Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TEORI-TEORI KEWARGANEGARAAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Konsep Dasar PKN

Dosen :

SALEHA, S.Pd., M.Pd

OLEH :

KELOMPOK II

Farhanuddin Thalib ( 732086206018 )

Hilda ( 732086206024 )

Latisya Enjela Pransiska ( 732086206031 )

Wahida ( 732086206079 )

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ENREKANG
2021
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah atas segala Rahmat Allah SWT dan isinnya lah kami dapat
menyeselasaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula kami kirimkan shalawat serta salam
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta Keluarganya, para sahabatnya, dan
seluruh umatnya yang senantiasa istiqomah hinggga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar PKN
yang berjudul Telaah Dan Teori Kewarganegaraan.

Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, khususnya kepada bapak Saleha, S.Pd., M.Pd, selaku dosen Konsep Dasar PKN
yang telah memberikan tugas ini kepada kami, sehingga kami memperoleh banyak manfaat
dan pembelajaran setelah menyusun makalah ini.

Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki, karena itu
kami mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi perbaikan makalh dimasa mendatang,
harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan kami.

Demikian makalah ini kami susun, semoga bisa memberikan manfaat kepada pembaca.

Pinrang, 04 Desember 2021

Kelompok II
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan...............................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................5
D. Manfaat Penulisan......................................................................................................5

BAB II Pembahasan...............................................................................................................6

A. Warga Negara dan Kewarganegaraan........................................................................6


B. Tiga arena Kewarganegaraan.....................................................................................7
C. Pendidikan Kewarganegaraan....................................................................................8
D. Teori-Teori Kewarganegaraan...................................................................................8
1. Teori Kewarganegaraan Liberal......................................................................................8
2. Teori Kewarganegaraan Komunitarian.................................................................9

BAB III Penutupan.................................................................................................................15

A. Kesimpulan................................................................................................................16
B. Saran...........................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam konsep kewarganegaraan merupakan salah satu bagian dari terpenting dalam tubuh
Kewarganegaraan tersebut, tidak hanya sebagai komunitas biasa yang hanya asal ada dan
datang di tubuh masyarakat, komunitaspun mempunyai teori dan praktik untuk menjadi
komunitas yang benar dan tertuntun dalam konsep kewarganegaraan.
Terjadi perbedaan pendapat mengenai konsep kewarganegaraan sesuai dengan
perspektifnya para ahli masing-masing, diantaranya : 1) Pendapat Ronal Beiner dalam
bukunya Theorizing Citizenship (1995), mengemukakan adanya tiga teori kewarganegaraan,
yakni, Liberal, Communitarian, dan Republican. 2) Herman Van Gunstreren dalam Sapriya
(2006) mengemukakan ada tiga teori dasar kewarganegaraan yang berkembang dan menjadi
kajian ilmiah, yakni Liberalsme, komunitarianisme dan republikanisme. 3) Derek Heater
dalam bukunya A Brief Historyof Citizenship (2004) menyatakan bahwa berdasar sejarah
perkembangannya, teori kewarganegaraan dibedakan antara Tradisi Republikan (the civic
tradition) dengan Tradisi Liberal (liberal tradition). Sejalan dengan pendapat umum, maka
dapat disimpulkan bahwa teori kewarganegaraanmencakup Liberal, Komunitarian,
Republikan dan juga Demokrasi Radikal sebagai tambahan pemahaman mengenai teori
kewarganegaraan. Maka dari itu dibuatnya makalah ini, agar supaya membuat pembaca
maupun penulis lebih mengetahui tentang bagaimana cara berwarga dan bernegara yang baik
dan benar, khususnya terkait beberapa teori kewarganegaraan yang menjadi pembahasan inti,
juga mendalami supaya lebih tau terkait teori dan praktik kewarganegaraan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Warga Negara dan Kewarganegaraan?
2. Apa saja yang menjadi arena Kewarganegaraan?
3. Apa pengertian dari Pendidikan Kewarganegaraan?
4. Apa saja yang dimaksud dengan Teori-Teori Kewarganegaraan?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan dalam penulisan makalah ini ialah

- Tujuan Umum : Sebagai media pembelajaran mahasiswa


- Tujuan Khusus :
1. Agar mahasiswa mengetahui apa yang di maksud dengan warga Negara dan
Kewarganegaraan.
2. Agar mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan Warga Negara dan
Kewarganegaraan.
3. Agar mahasiswa mengetahui apa saja yang menjadi arena Kewarganegaraan.
4. Agar mahasiswa mengetahui apa saja yang dimaksud dengan Teori-Teori
Kewarganegaraan.

D. MANFAAT PENULISAN

- Sarana membaca
- Membaca pembelajaran

BAB II
PEMBAHASAN
A. WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN
Pengertian warga negara adakalanya dicampuradukkan dengan penduduk,
masyarakat dan rakyat sehigga menimbulkan keracuan. Dalam penempatannya, warga
negara dikaitkan dengan kehidupan bernegara yang mempunyai peraturan
perundangan tentang pengakuan terhadap kewarganegaraan seseorang.
Aristoteles menyatakan bahwa penentuan tentang siapakah warga negara itu lebih
tepatdidasarkan pada rezim konstitusi atau bentuk pemerintahannya. Jadi warga
negara ditentukan oleh bentuk pemerintahan. Konstitusi menentukan siapa yang
menjadi warganegara. Warganegara dalamoligarki belum tentu warganegara dalam
demokrasi. Warga negara tidak ditentukan berdasar tempatatau ketaatan pada hukum.
Yang benar adalah warganegara adalah mereka yang berperan dalam pemerintahan
(share in the administration of justice and in the holding of office). Dalam
pengertianyang lebih tegas warga negara adalah one who shares in making decisions
and holding office. Hal ini khususnya yang berlaku dalam konstitusi dengansistem
demokrasi, Orang–orang seperti inilahyang seharusnya disebut warga negara.
Selanjutnya mengenai gagasan tentang kewarganegaraan (citizenship)
sesungguhnya dapatditelusuri dari sejarah perkembangan kewarganegaraan yang
bersumber dari peradaban Yunani Kuno, republik Romawi sampai pada modernitas
Barat. Pemikiran yang tumbuh di masa YunaniKuno telah memberi pijakan kuat bagi
teorisasi kewarganegaraan khususnya pada kewarganegaraan moderen. Salah satunya
dari Aristoteles (384 -322 SM) seorang pemikir, ilmuwan, ahli logika dan sekaligus
filosof terkenal saat itu. Karyanya yang berjudul Politics telah memberikan informasi
penting mengenai Athena sebagai suatu negara kota (polis) di masa Yunani Kuno
yang demokratis beserta keberadaan warganya di polis tersebut (polites/politai).
Istilah polis, polites dan politeia (bahasa Greek) menjadi kata-kata kunci atau dikenal
sebagai bagian dari Aristotle‟s term, yang nantinya diterjemahkan sebagai state,
citizen dan constitution. (bahasa Inggris). Ketiga istilahtersebut tidak bisa dipisahkan
dan untuk memahami satu hal, maka yang lain juga harus dipahami pula.
Kewarganegaraan(citizenship) adalah suatu bentuk dari identitas sosial politik (a form
ofsocial political identity) seseorang yang keberadaannya berkaitan dengan waktu
yang berkembang(Derek Heater,2004).
Disisi lain, kewarganegaraan ternyata tidak hanya sebuah identitas, tetapi
mencakup pula atributrights, obligations, active in public affairs, dan an acceptance of
societal values (JJ Cogan &Dericcot, 1998: 2-3). Oleh karena itu pula definisi
kewarganegaraan termasuk pula definisi warga tidaklah sama, mencakup banyak
dimensi.
Menurut Aristoteles, definisi tentang warga ditentukan oleh bentuk pemerintahan
atau ia sebut bentuk konstitusinya. Pada buku Politics bagian III yang berbicara
tentang The Teory of Citizenshipdan Constitutions, Aristoteles mengulas secara
panjang lebar mengenai kewarganegaraan, warga dan konstitusi. Sekali lagi bahwa
ketiga konsep tersebut menurutnya tidak bisa dipisahkan. Bahwa untuk memahami
apa itu konstitusi, kita mesti mengetahui apa itu negara dan untuk mengetahui negara
sebagai tempat hidup warga kita perlu memper jelas apa itu kewarganegaraan.

B. TIGA ARENA KEWARGANEGARAAN


Prinsip dan konsep dasar kewarganegaraan dapat diterangkan dalam tiga arena
yang luas, yakni:

1. Kewarganegaraan sebagai prinsip politik berdemokrasi.


2. Kewarganegaraan sebagai status yuridis individu sebagai subjek hukum artinya
memberikanhak-hak serta kewajiban di dalamnya.
3. Kewarganegaraan sebagai bentuk keberanggotaan dalam suatu komunitas yang eksklusif
dengan basis ikatan sosial yang khas.
Kewarganegaraan sebagai prinsip berdemokrasi dikemukakan pertama-tama oleh
Aristotelesdan kemudian dikembangkan oleh pemikir republic anisme J.G.A Pocock. Dalam
konsepsi ini, kewarganegaraan dikonstruksi sebagai aktivitas atau tindakan untuk terlibat
dalam proses diperintah dan memerintah secara setara. Warga aktif dalam kehidupan publik,
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan serta yang utama, memperjuangkan keutamaan
sebagai kerangka bersama. Pandangan kewarganegaraan sebagai prinsip berdemokrasi
menekankan kesetaraan politik dan partisipasi sebagai pusat dan karakter dasar
kewarganegaraan.
C. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Pendidikan merupakan upaya sadar suatu masyarakat dan juga negara untuk menjadikan
dirinya lebih berpengetahuan, lebih cakap dalam berketerampilan dan lebih beradab dalam
tingkah laku. Kewarganegaraan adalah segala hal yang menyangkut bangsa, negara dan
hubungan antara negara dengan warganya. Dengan demikian, Pendidikan Kewarganegaraan
adalah upaya sadar bangsa dan negara untuk memberikan pengetahuan mengenai hubungan
antara konsep-konsep dalam paradigma negara kepada seluruh warga negara.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah menjadikan warga negara
Indonesia yang cerdas, bermartabat dan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

D. TEORI-TEORI KEWARGANEGARAAN
1. Teori Kewarganegaraan Liberal
a) Pengertian Teori Kewarganegaraan Liberal
Teori Kewarganegaraan liberal memandang kebebasan individual yang memuat di
dalamnya sejumlah hak-hak dasar sebagai prinsip utama, seperti: hak hidup, hak kebebasan,
dan hak milik. Tokoh utama konsepsi kewarganegaraan liberal John Locke dan John Stuart
Mill (Schuck,2002:132-13).
b) Dasar Teori Kewarganegaraan Liberal
Teori ini bersumber dari ideologi individualisme yang berpahamkan kebebasan individu
terutama kebebasan dari campur tangan negara dan masyarakat. Teori ini juga berpendapat
bahwa warga negara sebagai pemegang otoritas untuk menentukan pilihan dan hak.
Berdasarkan aksioma teori ini memandang warga negara secara individual memaksimalkan
keuntungan yang dimilikinya, yakni menentukan pilihan tindakan yang akan mengantarkan
pada hasil tertinggi dikalikan peluang situasi yang akan terjadi. Perspektif ini bercirikan
penekanan pada individu, dan kapasitas individu untuk mengubah identitas kelompok atau
kolektif, untuk menghancurkan belenggu identitas pasti (status sosial, hirarkis, peran
tradisional), untuk menentukan ulang tujuan seseorang. Teori kewarganegaraan liberal
menekankan pada konsep kewarganegaraan yang berbasis pada hak.
Teori ini juga berpendapat bahwa warga negara sebagai pemegang otoritas untuk
menentukan pilihan dan hak. Teori kewarganegaraan liberal menekankan pada konsep
kewarganegaraan yang berbasis pada hak. Peter H Scuck dalam Liberal Citizenship (2002)
menyatakan bahwa pengaruh besar dari teori ini diawali oleh penjelasan secara sistematis
melalui John Locke dan J.S Mill. Menurut Locke individu dianugerahi dan dihiasi oleh
Tuhan dengan hukum alam dan berupa hak-hak alamiah. Teori Locke tentang kepemilikian
(Locke’s theory of property) menyebutkan ada tiga elemen sentral bagi kewarganegaraan
liberal. Pertama, individu dapat menciptakan kekayaan atau kepemilikan dan menambah
dominasi kepemilikan itu melalui kerja. Kedua, perlidungan terhadap kepemilikan
merupakan fungsi utama hukum dan pemerintahan dan Ketiga, pelaksanaan yang sah
menurut hukum atas hak-hak kepemilikan secara alamiah mengasilkan ketidak merataan yang
adil.
Teori kewarganegaraan liberal muncul pada abad 17 dan 18 serta berkembang kuat pada
abad 19 dan 20. Teori ini tentang kewarganegaraan dimulai dari pandangan yang bersifat
individualistis. Teori ini bersumber dari ideologi individualisme yang berpahamkan
kebebasan individu terutama kebebasan dari campur tangan negara dan masyarakat. Teori ini
juga berpendapat bahwa warga negara sebagai pemegang otoritas untuk menentukan pilihan
dan hak. Berdasarkan aksioma teori ini memandang warga negara secara individual
memaksimalkan keuntungan yang dimilikinya, yakni menentukan pilihan tindakan yang akan
mengantarkan pada hasil tertinggi dikalikan peluang situasi yang akan terjadi.
Menurut Peter H Suchuk ada 5 Prinsip Dasar Teori Liberal Klasik. Pertama,
mengutamakan kebebasan individu yang dipahami sebagai kebebasan dari campur tangan
negara. Kedua, proteksi yang luas terhadap kebebasan berpikir, berbicara dan beribadah.
Ketiga, kecurigaan yang dalam terhadap kekuasaan negara dalam mengatasi individu.
Keempat, pembatasan kekuasaan negara pada bidang atau aktivitas individu dalam
berhubungan dengan yang lain, dan yang Kelima, anggapan yang kuat dapat dibantah
mengenai kebaikan hati dalam hal masalah pribadi serta bentuk lain yang mendukung
pribadi.
Sedangkan salah satu Teori Liberal Modern, adalah yang dikemukakan oleh THMarshall
dalam bukunya Citizenship and Social Class (1950), menurutnya kewarganegaraan diartikan
sebagai status yang dianugerahkan bagi mereka sebagai anggota komunitas yang mencakup
hak sipil, hak politik, dan hak sosial. Jadi kewarganegaraan di dasarkan atas elemenhak dan
berdasar ini terdapat bentuk kewarganegaraan sipil, kewarganegaraan politik dan
kewarganegaraan sosial. Kewarganegaraan sosial muncul di abad 19, misal hak mendapat
kesejahteraan dan keamanan. Hak sosial menjadi unsur yang penting untuk menggerakan hak
sipil dan politik bagi mereka yang dimarjinalkan dan dalam situasi yang tidak beruntung.
Menurut dia hak merupakan hal yang penting dan ketiadaan hak menjadikan warga negara
tidak dapat berperan aktif secara efektif. Baginya kewarganegaraan (hak) dapat memperbaiki
konflik dalam kelas di masyarakat.
2. Teori Kewarganegaraan Komunitarian
a) Pengertian Teori Kewarganegaraan Komunitarian
Komunitarian adalah Teori Kewarganegaraan yang menekankan pada kelompok etnis atau
kelompok budaya, solidaritas diantara orang-orang yang memiliki sejarah atau tradisi yang
sama, kapasitas kelompok tersebut untuk menghargai identitas orang-orang yang dibiarkan
“teratomisasi” oleh kecenderungan untuk menggali akar masyarakat liberal.
Teori kewarganegaraan Komunitarian sangat menekankan pada fakta bahwa setiap orang,
warga negara perlu memiliki sejarah perkembangan masyarakat. Individualitas yang dimiliki
warga negara berasal dan dibatasi oleh masyarakat (Sapriya, 2007). Hal itu berdasar
keyakinan teori ini bahwa individu dibentuk oleh masyarakat. Di masyarakat ada norma yang
disepakati sebagai code of conduct yang harus dipenuhi anggota karena dengan cara inilah
eksistensi dan keberlangsungan masyarakat terjamin.
Perspektif komunitarian menekankan pada kelompok etnis atau kelompok
budaya,solidaritas diantara orang-orang yang memiliki sejarah atau tradisi yang sama,
kapasitaskelompok tersebut untuk menghargai identitas orang-orang yang dibiarkan
“teratomisasi” oleh kecenderungan yang mengakar pada masyarakat liberal (Ronald Beiner,
1995). Dikatakan bahwa Kommunitarian menekankan pada kebutuhan untuk
menyeimbangkan hak-hak dan kepentingan individu dengan kebutuhan komunitas sebagai
kesatuan dan bahwa individu terbentuk dari budaya dan nilai-nilai komunitas.
Ciri-ciri Utama Teori Kewarganegaraan ini adalah Individu dibentuk oleh masyarakat,
karena di masyarakat terdapat sistem norma yang disepakati sebagai rule of conduct.,
Tindakan individu harus sesuai dengan batas-batas yang diterima masyarakat., Identitas dan
stabilitas individu warga negara akan terbentuk dengan baik ketika didukung oleh
masyarakat., Masyarakat merupakan hal sangat vital bagi adanya kewarganegaraan (tiada
kewarganegaraan tanpa masyarakat).

b) Dasar Teori Kewarganegaraan Komunitarian


Teori kewarganegaraan komunitarian muncul dan berkembang pada abad-20 sebagai
reaksiatas teori kewarganegaraan liberal. Berbeda dengan liberalisme klasik, yang memahami
bahwa komunitas berasal dari tindakan sukarela individu-individu dari masa pra-komunitas,
komunitarianisme menekankan peranan komunitas dalam mendefinisikan dan membentuk
individu. Kaum komuitarian percaya bahwa nilai komunitas tidak cukup diakui dalam teori-
teori liberal tentang keadilan. Selain itu kemunculan teori ini berlandaskan pandangan bahwa
identitas dan karakter pribadi tidak mungkin terbentuk tanpa dukungan lingkungan
masyarakat.
Berbeda dengan teori kewarganegaraan liberal dimana masyarakat terbentuk dari pilihan-
pilihan bebas individu, teori ini berpendapat justru masyarakatlah yang menentukan dan
membentuk individu baik karakternya, nilai dan keyakinan-keyakinannya.
Komunitarian menekankan pentingnya komunitas dan nilai sosial bersama. Negara yang
menganut teori kewarganegaraan ini dalam prakteknya memiliki Pokok- pokok ajaran
komunitarianisme antara lain, adalah sebagai berikut:
- Komunitas adalah abtirer dalam kehidupan bersama
- Nilai-nilai sosial adalah kerangka moral kehidupan bersama
- Nilai-nilai sosial tersebut pada gilirannya merupakan croos societal moral dialoge.
Adanya komunitas yang berbeda saja tidak cukup, karena yang terpenting adalah
komunitas tersebut diperlakukan sama oleh warga negara maupun negara.
Dapat dikatakan bahwa Teori Kewarganegaraan ini termasuk sebagai keberanggotaan
dalam suatu komunitas memberikan dimensi eksklusif bagi konsep mengenai warga. Dalam
perspektifini, kewarganegaraan membentuk identitas dan ikatan khusus yang bersifat lebih
tertutup dalam suatu kelompok tertentu yang mana itu semua dipengaruhi oleh etnis, sejarah
dan kebudayaan yang sama.
Kaum komunitarian menolak negara netral. Mereka percaya bahwa negara netral
seharusnya ditinggalkan demi ’politik kebaikan bersama’ (the politics of common good).
Pembedaan antara ‘politik netralitas’ dan ‘politik kebaikan bersama’ dari komunitarianisme
ini dapat menyesatkan. Ada ‘kebaikan bersama’ yang juga nampak dalam politik liberal,
karena berbagai kebijaksanaan negara liberal ditujukan untuk mempromosikan kepentingan-
kepentingan berbagai anggota masyarakat. Proses-proses politik dan ekonomi yang dengan
ini berbagai preferensi individu dipadukan dalam sebuah fungsi pilihan sosial merupakan
cara kaum liberal menentukan kebaikan bersama. Karena itu, menegaskan netralitas negara
bukanlah menolak gagasan tentang kebaikan bersama, melainkan memberikan sebuah
interpretasi mengenainya. Dalam sebuah masyarakat liberal, kebaikan bersama merupakan
hasil dari sebuah proses memadukan berbagai preferensi, yang semuanya dihitung secara
sama (jika konsisten dengan prinsip-prinsip keadilan). Semua preferensi memiliki bobot
pengaruh yang sama ’bukan dalam arti bahwa terdapat sebuah ukuran yang disepakati publik
atas nilai intrinsik yang membuat semua konsepsi ini menjadi sama, melainkan dalam arti
bahwa berbagai preferensi itu sama sekali tidak dievaluasi dari sudut pandang publik. Seperti
yang sudah kita saksikan, penegasan anti-perfeksionis pada netralitas negara ini
mencerminkan kepercayaan bahwa kepentingan orang dalam membawakan sebuahkehidupan
yang baik tidak meningkat ketika masyarakat melakukan diskriminasi terhadap proyek-
proyek yang mereka percayai sebagai paling berharga bagi mereka. Maka, kebaikan bersama
dalam sebuah masyarakat liberal diatur agar sesuai dengan pola berbagai preferensi dan
konsepsi tentang kebaikan yang dipegang oleh individu.
Akan tetapi, dalam sebuah masyarakat komunitarian, kebaikan bersama diterima sebagai
sebuah konsepsi mendasar tentang kehidupan yang baik yang menentukan ‘pandangan hidup’
komunitas. Kebaikan bersama ini, alih-alih menyesuaikan dirinya sendiri pada pola preferensi
orang, menyediakan ukuran untuk mengevaluasi berbagai preferensi itu. Pandangan hidup
masyarakat membentuk dasar bagi tata jenjang (rangking) publik mengenai berbagai konsepsi
tentang yang baik, dan bobot yang diberikan pada preferensi individu bergantung pada
seberapa besar ia menyesuikan dengan dan memberikan sumbangan pada kebaikan bersama
ini. Pencarian publik akan tujuan-tujuan yang dirasakan bersama yang menentukan
pandangan hidup komunitas, karena itu, tidak terhambat oleh persyaratan netralitas. Ia berada
mendahului klaim individu-individu terhadap sumber daya dan kebebasan diperlukan untuk
mengejar konsepsi-konsepsi mereka sendiri akan kebaikan. Sebuah negara komunitarian
dapat dan seharusnya mendorong orang untuk menerima konsepsi-konsepsi tentang kebaikan
yang sesuai dengan pandangan hidup masyarakat, sementara mencegah berbagai konsepsi
tentang kebaikan yang bertentangan dengan pandangan hidup komunitas ini. Sebuah negara
komunitarian, karena itu, merupakan negara perfeksionis, karena melibatkan penjenjangan
nilai publik dari berbagai pandangan hidup yang berbeda. Namun, walaupun erfeksionis
Marxis merangking pandangan hidup menurut penilaian trans-historis atas kebaikan manusia,
komunitarianism merangking pandangan hidup itu menurut kesesuaiannya dengan praktek-
praktek yang ada.

3. Teori Kewarganegaraan Republikan


a) Pengertian Teori Kewarganegaraan Republikan
Kewarganegaraan republikan menekankan pada ikatan-ikatan sipil (civic bonds) suatu hal
yang berbeda dengan ikatan-ikatan individual (tradisi liberal) ataupun ikatan kelompok
(tradisi komunitarian). Teori kewarganegaraan republikan baik yang klasik maupun yang
humanis merupakan paham pemikiran kewarganegaraan yang berpendapat, bahwa bentuk
ideal dari suatu negara didasarkan atas dua dukungan, yakni civic virtue wargannya dan
pemerintahan yang republic karena ini merupakan hak yang esensial, sehingga disebut civic
republic. Jadi kewarganegaraan ini menekankan pentingnya kewajiban (duty), tanggun jawab
(responsibility) dan civic virtue (keutamaan kewarganegaraan) dari warga negaranya. Civic
virtue dalam republic Romawi berarti kesediaan mendahulukan kepentingan publik.

b) Dasar Teori Kewarganegaraan Republikan


Teori Kewarganegaraan Republikan berpendirian bahwa kebebasan individual hanya
mungkin ada dalam suatu jaminan keamanan negara yang berada dibawah rule of law dan
kebajikan warga negara (civic Virtues) untuk berpartisipasi didalamnya. Dari perspektif
republikan, kewarganegaraan memiliki dimensi etis dan legal (hukum). Status Hukum warga
negara akan berkaitan erat dengan kepemilikan privileges yang memuat hak-hak dan
kewajiban terhadap kepentingan publik. Kewarganegaraan republikan memerlukan komitmen
aktif dalam urusan-urusan publik. (Dagger, 2002:147-149).
Teori ini berpendapat bahwa masyarakat sebagai komunitas politik adalah pusatkehidupan
politik (sapriya, 2006). Kewarganegaraan republikan menekankan pada ikatan-ikatan sipil
(civic bonds) suatu hal yang berbeda dengan ikatan-ikatan individual (tradisi liberal) ataupun
ikatan kelompok (tradisi komunitarian). Sementara kewarganegaraan liberal lebih
menekankan pada hak (right), sedangkan kewarganegaraan republikan menekankan pada
kewajiban (duty) warga negara.
Kewarganegaraan Republikan merupakan bentuk kewarganegaraan yang paling tua dari
pada komunitarian, yang menyatakan pentingnya partisipasi warga dalam pengambilan
keputusan di wilayah republik, bukan hanya sebagai hak dan kewajiban tetapi sebagai esensi
dari adanya ikatan sipil. Ia menempatkan tanggung jawab sosial pada masyarakat dari pada
negara, percaya bahwa tradisi budaya bukan negara yang dapat menguatkan civil society.
Dalam tradisi Yunani dan Romawi, masyarakat adalah negara itu sendiri sebagai lembaga
publik. Warga negara akan mempunyai arti jika mereka terlibat dalam kehidupan publik,
kehidupan politik atau kehidupan bernegara. Teori kewarganegaraan republikan baik yang
klasik maupun yang humanis merupakan paham pemikiran kewarganegaraan yang
berpendapat, bahwa bentuk ideal dari suatu negara didasarkan atas dua dukungan, yakni civic
virtue wargannya dan pemerintahan yang republic karena ini merupakan hak yang esensial,
sehingga disebut civic republic. Jadi kewarganegaraan ini menekankan pentingnya kewajiban
(duty), tanggung jawab (responsibility) dan civic virtue (keutamaan kewarganegaraan) dari
warga negaranya. Civic virtue dalam republik Romawi berarti kesediaan mendahulukan
kepentingan publik. Warga negara yang baik menurut Republik Klasik (Teori JJ Rousseau)
adalah yang mendahulukan kepentingan umum, jika ada warga negara yang mendahulukan
kepentingan pribadinya diatas kepentingan umum (publik) berarti dia melakukan korupsi.
Kepentingan umum (publik) itu diformulasikan melalui apa yang yang dinamakan general
will/volonte generale (kehendak umum). Negara yang ideal adalah negara yang warganya
tidak mementingkan dirinya sendiri, negara yang diatur oleh general will/volonte generale. Di
dalam kewarganegaraan republikan memiliki karakteristik etis demikian juga status
legal/hukum. Warga negara dalam suatu republik tidak hanya dilindungi oleh hukum, tetapi
juga tunduk pada hukum. Kewarganegaraan mempunyai dimensi etis yang dimunculkan
dalam dua cara. Pertama, bahwa warga negara yang baik adalah yang memiliki semangat
publik (public spirit), yaitu menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi,
Kedua komitmen pada masalah publik yang dimanivestasikan sebagai suatu komitmen
keterlibatan sipil. Warga negara yang baik akan mengambil tanggung jawab publik ketika
muncul tanpa harus menunggu yang lainnya, bahkan ia akan mengambil bagian yang aktif
didalam masalah publik. Warga negara republikan dapat mengambil bagian dengan berbagai
bentuk dalam masalah publik maupun untuk kepentingan umum. Secara nyata dapat melalui
pengorbanan/loyalitas warga negara, misalnya ikut serta dalam pembelaan negara (perang),
membayar pajak serta mentaati hukum yang berlaku.

4. Teori Kewarganegaraan Demokrasi Radikal


a) Pengertian Teori Kewarganegaraan Demokrasi Radikal
- Kewarganegaraan itu merupakan keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan politik
tertentu (secara khususnya ialah negara) yang dengannya membawa hak untuk
berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian
disebut warga negara (sesuai dengan Pasal 26 UUD 1945).
- Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan
dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak. Karena perkataan demokrasi itu sendiri
berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos (rakyat) dan kratos/cratein (pemerintahan).
Maka, demokrasi itu secara harafiah berarti pemerintahan rakyat. Dan yang seperti
dikemukakan oleh Abraham Lincoln, bahwa demokrasi itu adalah “pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.”
- Radikal itu merupakan pemikiran yang keras atau pemikiran yang sangat mendasar.
Radikal bisa diorientasikan pada pemikiran, sudut pandang atau paham tertentu tanpa
berpijak pada aturan yang berlaku di Negara Indonesia. Radikal itu juga hampir
mengenai ke konsep keotoriteran karena sifatnya yang keras, terlalu kaku dan tidak adat
oleransi terhadap orang lain sehingga tidak dapat menyesuaikan dengan kehidupan
berdemokrasi saat ini.
Berdasarkan pengertian di atas, jelaslah bahwa konsep demokrasi dan radikal itu sangat
berbenturan, apalagi jika dikaitkan dengan kewarganegaraan. Karena secara singkatnya,
kewarganegaraan itu menitik beratkan pada konsep kewargaan, demokrasi itu menitik
beratkan pada konsep kebebasan untuk kepentingan rakyat, sedangkan radikal itu lebih
menitik beratkan pada konsep keras sehingga kemajuannya terhambat.
Secara teoritis, kewarganegaraan demokrasi radikal ini hanyalah merupakan pemahaman.
Karena jika konsep radikal ini diterapkan dalam kehidupan berdemokrasi seperti sekarang ini,
maka demokrasi yang ada akan kacau balau karena demokrasi tidak pernah sejalan dengan
konsep radikal.
Secara teori, bisa saja konsep demokrasi dan konsep radikal digabungkan karena kita
berbicara pada konsep teoritisnya. Namun, tidak begitu dengan prakteknya. Artinya, bahwa
secara praktek, konsep demokrasi dan konsep radikal jelas tidak bisa digabungkan karena
memang kedua konsep ini sungguh tidak sejalan dan sangat berbenturan.
Konsep demokrasi radikal ini memang banyak negara yang memahaminya (lebih kepada
tokoh-tokoh politik dalam negara itu), namun bukan berarti konsep demokrasi radikal ini
dianut oleh negara-negara itu (dalam hal penerapannya). Hanya saja konsep ini pernah terjadi
diIndonesia sewaktu kepemimpinan Soeharto, dimana kita dapat melihat kepemimpinan
Presiden Soeharto sangat cenderung ke arah otoriter dan keras.
Dalam chapter 11 Handbook of Citizenshi oleh Claire Rasmussen and Michael Brown
Studies dijelaskan bahwa teori demokrasi radikal ini ada untuk menghidupkan kembali teori
politik. Dimana teori demokrasi radikal merupakan sebuah istilah yang diperoleh melalui
kerja Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe, mencoba untuk menghidupkan sentralitas
kewarganegaraan, sebuah identitas yang dipercaya dapat melemahkan atau menghilangkan
teori Liberal dan Marxis lewat membatasi hubungan politik dengan bidang negara atau
ekonomi.
Untuk mengembangkan pentingnya kewagarnegaraan, demokrasi radikal menurut chapter
11 Handbook of Citizenship oleh Claire Rasmussen and Michael Brown Studies maju sebagai
konsepsi demokrasi yang merupakan pandangan hidup, sebuah perjanjian yang
berkesinambungan bukan untuk komunitas ataupun negara tetapi lebih kepada pemikiran
mengenai politik sebagai sebuah tantangan yang tetap pada batasan politik itu sendiri.
Jelaslah, bahwa fokus utama demokrasi radikal terlihat dalam batasan praktek
memperjuangkan politik secara berkelanjutan. Dalam hal ini, kewarganegaraan dipahami
sebagai perjuangan atau perebutan untuk memperluas daerah kekuasaan politik dan
berkemungkinan pula untuk dapat berdemokrasi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun beberapa teori-teori kewarganegaraan ialah
1. Teori Kewaganegaraan liberal
Teori ini berpendapat bahwa warga negara sebagai pemegang otoritas untuk menentukan
pilihan dan hak. Teori kewarganegaraan liberal menekankan pada konsep kewarganegaraan
yang berbasis pada hak. Peter H Scuck dalam Liberal Citizenship (2002) menyatakan bahwa
pengaruh besar dari teori ini diawali oleh penjelasan secara sistematis melalui John Lockedan
J.S Mill.

2. Teori Kewarganegaraan komunitarian


Fokus utama komunitarianisme dalam kajian kewarganegaraan ialah peran serta warga
negara dalam komunitas. Komunitarianisme bukanlah merupakan reaksi terhadap liberalism
Klasik, namun kepada kewarganegaraan yang berdasarkan Dimensi sosial, kewarganegaraan
(civic) dan politik dari komunitas Politik. Perspektif komunitarian menekankan pada
kelompok etnis atau kelompok budaya, solidaritas diantaranya orang-orang yang memiliki
sejarah atau tradisi yang sama, kapasitas kelompok tersebut untuk menghargai identitas
orang-orang yang dibiarkan teratomisasi oleh kecenderungan yang mengakar pada
masyarakat liberal. Teori kewarganegaraan komunitarian sebagai reaksi dari teori
kewarganegaraan liberal, kalau teori kewarganegaraan liberal yang berpendapat bahwa
masyarakat terbentuk dari pilihan-pilihan bebas individu, sedangkan teori ini berpendapat
justru masyarakatlah yang menentukan dan membentuk individu baik karakternya, nilai
keyakinan-keyakinannya. Komunitarianisme menekankan pentingnya komunitas dan nilai
sosial bersama.

3. Teori Kewarganegaraan Republikan


Kewarganegaraan republikan menekankan pada ikatan-ikatan sipil (civic bonds) suatu hal
yang berbeda dengan ikatan-ikatan individual (tradisi liberal) ataupun ikatan kelompok
(tradisi komunitarian). Teori kewarganegaraan republikan baik yang klasik maupun yang
humanis merupakan paham pemikiran kewarganegaraan yang berpendapat, bahwa bentuk
ideal dari suatu negara didasarkan atas dua dukungan, yakni civic virtue wargannya dan
pemerintahan yang republic karena ini merupakan hak yang esensial, sehingga disebut civic
republic. Jadi kewarganegaraan ini menekankan pentingnya kewajiban (duty),tanggun jawab
(responsibility) dan civic virtue (keutamaan kewarganegaraan) dari warga negaranya. Civic
virtue dalam republic Romawi berarti kesediaan mendahulukankepentingan publik.

4. Teori Kewarganegaraan demokrasi radikal


Teori demokrasi radikal, berusaha untuk menghidupkan kembali sentralitas
kewarganegaraan: sebuah identitas diyakini enervated atau dihilangkan di liberal dan Marxis
teori dengan membatasi hubungan politik dengan ranah negara atau perekonomian, akhirnya
mengurangi kewarganegaraan untuk tidak efisien bendera melambaikan, radikal demokrasi
berusaha mengedepankan konsepsi demokrasi sebagai jalan hidup, sebuah komitmen terus
menerus untuk tidak komunitas atau negara tapi ke politik dipahami sebagai tantangan
konstan untuk batas politik. Teori demokrasi radikal demokrasi untuk merangkul komitmen
untuk kesetaraan dan partisipasi tetapi mencakup radikalisasi politik melalui komitmen untuk
perubahan sosial yang konstan - dan tindakan seperti tampilan selimut melakukan mengubah
keadaan
Dengan demikian, dalam apa yang berikut radikal demokrasi ditempatkan baik dari
seginya dasar-dasar teoritis dan empiris melalui praktek. Untuk memahami kedua
commonalties dan perbedaan antara radikal bentuk demokratis dan lainnya kewarganegaraan,
kita menelusuri sejarah dari tahap awal di mana ia berusaha untuk mendefinisikan kembali
kategori dari 'politik' untuk mendemokratisasikan kategori dari 'kewarganegaraan.

B. SARAN
Demikian makalah yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan,
penulis memohon maaf dan harap pembaca untuk memaklumi hal tersebut. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi Yogyakarta:
Paradigma.
Sutoyo. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Winarno. (2015). “Dasar dan Konsep Pendidikan Kewarganegaraan Teori-Teori
Kewarganegaraan”. Pemikiran Aristoteles Tentang Kewarganegaraan dan
Konstitusi. HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN 1412-9418.
http://f/2. KULIAH/1. Mata Kuliah/SEMESTER 2/Dasar & Konsep PKn/Bab 5. Teori-Teori
Kewarganegaraan/bahan/ipi364010_2.pdf

Anda mungkin juga menyukai