Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN TEORITIS KEPERAWATAN JIWA

HALUSINASI PENDENGARAN

Dosen Pembimbing:

Ns. Vonny Mewo., S. Kep., M. Kep

Disusun Oleh :

ANDRI SOLAIMAN

NIM. 19180024

AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT TK III MANADO

TA. 2021/2022
A. Konsep Dasar Halusinasi
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi ialah gejala yang seringkali didapati pada klien yang
mengalami masalah kejiwaan. Halusinasi ialah masalah persepsi dimana klien
mempersepsikan suatu yang tidak pernah terjadi. Suatu penangkapan panca indra
tanpa adanya dorongan dari dunia luar. Suatu peresapan yang terjadi bagaikan
sesuatu impresi yang dirasakan melalui panca indra tanpa dorongan dari luar;
inspeksi palsu. Berbanding terbalik dari ilusi dimana klien merasakan persepsi
yang tidak benar mengenai dorongan, tidak benar persepsi, juga tidak adanya
dorongan dari luar ketika terjadi halusinasi. dorongan dari dalam diinspeksikan
seperti suatu yang benar-benar ada oleh klien. (Maramis, 1998 dalam Muhith,
2015)

Klien halusinasi mendeteksi terdapat dorongan yang sebenarnya tidak ada.


Tingkah laku yang terlihat pada klien yang tengah menderita halusinasi
pendengaran yakni klien merasa sedang mendengar suara meski sebenarnya
tidak ada dorongan suara. Sedangkan pada halusinasi penglihatan klien
menyatakan melihat suatu bayangan orang atau objek mengerikan sedangkan
bayangan tersebut tidak ada. Di halusinasi penciuman klien menyatakan
mencium bebauan tertentu sedangkan yang lain tidak merasakan mencium bau
tersebut. Sementara itu pada halusinasi pengecapan, klien menyatakan makanana
atau minuman yang di rasakan merupakan sesuatu yang menjijikkan. Pada
halusinasi perabaan klien menyatakan bahwa dia merasakan ada suatu hewan
atau benda yang merayap ditubuhnya atau dipermukaan kulitnya. (Nurhalimah,
2016)

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi ialah suatu


gangguan persepsi sensori yang dirasakan oeh klien dengan gangguan kejiwaan
tanpa adanya objek yang benar-benar ada.

2. Dimensi Halusinasi
Respon klien mengenai halusinasi bisa berbentuk prasangka buruk, merasa
takut, rasa tidak aman, gelisah dan bingung, sikap menghambat diri, minim
kepedulian, tidak bisa memutuskan sesuatu juga tidak bisa memilah peristiwa yang
nyata serta tak nyata. permasalahan halusinasi beralaskan kenyataan kehadiran
seseorang individu sebagaimana makhluk dibangun berdasarkan dasar unsur-unsur
bio-psiko-sosio-spiritual hingga halusinasi bisa dipandang dari lima dimensi. (Stuart
dan Laraia, 2005 dalam Muhith, 2015)
a. Dimensi Fisik, setiap individu dibentuk dengan panca indra sebagai alat untuk
membalas stimulus dari luar yang disampaikan oleh sekitarnya. Halusinasi bisa
ditimbulkan oleh sejumlah keadaan tubuh, diantaranya kecapean yang berlebihan,
pemakaian obat, panas sampai delirium, kemabukkan alkohol, juga sulit terlelap
dalam jangka lama.
b. Dimensi Emosional, keadaan cemas tinggi disebabkan oleh masalah tak bisa
ditangani ialah pemicu halusinasi terjadi. Isi halusinasi bisa berbentuk instruksi
mendesakkan dan menakutkan. Klien tidak bisa menolak instruksi tersebut
kemudian dikarenakan keadaan tersebut klien melakukan sesuatu dengan
ketakutan itu.
c. Dimensi Intelektual, menjelaskan bahwa tiap pribadi yang mengalami halusinasi
akan menunjukkan ada pengurangan peranan ego. Pada mulanya, halusinasi
adalah usaha yang berasal dari ego yang berfungsi untuk menolak stimulus yang
menghimpit, namun adalah suatu keadaan yang mengakibatkan kesiagaan yang
menyebabkan teralihkannya semua perhatian klien dan kemudian dapat
mengendalikan seluruh perbuatan klien.
d. Dimensi Sosial, pribadi yang mengalami halusinasi akan memperlihatkan ada
keinginan memisahkan diri dari orang lain. Pribadi tenggelam dalam
halusinasinya, seperti itu adalah ruang untuk melengkapi keperluan akan
hubungan sosial, inspeksi diri, dan tidak ada kualitas diri yang diperoleh dari
dunia nyata. Isi halusinasi dibuat sebagai alat inspeksi diri oleh pribadi tersebut
sehingga apabila instruksi halusinasi berbentuk suatu ancaman, maka pribadi itu
bisa menjadi bahaya bagi orang lain. Maka dari itu, bagian utama saat memenuhi
intervensi keperawatan klien yaitu dengan mengusahakan suatu prosedur
hubungan yang dapat menghasilkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,
juga mengusahakan klien agar tidak memisahkan diri agar klien dapat
berhubungan dengan sekitarnya sehingga halusinasi tak berjalan.
e. Dimensi Spiritual, setiap pribadi dibuat Tuhan sebagai makhluk sosial hingga
hubungan bersama pribadi lain adalah keperluan bersifat mendasar. Penderita
halusinasi condong memisahkan diri yang menyebabkan metode di atas tidak
terealisasi, pribadi tersebut tidak sadar akan situasinya sehingga halusinasi
menjadi alat inspeksi diri bagi pribadi tersebut. Di saat halusinasi mengendalikan
pribadinya, pribadi tersebut kehilangan inspeksi kehidupan atas dirinya.
3. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi ialah suatu reaksi maladaptif pribadi yang terdapat pada rentang
respon neurobiologis. Ini ialah reaksi persepsi sangat maladaptif. Apabila klien tidak
mengalami masalah pada persepsinya dan persepsinya cermat, dapat memilah serta
menafsirkan sesuatu dorongan sesuai dengan keterangan yang didapatkan berdasarkan
panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan), klien
yang mengalami halusinasi mengimpresikan sesuatu dorongan panca indra meskipun
biasanya dorongan itu tiada. Reaksi pribadi tersebut (akibat suatu keadaan menderita
kelainan persepsi) ialah tidak benar dalam mengimpresikan dorongan yang
didapatkannya dan disebut ilusi. Klien akan menderita ilusi apabila tafsiran yang
dikerjakan terhadap dorongan panca indra tidak cermat berdasarkan dengan dorongan
yang didapatkan. (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Muhith, 2015) Rentang respon itu
digambarkan seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 1 Rentang Respon Neurologis Halusinasi


(Muhith, 2015)
4. Jenis-Jenis Halusinasi
Mengelompokkan halusinasi menjadi 7 macam halusinasi yaitu: halusinasi
pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penghidu
(olfactory), halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi perabaan (tactile),
halusinasi cenesthetic, halusinasi kinesthetic. (Stuart dan Laraia dalam Muhith, 2015)
Halusinasi yang amat sering dialami ialah halusinasi pendengaran, menyentuh
angka 70% , sementara halusinasi penglihatan menempati posisi kedua dengan rata-
rata 20%. Sedangkan jenis halusinasi lainnya yaitu halusinasi pengecapan, penghidu,
perabaan, kinesthetic, dan cenesthetic hanya mencakup 10%. Tabel di bawah ini
memberikan penjelasan mengenai karakteristik setiap halusinasi. (Muhith, 2015)
Jenis Halusinasi Karakteristik
Pendengaran Mendengar suara atau keributan, yang tersering
adalah suara orang. Suara berupa keributan yang
tidak terlalu keras hingga kata yang sangat jelas
berbincang mengenai klien, bahkan hingga
perbincangan lengkap terhadap dua pribadi atau
lebih. Isi pikir yang terdengar oleh klien bahwa klien
diperintahkan agar melaksanakan suatu yang
terkadang berisiko.
Penglihatan Dorongan objek yang berbentuk kilasan sinar,
gambaran tak beraturan, gambaran animasi, bayangan
yang berbelit-belit dan kompleks. Bayangan yang
dilihat bisa menyenangkan ataupun menakutkan bagai
melihat monster.
Penghidu Mengendus bebauan khusus seakan tengah mencium
bau darah, urin atau feses secara umum bebauan yang
tercium tidak mengenakkan. Halusinasi penghidu
umumnya terjadi karena stroke, tumor, kejang atau
demensia.
Pengecapan Berasa seperti mengecap rasa darah, urin atau feces
Perabaan Merasakan sakit maupun tidak nyaman tanpa terdapat
dorongan yang jelas. Merasa tersengat listrik yang
berasal dari tanah, benda tak hidup ataupun orang lain.
Tabel 1 Karakteristik Halusinasi
(Muhith, 2015)
5. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Halusinasi
Halusinasi menjadi satu diantara banyak gejala yang mengkonfirmasi diagnosa
klien psikosis, terlebih skizofrenia. Halusinasi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut: (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Muhith, 2015)
a. faktor predisposisi, ialah faktor risiko yang mempengaruhi macam juga jumlah
asal stres bagi individu. Memperoleh informasi tentang faktor pertumbuhan sosial,
budaya, biokimia, psikologis, juga genetik dari klien dan keluarganya, yaitu faktor
risiko yang mempengaruhi macam juga jumlah sumber yang dimiliki pribadi
dalam mengatasi stres. Faktor predisposisi yang menyebabkan reaksi
neurobiologis seperti halusinasi meliputi:
a) Faktor Genetik, seperti yang kita ketahui bersama, skizofrenia herediter
diturunkan lewat kromosom khusus. Namun, kromosom keberapa yang
menjadi penentu penyakit ini masih di fase penelitian. Jika Anda menderita
skizofrenia, kembar identik memiliki peluang 50% terkena skizofrenia,
sedangkan kembar fraternal memiliki peluang 15% terkena skizofrenia.
Seorang anak dengan skizofrenia memiliki kemungkinan 15% menderita
skizofrenia, sedangkan jika kedua orang tuanya menderita skizofrenia,
kemungkinannya adalah 35%.
b) Faktor Perkembangan, apabila tugas pertumbuhan menemui halangan dan
ikatan interpersonal terhambat, pribadi akan merasakan tekanan dan
kecemasan.
c) Faktor neurobiologi, didapati bahwa korteks prefrontal dan korteks marginal
pasien skizofrenia tidak pernah berkembang sepenuhnya. Pada pasien dengan
skizofrenia, volume dan guna otak yang abnormal juga berkurang. Tidak ada
kelainan pada neurotransmitter, terutama dopamin, serotonin dan glutamate.
d) Study neurotransmitter, Skizofrenia juga dianggap dipicu oleh kesenjangan
neurotransmitter juga overdosis dopamin, yang tidak diimbangi dengan kadar
serotonin.
e) Faktor Biokimia, berdampak pada terjadinya masalah kejiwaan. Ketika
seseorang mengalami stres yang berlebihan, tubuh menghasilkan zat yang bisa
berupa neurokimia halusinogen seperti Bufennon dan Dimethyltransferase
(DMP).
f) Teori Virus, pemaparan virus influenza pada bulan ketiga kehamilan bisa
menjadi salah satu faktor predisposisi skizofrenia.
g) Psikologis, kondisi psikologis yang rentan terhadap skizofrenia, diantaranya
ketakutan anak yang diperlakukan oleh ibu berlebihan, acuh tak acuh, dan
kejam, sedangkan ayah menjaga jarak dengan anak. Pada saat yang sama,
adanya hubungan interpersonal yang sumbang dan peran ganda yang
kontradiktif sering didapat oleh anak-anak, yang menyebabkan tingkat stres
dan kecemasan yang tinggi, pada akhirnya menyebabkan hambatan terhadap
orientasi realitas.
h) Faktor Sosiokultural, faktor dalam masyarakat bisa mengakibatkan seseorang
merasa sendiri di tempat klien dibesarkan.
b. Faktor Presipitasi, ialah dorongan yang dilihat pribadi bagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang membutuhkan tambahan energi dalam menghadapinya.
Impuls lingkungan yang sering, contohnya kontribusi klien di kelompok, terlalu
lama untuk berkomunikasi, juga suasana yang tenang/terisolasi bisa memicu
halusinasi, karena meningkatkan stres dan kecemasan juga merangsang tubuh
untuk mengeluarkan zat halusinogen. Selain itu, penghambatan proses transduksi
impuls mengakibatkan anomali proses interpretasi juga interkoneksi, yang
mengarah ke delusi. Faktor pemicu respons neurobiologis adalah sebagai berikut:
a) Pemrosesan informasi yang berlebihan di sistem saraf talamus dan lobus
frontal dalam menerima juga memproses informasi.
b) Mekanisme konduksi listrik di saraf terganggu (mekanisme gating tidak
normal).
c) Kondisi kesehatan seperti, lingkungan, gejala sikap dan perilaku seperti yang tertulis.
Kesehatan a. kekurangan nutrisi
a. tidak cukup tidur

b. ketidakberaturan ritme sirkadian


c. kecapekan
d. infeksi
e. obat-obatan sistem saraf pusat
f. kekurangan latihan
g. kendala mencapai jasa kesehatan

Lingkungan a. lingkungan sekitarnya memusuhi, krisis


b. problematika di rumah tangga

c. hilangnya keleluasaan hidup


d. berubahnya rutinitas hidup, pola kegiatan
rutin

e. kesukaran dalam ikatan bersama individu


lain

f. isolasi sosial
g. kekurangan dukungan sosial

h. desakkan pekerjaan (kompetensi dalam


pekerjaan)
i. kekurangan alat untuk bepergian

j. ketidakmampuan dalam mencari pekerjaan

Sikap/perilaku a. merasa tak sanggup (harga


diri rendah)
a. putus asa (tidak percaya
diri)
b. merasa gagal (hilangnya
dorongan dalam memakai
kompetensi diri)

c. hilangnya kendali atas


dirinya (demoralisasi)
d. merasa mempunya
kemampuan berlebihan
dengan gejala tersebut
e. merasa malang (tidak
mampu mencukupi
keperluan spiritual)

f. bertingkah tidak sama


dengan orang lain dari segi
usia maupun kebudayaan

g. kurangnya kompetensi
untuk bersosialisasi
h. ketidakadekuatan
pengobatan
i. perilaku agresif
j. perilaku kekerasan

k. ketidakadekuatan
penanganan gejala

Tabel 2 Gejala-Gejala Pencetus Respon Neurobiologi


(Muhith, 2015)
6. Mekanisme Koping
Koping yang kerap kali dipakai pada klien yang menderita halusinasi
mencakup: (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Muhith, 2015)
a. Regresi: membuat segan untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
b. Proyeksi: mencoba memberi penjelasan mengenai masalah persepsi menggunakan
pengalihan kewajiban untuk orang lain atau objek yang lain.
c. Menarik diri: tidak gampang mempercayai orang lain serta tenggelam dalam
dorongan internal.
d. Keluarga menampik persoalan yang terjadi pada klien.
7. Validasi Informasi Tentang Halusinasi
Halusinasi betul-betul dirasakan oleh klien, semacam angan-angan disaat
terlelap. Klien tidak memiliki cara yang lainnya untuk memastikan impresi yang
dirasakannya benar-benar ada. Perawat harus memiliki kemampuan untuk bercerita
mengenai halusinasi, sebab melalui pembicaraan mengenai halusinasi mampu
menjadi penanda seberapa jauh psikotik klien dapat ditangani. Untuk
memfasilitasinya, klien harus dibuat senyaman mungkin agar dapat membicarakan
mengenai halusinasi yang dialaminya. Klien yang menderita halusinasi sering
dikecewakan karna memperoleh reaksi yang tidak baik disaat mereka membicarakan
halusinasinya pada orang lain. Karena hal tersebut klien lantas tidak mau untuk
membicarakan mengenai pengalaman halusinasinya. (Muhith, 2015)
Pengalaman individu yang menderita halusinasi menjadi suatu permasalahan
yang patut untuk diperbincangkan bersama orang lain. Keahlian untuk berbicara
mengenai halusinasi adalah sesuatu yang amat penting yang bertujuan untuk
meyakinkan juga mengonfirmasi pengalaman halusinasi klien. Perawat wajib
mempunyai sikap tulus dan perhatian sepenuhnya agar dapat menyediakan
pembicaraan mengenai halusinasi. Tingkah klien yang menderita halusinasi amat
terkait pada macam-macam halusinasinya, ialah halusinasi pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan, Perabaan, cenesthetic, kinesthetic. Apa perawat
mengumpulkan adanya gelagat-gelagat juga sikap halusinasi, sehingga pengkajian
berikutnya perlu dilaksanakan bukan hanya untuk mendapati bermacam-macam
halusinasinya saja. Validasi data mengenai halusinasi yang dibutuhkan mencakup:
(Muhith, 2015)
a. Isi halusinasi yang diderita klien. Bisa dikaji melalui bertanya tentang suara siapa
yang didengar dan apa yang suara itu katakan jika halusinasi diderita klien ialah
halusinasi pendengaran. Objek bayangan seperti apa yang terlihat klien apabila
jenis halusinasinya ialah halusinasi penglihatan, bebauan apa yang klien cium jika
jenis halusinasinya ialah halusinasi penghidu, rasa apa yang dirasakan klien bila
klien menderita halusinasi pengecapan, serta klien merasakan ada sesuatu di
permukaan tubuh apabila klien menderita halusinasi perabaan.
b. Waktu dan frekuensi halusinsi. Bisa dikaji melalui bertanya pada klien pada saat
apa halusinasi terjadi, beberapa hari sekali, setiap minggu atau setiap bulan
pengalaman halusinasi terjadi. data ini sangat penting untuk mengidentifikasi
pemicu halusinasi juga menetapkan apabila klien memerlukan perhatian saat
sedang mengalami halusinasi.
c. Situasi pencetus halusinasi. Perawat harus mengetahui keadaan klien sebelum
menderita halusinasi. Dikaji melalui bertanya kepada klien mengenai insiden
maupun kejadian yang diderita sebelum halusinasi ini terjadi. Dari pada itu,
perawat dapat mengobservasi apa yang klien derita menjelang timbulnya
halusinasi untuk memvalidasi penjelasan klien.
d. Respon klien. Agar dapat mengetahui sampai mana halusinasi mempengaruhi
klien, dapat dikaji dengan cara bertanya apa yang dikerjakan klien jika mengalami
halusinasi. Apa klien dapat mengendalikan dorongan halusinasi atau klien tidak
dapat lagi mengendalikan halusinasi.
8. Tanda dan Gejala Halusinasi
Tanda dan gejala klien halusinasi ialah sebagai berikut (Widyawati, 2020):
a. Data Subjektif
Klien menyampaikan:
1) Mendengar orang berbicara atau keributan
2) Mendengar suara yang mengajak untuk melakukan percakapan
3) Mendengar suara yang memerintahkan untuk melaksanakan tindakan yang
berisiko
4) Melihat bayangan, cahaya, gambaran geometris, bentuk animasi, melihat
hantu dan monster
5) Mencium bebauan semacam bau darah, urin, feses, dan terkadang bebauan itu
menyenangkan
6) Merasakan rasa semacam darah, urin dan feses
7) Merasa takut atau senang pada halusinasinya
b. Data Objektif
1) Melakukan pembicara atau terkekeh tanpa sebab
2) Murka tanpa alasan yang jelas
3) Memfokuskan telinga ke suatu arah
4) Menangkupkan tangan ke telinga
5) Mengancungkan tangan ke suatu arah
6) Merasa ketakutan terhadap suatu hal yang tidak jelas
7) Mencium suatu hal seakan tengah membaui bauan tertentu
8) Menutup hidung
9) Selalu membuang ludah
10) Menggaruk garuk permukaan tubuh
9. Penatalaksanaan Secara Medis Pada Halusinasi
Penatalaksanaan klien skizofrenia yang memderita halusinasi pemberian juga
tindakan lain, yaitu (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Muhith, 2015):
a. Psikofarmakologis
Obat umum yang dipakai pada gejala halusinasi pendengaran mengalami
gejala psikosis pada klien skizofrenia ialah obat anti psikosis. Kelompok umum
yang dipakai ialah Fenotiazin Asetofenazin (Tindal), Klorpromazin (Thorazine),
Flufenazine (Prolixine, Permitil), Mesoridazin (Serentil), perfenazin (Trilafon),
Proklorperazin (Compazine), Promazin (Sparine), Tioridazin (Mellaril),
Trifluoperazin (Stelazine), Trifluopromazin (Vesprin) 60-120 mg, Tioksanten
Klorprotiksen (Taractan), Tiotiksen (Navane) 75-600 mg, Butirofenon
Haloperidol (Haldol) 1-100 mg, Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900
mg, Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg, Dihidroilidolon
Molindone (Moban) 15-225 mg. (Muhith, 2015)
b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy
Terapi kejang listrik ialah pengobatan buat menginduksi kejang grandmall
secara artificial dengan mengalirkan listrik melewati elektrode yang menempel di
salah satu atau kedua pelipis, terapi kejang listrik bisa diberikan pada klien
skizofrenia yang tidak merespon terapi neuroleptik oral atau injeksi. Dosis terapi
kejang listrik 45 joule / detik. (Widyawati, 2020)
c. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi kelompok ialah psikoterapi yang diberikan untuk sekelompok pasien
yang dilakukan melalui diskusi antar pasien dan diarahkan oleh satu terapis atau
tenaga kesehatan jiwa yang sudah berpengalaman. (Nurhalimah, 2016)

B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Halusinasi


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian ialah pengumpulan data subjektif dan objektif secara sistematis yang
bertujuan untuk melakukan penetapan tindakan keperawatan untuk individu, keluarga
dan komunitas. Pada fase ini ada sejumlah hal yang harus diteliti pada klien yang
mengalami kasus halusinasi meliputi (Damayanti dan Iskandar, 2014 dalam Mislika,
2021):
a. Identitas klien
Mencakup nama klien, usia, jenis kelamin, status pernikahan, Agama, tanggal
MRS, informan, tanggal pengkajian, nomor telepon klien, dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama biasanya bermanifestasi seperti bercakap sendiri, tergelak sendiri,
tersenyum sendiri, membuat pergerakkan bibir tanpa berbicara, mengasingkan diri
dari orang lain, kebingungan membedakan antara yang nyata dan yang tidak
nyata, ekspresi wajah gugup, lekas marah, jengkel dan ketakutan, biasanya
terdapat disorientasi waktu, lokasi dan orang. Tidak bisa mengurus diri sendiri dan
tidak melaksanakan kegiatan sehari-hari.
c. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi ialah faktor risiko yang mempengaruhi macam dan jumlah
sumber yang bisa dibangunkan seseorang agar dapat mengendalikan stres.
Didapatkan dari klien dan keluarganya, tentang faktor perkembangan sosial
budaya, psiko-biokimia dan genetika yaitu faktor risiko yang bisa dibangunkan
oleh seseorang agar dapat mengatasi stres.
1) Faktor perkembangan: umumnya tugas pertumbuhan terhambat, ikatan
interpersonal terganggu, dan pribadi akan merasakan tekanan dan kecemasan.
2) Faktor sosiokultural: bermacam faktor dalam masyarakat bisa mengakibatkan
seorang merasa terasing dari lingkungan tempat klien tumbuh.
3) Faktor biokimia: ketika seseorang berada di bawah tekanan yang berlebihan,
tubuh menghasilkan zat yang dapat menyebabkan halusinasi neurokimia.
4) Faktor psikologis: ikatan interpersonal tidak baik, konflik peran ganda, dan tak
dapat diterima oleh anak-anak semuanya akan menyebabkan stres dan
kecemasan yang tinggi, yang akhirnya akan mengakibatkan halusinasi dan
hambatan orientasi realitas lainnya.
5) Faktor genetik: yang mempengaruhi skizofrenia. Belum diketahui, namun
hasil penelitian memperlihatkan faktor keluarga memiliki kaitan yang amat
berpengaruh pada penyakit ini.
d. Faktor presipitasi
Terdapat impuls lingkungan selalu, seperti partisipan klien di kelompok, diajak
berkomunikasi terlalu lama, benda-benda di lingkungan, dan suasana yang
tenang/terisolasi biasanya menjadi pemicu halusinasi, dikarenakan akan
mengembangkan stres dan kecemasan, sehingga merangsang sekresi tubuh dan zat
penyebab halusinasi.
e. Aspek fisik
Hasil pengukuran tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, tinggi badan,
berat badan) meningkat juga ketidaknyamanan fisik yang diderita klien.
f. Aspek psikososial
Menggambarkan genogram tiga generasi.
g. Konsep diri
a) Citra tubuh, melakukan penolakan untuk mengamati dan menyentuh anggota
badan yang mengalami perubahan/tak menerima perubahan yang telah/akan
terjadi. Melakukan penolakan dalam menjelaskan perubahan dalam tubuh dan
menolak pandangan negatif mengenai tubuh. Pre okuapasi pada anggota badan
yang hilang, mengekspresikan keputusasaan, mengekspresikan ketakutan
b) Identitas diri Tidak yakin dengan diri sendiri, kesulitan dalam menentukan
keinginan dan ketidakmampuan untuk mengambil keputusan.
c) Terubah/terhentinya fungsi peran karena sakit, proses penuaan, pensiun dan
PHK.
d) Identitas diri, Mengekspresikan keputusasaan karena sakit dan melakukan
pengungkapan keinginan yang berlebihan.
e) Harga diri, Merasa malu pada diri sendiri, merasa bersalah pada diri sendiri,
masalah ikatan sosial, merendahkan martabat, menyakiti diri sendiri, dan
kurang kepercayaan diri.
h. Status mental
Dalam pengkajian keadaan mental pasien halusinasi diketahui data berupa
bercakap sendiri, tergelak sendiri, tersenyum sendiri, membuat pergerakkan bibir
tanpa berbicara, gerakan mata cepat, respon bahasa lambat, mengasingkan diri,
kebingungan membedakan yang nyata dan tidak nyata, meningkatnya denyut
jantung, pernapasan dan tekanan darah, kurang memperhatikan lingkungan/hanya
beberapa detik untuk fokus pada pengalaman sensorik, kesulitan dalam kontak
dengan orang lain, ekspresi wajah gugup, lekas marah, lekas tersinggung dan
jengkel, tidak dapat mendengarkan instruksi perawat, terlihat gemetar dan
berkeringat, tindakan panik, agitasi dan kataton curiga dan bermusuhan,
bertingkah merusak diri, orang lain dan lingkungan sekitar, ketakutan, tak bisa
mengurus diri, biasanya terdapat disorientasi waktu tempat dan orang.
i. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang dipakai klien guna mengatasi kecemasan adalah
kesepian yang sebenarnya mengancam diri. Mekanisme koping yang biasa dipakai
untuk klien halusinasi ialah:
1) Regresi: membuat segan untuk melakukan kegiatan sehari-hari
2) Proyeksi: mencoba memberi penjelasan mengenai masalah persepsi
menggunakan pengalihan kewajiban untuk orang lain atau objek yang lain.
3) Menarik diri: tidak gampang mempercayai orang lain serta tenggelam dalam
dorongan internal.

j. Aspek medik
Pengobatan yang didapat klien dapat berbentuk pengobatan psikomotor, terapi
okupasi, TAK dan rehabilitasi.
2. Analisa Data
Analisa data (Nurhalimah, 2016)
No Data Masalah Keperawatan
1. Data Objektif : Halusinasi
a. bercakap atau terbahak sendiri
b. Murka tanpa sebab
c. Mengarahkan telinga ke arah
tertentu
d. Menangkupkan tangan ke telinga
Data Subjektif :
a. Mendengar suara atau keributan
b. Mendengar suara yang meminta
mengobrol
c. Mendengar suara memerintahkan
untuk melaksanakan suatu yang
berisiko

Tabel 3 Analisis Data


3. Pohon Masalah
Gambar 2 Pohon Masalah
(Oktiviani, 2020)
4. Diagnosa Keperawatan
Penderita halusinsi kehilangan kendali akan kontrol dirinya hingga bisa
mencelakakan dirinya, orang lain juga lingkungan sekitarnya. Terjadi apabila
halusinasi telah tiba di fase IV, di mana klien menderita panik juga tindakannya
dikontrol oleh isi halusinasinya. Klien amat kehilangan kompetensi untuk menilai
realitas akan lingkungannya. Di saat kondisi ini, klien bisa melaksanakan tindakan
bunuh diri (suicide), melakukan pembunuhan (homicide), sampai-sampai bisa
merugikan lingkungan. Selain perkara yang terjadi karena halusinasi, klien
kebanyakan menderita masalah-masalah keperawatan yang menjadi penyebab
(trigger) timbulnya halusinasi. Masalah-masalah diantaranya harga diri rendah dan
isolasi sosial. (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Muhith, 2015)
Akibat dari rendah diri dan kekurangan ketrampilan menjalin hubungan sosial,
klien mengasingkan diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya klien akan lebih
terfokus pada dirinya. dorongan dari dalam lebih berefek daripada dorongan dari luar.
Klien lama kelamaan mengalami kehilangan kempetensi untuk membedakan
dorongan dari dalam dan dorongan dari luar. Hal ini dapat memicu halusinasi terjadi.
Dari masalah diatas, didapatkan masalah keperawatan:
Masalah a. Risiko Perilaku Kekerasan
Keperawatan b. Halusinasi
c. Harga Diri Rendah
d. Gangguan Hubungan Sosial

Tabel 4 Diagnosa Keperawatan Halusinasi


(Muhith, 2015)
5. Intervensi Keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI
1. Gangguan persepsi L.09083 I. 09288
sensori (D.0085) Setelah Observasi
Definisi: dilaksanakan a. Monitor perilaku
Perubahan persepsi atas tindakan yang mengindikasi
stimulus baik dari keperawatan halusinasi
dalam maupun dari luar diharapkan b. Monitor dan
yang diikuti dengan halusinasi sesuaikan tingkat
respon yang berkurang, membaik. aktivitas dan
berlebihan atau Kriteria stimulasi
terdistorsi. Hasil: lingkungan
Penyebab: a. Verbalisa c. Monitor isi
a. Gangguan si halusinasi
pendengaran mendeng Terapeutik
Gejala dan Tanda ar bisikan a. Pertahankan
Mayor membaik lingkungan yang
a. Subjektif b. Distorsi aman
1) Mendengar sensori b. Lakukan tindakan
suara bisikan membaik keselamatan ketika
b. Objektif c. Perilaku tidak dapat
1) Distorsi sensori halusinasi mengontrol perilaku
2) Respons tidak membaik c. Diskusikan
sesuai d. Perilaku perasaan dan respon
3) Bersikap seolah menarik terhadap halusinasi
melihat, diri d. Hindari perdebatan
mendengar, membaik tentang validitas
mengecap, e. Perilaku halusinasi
meraba atau melamun Edukasi
mencium membaik a. Anjurkan
sesuatu f. Perilaku memonitor sendiri
Gejala dan Tanda curiga situasi terjadinya
Mayor membaik halusinasi
a. Subjektif g. Perilaku b. Anjurkan bicara
1) Menyatakan mondar- pada orang yang
kesal mandir dipercaya untuk
b. Objektif membaik memberi dukungan
1) Menyendiri dan umpan balik
2) Melamun korektif terhadap
3) Konsentrasi halusinasi
buruk c. Anjurkan
4) Disorientasi melakukan distraksi
waktu, tempat, d. Ajarkan pasien dan
orang atau keluarga cara
situasi mengontrol
5) Curiga halusinasi
6) Melihat ke satu Kolaborasi
arah a. Kolaborasi
7) Mondar-mandir pemberian obat
8) Bicara sendiri antipsikotik dan
Kondisi Klinis Terkait: antiansietas, jika
a. Gangguan psikotik perlu

Tabel 5 Intervensi Halusinasi


(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)(Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)(Tim Pokja
SIKI DPP PPNI, 2018)

6. Implementasi Keperawatan
Implementasi diselaraskan bersama rencana tindakan keperawatan. Dalam
keadaan aktual, pelaksanaan seringkali jauh dari rencana, hal ini dikarenakan perawat
tidak terbiasa memakai rencana tertulis untuk melaksanakan tindakan keperawatan.
Sebelum melakukan tindakan keperawatan yang direncanakan, perawat harus
memverifikasi secara singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan
oleh klien berdasarkan situasi klien (here and now). Perawat juga menilai diri mereka
apakah kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknis mereka konsisten dengan
tindakan yang akan dilakukan, dan menilai kembali apakah mereka aman untuk klien.
Setelah tidak ada kendala, maka tindakan keperawatan bisa dilakukan. (Sirait, 2021)
Pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilaksanakan beralaskan Strategi
Pelaksanaan (SP) disesuai bersama dengan tiap-tiap perkara utama. berdasarkan
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, diperoleh 2 macam SP,
diantaranya SP Klien juga SP Keluarga. SP klien terbagi memjadi SP 1 (membangun
ikatan saling percaya), mengidentifikasi halusinasi “jenis, isi, waktu, frekuensi,
situasi, perasaan dan respon halusinasi”, mengajari klien bagaimana cara melawan
halusinasi, menambahkan cara melawan halusinasi di dalam jadwal; SP 2
(mengevaluasi SP 1, mengajari cara meminum obat dengan teratur, menambahkan ke
dalam jadwal); SP 3 (mengevaluasi SP 1 dan SP 2, memberi anjuran kepada klien
untuk mencari kawan untuk bercakap); SP 4 (mengevaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3,
melaksanakan kegiatan terjadwal). (Irwan, 2020 dalam Sirait, 2021)
SP Keluarga dibagi menjadi SP 1 (menjalin ikatan saling percaya,
membicarakan permasalahan yang sedang dihadapi keluarga saat menjaga klien,
menguraikan arti, tanda dan gejala halusinasi,jenis halusinasi yang diderita klien dan
proses terjadinya, serta menguraikan cara menjaga pasien halusinasi); SP 2 (Melatih
anggota keluarga mempraktekkan cara menjaga klien halusinasi, dan mengajarkan
anggota keluarga cara menangani klien halusinasi secara langsung); SP 3 (Menolong
anggota keluarga untuk mengatur kegiatan di rumah, diantaranya minum obat
(discharge planing), dan jelaskan tindak lanjut pasien setelah pulang). (Sirait, 2021)
Saat melakukan tindakan keperawatan, kontrak dengan klien dijalankan dengan
menjelaskan apa yang akan dilakukan dan peran yang diharapkan klien, serta
mencatat semua tindakan yang telah dilakukan dan respon klien. (Sirait, 2021)
7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi ialah hasil atau proses ringkasan dengan membandingkan respon
pengunjung terhadap tujuan keseluruhan yang telah ditentukan dan tujuan tertentu.
Halusinasi berasal dari data subyektif 4x24 jam. Anggota keluarga mengatakan
senang karena telah mempelajari teknik pengendalian halusinasi. Anggota keluarga
mengatakan pasien dapat menggunakan berbagai teknik untuk mengontrol halusinasi.
Saat halusinasi datang, data objektif pasien tampak berbicara sendiri, pasien dapat
berbicara dengan orang lain, pasien mampu melaksanakan aktivitas terjadwal dan
minum obat secara teratur. (Sirait, 2021)

Anda mungkin juga menyukai