Aliyatul (2016)terbukti mempunyai


pengaruh dalam menurunkan kecemasan pre operasi,selain itu terapi doa
juga dapat digunakan oleh perawat sebagai salah satu bentuk dukungan
spritual. Doa dapat membantu pasien dalam merasakan kehadiran TYM
(Tuhan Yang Maha Esa) sehingga pasien merasakan kedamaian dan
ketenangan, memotivasi pasien untuk optimis dan memiliki rasa percaya
diri. Perasaan-perasaan tersebut mengakibatkan rangsangan ke
hipotalamus untuk menurunkan produksi CRF (Corticotropin Releasing
Factor). CRF selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitary anterior
untuk 3 menurunkan produksi ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormone).
Hormon ini yang akan merangsang korteks adrenal untuk menurunkan
sekresi kortisol sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan.

Hasil penelitian Darma S (2017) menunjukkan dari 53 responden


83,4% pasien mengalami kecemasan sebelum dilakukan operasi dengan
kebutuhan spiritual yang terpenuhi 72,2% sedangkan yang tidak terpenuhi
27,8%. Hasil penelitian Rahmayati (2018) menunjukkan rata-rata skor
indeks kecemasan pre operasi sebelum diberikan terapi dukungan
spiritual adalah 49,88%.

Music merupakan satu sarana yang sangat bermanfaat dan mudah


di peroleh. Music dapat menenangkan, mengangkat spirit, membuat
sedih, dll. Dengan mempelajari jenis-jenis music yang berbeda dan
merasakan efek-efek music tertentu terhadap tubuh, seseorang dapat
secara efektif memilih music pada saat membutuhkannya musik dengan
frekuensi sedang (musik klasik) dapat berpengaruh terhadap emosi
karena musik klasik dapat membuat otak menjadi lebih santai (Campbell,
2012).

Saat ini banyak jenis musik yang dapat diperdengarkan namun


musik yang menempatkan kelasnya sebagai musik bermakna medis
adalah musik klasik karena musik ini magnitude yang luar biasa dalam
perkembangan ilmu 4 kesehatan, diantaranya memiliki nada yang lembut
dan teratur, memberikan stimulasi gelombang alfa, ketenangan, dan
membantu pendengarnya lebih rileks (Campbell, 2012).

Dari survei yang dilakukan oleh peneliti terdahulu di ruangan ruang

bedah RSUD. Labuang Baji Makassar, didapat data sementara yang

peneliti peroleh dari bulan januari 2012 sampai desember 2012 terdapat

550 orang dengan rata-rata tiap bulan sekitar 35 orang, peneliti merasa

hal ini penting untuk di teliti karena dari data yang diperoleh oleh peneliti

dilapangan, masih banyak pasien pre operasi yang merasa cemas saat

akan menghadapi operasi karena tidak mendapat dukungan . (Data

Hasil Rekam Medis RSUD Labuang Baji Makassar, 2012)

Berdasarkan uraian diatas, maka perhatian terhadap dukungan

spiritual dan teapi musik terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi

perlu dilakukan agar dapat dilihat keefektifan dari keduanya . Apabila tidak

ada intervensi dalam menurunkan kecemasan pasien pre operasi maka

akan menyebabkan dampak psikologis terhadap pasien tersebut. Oleh

karena itu, diperlukan penelitian untuk melihat adakah intervensi yang


lebih efektif dalam penurunan tingkat kecemasan pasien pre operasi.

.
b. Rumusan masalah

Sesuai urian-urian yang tertera pada latar belakang,maka peneliti

merumuskan masalah yg mucul yaitu “ Apakah ada perbedaan efektifitas

spriritual support dan terapi music terhadap penurunan kecemasan pada

pasien pre operasi di ruang bedah RS Labuang Baji Makassar”..?

c. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mencari perbedaan

Efektifitas spiritual Support dengan Terapi Musik terhadap pasien Pre

operasi Di RS Labuang Baji makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS


Labuang Baji Makassar sebelum diberikan spiritual support
dan terapi music
b. Diketahuinya tingkat kecemasan pasien pre operasi di RS
Labuang Baji Makassar setelah diberikan spiritual support
dan terapi music
c. Diketahuinya perbedaan efektifitas spiritual support dan
terapi music terhadap tingkat kecemasan pasien pre
operasi di RS Labuang Baji Makassar

d. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran pengembangan ilmu

pengetahuan secara teoritis di bangku perkuliahan

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah bagi rumah sakit yaitu

dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan tindakan asuhan

keperawatan bagi pasien pre operasi dan melakukan dukungan yg

efektif untuk mengatasi kecemasan pre operasi.

b. Bagi Perawat

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah bagi perawat yaitu perawat

dapat menentukan terapi yg tepat untuk dapat menurunkan

kecemasan pasien pre operasi

c. Bagi Pasien dan Keluarga

Manfaat praktis penulisan karya ilmiah bagi pasien dan keluarga yaitu

supaya pasien dan keluarga dapat mengetahui hal apa yang akan

mereka lakukan ketika mengalami kecemasan sebelum operasi


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Tinjauan Tentang Spiritual Support

1. Spiritual Support

a. Pengertian

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang

Maha Kuasa. Sedangkan kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk

mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi

kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau

pengampunan. Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang

dibutuhkan oleh setiap manusia. Dalam pelayanan kesehatan, perawat

sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi

kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan

yang lebih pada saat pasien akan dioperasi, pasien kritis atau menjelang

ajal. Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan

pelayanan kesehatan dimana kebutuhan dasar manusia yang diberikan

melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek biologis, tetapi

juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan

semangat pasien dalam proses penyembuhan(Asmadi, 2018)

b. Manfaat Spiritual

Dengan mendengarkan bacaan Al Qur’an, seorang muslim, baik mereka

yang berbahasa Arab maupun yang bukan, mampu merasakan

perubahan fisiologis yang besar, seperti penurunan depresi, kesedihan,

bahkan dapat memperoleh ketenangan dan menolak berbagai macam

penyakit. Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Ar- Ra’d/13:28

Berdasarkan M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah, Q.S Al


Baqarah: 155, firmannya: sungguh, kami pasti akan terus menerus

menguji kamu mengisyaratkan bahwa hakikat kehidupan dunia, antara lain

ditandai oleh keniscayaan adanya cobaan yang beraneka ragam. Patut

dicamkan bahwa ayat sebelum ini mengajarkan shalat dan sabar. Jika

demikian, yang diajarkan itu harus diamalkan sebelum datangnya ujian

Allah ini. Demikian pula ketika ujian itu sedang berlangsung. Itulah

sebabnya Rasul SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad

melalui sahabat Nabi SAW, Hudzaifah Ibn al- Yaman, bahwa ”apabila

beliau dihadapkan pada suatu kesulitan/ujian, beliau melaksanakan

shalat”. Karena itu pula ayat di atas ditutup demgan perintah,

“sampaikanlah berita gembira kepada orang- orang yang sabar”.

c. Perkembangan spiritual

Perkembangan spiritual seseorang menurut Kozier & Erb’s (2016). dibagi

kedalam empat tingkatan berdasarkan kategori umur yaitu:

a. Usia anak-anak (5-11 tahun) , merupakan tahap perkembangan

kepercayaan berdasarkan pengalaman. Perilaku yang didapat,

antara lain adanya pengalaman dari interaksi dengan orang lain

dengan keyakinan atau kepercayaan yang dianut. Pada masa ini,

anak belum mempunyai pemahaman salah atau benar.

Kepercayaan atau keyakinan yang ada pada masa ini mungkin

hanya mengikuti ritual atau meniru oranng lain, seperti berdo’a

sebelum tidur, makan, dan lain-lain. Pada masa prasekolah,

kegiatan keagamaan yang dilakukan belum bermakna pada

dirinya, perkembangan spiritual mulai mencontoh aktivitas

keagamaan orang sekelilingnya, dalam hal ini keluarga, arti dosa


serta mencari jawaban tentang kegiatan agama

b. Usia remaja akhir (17-25 tahun), merupakan tahap perkumpulan

kepercayaan yang ditandai dengan adanya partisipasi aktif pada

aktivitas keagamaan. Pengalaman dan rasa takjub membuat

mereka semakin merasa memiliki dan berarti akan keyakinannya.

Perkembangan spiritual pada masa ini sudah mulai pada

keinginan akan pencapaian kebutuhan spiritual seperti keinginan

melalui meminta atau berdo’a kepada penciptanya, yang berarti

sudah mulai membutuhkan pertolongan melalui keyakinan atau

kepercayaan. Bila pemenuhan kebutuhan spiritual tidak terpenuhi,

akan timbul kekecewaan.

c. Usia awal dewasa (26-35 tahun), merupakan masa pencarian

kepercayaan diri, diawali dengan proses pernyataan akan

keyakinan atau kepercayaan yang dikaitkan secara kognitif

sebagai bentuk yang tepat untuk mempercayainya.

Pada masa ini, pemikiran sudah bersifat rasional. Segala

pertanyaan tentang kepercayaan harus dapat dijawab. Secara

rasional. Pada masa ini, timbul perasaan akan penghargaan

terhadap kepercayaan.

d. Usia dewasa akhir (36-45 tahun), merupakan tingkatan

kepercayaan dari diri sendiri, perkembangan ini diawali dengan

semakin kuatnya kepercayaan diri yang dipertahankan walaupun

menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih mengerti

akan kepercayaan dirinya.


d. Konsep spiritual Support

Roff (2019) mendefinisikan spiritual support sebagai bantuan yang diberikan untuk

individu atau keluarga untuk memelihara dan memperdalam kepercayaan (faith),

serta menerapkan keyakinan agama mereka dalam kehidupan sehari-hari. Spiritual

support memiliki potensi lebih berharga daripada dukungan sosial umum. Pemikiran

tersebut muncul karena spiritual support berlaku seumur hidup dan mampu

menggantikan dukungan sosial. Individu berdoa untuk kesehatannya dan mereka

percaya bahwa Tuhan akan memberi pertolongan melalui orang lain, sehingga

pengaruh positif akan muncul pada status kesehatan individu (Nursani,

2015).Spiritual support dapat diperoleh dari anggota keluarga, khususnya melalui

rasa simpati dan doa. Selain itu, spiritual support juga dapat diperoleh melalui praktik

keagamaan.Terdapat beberapa karakteristik Spiritual yang meliputi :

1) Hubungan dengan diri sendiri

Kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu siapa dirinya,

apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut kepercayaan pada diri-

sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta

keselarasan dengan diri-sendiri. Kekuatan yang timbul dari diri seseorang membantunya

menyadari makna dan tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya

sebagai pengalaman yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan

tujuan hidup yang semakin jelas (Kozier & Erb’s 2016)

2) Kepercayaan (Faith).

Menurut Fowler dan keen (1985) kepercayaan bersifat universal, dimana merupakan

penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak dapat dibuktikan dengan pikran

yang logis. Kepercayaan dapat memberikan arti hidup dan kekuatan bagi individu ketika

mengalami kesulitan atau stress. Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen


terhadap sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia

dengan wawasan yang lebih luas.

3) Harapan (Hope).

Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan merupakan suatu proses

interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya dengan orang lain, termasuk

dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk mempertahankan hidup,

tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih cenderung terkena penyakit

4) Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live).

Perasaan mengetahui makna hidup, yang kadang diidentikan dengan perasaan dekat

dengan Tuhan , merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti

membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh harapan

tentang masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang lain

5) Hubungan dengan orang lain

Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan dengan orang lain.

Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal

balik, mengasuh anak, mengasuh orang tua dan orang yang sakit, serta meyakini

kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak harmonis mencakup konflik

dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi, serta

keterbatasan asosiasi (Kozier & Erb’s 2016)

Hubungan dengan orang lain lahir dari kebutuhan akan keadilan dan kebaikan,

menghargai kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut akan kesepian, keinginan

dihargai dan diperhatikan, dan lain sebagainya. Dengan demikian apabila seseorang

mengalami kekurangan ataupun mengalami stres, maka orang lain dapat memberi

bantuan psikologis dan sosial

6) Maaf dan pengampunan (forgiveness).


Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri

seperti marah, mengingkari, rasa bersalah, malu, bingung, meyakini bahwa Tuhan

sedang menghukum serta mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari

suatu kejadian atau penderitaan. Dengan pengampunan, seorang individu dapat

meningkatkan koping terhadap stres, cemas, depresi dan tekanan emosional, penyakit

fisik serta meningkatkan perilaku sehat dan perasaan damai

7) Cinta kasih dan dukungan sosial (Love and social support).

Keinginan untuk menjalin dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif

melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan keluarga dekat dapat

memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk melawan banyak penyakit.

Seseorang yang mempunyai pengalaman cinta kasih dan dukungan sosial yang kuat

cenderung untuk menentang perilaku tidak sehat dan melindungi individu dari penyakit

jantung

8) Hubungan dengan alam

Harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang meliputi

pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim danberkomunikasi dengan

alam serta melindungi alam tersebut.(Kozier & Erb’s2016)

9) Rekreasi (Joy).

Rekreasi merupakan kebutuhan spiritual seseorang dalam menumbuhkan keyakinan,

rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta kasih. Dengan rekreasi seseorang dapat

menyelaraskan antara jasmani dan rohani sehingga timbul perasaan kesenangan dan

kepuasaan dalam pemenuhan hal- hal yang dianggap penting dalam hidup seperti

nonton televisi, dengar musik, olah raga dan lain-lain

10)Kedamaian (Peace).
Kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Dengan kedamaian

seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan (Hamid

2000)

11)Hubungan dengan Tuhan

Meliputi agama maupun tidak agamais. Keadaan ini menyangkut sembahyang

dan berdo’a, keikutsertaan dalam kegiatan ibadah, perlengkapan keagamaan, serta

bersatu dengan alam (Kozier & Erb’s 2016). Dapat disimpulkan bahwa seseorang

terpenuhi kebutuhan Spiritual apabila mampu merumuskan arti personal yang positif

tentang tujuan keberadaannya di dunia/kehidupan, mengembangkan arti penderitaan

serta meyakini hikmah dari satu kejadian atau penderitaan, menjalin hubungan yang

positif dan dinamis, membina integritas personal dan merasa diri berharga, merasakan

kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan dan mengembangkan hubungan antar

manusia yang positif (Hamid 2012)

e. Sumber dan Bentuk Spiritual Support

Spiritual support mampu didapat dari berbagai sumber. Penyedia spiritual support bagi

ibu hamil meliputi suami, anggota keluarga lain, perawat, rohaniawan, komunitas keagamaan,

dan Tuhan (Roff et al., 2011).

 Tenaga kesehatan

Mayoritas Rumah Sakit di Barat telah memberikan pelayanan spiritual support sebagai

integrasi dari pelayanan kesehatan yang diberikan.Pelayanan yang berkesinambungan

disediakan oleh rumah sakit melalui tenaga kesehatan multidisiplin, yang diwujudkan melalui

kunjungan rumah terkait masalah kesehatan pasien atau keluarga. Perawat memiliki peran

mencari tahu kebutuhan spiritual pasien, melakukan intervensi, dan memberi motivasi pada

pasien dan keluarga. Selain itu, pemberian dukungan emosional, mendatangkan rohaniwan,
serta membantu keluarga untuk memanfaatkan sumber-sumber untuk mengatasi krisis

kesehatan juga dapat dilakukan oleh perawat (Taylor, 2011; Roff, 2011)

 Rohaniwan

Rohaniawan atau pemuka agama dikenal sebagai pemimpin rohani, namun sebenarnya

rohaniwan juga memiliki peran sebagai pembina masyarakat, serta rujukan dan mediator dalam

penyelesaian masalah (Roff et al., 2009). Rohaniawan juga memiliki peran penting dalam

proses penyembuhan pada aspek psikologis-sosial-spiritual pasien. Beberapa penelitian

menyimpulkan bahwa agama memiliki peran penting dalam proses penyembuhan (Hidayanti,

2015).

 Komunitas keagamaan

Menurut Roff (2012), komunitas keagamaan menunjukkan sikap simpati terhadap

individu atau keluarga yang sedang mengalami kesulitan melalui rasa saling memiliki.

Komunitas-komunitas tersebut melakukan kunjungan terhadap keluarga maupun individu untuk

memberikan dukungan, baik dukungan psikologis maupun dukungan materi. Berasarkan hasil

pelaporan, dukungan dari komunitas mampu menghadirkan rasa nyaman dan rasa diterima di

masyarakat bagi individu atau keluarga yang tertimpa musibah.

 Tuhan

Tuhan merupakan sumber utama pada dukungan spiritual. Dukungan dari Tuhan bersifat

kekal karena selalu ada. Tuhan memberikan dukungan melalui tiga cara, yaitu sebagai pemberi

kedamaian dan pelindung, sebagai pemberi bantuan akan masalah yang dihadapi individu, dan

juga menjadi alasan mengapa masalah tersebut terjadi. Dapat disimpulkan bahwa melalui

ketiga cara yang diberikan Tuhan, terdapat sebuah makna dan karunia atas segala masalah

yang dialami oleh seseorang (Hawari, 2010; Roff, 2012)


II. Tinjauan Tentang Terapi Musik

Terapi musik adalah proses yang menggabungkan antara aspek penyembuhan musikitu
sendiri dengan kondisi dan situasi: fisik/tubuh, emosi, mental, spiritual, kognitif dan
kebutuhan sosial seseorang (Natalina, 2013). Terapi musik adalah keahlian menggunakan
musik atau elemen musik oleh seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan
mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spiritual (Aizid, 2011).

a. Jenis terapi musik

Menurut Natalia (2013) jenis terapi musik ada dua yaitu:

1. Aktif- kreatif

Terapi musik diterapkan dengan melibatkan klien secara langsung untuk ikut
aktif dalam sebuah sesi terapi melalui cara:

 Menciptakan lagu (Composing).

Cara ini dilakukan dengan mengajarkan klien diajak untuk menciptakan lagu
sederhana ataupun membuat lirik dan terapis yang akan melengkapi secara
harmoni.

 Improvisasi.

Cara ini merupakan upaya membuat musik secara spontan dengan menyanyi
ataupun bermain musik pada saat itu juga dan membuat improvisasi dari
musik yang diberikan oleh terapis.

 Re-Creating Music

merupakan cara mengajak klien bernyanyi ataupun bermain instrumen musik


dari lagu-lagu yang sudah kenal.

 Pasif- Reseptif

Dalam sesi reseptif, klien akan mendapat terapi dengan mendengarkan


musik. Terapi ini lebih menekankan pada physical, emotional intellectual,
aesthetic of spiritual dari musik itu sendiri sehingga klien akan merasakan
ketenangan atau relaksasi. Musik yang digunakan dapat bermacam jenis dan
style tergantung dengan kondisi yang dihadapi klien (Natalia 2013).

Terapi Musik diterapkan dalam dua kelas, yaitu kelas individu dan kelas grup.

 Kelas individu
Klien di terapi secara personal melalui cara kreatif maupun reseptif. Melalui
proses membuat lagu, kondisi relaksasi dan suasana yang nyaman, akan
membantu klien untuk merasakan ketenangan.

 Kelas grup

Klien di terapi dengan metode yang sama melalui kreatif dan reseptif,
namun dapat lebih bervariasi dengan melakukan paduan suara, ensemble
perkusi, menari secara bersama maupun membuat permainan. Kegiatan yang
langsung melibatkan klien dengan menggunakan gerakan tubuh akan
menciptakan kontrol tubuh dan kesadaran tubuh secara keseluruhan.

Untuk menentukan sesi Terapi Musik juga diperhatikan hal-hal berikut ini :

Usia klien : anak-anak, remaja, dewasa, lanjut usia

Gender : perempuan atau laki-laki

Latar belakang kesehatan : Kondisi kesehatan klien, apakah ada penyakit


tertentu pada bagian tubuh (digestives, nervos, cardio, etc). Klien dalam
kondisi sehat atau sedang dalam perawatan.

Kondisi individual yang sesuai dengan karakternya (dilihat dari tanggal lahir-
zodiak, jenis pekerjaan/sekolah)

b. Manfaat Terapi Musik

Menururt Natalia (2013) manfaat terapi musik antara lain:

1. Musik pada bidang kesehatan


a. Menurunkan tekanan darah melalui ritmik musik yang stabil memberikan
irama teratur pada sistem jantung manusia.
b. Menstimulasikan kerja otak, dengan mendengarkan musik dengan
harmony yang baik akan menstimulasikan otak untuk melakukan proses
analisa terhadap lagu tersebut.
c. Meningkatkan imunitas tubuh yaitu suasana yang ditimbulkan oleh musik
akan mempengaruhi system kerja hormon manusia dan jika kita
mendengar music baik atau positif maka hormon yang meningkatkan
imunitas tubuh juga akan berproduksi.
d. Memberikan keseimbangan pada detak jantung dan denyut nadi.

2. Musik meningkatkan kecerdasan


a. Daya ingat. Kegiatan bernyanyi dengan lirik lagu dan menghafalkan lirik
lagu akan melatih daya ingat.
b. Konsentrasi. Pada saat terlibat dalam bermusik misalnya menyanyi,
bermain instrumen akan menyebabkan otak bekerja secara terfokus.
c. Emosional. Musik dapat memberikan pengaruh secara emosional terhadap
makhluk hidup.
d. Musik meningkatkan kerja otak, mengaktifkan motorik halus dan motorik
kasar. Musik sebagai kegiatan gerak tubuh (menari, berolahraga, dll)
e. Musik dapat meningkatkan produktifitas, kreatifitas dan imajinasi.Musik
menyebabkan tubuh menghasilkan hormon betaendorfin. ketika
mendengarkan suara kita endiri yan indahmaka hormon
“kebahagiaan” (beta- endorfin) akan berproduksi (Natalia 2013).
D. Lagu-lagu yang dapat digunakan sebagai terapi music

Menurut Natalina (2013) dalam bukunya “Terapi Musik dalam

Keperawatan”, lagu-lagu yang dapat digunakan sebagai terapi musik

diantaranya:

a. Water Music – George Frideric Handel

b. Cinta – Chrisye

c. Hening – Chrisye

d. Lilin-lilin kecil – Chrisye

e. Romanze Eine Klein Nachmusic – Mozart

f. Wind Serenade – Mozart

g. Piano Concerto – Mozart

h. Clarinet Concerto – Mozart

III. Tinjaun Umum Kecemasan Pre operasi

1.Konsep Kecemasan

A. Defenisi Kecemasan

Cemas merupakan sebuah perasaan yang samar-samar, tidak

santai karena ketidaknyamanan dan penyebabnya tidak diketahui oleh

individu. Cemas juga merupak sebuah sinyal peringatan akan bahaya

sehingga individu dapat mengambil keputusan untuk menghadapi bahaya

(Yusuf dkk., 2015). Rasa cemas akan menurunkan sistem imunitas tubuh.

Kecemasan terjadi diperantarai oleh hipotalamus, pituitari, adrenal (HPA-

axis) kemudian merangsang hipotalamus sehingga produksi Corticotropin

Releasing Factor (CRF) meningkat. Selanjutnya Corticotropin Releasing

Factor (CRF) ini akan merangsang kelenjar pituitari anterior dan produksi

Adrenocorticotrophin Hormone (ACTH) meningkat. Hormon

Adrenocorticotrophin Hormone (ACTH) mempengaruhi sekresi kortisol dan


aksi katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) yang merespon terjadinya

stresor sehingga menimbulkan kecemasan (Muttaqin dan Sari, 2013).

Kecemasan yang sering dirasakan oleh pasien biasanya kecemasan

ketika operasi, anastesi dan rasa sakit setelah melakukan operasi

(Wotman dkk., 2017). Kecemasan pre operasi merupakan suatu keadaan

ketidaknyamanan, ketegangan, kekhawatiran tentang anastesi, operasi

dan rawat inap yang akan dijalani. Kecemasan pre operasi dapat

menyebabkan nafas sesak, jantung berdebar-debar, asam lambung naik,

tekana darah tinggi, pusing, keinginan buang air besar dan kecil,

berkeringat (Baradero dkk., 2008). Kecemasan pre operasi juga dapat

mengakibatkan efek yang kurang baik seperti fluktuasi tekanan darah,

resisten terhadap induksi anastesi, tingkat nyeri yang lebih tingi ketika pre

operasi dan penyembuhan luka yang kurang baik. Kecemasan yang

dirasakan individu ketika pre operasi biasanya takut akan rasa nyeri, mual,

muntah ketika post operasi (Bakalaki dkk., 2017). Perasaan cemas

sebelum opserasi merupakan hal tidak menyenangkan yang dapat

menggaggu emosi pasien sehingga dapat menyebabkan pasien

menghindari operasi yang telah direncanakan (Lee dkk., 2015)

B. Penyebab Kecemasan

Penyebab kecemasan pre operasi biasanya dipengaruhi oleh dua faktor,

yaitu:

1. Faktor Predisposisi

a. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

kecemasan, diantaranya yaitu : Faktor Psikologis

b. Pandangan psikoanalitik

Kecemasan yang terjadi karena konflik dua elemen kepribadian

antara id sebagai dorongan insting dan super ego sebagai cerminan


hati nurani.

c. Pandangan Interpersonal

Kecemasan yang terjadi karena ketidaksetujuan dan

penolakan interpesonal.

d. Pandangan Perilaku

Kecemasan yang terjadi karena adanya hambatan

untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Stuart, 2007).

2. Faktor Biologis

Kecemasan yang terjadi karena mekanisme biologis seperti obat-

obatan untuk meningkatkan Neuroregulator inhibisi asam gama-

aminobutirat (GABA) (Stuart, 2007).

a. Kondisi Keluarga

Kecemasan yang terjadi karena adanya masalah keluarga seperti

konflik- konflik internal (Stuart, 2007).

b. Sosial Ekonomi

Dapat memicu timbulnya kecemasan karena masalah latar

belakang pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan ekonomi

(Videbeck, 2008).

3. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi merupakan faktor-faktor yang dapat menjadi

pencetus terjadinya kecemasan, diantaranya yaitu :

a. Pengalaman Operasi

Pengalaman operasi yang pernah dirasakan sebelumnya akan

diingat kembali oleh pasien, misalnya seperti jenis operasi

sebelumnya, rasa ketidaknyamanan (Rahmawati dkk., 2014).

b. Tindakan Operasi
Tindakan operasi merupakan tindakan medis untuk menyembuhkan

penyakit yang sulit disembuhkan hanya dengan obat-obatan.

Kecemasan yang sering dirasakan oleh pasien biasanya

kecemasan ketika akan operasi, anastesi dan rasa sakit setelah

melakukan operasi (Wotman dkk., 2017).

c. Usia

Usia merupakan salah satu yang mempengaruhi kecemasa karena

adanya proses kematangan usia dan pajanan stresor (Berhe dkk.,

2017)

d. Jenis Kelamin

Jenis kelamin atau gender merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kecemasan. Kecemasan lebih sering dirasakan oleh

wanita dibandingkan dengan pria, karena wanita memiliki

sensitivitas dan emosional lebih tinggi dan juga fluktuasi kadar

hormon estrogen serta hormon progesteron (Berhe dkk., 2017).

e. Pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pasien pre operasi akan

berpengaruh terhadap pengetahuan dan penyerapan informasi

yang diperoleh mengenai tindakan perioperatif. Individu yang

tingkat pendidikannya tinggi memiliki sedikit kecemasan dari pada

individu yang memiliki tingkat pendidikan rendah atau kurang

(Berhe dkk., 2017).

f. Komunikasi Terapeutik Perawat

Komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat bergantung

pada cara perawat memberikan informasi mengenai tindakan yang

akan diberikan. Komunikasi terapeutik dapat dilakukan perawat

untuk mengurangi kecemasan pada pasien pre operasi karena


perawat sebagai media komunikasi bagi pasien untuk berbagi

perasaan, informasi dan pengetahuan sehingga operasi berjalan

dengan lancar (Basra dkk., 2017).

C. Tingkat Kecemasan

a. Kecemasan Ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari dan

menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan

persepsinya dengan tanda dan gejala sebagai berikut: detak jantung cepat dan

berdebar-debar, tangan terasa gemetar, sedikit gelisah, serta berkeringat lebih

banyak dari biasanya, cemas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan

pertumbuhan kreatifitas. Kecemasan ringan biasanya sedikit mengalami

peningkatan tanda-tanda vital.

a) Respon fisiologis Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,

muka berkerut, bibir bergetar.

b) Respon kognitif Lapangan persepsi meluas mampu menerima rangsangan

yang kompleks, dapat berkonsentrasi pada masalah, menyelesaikan

masalah secara efektif.

c) Respon perilaku dan emosi Tidak dapat duduk dengan tenang, tremor

halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.

b. Kecemasan Sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain dengan tanda dan gejala sebagai berikut: mulut

kering, anoreksia, gelisah dan gemetar, ekspresi wajah ketakutan, tidak mampu

bersikap rileks, suka tidur banyak, berbicara dengan suara yang keras dan nadi

biasanya lebih cepat. Cemas sedang pada seseorang mengalami perhatian


yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Kecemasan

yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi dan persepsi, sakit kepala,

sering berkemih.

a) Respon fisiologis Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,

mulut kering, anoreksia, gelisah

b) Respon kognitif Lapang persepsi menyempit, rangsangan luar tidak

mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian.

c) Respon perilaku dan emosi Gerakan tersentak-sentak, meremas tangan,

bicara banyak, susah tidur, perasaan tidak aman.

c. Kecemasan Berat

Lapangan persepsi menyempit, pusat perhatian lebih detail, individu cenderung

memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain ditandai dengan

tanda dan gejala sebagai berikut: meremas-remas tangan, kecewa, tidak

berdaya, merasa tidak bahagia, merasa bodoh terhadap tindakan yang

dilakukan, sangat mengurangi lahan persepsi seseorang yang cenderung

memusatkan pada sesuatu yang spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal

lain,semua perilaku di tujukan untuk mengurangi ketegangan individu

memerlukan banyak pengarahan agar dapat memusatkan area lain. Perasaan

mengancam atau takut meningkat, mengalami peningkatan tanda-tanda vital.

a) Respon fisiologis Nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,

berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur dan ketegangan.

b) Respon kognitif Lapangan persepsi sangat sempit, tidak mampu

menyelesaikan masalah.

c) Respon perilaku dan emosi Perasaan ancaman meningkat, merasa

tidak bahagia.
d. Panik

Individu kacau tidak terkontrol dan persepsi menyimpang, berfikir tidak teratur

dan perilaku tidak tepat, berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain, keadaan

kritis dan ditandai dengan gejala sebagai berikut: penglihatan berkunang-

kunang, perasaan berdebardebar, sakit kepala dan sulit bernafas, rasa mau

muntah dan otot tubuh terasa tegang dan tidak mampu melakukan apa-apa.

Pada tingkat ini tahap persepsi sudah terganggu sehingga individu tidak dapat

mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melaksanakan apa-apa walaupun

sudah diberikan pengarahan. Perasaan berdebar-debar penglihatan berkunang-

kunang, otot tubuh terasa tegang, tidak mampu melakukan apa-apa, gangguan

realitas.

a) Respon fisiologis Nafas sesak, rasa tercekik, sakit dada, pucat

b) Respon kognitif Lapangan persepsi sangat sempit, tidak dapat

berfikir logis.

c) Respon perilaku dan emosi Mengamuk dan marah, ketakutan,

berteriak-teriak, kehilangan kontrol diri, persepsi kacau.

D. Alat Ukur Kecemasan

Skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)

Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) merupakan skala penilain dibuat oleh

Max Hamilton untuk mengukur tingkat keparahan gejala kecemasan yang

dirasakan. Terdiri dari 14 pertanyaan dengan menggunakan skala likert.

Pertanyaan-pertanyaan yang disusun terdiri dari perasaan cemas,

ketegangan, ketakutan, intelektual, suasana hati yang tertekan, gejala


somatik,sensorik, kardiovaskuler, pernafasan, gastrointestinal, genitorium,

otonom dan perilaku yang diamati saat wawancara (Thompson, 2015).

1. Skala State-Trait Anxiety Inventory (STAI)

State-Trait Anxiety Inventory (STAI) merupakan skala penilain yang

dibuat untuk menilai kecemasan sebagai gangguan klinik. Terdiri dari

40 pertanyaan dengan menggunakan skala likert. Terdiri dari dua

skala kecemasan yaitu 20 pertanyaan untuk mengukur kecemasan

sebagai keadaan emosional (A-State) dan 20 pertanyaan untuk

mengukur kecemasan berdasarkan ciri-ciri cemas (A-Trait) (Wiley dan

Sons, 2011).

2. Skala Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS)

Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS)

merupakan skala penilain yang digunakan untuk mengukur

kecemasan yang dikususkan untuk gejala kecemasan operasi dan

anastesi pada pasien pre operasi. Terdiri dari 6 pertanyaan dengan

menggunakan skala likert. Skala likert

yang digunakan pada Amsterdam Preoperative Anxiety and

Information Scale (APAIS) yang diberi nilai 1 berarti sangat tidak

setuju hingga nilai 5 berarti sangat srtuju. Nilai > 22 kategori cemas

berat, nilai 14-22 cemas sedang, < 14 cemas ringan. Terdapat 4

pertanyaan untuk kecemasan operasi dan 2 pertanyaan kebutuhan

informasi, rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengisi kuesioner ini

kurang dari 2 menit. Dua subskala APAIS (anastesi dan kecemasan

pre operasi) memiliki korelasi yang tinggi dengan STAI dengan r 0,715

sehingga mendukung validitas kuesioner APAIS untuk mengukur

kecemasan pre operasi. Kuesioner Amsterdam Preoperative Anxiety

and Information Scale (APAIS) telah handal sebagai alat ukur

kecemasan pada pasien pre operasi sehingga peneliti menggunakan


alat ukur ini untuk penelitian (Moerman dkk., 2013).

E. Respon fisik dan psikologis terhadap cemas

Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis

dan perilaku secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme

koping sebagai upaya untuk melawan kecemasan tersebut. Intensitas perilaku

tersebut akan meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan

(Ramdanes,2013).

2. Konsep Pre Operasi

Pre operasi dimulai ketika pasien ditetapkan untuk melakukan

operasi sampai pasien berada di meja operasi tanpa melihat klasifikasi

atau riwayat operasi (Maryunani, 2015). Tahap pre operasi merupakan

tahap pertama dalam keperawatan perioperatif bertujuan untuk

mempersiapkan pasien pada tahap intra operasi (Rothrock, 2012).

Keberhasilan suatu operasi (intra dan post operasi) dilandasi oleh

perawatan pre operatif. Pre operasi merupakan akses awal bagi pasien

untuk melakukan konseling mengenai operasi, konseling antara tenaga

kesehatan dengan pasien, konseling mengenai anastesi (Blitz dkk., 2016).

Tugas perawat pre operasi yaitu menyiapkan pasien untuk melakukan

tindakan operasi agar selamat selama tindakan inrta operasi (Qosim,

2013).

A. Faktor yang Mempengaruhi Pre Operasi

Faktor-faktor yang dapat mepengaruhi prosedur pre oprasi pada

pasien menurut Potter dan Perry (2012) adalah :

1. Usia

Pasien lanjut usia memiliki resiko untuk manjalani operasi karena


mengalami penurunan status fisiologi. Mundurnya beberapa fungsi

tubuh seperti sistem kardiovaskuler, sistem integumen, sistem

pulmonal, sistem ginjal, sistem neurologis dan sistem metabolik dapat

menghambat adaptasi fisik pasien terhadap stres operasi.

2. Nutrisi

Nutrisi pada pasien operasi perlu diperhatiakan karena dapat

mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Zat besi, vitamin A dan

vitamin C, protein dapat mempercepat penyembuhan luka operasi,

namun berbeda dengan pasien yang mengalami malnutrisi dan

obesitas. Pasien malnutrisi biasanya akan mengalami infeksi setelah

operasi dan penyembuhan luka kurang bagus. Pasien yang

mengalami obesitas akan terkendala dalam melakukan aktifitas

setelah operasi, penyembuhan luka kurang baik, suplai darah yang

buruk menyebabkan infeksi, luka sulit menutup karena lapisan

adiposa yang tebal dan risiko garis luka jahitan terbuka.

3. Merokok

Perokok aktif berisiko lebih besar mengalami komplikasi paru-paru

serta jumlah sekresi lendir yang diproduksi oleh paru-paru meningkat.

Sekresi pulmonal dan iritasi jalan nafas akan meningkat setelah

dilakukan anastesi. Hal tersebut akan menggangu vaskuler dan dapat

meningkatkan tekana darah sistemik.

4. Alkohol dan Obat-obatan

Pasien yang mengkonsumsi alkohol memerluka dosis yang tinggi

ketika dilakukan anastesi dan obat analgesik post operasi. Biasanya

pasien yang mengkonsumsi alkohol akan mengalami malnutrisi ,

ganguan hati, gangguan ginjal sehingga risiko operasi meningkat.

Pasien yang mengkonsumsi obat- obatan terlaranag dapat


mempengaruhi pengontrolan nyeri post operasi dan pemberian obat

secara intra vena akan mengganggu sistem vaskuler.

C. Proses Keperawatan Pre operasi

Proses keperawatan pre operasi (Muttaqin dan Sari, 2013), yaitu :

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan secara menyeluruh oleh perawat untuk menggali

informasi dari pasien sehingga perawat dapat mengambil intervensi

sesuai dengan keadaan pasien. Pengkajian pre operasi secara

komperhensif dapat dilakukan perawat ketika berada di Unit Gawat

Darurat, rawat inap, bagian operasi sehari atau poliklinik dan juga

pengkajian klarifikasi dilakuakan pada kamar operasi oleh perawat pre

operasi. Pengkajian pre operasi yang dilakukan yaitu pengkajian

secara umum, riwayat kesehatan, pengkajian diagnostik dan

pengkajian psikososiospiritual.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan menggunakan sistem head to toe

sampai pendekatan per sistem. Pemerikasaan ini meliputi

pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital, pengkjian

kesadaran, pengkajian nutrisi, kepala dan leher, sistem syaraf, dada

dan tulang belakang, sistem pernafasan, sistem kardiovaskular,

keseimbangan cairan dan elektrolit, abdomen dan panggul,

integumen dan muskuloskeletal, pemeriksaan diagnostik,

pemeriksaan skrining tambahan.

3. Diagnosis Keperawatan Pre Operasi

Diagnosis keperawatan pre operasi ditegakkan guna menentukan

arah perawatan yang diberikan pada sebagian atau seluruh tahapan

operasi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien. Diagnosa


yang sering muncul pada fase pre operasi diantaranya kecemasan,

koping individu tidak efektif, dan kurangnya pengetahuan tentang

implikasi operasi.

4. Rencana Keperawatan Pre Operasi

Dalam pembuatan rencana keperawatan pre operasi di ruang inap

atau ruang emergensi, pasien perlu diikutsertakan. Hal ini dapat

meminimalkan komplikasi pascaoperasi dan risiko operasi. Selama

merencanakan keperawatan pre operasi, perawat menentukan tujuan

perawatan dan hasil akhir guna memastikan pemulihan dan

mempertahankan status post operasi pasien.

5. Transportasi ke Ruangan Praoperasi

Brankar dan kursi roda adalah transportasi untuk memindahkan

pasien dari ruang rawat inap ke ruang operasi. Di ruang praoperasi

biasanya pasien menunggu 15-30 menit sebelum dilakukan anastesi.

Setelah medikasi pre operasi pasien berada di brankar dan dipasang

sabuk pelindung.

integumen dan muskuloskeletal, pemeriksaan diagnostik,

pemeriksaan skrining tambahan.

6. Diagnosis Keperawatan Pre Operasi

Diagnosis keperawatan pre operasi ditegakkan guna menentukan

arah perawatan yang diberikan pada sebagian atau seluruh tahapan

operasi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien. Diagnosa

yang sering muncul pada fase pre operasi diantaranya kecemasan,

koping individu tidak efektif, dan kurangnya pengetahuan tentang

implikasi operasi.

7. Rencana Keperawatan Pre Operasi


Dalam pembuatan rencana keperawatan pre operasi di ruang inap tau

ruang emergensi, pasien perlu diikutsertakan. Hal ini dapat

meminimalkan komplikasi pascaoperasi dan risiko operasi. Selama

merencanakan keperawatan pre operasi, perawat menentukan tujuan

perawatan dan hasil akhir guna memastikan pemulihan dan

mempertahankan status post operasi pasien.

8. Transportasi ke Ruangan Praoperasi

Brankar dan kursi roda adalah transportasi untuk memindahkan

pasien dari ruang rawat inap ke ruang operasi. Di ruang praoperasi

biasanya pasien menunggu 15-30 menit sebelum dilakukan anastesi.

Setelah medikasi pre operasi pasien berada di brankar dan dipasang

sabuk pelindung.

D. Persiapan Pasien Pre operasi

Persiapan yang perlu dilakukan kepada pasien pre operasi untuk

memperlancar tindakan perioperatif meliputi :

1. Edukasi Pre Operasi

Edukasi pre operasi dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk

menjelaskan tentang sensasi yang akan dialami ketika perioperatif

dan mendiskripsikan langkah-langkah prosedur. Informasi yang

disampaikan meliputi pemeriksaan yang dilakukan sebelum operasi,

tindakan operasi, alat-alat yang akan digunakan, pemindahan ke

kamar operasi dan pemindahan ke ruang pemulihan (Hidayat dan

Uliyah, 2014). Tenaga kesehatan juga dapat

mengajarkan cara menejemen nyeri, latihan pernafasan, latihan batuk,

dan perubahan posisi (Smeltzer dan Bare, 2002).

2. Persiapan Saluran Pencernaan (Diit)


Pasien sebelum menjalani operasi harus melakukan puasa. Puasa

makanan dilakukan 8 jam sebelum tindakan operasi, dan puasa

minum dilakukan 4 jam sebelum tindakan operasi. Hal ini dilakukan

karena makanan dan minuman yang berada di dalam lambung akan

mengakibatkan terjadinya aspirasi (Hidayat dan Uliyah, 2014).

3. Persiapan Personal Hygine

Persiapan fisik yang dilakukan seperti pencukuran rambut yang dapat

menggagu proses operasi dan membersihkan kulit dengan sabun

heksaklorofin agar daerah yang akan dioperasi terbebas dari

mikroorganisme (Hidayat dan Uliyah, 2014).

4. Latihan Mobilisasi

Pemberian latihan mobilisasi pre operasi bertujuan untuk mencegah

dekubitus, merangsang peristaltik, mencegah komplikasi sirkulasi dan

mengurangi nyeri. Latihan yang dapat dilakukan pasien pre operasi

seperti duduk tegak dengan kaki menggantung ditempat tidur, dan

duduk di pinggir tempat tidur (Hidayat dan Uliyah, 2014).

5. Persiapan Psikologi

Perasaan takut dan cemas sering dialami oleh pasien pre operasi.

Banyak hal yang menyebabkan pasien merasa kecemasan seperti

takut mati, nyeri, takut dengan proser anastesi dan citra tubuh setelah

operasi (Smeltzer dan Bare, 2002).

6. Informed Concent

Informed concent merupakan pernyataan ketersediaan melakukan

tindakan operasi yang dibuat secara sadar dan sukarela. Informed

concent sebagai syarat utama dapat dilakukannya operasi kecuali

pada tindakan emergensi untuk menyelamatkan nyawa tetapi juga

harus berusaha untuk menghubungi kerabat yang bersangkutan.


E. Kerangka Kerja

Populasi

Sampel

Two group pre test-post test


design
Kelompok Kelompok
Pre test Eksperimen 2
eksperimen 1

Observasi (Kuesioner Observasi (kuesioner


tingkat kecemasan) tingkat kecemasan

Perlakuan (Spiritual Suport)


Perlakuan (terapi M usik)

Observasi (kuesioner
Post test Observasi (kuesioner
tingkat kecemasan
tingkat kecemasan

Analisa data

Penyajian Hasil

Kesimpulan
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konseptual Penelitian

Spritual support dan terapi music adalah cara -cara penenangan yang

dapat merelaksi dan meningkatkan fungsi mental serta dapat menciptakan rasa

sejahtera.Alunan music lembut yg menenangkan dapat menstimulasi

gelombang otak dengan frekuensi deep delta untuk merangasang kondisi

relaksasi yg dalam,sedangkan dukungan spiritual dapat memberikan efek

optimisme dalam diri. Dari kedua cara ini masing-masing mempunyai tujuan

yang hampir sama namun dengan cara yang berbeda.

Pada pasien pre operasi perasaan cemas,takut dan gelisah tentu tidak

terhindarkan,pengaruh kecemasan juga sangat besar apabila tidak segera

diatasi maka akan berpengaruh pada psikologis dan bahkan fisiologis yang

kemudian akan menjadi kendala terjadinya operasi.Untuk hal ini perawat

berperan dalam memberikan penanganan pre opeasi dengan melihat kedua

cara tersebut.

Berdasarkan dasar pemikiran variable tersebut ,maka dibuat skema pola

variable sebagai berikut :

TERAPI MUSIK KECEMASAN PRE


SPIRITUAL SUPPORT
OPERASI

Keterangan :
: Variabel independen I : Variabel dependen

: Variabel independen II : garis penghubung

Klasifikasi variable penelitian

1. Variabel independen I : Spiritual Support

2. Variabel independen II : Terapi Musik

3. Variabel Dependen : Kecemasan pre operasi

B. Hipotesis Penelitian

1) Hipotesis Nol (H0) Tidak adanya perbedaan efektifitas Spiritual Support dan

Terapi Musik Terhadap penurunan kecemasan pasien pre operasi

2) Hipotesis Alternatif (Ha) Adanya perbedaan efektifitas Variabel Penelitian

Spiritual Support dan Terapi Musik Terhadap penurunan kecemasan pasien

pre operasi
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experiment, dengan menggunakan

metode Two Group pre and post test design yang mengungkapkan hubungan sebab akibat

dengan melibatkan dua kelompok subjek. Penelitian ini dilakukan dengan cara, pada kelompok

eksperimen 1 Spiritual Supportl) dan kelompok eksperimen 2 (pemberian terapi musik)

dilakukan pretest (pengukuran awal) kecemasan dengan menggunakan skala Hars terlebih

dahulu sebelum diberikan spiritual support dan terapi musik. Setelah itu, pada kelompok

eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 diberikan terapi satu kali setiap hari selama 14 hari

berturut- turut dengan durasi waktu 20 menit kemudian pada minggu kedua dilakukan lagi post

test (pengukuran akhir) untuk mendapatkan hasil setelah pemberian spiritual support dan terapi

musik

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah semua pasien pre operasi di RS

Labuang Baji Makasar”

2. Sampel

Sesuai dengan tujuan penelitian maka teknik sampling yang digunakan adalah
Purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki
peneliti(tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat
mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya
a. Kriteria Inklusi

1) Pasien yang akan menjalani operasi dan bersedia menjadi responden

2) Pasien yang akan menjalani operasi yang sadar dan mampu berkomunikasi

dengan baik

b. Kriteria Ekslusi

1) Pasien yang akan menjalani operasi namun tidak bersedia menjadi responden

2) Pasien yang akan menjalani operasi yang tidak sadar dan tidak mampu

berkomunikasi dengan baik

C. Pengumpulan Data dan Analisa Data

1. Instrument Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini


melalui kuesioner skala HARS (HAMILTON ANXIETY RATINGSCALE).
Kuesioner atau angket diperoleh dari penelitian sebelumnya oleh Retno
widiyangrum (2015) untuk mengukur tingkat kecemasan responden. Setiap
item pertanyaan dari instrumen
kuisioner yang diberikan terdiri dari 4 pilihan jawaban dengan
pembobotan sebagai berikut :

0 = tidak ada

1 = ringan

2 = sedang

3 = berat

4 = berat sekali

Setelah semua nilai terkumpul menggunakan skor standar, didapatkan:

Skor : <14 = tidak ada kecemasan

14 – 20 = kecemasan ringan

21-27 = kecemasan sedang

28-41 = kecemasan berat

42 -56 = kecemasan berat sekali

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan Ruang Bedah RS Labuang Baji dengan waktu

penelitian 4 Febuari 2022- 7 Febuari 2022

3. Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data


a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari responden dengan

menggunakan kuesioner.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari berbagai sumber untuk

membantu peneliti dalam menyimpulkan hasil penelitian.

D. Cara Analisa Data

Hasil jawaban atas pertanyaan lembar observasi skala Hars di isi dan di
ceklis kemudian dilakukan perbandingan nilai antara pre perlakuan dan
post perlakuan kedalam satu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki.

Analisis data merupakan tindakan menginterpretasikan data yang didapat untuk

dapat digambarkan dan dipahami. Analisis data berisi tentang penjelasan data pada

masing-masing variabel yang diteliti yang kemudian dideskripsikan. Penelitian ini

menggunakan dua cara dalam menganalisis data yaitu analisis data univariat dan

bivariat. Analisis univariat adalah proses menganalisis tiap-tiap variabel penelitian

yang ada secara deskriptif dengan menghitung ditributif frekuensi dan presentasi

dari tiap variabel. Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga berpengaruh (Notoatmodjo, 2005). Dalam hal ini peneliti ingin

mengetahui ada atau tidaknya pengaruh atau untuk membuktikan hipotesis

pengaruh variabel dianalisis

Menurut (Seokidjo, 2014), dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat

rekomendasi dari institusinya dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi


atau lembaga tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan

penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi :

1. Informant Consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang

memenuhi kriteria inklusi disertai judul penelitian. Bila subjek, maka peneliti tidak

akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden,

tetapi lembar tersebut diberikan kode.

3. Konfedentiality ( kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneliti.


KUISIONER

PERBEDAAN EFEKTIFITAS SPIRITUAL SUPPORT DENGAN TERAPI MUSIK

TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI

Total Skor : kurang dari 14 = tidak ada

kecemasan

14 – = kecemasan ringan

20

21 – = kecemasan sedang

27

28 – = kecemasan berat

41

42 – = kecemasan berat

56 sekali

0 = tidak ada

1 = ringan

2 = sedang

3 = berat

4 = berat sekali
No Pertanyaa 0 1 2 3 4

1 Perasaan Ansietas

- Cemas

- Firasat Buruk

- Takut Akan Pikiran Sendiri

- Mudah Tersinggung

2 Ketegangan

- Merasa Tegang

- Lesu

- Tak Bisa Istirahat Tenang

- Mudah Terkejut

- Mudah Menangis

- Gemetar

- Gelisah

3 Ketakutan

- Pada Gelap

- Pada Orang Asing

- Ditinggal Sendiri

- Pada Binatang Besar

- Pada Keramaian Lalu Lintas

- Pada Kerumunan Orang Banyak

4 Gangguan Tidur
- Sukar Masuk Tidur

- Terbangun Malam Hari

- Tidak Nyenyak

- Bangun dengan Lesu

- Banyak Mimpi-Mimpi

- Mimpi Buruk

- Mimpi Menakutkan

5 Gangguan Kecerdasan

- Sukar Konsentrasi

- Daya Ingat Buruk

6 Perasaan Depresi

- Hilangnya Minat

- Berkurangnya Kesenangan Pada Hobi

- Sedih

- Bangun Dini Hari

- Perasaan Berubah-Ubah Sepanjang Hari

7 Gejala Somatik (Otot)

- Sakit dan Nyeri di Otot-Otot

- Kaku

- Kedutan Otot

- Gigi Gemerutuk

- Suara Tidak Stabil

8 Gejala Somatik (Sensorik)

- Tinitus

- Penglihatan Kabur
- Muka Merah atau Pucat

- Merasa Lemah

- Perasaan ditusuk-Tusuk

9 Gejala Kardiovaskuler

- Takhikardia

- Berdebar

- Nyeri di Dada

- Denyut Nadi Mengeras

- Perasaan Lesu/Lemas Seperti Mau

Pingsan

- Detak Jantung Menghilang

(Berhenti Sekejap)

10 Gejala Respiratori

- Rasa Tertekan atau Sempit Di Dada

- Perasaan Tercekik

- Sering Menarik Napas

- Napas Pendek/Sesak
STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR (SOP) TERAPI MUSIK

A. Pengertian

Terapi musik adalah materi yang mampu mempengaruhi kondisi


seseorang baik fisik maupun mental.
B. Tujuan

Tujuan terapi musik adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki


kondisi fisik, emosi, kognitif, dan sosial bagi individu dari berbagai
kalangan usia
C. Persiapan

3. Persiapan Responden

responden diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan

4. Persiapan Alat

a. Earphone /headset

b. Handphone/MP3/Tablet berisikan murottal

D. Prosedur

1. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilaksanakan kepada responden

2. Responden dikumpulkan di dalam satu ruangan yang tenang

3. Ukur tingkat kecemasan responden

4. Responden diminta dalam proses terapi duduk tenang dan tidak berbicara

5. Pastikan responden dalam posisi nyaman dan rileks

6. Menghubungkan earphone dengan handphone/ MP3/Tablet berisikan

7. Pasang earphone/headset di telinga kiri dan kanan responden


8. Dengarkan musik satu kali setiap hari selama 14 hari berturut-turut
dengan durasi waktu 20 menit dengan volume 50 desibel dan hentikan
terapi apabila responden tidak nyaman.
9. Lepaskan earphone/headset

10. tingkat kecemasan responden di ukur setelah responden merasa tenang

11. Ukur kembali tingkat kecemasan responden pada minggu kedua


setelah diberikan terapi musik
12. Lakukan dokumentasi

STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR (SOP) Spiritual Support

B. Pengertian

Serangkaian aktifitas yg dirancang dalam memberikan pelayanan


bimbingan spiritual/kerohanian terhadap pasien yg dirawat di RS sebagai
bagian dari asuhan keperawatan komprehensif.
C. Tujuan

Tujuan spiritual support adalah untuk menurunkan hormon-hormon stres,


mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan
perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh
sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung,
denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak
D. Persiapan

1. Persiapan Responden

responden diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan

2. Persiapan Alat

a. bible

b. Tasbih,sajadah,dll

E. Prosedur
1) Pelaksanaan bimbingan rohani dilaksanakan secara professional oleh
pembimbing Rohani sesuai agama dan kepercayaan pasien
2) Responden diminta untuk membaca terjemahan ayat
3) Dengarkan bacaan bible dan renungan motivasi satu kali setiap hari selama
14 hari berturut-turut dengan durasi waktu 20 menit dengan volume 50
desibel dan hentikan apabila responden tidak nyaman.
4) tingkat kecemasan responden di ukur setelah responden merasa tenang
5) Ukur kembali tingkat kecemasan responden pada minggu kedua setelah
diberikan Spiritual support
6) Lakukan dokumentasi
Responden diminta untuk membaca terjemahan ayat

1.

2. Dengarkan bacaan bible dan renungan motivasi satu kali


setiap hari selama 14 hari berturut-turut dengan durasi waktu
20 menit dengan volume 50 desibel dan hentikan apabila
responden tidak nyaman.
3. Tutup alkitab

4. tingkat kecemasan responden di ukur setelah responden merasa tenang

5. Ukur kembali tingkat kecemasan responden pada minggu


kedua setelah diberikan Spiritual support
6. Lakukan dokumentasi

Kelompok Spiritual Support

Jenis
No Nama Kelami Usia Pre/ket Post/ket
n
27 20
1 WH L 21
(Kecemasan (Kecemasan
sedang) sedang)
26 12
2 HS P 21
(Kecemasan (Kecemasan
sedang) Ringan)
27 9
3 FR P 22
(Kecemasan (Kecemasan
sedang) Ringan)
18 18
4 AN P 21
(Kecemasan (Kecemasan
sedang) sedang)
27 25
5 MR L 21
(Kecemasan (Kecemasan
sedang) sedang)
23(Kecemas 22
6 WE P 21 an sedang)
(Kecemasan
sedang)
23 20
7 MH P 21
(Kecemasan (Kecemasan
sedang) sedang)
20 7
8 UA P 20
(Kecemasan (Kecemasan
sedang) Ringan)
14 7
9 IA L 21
(Kecemasan (Kecemasan
Ringan) Ringan)
24 21
10 SR P 22
(Kecemasan (Kecemasan
sedang) sedang)
19 10
11 AP L 21
(Kecemasan (Kecemasan
sedang) Ringan)
27 25
12 AB L 20
(Kecemasan (Kecemasan
sedang) sedang)
20 11
13 RF L 22
(Kecemasan (Kecemasan
sedang) Ringan)

Kelompok Terapi music

Jenis
No Nama Kelami Usia Pre Post
n
1 TA P 20 14 (Kecemasan 7 (Kecemasan
Ringan) Ringan)
20
2 MA L 20 22 (Kecemasan
sedang)
(Kecemasan
sedang)
12
3 KD P 20 17 (Kecemasan
sedang)
(Kecemasan Ringan)
17
4 NS P 21 23 (Kecemasan
sedang)
(Kecemasan
sedang)
19
5 AM P 20 25 (Kecemasan
sedang)
(Kecemasan
sedang)
10
6 AZ P 20 19 (Kecemasan
sedang)
(Kecemasan Ringan)
21
7 FA L 20 27 (Kecemasan
sedang)
(Kecemasan
sedang)
14
8 DM P 21 27 (Kecemasan
sedang)
(Kecemasan Ringan)
10
9 NZ P 20 16 (Kecemasan
sedang)
(Kecemasan Ringan)
18
10 MS P 20 21 (Kecemasan
sedang)
(Kecemasan
sedang)
24
11 RS P 21 25 (Kecemasan
sedang)
(Kecemasan
sedang)
21
12 SD L 21 20 (Kecemasan
sedang)
(Kecemasan
sedang)
17
13 FS L 21 17 (Kecemasan
sedang)
(Kecemasan
sedang)

DAFTAR PUSTAKA

Lino Bayu,W 2018,′ PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP PENURUNAN


TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI (Studi Di RSUD dr Sayidiman
Magetan)Maret 2018

′Pengaruh Hipnosis lima jari terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang
perawatan bedah RSUD Pakuhaji,Jurnal HealthSains,vol 1,No 5,Suhadi dan Ayu
Pratiwi,2020

′EFEKTIFITAS TERAPI MUROTAL AL QURAN TERHADAP KECEMASAN DAN


STRES PADA PASIEN PRE OPERASI,Jurnal Keperawatan,vol,13 No,1,hal,129-
136,Aldhin Al,K dan Asrina Pitayanti ,2021

Anda mungkin juga menyukai