Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH GEOGRAFI

SIFAT STUDI GEOGRAFI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

 KASMAN  FAHRIL HIDAYAT


 AFDAL  NURLELI
 ARIF  ROSITA
 ASTUTI  NURUL
 HARUN  RAIS
 JUMRIATI  RISWAN

Tahun ajaran 2021/2022


SMA NEGERI 8 PINRANG
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tidak lupa shalwat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Penulis mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Jakarta, 17 Agustus 1945


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
KERAJAAN TULANG WABAWANG
A. Sejarah Kerajaan Tulang Bawang......................................................... 3
B. Kehidupan Sosial Budaya..................................................................... 5
C. Kehidupan Agama................................................................................ 5
D. Kehidupan Ekonomi............................................................................. 6
KERAJAAN BULELENG
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Buleleng.................................................. 6
B. Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa....... 8
C. Kehidupan Sosial Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa........ 8
D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa... 10
E. Kehidupan Agama Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa...... 10
F. Keruntuhan Dinasti Warmadewa.......................................................... 11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan........................................................................................... 12
B. Saran..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri
di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang,
Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang memberikan
keterangan mengenai kerajaan ini. Musafir Tiongkok yang pernah
mengunjungi Nusantara pada abad VII, yaitu I Tsing yang merupakan
seorang peziarah Buddha, dalam catatannya menyatakan pernah singgah di
To-Lang P'o-Hwang ("Tulangbawang"), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse
(Pulau Sumatera). Namun Tulangbawang lebih merupakan satu Kesatuan
Adat. Tulang Bawang yang pernah mengalami kejayaan pada Abad ke VII M.
Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang
Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat
kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan
Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P'o Chie
(Sriwijaya), nama Kerajaan Tulang Bawang semakin memudar. Tidak ada
catatan sejarah mengenai kerajaan ini yang ada adalah cerita turun temurun
yang diketahui oleh penyimbang adat, namun karena Tulang Bawang
menganut adat Pepadun, yang memungkinkan setiap khalayak untuk berkuasa
dalam komunitas ini, maka Pemimpin Adat yang berkuasa selalu berganti
ganti Trah. Hingga saat ini belum diketemukan benda-benda arkeologis yang
mengisahkan tentang alur dari kerajaan ini..
Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali. Kerajaan ini
berkembang pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan Buleleng diperintah oleh
Dinasti Warmadewa. Keterangan mengenai kehidupan masyarakat kerajaan
Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa dapat dipelajari dari beberapa
prasasti seperti prasasti Belanjong, Panempahan, dan Melatgede.
Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan
sekitar pertengahan abad ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849.

1
2

Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa
Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah wilayah Bali Utara yang
sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit.
I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde
Pasekan adalah putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si
Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji
memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa
khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota.
Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun
disingkirkan ke Den Bukit, ke desa asal ibunya, Desa Panji.
I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya
Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur
pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada
tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena putra-putranya punya
pikiran yang saling berbeda.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Kerajaan Tulang Bawang?
2. Bagaimana kehidupan sosial budaya Kerajaan Tulang Bawang?
3. Bagaimana kehidupan agama Kerajaan Tulang Bawang?
4. Bagaimana kehidupan ekonomi Kerajaan Tulang Bawang?
5. Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Buleleng?
6. Bagaimana kehidupan politik Kerajaan Buleleng masa Dinasti
Warmadewa?
7. Bagaimana kehidupan sosial Kerajaan Buleleng masa Dinasti
Warmadewa?
8. Bagaimana kehidupan ekonomi Kerajaan Buleleng masa Dinasti
Warmadewa?
9. Bagaimana kehidupan agama Kerajaan Buleleng masa Dinasti
Warmadewa?
BAB II
PEMBAHASAN
KERAJAAN TULANG BAWANG
A. Sejarah Kerajaan Tulang Bawang
Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri
di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang,
Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang memberikan
keterangan mengenai kerajaan ini. Musafir Tiongkok yang pernah
mengunjungi Nusantara pada abad VII, yaitu I Tsing yang merupakan
seorang peziarah Buddha, dalam catatannya menyatakan pernah singgah di
To-Lang P'o-Hwang ("Tulangbawang"), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse
(Pulau Sumatera). Namun Tulangbawang lebih merupakan satu Kesatuan
Adat. Tulang Bawang yang pernah mengalami kejayaan pada Abad ke VII M.
Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang
Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat
kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan
Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P'o Chie
(Sriwijaya), nama Kerajaan Tulang Bawang semakin memudar. Tidak ada
catatan sejarah mengenai kerajaan ini yang ada adalah cerita turun temurun
yang diketahui oleh penyimbang adat, namun karena Tulang Bawang
menganut adat Pepadun, yang memungkinkan setiap khalayak untuk berkuasa
dalam komunitas ini, maka Pemimpin Adat yang berkuasa selalu berganti
ganti Trah. Hingga saat ini belum diketemukan benda benda arkeologis yang
mengisahkan tentang alur dari kerajaan ini.
Kerajaan Tulang Bawang merupakan salah satu kerajaan Hindu tertua di
Nusantara. Tidak banyak catatan sejarah yang mengungkap fakta tentang
kerajaan ini. Sebab, ketika Che-Li-P‘o Chie (Kerajaan Sriwijaya)
berkembang, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang justru pudar.
Menurut catatan Tiongkok kuno, sekitar pertengahan abad ke-4 pernah ada
seorang Bhiksu dan peziarah bernama Fa-Hien (337-422), ketika melakukan
pelayaran ke India dan Srilangka, terdampar dan pernah singgah di sebuah

3
4

kerajaan bernama To-Lang P‘o-Hwang (Tulang Bawang), tepatnya di


pedalaman Chrqse (Sumatera).
Sumber lain menyebutkan bahwa ada seorang pujangga Tiongkok
bernama I-Tsing yang pernah singgah di Swarna Dwipa (Sumatera). Tempat
yang disinggahinya ternyata merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya.
Ketika itu, ia sempat melihat daerah bernama Selapon. Ia kemudian memberi
nama daerah itu dengan istilah Tola P‘ohwang. Sebutan Tola P‘ohwang
diambil dari ejaan Sela-pun. Untuk mengejanya, kata ini di lidah sang
pujangga menjadi berbunyi so-la-po-un. Orang China umumnya berasal dari
daerah Ke‘. I-Tsing, yang merupakan pendatang dari China Tartar dan
lidahnya tidak bisa menyebutkan So, maka ejaan yang familiar baginya
adalah To. Sehingga, kata solapun atau selapon disebutkan dengan sebutan
Tola P‘ohwang. Lama kelamaan, sebutan itu menjadi Tolang Powang atau
kemudian menjadi Tulang Bawang.
Kerajaan Sriwijaya merupakan federasi atau gabungan antara Kerajaan
Melayu dan Kerajaan Tulang Bawang (Lampung). Pada masa kekuasaan
Sriwijaya, pengaruh ajaran agama Hindu sangat kuat. Orang Melayu yang
tidak dapat menerima ajaran tersebut, sehingga mereka kemudian menyingkir
ke Skala Brak. Namun, ada sebagian orang Melayu yang menetap di Megalo
dengan menjaga dan mempraktekkan budayanya sendiri yang masih eksis.
Pada abad ke-7, nama Tola P‘ohwang diberi nama lain, yaitu Selampung,
yang kemudian dikenal dengan nama Lampung.
Hingga kini, belum ada orang atau pihak yang dapat memastikan di mana
pusat Kerajaan Tulang Bawang berada. Seorang ahli sejarah, Dr. J. W.
Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di Way Tulang Bawang,
yaitu antara Menggala dan Pagar Dewa, yang jaraknya sekitar radius 20 km
dari pusat Kota Menggala. Jika ditilik secara geografis masa kini, kerajaan ini
terletak di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung
Sekitar abad ke-15, Kota Manggala dan alur Sungai Tulang Bawang
dikenal sebagai pusat perdagangan yang berkembang pesat, terutama dengan
komoditi pertanian lada hitam. Konon, harga lada hitam yang ditawarkan
kepada serikat dagang kolonial Belanda atau VOC (Oost–indische
5

Compagnie) lebih murah dibandingkan dengan harga yang ditawarkan kepada


pedagang-pedagang Banten. Oleh karenanya, komoditi ini amat terkenal di
Eropa. Seiring dengan perkembangan zaman, Sungai Tulang Bawang menjadi
dermaga “Boom” atau tempat bersandarnya kapal-kapal dagang dari berbagai
penjuru Nusantara. Namun, cerita tentang kemajuan komoditi yang satu ini
hanya tinggal rekaman sejarah saja.
Kerajaan Tulang Bawang tidak terwariskan menjadi sistem pemerintahan
yang masih berkembang hingga kini. Nama kerajaan ini kemudian menjadi
nama Kabupaten Tulang Bawang, namun sistem dan struktur
pemerintahannya disesuaikan dengan perkembangan politik modern.

B. Kehidupan Sosial Budaya


Ketika ditemukan oleh I-Tsing pada abad ke-4, kehidupan masyarakat
Tulang Bawang masih tradisional. Meski demikian, mereka sudah pandai
membuat kerajinan tangan dari logam besi dan membuat gula aren. Dalam
perkembangan selanjutnya, kehidupan masyarakat Tulang Bawang juga
masih ditandai dengan kegiatan ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-
15, daerah Tulang Bawang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di
Nusantara. Pada saat itu, komoditi lada hitam merupakan produk pertanian
yang sangat diunggulkan. Deskripsi tentang kehidupan sosial-budaya
masyarakat Tulang Bawang lainnya masih dalam proses pengumpulan data.

C. Kehidupan Agama
Sungguhpun kita telah dididik diajar digembleng dan diresapi oleh
Agama Islam yang sudah berabad-abad lamanya ini, namun pengaruh
Animisme Hindu nampaknya sampai pada dewasa ini masih belum juga dapat
dikuras habis. Dimana-mana lebih-lebih di Kampung-kampung dan di
pedalaman hal ini masih dipraktikkan oleh Rakyat di sana. Mereka masih
meyakinkan bahwa Roh-roh itu masih aktif, masih bekerja masih tetap
mengawasi anak-cucunya di mana saja berada. Mereka masih meyakinkan
bahwa kayu-kayu besar, gunung-gunung besar mempunyai penunggu dan
penjaganya, inilah yang dinamakan Animisme.
6

D. Kehidupan Ekonomi
Semua alat-alat pertanian seperti: pacul, gobek, kapak, dibuat dari besi,
demikian juga alat senjata: tombak, badik, keris dan sebagainya bukankah ini
dari besi? Diatas telah penulis singgung pada tahun 671 Pendeta Tiongkok I
Tsing pernah mengadakan pencatatan-pencatatan tentang Kerajaan Tulang
Bawang, bahwa didapatinya Rakyat di sana sudah maju, pandai membuat
gula dan membuat besi.
Jelas disini gula aren yang kita minum sekarang, demikian juga senjata-
senjata dari besi adalah dari Zaman Hindu dari Kerajaan Tulang Bawang
asalnya, malahan di Pagar Dewa sekarang ini masih ada pandai besi (tukang
membuat senjata) badik, keris, dan sebagainya. Malahan menurut keterangan
Batu Tempaan Kuno ada pada orang tersebut, orang Kalianda mengakui atas
kebenaran ini, mereka punya bahannya (besi segelungan), Pagar Dewa punya
tepaannya. bahkan di Lampung pembuatan sarung-sarung dari pada senjata-
senjata ini yang dikenal hanya Pagar Dewalah tempat pembuatan sarung
badik yang terbaik, berita ini sampai sekarang masih disebut-sebut.

KERAJAAN BULELENG
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Buleleng
Kerajaan Buleleng dibangun berkat canpur tangan dari I Gusti Anglurah
Panji Sakti yang saat kecil memiliki nama panggilan I Gusti gede Pasukan.
Ayahnya sendiri bernama I Gusti Ngurah Jelantik dan ibunya merupakan selir
yang memiliki nama Ni Luh Pasek yang berasal dari Desa Panji .
Sebagai seseorang yang memiliki andil dalam membangun kerajaan
Buleleng, I Gusti Anglurah dibekali oleh suatu kekuatan sihir yang berasal
dari orang tuanya. Ayahnya sendiri, I Gusti Ngurah Jelantik merasa terbebani
dengan adanya kekuatan yang dimiliki karena itu bisa membuatnya
mencelakakan putra mahkota.
Dan karena hal itulah, I Gusti Ngurah Jelantik menyingirkan I Gusti
Anglurah yang kala itu masih berusia 12 tahun ke daerah asal ibunya yaitu
Desa Panji.Dan pada saat itulah akhirnya I Gusti Anglurah Panji Sakti yang
7

berada di Den Bukit dan menguasai daerah tersebut membangun sebuah


kerajaan yang dinamakan Kerajaan Buleleng, yang mana kekuasaannya
tersebut meluas hingga ke ujung Timur Jawa.
Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti telah meninggal pada tahun 1704,
barulah kerajaan Buleleng menjadi mulai goyah karena adanya perbedaan
pendapat oleh para putera-puteranya yang saling menyerang.
Pada tahun 1732, akhirnya kerajaan di kuasai oleh kerajaan Mengwi yang
mana diambil alih akibat kekalahan perang, namun pada tahu 1752 Kerajaan
Buleleng kembali merdeka. Namun tak lama setelahnya, Kerajaan Buleleng
jatuh oleh kekuasaan kerajaan Karang asem pada tahun 1780 yang mana
dikuasai oleh I Gusti Gde Karang dan kemudian membangun sebuah istana
yang megah sebagai kerajaannya.
Dan setelah I Gusti Gde, raja selanjutnya yang berkuasa yaitu I Gusti
Panang Canang yang berkuasa hingga pada akhirnya harus pensiun pada
tahun 1821. Semakin berjalannya waktu, kerajaan Karangasem pun kian
melemah karena adanya beberapa kali pergantian raja yang menjadikan
kekuatan dari kerajaan Karangasem sangat lemah. Dan di tahun 1824 I Gusti
made Karangasem akhirnya memerintah bersama dengan patih I Gusti
Jelantik hingga pada akhirnya Belanda mengambil kekuasaan kerajaan pada
tahun 1849.
Ditahun 1846, Kerajaan Buleleng pada akhirnya diserang oleh banyaknya
pasukan Belanda, namun cukup mendapat perlawanan yang cukup sengit dari
pihak Buleleng yang di pimpim oleh I Gusti Ketut Jelantik. Namun apda
akhirnya perang tak selesai begitu saja, karena pada tahun 1848, kembali lagi
mendapatkans erangan oleh sejumlah pasukan Belanda yang ingin menguasai
daerah tersebut. Dan diserangan yang ketiga yaitu apda datahu 1849 Belanda
mampu untuk mengahncurkan Benteng Jagaraga dan Kerajaan bisa diambil
alih oleh Belanda. Karena itu, semenjak kekalahan tersebut kerajaan di
perintah oleh pihak Belanda.
8

B. Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa


Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan
prasasti Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan
Sriwijaya yang gagal menaklukkan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.
Kegagalan tersebut menyebabkan Sri Kesari Warmadewa memilih pergi ke
Bali dan mendirikan sebuah pemerintahan baru di wilayah Buleleng.
Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana
Warmadewa. Udayana memiliki tiga putra, yaitu Airlangga,
Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Kelak, Airlangga akan menjadi raja
terbesar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur. Menurut prasasti yang
terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana menjalin hubungan erat dengan
Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri
Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok.
Kedudukan Raja Udayana digantikan putranya, yaitu Marakatapangkaja.
Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber
kebeneran hukum karena ia selalu melindungi rakyatanya. Marakatapangkaja
membangun beberapa tempat peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan
Marakatapangkaja adalah kompleks candi di Gunung Kawi (Tampaksiring).
Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya, Anak Wungsu.
Anak Wungsu merupakan raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Anak
Wungsu berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai
gangguan, baik dari dalam maupun luar kerajaan.
Dalam menjalankan pemerinahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan
penasihat pusat yang disebut pakirankiran i jro makabehan. Badan ini terdiri
atas senapati dan pendeta Siwa serta Buddha. Badan ini berkewajiban memberi
tafsiran dan nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul
dalam masyarakat. Senapati bertugas di bidang kehakiman dan pemerintahan,
sedangkan pendeta mengurusi masalah sosial dan agama.

C. Kehidupan Sosial Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa


Para ahli memperkirakan keadaan masyarakat Buleleng pada masa
Dinasti Warmadewa tidak begitu jauh berbeda dengan masyarakat pada saat
9

ini. Pada masa pemerintahan Udayana, masyarakat hidup berkelompok dalam


suatu daerah yang disebut wanua. Sebagaian besar penduduk yang tinggal di
wanua bermata pencaharian sebagai petani. Sebyah wanua dipimpin seorang
tetua yang dianggap pandai dan mampu mengayomi masyarakat.
Pada masa pemrintahan Anak Wungsu, masyarakat Buleleng dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu golongan caturwarna dan golongan luar
kasta (jaba). Pembagian ini didasarkan pada kepercayaan Hindu yang dianut
masyarakat Bali. Raja Anak Wungsu juga mengenalkan sistem penamaan
bagi anak pertama, kedua, ketiga, dan keempat dengan nama pengenal
sebagai berikut.
1. Anak pertama dinamakan wayan. Kata wayan berasal dari wayahan yang
berarti tua.
2. Anak kedua dinamakan made. Kata made berasal dari madya yang berarti
tengah.
3. Anak ketiga dinamakan nyoman. Kata nyoman berasal dari nom yang
berarti muda.
4. Anak keempat dinamakan ketut. Kata ketut berasal dari tut yang berarti
belakang.
Selama pemerintahan Anak Wungsu, peraturan dan hukum ditegakkan
dengan adil. Masyarakat diberi kebebasan berbicara. Jika masyarakat ingin
menyampaikan pendapat, mereka didampingi pejabat desa untuk menghadap
langsung kepada raja. Kebebasan tersebut membuktikan Raja Anak Wungsu
sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Jiwa seperti inilah
yang saharusnya dilakukan pemimpin pada saat itu. Jika Anda menjadi
seorang pemimpin, Anda harus mendegar dan merespons segala keluhan
rakyat.
Masyarakat Buleleng sudah mengembangkan berbagai kegiatan kesenian.
Kesenian berkembang pesat pada masa pemerintahan Raja Udayana. Pada
masa ini kesenian dibedakan menjadi dua, yaitu seni keraton dan seni rakyat.
Dalam seni keraton dikenal penyanyi istana yang disebut pagending sang
ratu. Selain penyanyi dikenal pula kesenian patapukan (topeng), pamukul
(gamelan), banwal (gadelan), dan pinus (lawak). Adapun jenis kesenian yang
10

berkembang di kalangan rakyat antara lain awayang ambaran (wayang


keliling), anuling (peniup suling), atapukan (permainan topeng), parpadaha
(permainan genderang), dan abonjing (permainan angklung).

D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa


Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian.
Keterangan kehidupan ekonomi masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari
prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian terdapat beberapa istilah yang
berhubungan dengan sisitem bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah
kering), gaga (ladang), kebwan (kebun), mmal (ladang di pegunungan), dan
kasuwakan (pengairan sawah). Pada masa pemerintahan Marakatapangkaja
kegiatan pertanian berkembang pesat. Perkembangan tersebut erat kaitannya
dengan penemuan urut – urutan menanam padi, yaitu mbabaki (pembukaan
tanah), mluku (membajak), tanem (menanam padi), matun (menyiangi), ani-
ani (menuai padi), dan nutu (menumbuk padi). Dari keterangan tersebut
sangat jelas bahwa pada masa pemerintahan Marakatapangkaja penggarapan
tanah sudah maju dan tidak jauh berbeda dengan pengolahan tanah pada masa
ini.
Perdagangan antarpulau di Buleleng sudah cukup maju. Kemajuan ini
ditandai dengan banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan
perdagangan dengan penduduk Buleleng. Komoditas dagang yang terkenal
dari Buleleng aalah kuda. Dalam prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja
Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan tiga puluh ekor kuda dengan
saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa
perdagangan pada saai itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang besar
sehingga memerlukan kapal besar pula untuk mengangkutnya.

E. Kehidupan Agama Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa


Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng.
Akan tetapi, tardisi megalitik msih mengakar kuat dalam masyarakat
Buleleng. Kondisi ini dibuktikan dengan penemuan beberapa bangunan
pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura Hindu. Pada masa
11

pemerintahan Janasadhu Warmadewa (975-983) pengaruh Buddha mulai


berkembang di Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat di
Buleleng seperti Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama
Buddha di Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti
arca Buddha di gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Agama Hindu dan Buddha mulai medapatkan peranan penting pada masa
Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan Brahmana Buddha diangkat
sebagai salah satu penasihat raja. Sesuai dengan kepercayaan Hindu, raja
dianggap penjelmaan (inkarnasi) dewa. Dalam prasasti Pohon Asem
dijelaskan Anak Wungsu merupakan penjelmaan Dewa Hari (Wisnu). Bukti
ini menunjukkan bahwa Raja Anak Wungsu dan rakyat Buleleng merupakan
penganut waisnawa, yaitu pemuja Dewa Wisnu. Selain agama Hindu dan
Buddha, di Buleleng berkembang sekte-sekte kecil yang menyembah dewa-
dewa tertentu, misalnya sekte Ganapatya (penyembah Dewa Gana) dan Sora
(penyembah dewa Matahari).

F. Keruntuhan Dinasti Warmadewa


Banyak spekulasi mengenai mundur dan hancurnya dinasti Warmadewa,
akan tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa hal yang menjadikan mundurnya
dinasti Warmadewa karena adanya kerajaan baru yang terbentuk. Dan
kerajaan Buleleng merupakan kerajaan yang disebut sebagai penyebabnya
runtuhnya kerajaan Warmadewa yang menggantikan dinasti Warmadewa.
Namun kerajaan Buleleng sendiri hancur akibat dari serangan VOC pada
tahun 1850.
BAB III
PENUTUP

G. Kesimpulan
Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri
di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang,
Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang memberikan
keterangan mengenai kerajaan ini. Dalam perkembangan selanjutnya,
kehidupan masyarakat Tulang Bawang juga masih ditandai dengan kegiatan
ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-15, daerah Tulang Bawang
dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di Nusantara.
Mereka masih meyakinkan bahwa Roh-roh itu masih aktif, masih bekerja
masih tetap mengawasi anak-cucunya di mana saja berada. Mereka masih
meyakinkan bahwa kayu-kayu besar, gunung-gunung besar mempunyai
penunggu dan penjaganya, inilah yang dinamakan Animisme.
Kerajaan Buleleng dibangun berkat canpur tangan dari I Gusti Anglurah
Panji Sakti yang saat kecil memiliki nama panggilan I Gusti gede Pasukan.
Ayahnya sendiri bernama I Gusti Ngurah Jelantik dan ibunya merupakan selir
yang memiliki nama Ni Luh Pasek yang berasal dari Desa Panji .
Sebagai seseorang yang memiliki andil dalam membangun kerajaan
Buleleng, I Gusti Anglurah dibekali oleh suatu kekuatan sihir yang berasal
dari orang tuanya. Ayahnya sendiri, I Gusti Ngurah Jelantik merasa terbebani
dengan adanya kekuatan yang dimiliki karena itu bisa membuatnya
mencelakakan putra mahkota.
Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng.
Akan tetapi, tardisi megalitik msih mengakar kuat dalam masyarakat
Buleleng. Kondisi ini dibuktikan dengan penemuan beberapa bangunan
pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura Hindu. Pada masa
pemerintahan Janasadhu Warmadewa (975-983) pengaruh Buddha mulai
berkembang di Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat di
Buleleng seperti Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama

12
13

Buddha di Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti


arca Buddha di gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.

H. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan
berusaha menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

http://diyananurfa.blogspot.co.id/2014/11/kerajaan-buleleng-tulang-bawang-
dan.html

http://melayuonline.com/ind/history/dig/408/kerajaan-tulang-bawang

https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Tulang_Bawang

http://northmelanesian.blogspot.co.id/2012/12/sejarah-kerajaan-tulang-bawang-
lampung.html

http://tulangbawangkab.go.id/?page_id=223

Anda mungkin juga menyukai