Anda di halaman 1dari 5

A.

Natasha Lutfia
2110121001

Perkembangan Teknologi Komunikasi Pada Media Sosial Sebagai Bentuk


Media Baru

Seiring dengan perkembangan yang pesat di bidang teknologi komunikasi,


pemahaman mengenai teknologi komunikasi banyak mendapat sorotan ahli komunikasi, salah
satunya Everett M. Rogers (1986 : 2) yang melihat bahwa teknologi komunikasi merupakan
perangkat keras dalam struktur organisasi yang mengandung nilai-nilai sosial, yang
memungkinkan setiap individu mengumpulkan, memproses dan melakukan saling tukar
informasi dengan individu lainnya.

Proses komunikasi yang selama ini dilakukan hanya melalui komunikasi tatap muka,
komunikasi kelompok, komunikasi massa, berubah total dengan perkembangan teknologi
komunikasi dewasa, khususnya internet. Perubahan tersebut akan membawa konsekuensi-
konsekuensi proses komunikasi. Proses komunikasi yang terjadi membawa konsekuensi di
tingkat individu, organisasi, dan kelembagaan.

Media sosial begitu pentingnya dalam kehidupan masyarakat di era internet sekarang.
Tidak saja media sosial membuat kita manusia sangat transparan dalam berkomunikasi, tetapi
aktivitas manusia dengan mudah dapat diketahui oleh orang lain, bahkan diketahui seluruh
dunia. Misalnya saja ketika kita menuliskan status kita di Facebook atau nge-tweet melalui
Twitter.

Apa yang terjadi pada media komunikasi penyebaran pesan di atas tentu membawa

konsekuensi perubahan pada masyarakat. Konsekuensi itu kemudian membentuk

sebuah ciri khas yang berbeda dengan kenyataan masyarakat sekarang. Secara fisik,

jumlah anggota, kuantitas lalu lintas pesan, jenis-jenis pesan berbeda dengan kenyataan

masyarakat saat ini. Sebut saja ada bentuk masyarakat lain selain masyarakat riil yang

dikenal secara konseptual atau kenyataan. Masyarakat itulah yang dinamakan masyarakat
virtual (muncul akibat internet). Secara definitif, masyarakat (nyata) adalah sebuah kehidupan
masyarakat yang secara inderawi dapat dirasakan sebagai sebuah kehidupan nyata, dimana
hubungan antar angggotanya dibangun melalui penginderaan. Jadi masyarakat nyata adalah
masyarakat yang secara nyata bisa dibuktikan di sekitar manusia, terutama menyangkut ciri-
ciri fisik. Ciri fisik yang bisa dibuktikan itu misalnya ciri yang melekat pada individu, jumlah
anggota dalam masyarakat itu, kegiatan, aturan-aturan, orientasi hidup, tuntutan, dukungan
dan dinamika yang lain.

Revolusi proses penyebaran pesan yang dilakukan oleh media sosial adalah proses
pesan yang awalnya berjalan satu arah (one step flow) sebagaimana dilakukan oleh
mainstream media menjadi banyak tahap (multistep flow). Karenanya, mainstream media
mengikuti kecenderungan dari apa yang berkembang dalam media sosial. Dengan kata lain,
mainstream media menggunakan media sosial juga sebagai alat untuk penyebaran pesan-
pesannya. Disamping itu, masyarakat menggunakan media sosial karena sifat informasinya
yang interaktif antar user. Revolusi juga berarti banyak kegiatan yang dapat dilakukan karena
media sosial tidak saja untuk urusan bisnis, tetapi juga politik atau sekadar mencari hiburan
saja

Identifikasi Efek Media Mainstream

Media saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.
Peran media massa dalam masyarakat tidak dapat dihindari lagi. Media hadir dalam
kehidupan kita sehari hari. Setiap hari kita selalu bersentuhan dan membutuhkan
media. Kemajuan media komunikasi saat ini sangat memberikan pengaruh terhadap
masyarakat baik terhadap pemikiran maupun pola hidup. Dapat dikatakan bahwa
hampir setiap kegiatan dan permasalahan dalam masyarakat melibatkan media.
Media massa arus utama (mainstream) semakin dibutuhkan di tengah
serbuan media sosial (medsos). Kehadiran media mainstream menjadi ujung tombak
menangkal informasi ujaran kebencian dan hoaks yang marak disebarkan melalui
medsos. Jika saja media sosial dan media abal-abal yang tak ter verifikasi menjadi
sumber informasi utama masyarakat maka akan menimbulkan dampak yang
merugikan di segala aspek kehidupan sosial, ekonomi, stabilitas politik dan
keamanan sebuah negara. Masyarakat Indonesia sudah jenuh dengan informasi
ujaran kebencian dan hoaks yang beredar melalui media sosial. Masyarakat kian
menyadari dan kritis akan apa yang disajikan media sosial selama ini, menerima
informasi yang menyesatkan, membingungkan, tidak berdasar fakta objektif, dan
cenderung provokatif yang mengancam keutuhan bangsa. Media mainstream
menjadi garda terdepan sebagai sumber informasi yang valid bagi masyarakat,
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Media mainstream memiliki aturan main
yang sangat ketat dalam proses penyajian berita. Kelayakan sebuah informasi untuk
diberitakan menjadi konsumsi publik melalui proses panjang, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan. Para jurnalis di media mainstream umumnya para
profesional dengan pendidikan cukup memadai dan diberikan pembekalan khusus
tentang etika jurnalistik, umumnya tergabung dalam serikat profesi yang diikat oleh
kode etik. Jurnalis media mainstream bekerja mencari, mengolah, dan menyebarkan
informasi serta dengan kerangka etis, mereka mengabarkan fakta.
Terdapat tiga dimensi efek komunikasi massa yaitu: kognitif, afektif, dan
konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar, dan tambahan
pengetahuan. Efek efektif berhubungan dengan emosi, perasaan, dan attitude
(sikap). Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuyk
melakukan sesuatu menurut cara tertentu.
Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya
informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif membahas tentang bagaimana media
massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat
dan mengembangkan keterampilan kognitif. Melalui media massa, seseorang dapat
memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah
dikunjungi secara langsung (Karlinah dalam Fitriansyah, 2018). Seseorang
memperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang belum pernah kita
lihat atau belum pernah kita kunjungi secara langsung melalui media massa.
Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah realitas yang sudah diseleksi.
Media massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia memberikan
manfaat yang dikehendaki masyarakat (efek prososial).
Efek afektif memiliki kadar yang lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan
dari komunikasi massa bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar
menjadi tahu tentang sesuatu, melainkan lebih dari itu, setelah mengetahui informasi
yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat merasakannya (Karlinah dalam
Fitriansyah, 2018). Efek afektif dipengaruhi beberapa faktor pada komunikasi massa,
yaitu suasana emosional seseorang yang menghasilkan respons tertentu terhadap
sebuah film, iklan, ataupun sebuah informasi ; skema kognitif yang merupakan
naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur peristiwa; situasi
terpaan seperti seseorang akan sangat ketakutan menonton film horor apabila
sendirian di rumah tua, ketika hujan lebat, dan tiang-tiang rumah berderik; dan faktor
predisposisi individual yang menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat
dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa.
Efek konatif atau efek behavioral berhubungan dengan perilaku dan niat
untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu. Efek behavioral merupakan akibat
yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan.
Adegan kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan orang menjadi
beringas. Program acara memasak, akan menyebabkan para ibu rumah tangga
mengikuti resep-resep baru, dan lain sebagainya.
Pada saat ini, kompetisi antar media sangat ketat sehingga bagi yang tidak
siap dengan persaingan ini, mereka akan mati. Di satu sisi, kondisi ini
mengundang para pemodal yang sebelumnya tidak bermain di bisnis media.
Banyaknya media-media baru membuat tingkat kompetisi makin tinggi
sehingga kekuatan modal menjadi salah satu faktor yang penting. Kondisi
tersebut disikapi dengan menghilangkan kompetisi itu sendiri dengan cara
melakukan konglomerasi media secara besar-besaran. Di lain sisi, media kecil
yang tidak punya kekuatan modal seperti mereka lebih memilih menjadi
corong pemerintah untuk mendapatkan keuntungan atau minimal eksistensinya
bisa terjaga. Kecenderungan ini kerap terjadi oleh media-media lokal yang
lebih dekat dengan pusaran kekuasaan pemerintah di daerah.
Kompetisi yang ketat dan akuisisi media-media dalam satu grup besar juga
menimbulkan kecenderungan penyebaran pesan dengan kepentingan pribadi.
Kandungan media adalah komoditas yang dijual di pasar, dan informasi yang
disebarluaskan dikendalikan oleh apa yang pasar akan tanggung. Sistem ini
membawa implikasi mekanisme pasar yang tidak ambil risiko, suatu bentuk
mekanisme pasar yang kejam karena membuat media tertentu mendominasi
wacana publik dan lainnya terpinggirkan. Pers kini tidak lagi fokus pada fungsi-
fungsi dasar media massa. Dalam lingkup yang lebih luas, pers Indonesia
gagal menjalankan fungsinya untuk menyuarakan kepentingan pihak-pihak
yang lemah. Pers kerap kali dituding tidak bisa menempatkan diri dalam
peristiwa konflik atau peperangan. Sehingga muncul dikotomi jurnalisme perang
dan jurnalisme damai. Jurnalisme perang digunakan untuk menyebutkan kinerja
media yang justru memicu konflik makin tajam dengan berbagai cara. Salah
satunya adalah dengan pemberitaan yang berat sebelah dengan angle liputan
tertentu. Sedangkan jurnalisme damai berusaha meminimalkan celah antara pihak
yang berlawanan dengan tidak mengulangi “fakta” yang memperparah atau
meningkatkan konflik. Nafas dari jurnalisme damai adalah agar peperangan tidak
semakin luas dan memakan korban lebih banyak lagi (Syahputra dalam
Yustitia, 2010).
Media massa Indonesia kredibilitasnya makin diragukan banyak pihak. Tidak
sedikit khalayak yang melihat bahwa media kini tidak lagi menyiarkan informasi
yang benar. Kompetisi yang seharusnya membuat masing-masing media
meningkatkan performanya justru disikapi dengan menutup kompetisi itu sendiri
dengan konglomerasi media.

Referensi:

 Kurnia, Novi. 2005. Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Media Baru :


Implikasi Terhadap Teori Komunikasi, Jurnal UNISBA.
 Nurudin. 2013. Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi,
Jurnal UMY.
 Fitriansyah, Fifit. 2018. Efek Komunikasi Massa Pada Khalayak (Studi Deskriptif
Penggunaan Media Sosial dalam Membentuk Perilaku Remaja). Cakrawala Jurnal
Humaniora, Vol.18, No.2, ISSN 1411-8629.
 Mudjiyanto, Bambang dan Dunan, Amri. 2020. Media Mainstream Jadi Rujukan
Media Sosial. Majalah Semi Ilmiah Populer Komunikasi Massa, Vol.1, No.1, pp: 21-
34, ISSN: 2721-6306.
 Yustitia, Senja. 2010. Citizen Journalism Melawan Mainstream Media. The
Messenger, Vol.11, No.1, ISSN 2086-1559.

Anda mungkin juga menyukai