Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN PRODUK RAMAH

LINGKUNGAN (STUDI KASUS IKEA INDONESIA)

Beni Ramadhan 1, Dwi Septiani Saputri 2, Elsa Khofiffah Badar 3, Kharisma Setiawan
Putri 4, Muhamad Wildan Dwi Saputra 5.
Program Studi Managemen
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Universitas Bakrie
beniliverpoolfc25@gmail.com; saputridwiseptiani@gmail.com;
khofiffahelsa@gmail.com;
Kharismasetiawan24@gmail.com; wildansaputra09@gmail.com.

Abstak

Kata kunci:

I. Latar Belakang (- permasalahan yg mau diangkat… isu dan juga perilaku


konsumen)
Isu mengenai lingkungan akhir-akhir ini menjadi pokok perhatian di semua negara, hal
ini berkaitan dengan menurunnya kualitas lingkungan yang semakin memburuk. Isu tersebut
diperkuat fakta bahwa saat ini terjadi peningkatan suhu rata-rata diatmosfer, laut, dan daratan
yang meningkat 0,74±0,18°c (1,33±0,32°f) selama seratus tahun terakhir. aktivitas-aktivitas
tertentu yang dilakukan manusia memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan,
termasuk menipisnya sumber daya alam, pencemaran lingkungan, penggundulan hutan,
emisi karbon, dan kerusakan lapisan ozon (Khaola et al., 2014). Dikutip dari situs
Walhi.or.id prediksi ilmuan yang bergabung dalam Panel Antar Pemerintah tentang
Perubahan Iklim atau (IPPC). Pemanasan Global menjadi penyebab bencana cuaca
ekstrim di seluruh dunia, dalam 20 tahun kedepan berisiko tidak dapat dikendalikan.
Melihat masalah-masalah yang mengancam kelestarian lingkungan, membuat
masyarakat
semakin dituntut memiliki pola konsumsi yang berkelanjutan agar tidak membahayakan
lingkungan. Salah satu alternatif pola konsumsi berkelanjutan yaitu dengan mengkonsumsi
produk ramah lingkungan atau green product. Green product mampu menjadi produk inovasi
sekaligus menghasilkan pengaruh yang besar pada pelestarian lingkungan. Green product
atau juga dikenal dengan istilah ecolocical product atau environmental friendly product
adalah produk yang mengandung komponen yang aman, tidak beracun, dapat didaur ulang,
serta menggunakan kemasan yang ramah lingkungan untuk mengurangi dampak negatif
meng-konsumsi produk pada lingkungan (Shamdasami et.al, 1993).
Tuntutan konsumen akan produk ramah lingkungan mendorong produsen untuk
merubah orientasi usaha mereka, dengan mempertimbangkan aspek ekologi agar tidak hanya
terfokus pada aspek ekonomi. Green Marketing dilakukan pada berbagai macam aktifitas
pemasaran termasuk modifikasi produk, perubahan dalam proses, pergantian packaging,
bahkan perubahan pada promosi. Green marketing dilakukan perusahaan untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen akan produk ramah lingkungan sekaligus sebagai bentuk
tanggung jawab perusahaan pada lingkungan. Menurut Forbes ada banyak keuntungan yang
didapatkan perusahaan saat memulai menerapkan go green. Tidak hanya mendapatkan
reputasi yang baik di mata publik, perusahaan juga bisa memperoleh jumlah profit yang
tidak kalah banyak sehingga, banyak perusahaan berlomba-lomba mengganti kemasan
dengan menambahkan logo ramah lingkungan pada kemasan produk seperti yang dilakukan
oleh IKEA Indonesia. Dikutip dari kompas.com Perusahaan Ritel yang menjual
perlengkapan rumah tangga asal Swedia yaitu IKEA, berusaha melakukan kontribusi
menjaga bumi dengan mengadirkan produk ramah lingkungan kepada masyarakat. IKEA
merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan Pemasaran Hijau sebagai cara untuk
memasarkan produknya. Upaya yang dilakukan IKEA terlihat dari penggunaan bahan
baku material ramah lingkungan untuk setiap produknya. Yaitu 60% material yang
berasal dari sumber daya terbarukan dan 10% dari bahan daur ulang. Hal ini dilakukan
untuk mengedukasi dan menumbuhkan kesadaran pentingnya peduli dan menjaga
lingkungan
Upaya kontribusi IKEA Indonesia untuk menjaga bumi dilakukan karena masih
minimnya pengetahuan konsumen mengenai produk ramah lingkungan. Konsumen percaya
mengenai informasi yang diberikan perusahaan tetapi tidak mengolah informasi lebih lanjut.
Mereka mengandalkan Informasi pada brosur produk, yang belum sepenuhnya memberikan
gambaran yang jelas pada konsumen mengenai dampak konsumsi produk pada lingkungan.
Pada realitasnya, ketersediaan data dan informasi berkaitan dengan lingkungan dan produk-
produk yang diklaim ramah lingkungan masih cukup minim sehingga konsumen sebenarnya
tidak mengetahui sepenuhnya kebenaran dari klaim-klaim tersebut. Mereka sangat
bergantung pada iklan advetorial, pelabelan, rubrik-rubrik ringan pada media populer dan
(word of mouth). Pasar tidak menyediakan informasi yang cukup bagi konsumen untuk
menentukan sebuah produk itu hijau atau tidak, mereka hanya diberikan harga dan iklan
advetorial sepihak dari produsen. Sebagian kecil mencari informasi dalam jurnal-jurnal dan
organisasi-organisasi yang melakukan advokasi lingkungan seperti LSM tapi data yang
diperoleh masih sedikit dan kurang rinci. (http:gerakankonsumen.blogspot.com) Sistem
informasi yang tidak simetris antara perusahaan dan konsumen menyebabkan terciptanya gap
data. Goleman menyatakan pentingnya pengetahuan lingkungan pada konsumen, serta di sisi
lain kepedulian perusahaan untuk dapat memberikan informasi yang jelas sebagai upaya
edukasi bagi konsumen. Perusahaan tidak hanya cukup memasang label eco green, againts
animal testing, protect our planet, dan defend human right, tetapi juga perlu menerapkan
kombinasi dengan aspek transparansi yang lain. Apabila konsumen mengetahui dan memiliki
nilai-nilai ekologi, tentunya mereka akan berpikir sebelum membeli. Tidak hanya
berdasarkan aspek rasionalitas mendasari pembuatan keputusan pembelian konsumen.
Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari dan menjadikan konsumen
untuk membuat keputusan pembelian. Ketika memutuskan akan membeli suatu
barang/produk/jasa, tentunya sebagai konsumen selalu memikirkan terlebih dahulu barang
yang akan dibeli. Mulai dari harga, model, bentuk, kemasan, kualitas, fungsi atau kegunaan
barang tersebut, dan lain sebagainya. Aktivitas memikirkan, mempertimbangkan, dan
mempertanyakan barang sebelum membeli merupakan atau termasuk ke dalam perilaku
konsumen. Menurut Lamb, Hair dan Mc. Daniel menyatakan bahwa perilaku konsumen
adalah proses seorang pelanggan dalam membuat keputusan untuk membeli,
menggunakan serta mengkonsumsi barang-barang dan jasa yang dibeli, juga termasuk
faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk. Untuk itu
IKEA berupaya memperbaiki kehidupan sehari-hari konsumen dengan menggabungkan
fungsi, kualitas, desain dan harga, didukung oleh komitmen yang kuat untuk keberlanjutan.
IKEA mencanangkan misinya “Untuk menciptakan kehidupan sehari-hari yang lebih baik
bagi banyak orang”
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut perilaku konsumen yang satu dengan
yang lainnya tentulah tidak sama dan selalu berubah-ubah. Untuk itu, perilaku konsumen
dalam membeli barang dalam hal ini produk IKEA perlu dilakukan secara konsisten dan
terus-menerus. Dikarenakan persaingan produk ramah lingkungan juga semakin kompetitif.
IKEA sebagai salah satu perusahaan yang ramah lingkungan yang telah memiliki konsumen
yang cukup banyak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku konsumen,
pengaruh informasi ramah lingkungan pada serta akhirnya masyarakat memutuskan untuk
membeli produk ramah lingkungan di IKEA Indonesia. Dalam jangka panjang, penelitian
ini dapat memberikan kontribusi untuk penyelesaian permasalahan kelestarian lingkungan
berdasarkan pemikiran bahwa masyarakat yang sadar terhadap perilaku pembelian akan
mampu menjalankan perannya untuk mengatasi permasalahan lingkungan.
II. Konsep perilaku konsumen yang diambil

Yaitu Chapter 6 tentang persepsi konsumen dari buku Leon G.Schiffman and Leslie Lazar
Kanuk.
Persepsi masyarakat tentang produk yang terbuat dari bahan daur ulang/ramah lingkungan
terkadang jarang dilirik oleh masyarakat karena tampilan dan warna yang kurang menarik,
produknya yang terbatas hanya terdapat di kota-kota besar dan harganya yang mahal.
Membuat produk ramah lingkungan kurang diminati masyarakat. Karena kecenderungan
mereka lebih memilih produk yang tidak ramah lingkungan seperti plastik dan steroform
yang mudah didapat dan harganya yang terjangkau. Namun, efek dari pemakaian produk
tidak ramah lingkungan tidak bisa dibiarkan begitu saja, perlu adanya tindakan nyata dari
semua kalangan agar program go green dapat dirasakan manfaatnya secara bersama-sama
dan bisa dinikmati generasi selanjutnya. Dengan mempertimbangkan go green, perusahaan
asal Swedia yaitu IKEA berusaha membuat perabotan rumah tangga menggunakan bahan
daur ulang sebagai upaya untuk menjaga bumi dan memperkenalkan kepada masyarakat
agar kedepannya bisa ikut berpartisipasi menjaga bumi,
III. Kajian Teori
2.1 Perilaku Konsumen
Schiffman dan Kanuk (2000) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berikut: “The
term consumer behavior refers to the behavior that consumers display in searching for,
purchasing, using, evaluating, and disposing of products and services that they expect will
satisfy their needs” (hal 7).
“Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang
mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.”
The American Marketing Associaton (1995) dalam Peter dan Olson (2010:5)
mendefinisikan perilaku konsumen sebagai “The dynamic interaction of affect and
cognition, behavior and environmental events by which human beings conduct the
exchange aspect of their lives”, artinya perilaku konsumen didefinisikan sebagai interaksi
dinamis antara afeksi, kognisi, perilaku, dan lingkungannya di mana manusia melakukan
kegiatan pertukaran dalam hidup mereka.
Sedangkan menurut Engel et al (2010:3) perilaku konsumen adalah tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa,
termasuk proses yang mendahului dan menyusul dari tindakan ini.
Menurut Kotler dan Keller (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen yaitu sebagai berikut :
a. Faktor-faktor Kebudayaan
Kebudayaan merupakan susunan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan
perilaku yang dipelajari anggota suatu masyarakat dari keluarga dan institusi
penting. Kelompok pertama yang penting atas faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan konsumen adalah faktor budaya. Budaya merupakan
susunan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari anggota
suatu masyarakat dari keluarga dan institusi penting lainnya (Lamb, 2001).
b. Faktor-faktor Sosial
Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga indikator
lain seperti pekerjaan, pendidikan, dan tempat tinggal. Irawan dan Basu (1986)
membagi masyarakat kedalam tiga golongan kelas sosial, yaitu:
1) Golongan atas (pengusaha-pengusaha kaya, pejabat tinggi),
2) Golongan menengah (kelas pekerja/karyawan),
3) Golongan bawah (pekerja buruh, pegawai rendah).

Pembagian kelas ini tentunya akan mempengaruhi perilaku yang berbeda


dalam tingkah laku pembelian. Secara khusus, konsumen berinteraksi sosial
dengan kelompok yang memberikan pengaruh, pemimpin, opini, dan anggota
keluarga untuk memperoleh informasi atas produk dan persetujuan keputusan
(Rafiz, 2016).
c. Faktor Pribadi
Keputusan pembelian konsumen juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi
atau individu. Karakteristik tersebut meliputi:
1. Umur dan Tahapan dalam Siklus Hidup (Wells and Gubar, 1966)
Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup
keluarga. Beberapa penelitian terakhir telah mengidentifikasi tahapan-
tahapan dalam siklus hidup psikologis. Orang-orang dewasa biasanya
mengalami perubahan atau transformasi tertentu pada saat mereka
menjalani hidupnya.
2. Pekerjaan
Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok
pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa
tertentu.
3. Keadaan Ekonomi
Yang dimaksud dengan keadaan ekonomi seseorang adalah terdiri
dari pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan
polanya) tabungan dan hartanya (termasuk persentase yang mudah dijadikan
uang), kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan
lawan menabung.
4. Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan
oleh kegiatan, minat, dan pendapatan seseorang. Gaya hidup
menggambarkan ”seseorang secara keseluruhan” yang berinteraksi dengan
lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu di balik kelas sosial
seseorang.
5. Kepribadian dan Konsep Diri
Yang dimaksud dengan kepribadian adalah karakteristik psikologis
yang berbeda dan setiap orang yang memandang responya terhadap
lingkungan yang relatif konsisten. Bila jenis-jenis kepribadian dapat
diklasifikasikan dan memiliki korelasi yang kuat antara jenis-jenis
kepribadian tersebut dan berbagai pilihan produk atau merek.
d. Faktor-faktor Psikologis
Menurut teori, pilihan pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor
psikologis utama meliputi motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan
pendirian. Motivasi, konsumen memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu,
beberapa kebutuhan bersifat biogenis. Persepsi seorang konsumen yang termotivasi
akan siap untuk bertindak, bagaimana seorang konsumen yang termotivasi akan
dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Sementara proses belajar
menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman dan
kebanyakan perilaku manusia adalah hasil proses belajar. Pembelajaran dapat
dipandang sebagai proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam
pengetahuan, sikap atau prilaku (Setiadi, 2008).
Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami, “Why do consumers do what
they do”. Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa
perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis konsumen
yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,
menggunakan, menghabiskan produk dan jasa, serta setelah melakukan hal-hal di atas atau
kegiatan mengevaluasi. Schiffman dan Kanuk (2000) mengemukakan bahwa studi perilaku
konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan
untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha, dan energi).

2.2 Wawasan dan pengetahuan konsumen


Wawasan dan pengetahuan konsumen menjadi faktor penting bagi upaya melakukan
go green di Indonesia. Secara umum, pengetahuan masyarakat untuk menjaga kelestarian
lingkungan masih relatif rendah sehingga perlu mendapatkan perhatian serius (Jati &
Waluyo, 2012). Rendahnya wawasan dan pengetahuan konsumen tentang lingkungan
berdampak pada aktifitas green marketing (pemasaran berwawasan lingkungan) yang masih
sedikit dan perilaku konsumen yang pro-lingkungan masih relatif rendah di Indonesia
(Adialita, 2015). Kesadaran konsumen akan timbul dan semakin kuat, jika mereka
diberikan informasi dan pengetahuan yang lengkap dan akurat tentang isu lingkungan.
Pengetahuan konsumen yang baik akan mendorong perilaku positif terhadap
keberlangsungan lingkungan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan masyarakat terhadap
lingkungan akan semakin meningkatkan kesadaran untuk membeli produk ramah
lingkungan (Jati & Waluyo, 2012). Oleh karena itu, produsen perlu menerapkan strategi, di
antaranya menciptakan dan menggunakan komponen ramah lingkungan, mencantumkan
label ramah lingkungan (eco-labelling) untuk melakukan standarisasi produk, sertifikasi,
serta mengomunikasikan bahwa produk yang mereka tawarkan masuk ke dalam klasifikasi
produk ramah lingkungan (Septifani, Achmadi, & Santoso, 2014).
2.3 Green Marketing
Green marketing sebagai “ All activities designed to generate and facilitate any
axchange intended to satisfy human need sorwants, such that the satisfaction of these needs
and want soccurs, with minimal detrimenta limpacton the natural environment ”(Green
marketing adalah konsistensi dari semua aktifitas yang mendesain pelayanan dan fasilitas
bagi kepuasan kebutuhan dan keinginan manusia, dengan tidak menimbulkan dampak pada
lingkungan alam) (Ottman 2006).
Menurut Oyewole (2011) Green marketing adalah mekanisme yang meningkatkan
kesadaran, persepsi, dan pengetahuan pelanggan terhadap produk hijau dan konsep hijau.
Semakin banyak pengetahuan pribadi tentang produk hijau dan konsep hijau, semakin
tinggi permintaan untuk produk hijau.
Pemasaran hijau mencakup berbagai aktivitas dalam proses produksi, distribusi dan
periklanan hingga menawarkan produk hijau yang ramah lingkungan kepada konsumen.
Mintu (1993) dalam Lozada (2000) mendefinisikan pemasaran hijau (green marketing)
sebagai aplikasi dari alat pemasaran untuk memfasilitasi perubahan yang memberikan
kepuasan organisasi dan tujuan individual dalam melakukan pemeliharaan, perlindungan,
dan konservasi pada lingkungan fisik. Sedangkan Ottman et.,al (2006), mengemukaan
bahwa dimensi green marketing, dengan mengintegrasikan lingkungan ke dalam semua
aspek pemasaran pengembangan produk hijau (green product) dan komunikasi (green
communication).

2.4 Green Product (Produk Hijau)


Produk hijau (green product) adalah produk yang tidak berbahaya bagi manusia dan
lingkungannya, tidak boros sumber daya, tidak menghasilkan sampah berlebihan, dan tidak
menyebabkan kekejaman pada ekosistem binatang. Elkington et.,al (1990) dalam
Moisander (1996) merumuskan karakteristik dari produk hijau yaitu, tidak membahayakan
kesehatan manusia dan hewan, tidak merusak lingkungan pada berbagai tingkat kehidupan,
termasuk dalam memproses, penggunaan, dan penjualan, tidak menghabiskan banyak
energi dan sumber daya lainnya selama memproses, penggunaan, dan penjualan.
Produk hijau (green product) adalah produk yang berwawasan lingkungan (Nugrahadi,
2002). Suatu produk yang dirancang dan diproses dengan suatu cara untuk mengurangi
efek-efek yang dapat mencemari lingkungan, baik dalam produksi, pendistribusian dan
pengkonsumsianya. Dari pendapat-pendapat para ahli diatas dapat kita buat suatu
kesimpulan tentang karakteristik produk hijau, yaitu (Manongko, 2011):
a) Produk tidak mengandung toxic,
b) Produk lebih tahan lama,
c) Produk menggunakan bahan bakuyang dapat didaur ulang,
d) Produk menggunakan bahan bakudari bahan daur ulang,
e) Produk tidak menggunakan bahanyang dapat merusak lingkungan,
f) Tidak melibatkan uji produk yang melibatkan binatang apabila tidakbetul-betul
diperlukan,
g) Selama penggunaan tidak merusak lingkungan,
h) Menggunakan kemasan yang sederhana dan menyediakan produk isi ulang,
i) Tidak membahayakan bagi kesehatan manusia dan hewan,
j) Tidak menghabiskan banyak energi dan sumber daya lainya selama
pemrosesan,penggunaan,dan penjualan,
k) Tidak menghasilkan sampah yang tidak berguna akibat kemasan dalam jangka
waktu yang singkat.

2.5 Green Consumer


Green consumers (Lu, Bock, & Joseph, 2013) mengatakan bahwa dalam
peningkatan kesadaran keberlanjutan global, kepedulian terhadap lingkungan menjadi
perhatian untuk mengarahkan beberapa konsumen untuk mengubah perilaku
pembelian mereka. Jenis konsumen ini telah muncul untuk mengikuti kesadaran global
yang dikenal sebagai "konsumen hijau". Green consumers adalah orang-orang yang
sangat peduli dan sadar tentang lingkungan, oleh karena itu memodifikasi pembelian
perilaku konsumen adalah salah satu cara mereka dapat berkontribusi dalam konteks
konsumsi produk. Mereka juga memperhatikan implikasi proses produksi terhadap
lingkungan, Oleh karena itu mereka menginginkan produk yang tidak hanya tidak
berbahaya bagi lingkungan, tetapi juga melindunginya dirinya sendiri. Umumnya,
konsumen ini akan menghindari membeli produk yang mungkin berbahaya bagi
kesehatan mereka mulai dari mengkonsumsi tingkat energi yang signifikan,
menciptakan pemborosan, menimbulkan ancaman besar bagi lingkungan alam, serta
membahayakan makhluk hidup lain seperti hewan, dan tumbuhan.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2015:62), dalam sebuah studi menyebutkan empat
tipe konsumen hijau di antaranya:
1. True Greens: Orang yang telah mengadopsi perilaku ramah lingkungan dengan
menggunakan produk ramah lingkungan dan menghindari membeli produk yang
dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Selanjutnya, 10 mereka
mendukung agar pemerintah lebih melindungi lingkungan dan mendidik anak-anak
tentang pentingnya menerapkan perilaku ramah lingkungan serta menginginkan
perusahaan transparan dalam memasarkan produk ramah lingkungan.
2. Green Donor: Orang-orang ini merasa bersalah tentang kurangnya perilaku
pembelian ramah lingkungan dan terkadang mempertimbangkan dampak
lingkungan saat membeli produk. Mereka bersedia berkorban secara finansial
namun tidak mau mengubah perilaku belanja mereka.
3. Learning Greens: Orang tersebut masih mau belajar tentang lingkungan tetapi tidak
terlibat secara aktif dalam masalah ekologi. Mereka mencari cara yang mudah dan
tidak melibatkan perubahan besar dalam perilaku konsumsi untuk mendukung
lingkungan dan terkadang mempertimbangkan dampak lingkungan hidup saat
membeli sebuah produk,namun skeptis terhadap klaim lingkungan hidup. Non
Greens: Orang yang tidak peduli dengan masalah lingkungan. Mereka tidak terlibat
dalam perilaku ramah lingkungan karena tidak merasa bersalah akibat dampak
buruk terhadap lingkungan meskipun beberapa dari mereka mengakui adanya
masalah lingkungan. Mereka masih membeli produk yang secara ekologi tidak
sehat, tidak menngunakan kantong belanja ramah lingkungan, dan percaya bahwa
perusahaan besar bertindak dengan cara yang memiliki dampak negatif terhadap
lingkungan hidup
2.6 Keputusan Pembelian
Menurut Kotler dan Keller (2016 : 99), proses keputusan pembelian diawali saat
pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan (problem recognition), dimana pembeli
menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dan kondisi yang
diinginkannya. Setelah itu seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong
untuk mencari informasi lebih banyak sehingga mendapatkan koleksi merek dengan
berbagai fiturnya (information search).
Schiffman dan Kanuk (2008) secara umum mengatakan bahwa keputusan adalah
pemilihan dari dua atau lebih alternatif, sebaliknya jika konsumen tidak memiliki alternatif
tidak dikategorikan sebagai pengambilan keputusan.
Sumber utama yang menjadi tempat konsumen untuk mendapatkan informasi dapat
digolongkan kedalam empat kelompok yaitu :
a. Sumber pribadi, keluarga, teman, tetangga, dan kenalan.
b. Sumber komersial, iklan, tenaga penjualan, penyalur, kemasan, dan pameran.
c. Sumber publik, media massa dan organisasi konsumen. Okta Nofri, Andi Hafifah
118
d. Sumber pengalaman, pernah menangani, menguji dan menggunakan produk.
Secara umum, konsumen mendapatkan sebagian informasi tentang sebuah produk
melalui sumber komersial yaitu sumber yang menjadi domain pemasar. Akan tetapi hal ini
masih harus diteliti lebih lanjut, karena kemungkinan berbeda kasus per kasus.
Mengevaluasi alternatif merupakan langkah selanjutnya yang biasa dilakukan konsumen
sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli produk dengan merek pilihan dengan fitur
yang diinginkan. Pada tahap keputusan pembelian, konsumen dipengaruhi oleh dua faktor
utama yang terdapat diantara niat pembelian dan keputusan pembelian yaitu (Herlambang,
2014):
a. Sikap orang lain yaitu sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang
disukai seseorang akan bergantung pada dua hal. Pertama, intensitas sikap negatif
orang lain terhadap alternatif yang disukai calon konsumen. Kedua, motivasi
konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif
orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, maka
konsumen akan semakin mengubah niat pembeliannya. Keadaan preferensi
sebaliknya juga berlaku, preferensi pembelian terhadap merek tertentu akan
meningkat jika orang yang ia sukai juga sangat menyukai merek yang sama.
b. Faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat mengurangi niat pembelian
konsumen. Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari
keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko yang difikirkan.
Proses ini tidak berhenti sampai disini, seorang pemasar yang pintar harus memahami
dan mencari tahu apakah konsumenya puas atau tidak puas dengan produk yang dijualnya.
Karena kosumen yang tidak puas akan melakukan aksi berbeda, bisa jadi mereka berhenti
membeli, mengajukan komplain atau melarang temanya untuk membeli produk yang sama
di masa depan.

IV. Metodologi
Metodologi penelitian ini dilakukan berdasarkan metode penelitian primer dan metode
penelitian sekunder. Dalam penelitian ini, kami menggunakan survei sebagai data primer
untuk mengumpulkan data sehingga penelitian ini dapat kami laksanakan. Kami telah
menyiapkan kuesioner dengan menggunakan Google Form untuk memastikan responden
dapat dengan mudah mengakses kuesioner. Melalui metode utama, kami menyebarkan 30
pertanyaan kuesioner kepada konsumen IKEA di Indonesia. Sementara itu, kami juga
melakukan penelitian melalui data sekunder seperti bahan referensi (buku, majalah, surat
kabar, artikel, dan jurnal) dan jaringan internet. Dalam bab ini, kami telah memilih
beberapa desain studi yang sesuai untuk memfasilitasi akses ke informasi dan responden
serta pengumpulan data. Prosedur penelitian yang terorganisir dan strategis, Kami
menggunakan studi cross-sectional untuk memungkinkan kami menjawab pertanyaan
penelitian. Studi cross-sectional adalah jenis studi di mana data dikumpulkan hanya
sekali. Keuntungan menggunakan cross-section adalah membutuhkan biaya yang lebih
rendah untuk dilakukan karena proses pengumpulan data berlangsung dalam jangka waktu
yang terbatas dan tingkat respon penurunan dapat dikurangi. Namun, ada juga kekurangan
dalam menggunakan metode ini untuk melakukan penelitian kami. Kami tidak dapat
membuat perbandingan antara hasil survei sepanjang waktu karena data hanya
dikumpulkan satu kali. Selain itu, kami menyediakan kuesioner terstruktur dan
membagikannya kepada responden. Dalam kuesioner kami, kami menggunakan Skala
Likert untuk mendapatkan hasil akhir dari kuesioner yang diisi oleh responden. Skala
likert akan digunakan untuk mengukur persepsi dan sikap atau pendapat seseorang. Skala
Likert memiliki lima pilihan skala, Skala satu, Skala dua, Skala tiga, Skala empat dan
Skala lima. Skala satu sangat tidak setuju. Skala dua tidak menyenangkan. Skala tiga
netral. Skala empat setuju dan skala lima sangat setuju.
Ambil data... data sekunder (artikel koran, website, penelitian yg sudah ada, sosmed) dan
data primer (wawancara, survey pakai kuesioner) buat pembahasan dan analisis.
Analisis STP
Segmentasi
a. Geografis: Wilayah di indonesia
b. Demografis: Usia 20-45tahun, pria dan wanita, Tahap siklus hidup: - mahasiswa/i,
pasangan muda baru menikah, pekerja.
c. Perilaku, status pengguna: non-pengguna, pengguna pertamakali, pengguna biasa.
d. Psikografis
i. Kelas sosial : kelas bawah, pekerja, menengah
ii. Gaya hidup : minimalis, sederhana, kreatif, mewah
Target
Target pasar di Indonesia yang paling efektif yaitu penduduk dengan tingkat ekonomi yang
menengah ke atas, yang hidup di daerah perkotaan besar seperti: Jakarta, Bogor,Depok,
Tangerang, Banten (Jabodetabek).
data primer (wawancara, survey pakai kuesioner) buat pembahasan dan analisis.

data sekunder (artikel koran, website, penelitian yg sudah ada, sosmed) dan

berita/website: Dikutip dari bbc.com/Indonesia Ada dua hal yang menjadi ikon gaya belanja
modern, yang dimulai Ikea yaitu perabot yang dirakit sendiri oleh pembeli, dan tampilan
produk di toko yang membuat pembeli jadi tertarik membeli barang lebih banyak. Menjual
produk dengan cara merakit sendiri dapat mempengaruhi alam bawah sadar konsumen,
menghargai proses, merangsang saraf motoric dan melatih kreativitas sehingga menyebabkan
kita lebih menghargai produk karena perjuangan yang telah di lakukan. Tampilan toko IKEA
terbilang kreatif karena menawarkan desain yang melingkar dengan system 1 arah. Fakta
bahwa tidak bisa melihat barang dari kejauhan memungkinkan pengunjung mendatangi
barang tersebut agar bisa melihat secara langsung. Desain yang misterius

V. Hasil dan Pembahasan

VI. Kesimpulan, saran untuk perusahaannya

Daftar Pustaka
Daftar Pustaka

Triana Vivi, Pemanasan Global, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2008 - September
2008, II (2)
https://www.walhi.or.id/kondisi-lingkungan-hidup-di-indonesia-di-tengah-isu-pemanasan-
global
Sumber: https://www.kompas.com/homey/read/2021/04/24/143000876/peduli-lingkungan-
ikea-buktikan-kontribusi-lewat-produk-dan-pelayanan. Penulis : Aniza Pratiwi
Editor : Esra Dopita Maret
Studi Kasus Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen di IKEA
VII.

Anda mungkin juga menyukai