Laporan Pendahuluan Halusinasi Pendengaran FIX
Laporan Pendahuluan Halusinasi Pendengaran FIX
HALUSINASI PENDENGARAN
Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh :
ANDRI SOLAIMAN
NIM. 19180024
TA. 2021/2022
A. Konsep Dasar Halusinasi
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi ialah gejala yang seringkali didapati pada klien yang
mengalami masalah kejiwaan. Halusinasi ialah masalah persepsi dimana klien
mempersepsikan suatu yang tidak pernah terjadi. Suatu penangkapan panca indra
tanpa adanya dorongan dari dunia luar. Suatu peresapan yang terjadi bagaikan
sesuatu impresi yang dirasakan melalui panca indra tanpa dorongan dari luar;
inspeksi palsu. Berbanding terbalik dari ilusi dimana klien merasakan persepsi
yang tidak benar mengenai dorongan, tidak benar persepsi, juga tidak adanya
dorongan dari luar ketika terjadi halusinasi. dorongan dari dalam diinspeksikan
seperti suatu yang benar-benar ada oleh klien. (Maramis, 1998 dalam Muhith,
2015)
2. Dimensi Halusinasi
Respon klien mengenai halusinasi bisa berbentuk prasangka buruk, merasa
takut, rasa tidak aman, gelisah dan bingung, sikap menghambat diri, minim
kepedulian, tidak bisa memutuskan sesuatu juga tidak bisa memilah peristiwa yang
nyata serta tak nyata. permasalahan halusinasi beralaskan kenyataan kehadiran
seseorang individu sebagaimana makhluk dibangun berdasarkan dasar unsur-unsur
bio-psiko-sosio-spiritual hingga halusinasi bisa dipandang dari lima dimensi. (Stuart
dan Laraia, 2005 dalam Muhith, 2015)
a. Dimensi Fisik, setiap individu dibentuk dengan panca indra sebagai alat untuk
membalas stimulus dari luar yang disampaikan oleh sekitarnya. Halusinasi bisa
ditimbulkan oleh sejumlah keadaan tubuh, diantaranya kecapean yang berlebihan,
pemakaian obat, panas sampai delirium, kemabukkan alkohol, juga sulit terlelap
dalam jangka lama.
b. Dimensi Emosional, keadaan cemas tinggi disebabkan oleh masalah tak bisa
ditangani ialah pemicu halusinasi terjadi. Isi halusinasi bisa berbentuk instruksi
mendesakkan dan menakutkan. Klien tidak bisa menolak instruksi tersebut
kemudian dikarenakan keadaan tersebut klien melakukan sesuatu dengan
ketakutan itu.
c. Dimensi Intelektual, menjelaskan bahwa tiap pribadi yang mengalami halusinasi
akan menunjukkan ada pengurangan peranan ego. Pada mulanya, halusinasi
adalah usaha yang berasal dari ego yang berfungsi untuk menolak stimulus yang
menghimpit, namun adalah suatu keadaan yang mengakibatkan kesiagaan yang
menyebabkan teralihkannya semua perhatian klien dan kemudian dapat
mengendalikan seluruh perbuatan klien.
d. Dimensi Sosial, pribadi yang mengalami halusinasi akan memperlihatkan ada
keinginan memisahkan diri dari orang lain. Pribadi tenggelam dalam
halusinasinya, seperti itu adalah ruang untuk melengkapi keperluan akan
hubungan sosial, inspeksi diri, dan tidak ada kualitas diri yang diperoleh dari
dunia nyata. Isi halusinasi dibuat sebagai alat inspeksi diri oleh pribadi tersebut
sehingga apabila instruksi halusinasi berbentuk suatu ancaman, maka pribadi itu
bisa menjadi bahaya bagi orang lain. Maka dari itu, bagian utama saat memenuhi
intervensi keperawatan klien yaitu dengan mengusahakan suatu prosedur
hubungan yang dapat menghasilkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,
juga mengusahakan klien agar tidak memisahkan diri agar klien dapat
berhubungan dengan sekitarnya sehingga halusinasi tak berjalan.
e. Dimensi Spiritual, setiap pribadi dibuat Tuhan sebagai makhluk sosial hingga
hubungan bersama pribadi lain adalah keperluan bersifat mendasar. Penderita
halusinasi condong memisahkan diri yang menyebabkan metode di atas tidak
terealisasi, pribadi tersebut tidak sadar akan situasinya sehingga halusinasi
menjadi alat inspeksi diri bagi pribadi tersebut. Di saat halusinasi mengendalikan
pribadinya, pribadi tersebut kehilangan inspeksi kehidupan atas dirinya.
3. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi ialah suatu reaksi maladaptif pribadi yang terdapat pada rentang
respon neurobiologis. Ini ialah reaksi persepsi sangat maladaptif. Apabila klien tidak
mengalami masalah pada persepsinya dan persepsinya cermat, dapat memilah serta
menafsirkan sesuatu dorongan sesuai dengan keterangan yang didapatkan berdasarkan
panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan), klien
yang mengalami halusinasi mengimpresikan sesuatu dorongan panca indra meskipun
biasanya dorongan itu tiada. Reaksi pribadi tersebut (akibat suatu keadaan menderita
kelainan persepsi) ialah tidak benar dalam mengimpresikan dorongan yang
didapatkannya dan disebut ilusi. Klien akan menderita ilusi apabila tafsiran yang
dikerjakan terhadap dorongan panca indra tidak cermat berdasarkan dengan dorongan
yang didapatkan. (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Muhith, 2015) Rentang respon itu
digambarkan seperti pada gambar di bawah ini.
f. isolasi sosial
g. kekurangan dukungan sosial
g. kurangnya kompetensi
untuk bersosialisasi
h. ketidakadekuatan
pengobatan
i. perilaku agresif
j. perilaku kekerasan
k. ketidakadekuatan
penanganan gejala
j. Aspek medik
Pengobatan yang didapat klien dapat berbentuk pengobatan psikomotor, terapi
okupasi, TAK dan rehabilitasi.
2. Analisa Data
Analisa data (Nurhalimah, 2016)
No Data Masalah Keperawatan
1. Data Objektif : Halusinasi
a. bercakap atau terbahak sendiri
b. Murka tanpa sebab
c. Mengarahkan telinga ke arah
tertentu
d. Menangkupkan tangan ke telinga
Data Subjektif :
a. Mendengar suara atau keributan
b. Mendengar suara yang meminta
mengobrol
c. Mendengar suara memerintahkan
untuk melaksanakan suatu yang
berisiko
6. Implementasi Keperawatan
Implementasi diselaraskan bersama rencana tindakan keperawatan. Dalam
keadaan aktual, pelaksanaan seringkali jauh dari rencana, hal ini dikarenakan perawat
tidak terbiasa memakai rencana tertulis untuk melaksanakan tindakan keperawatan.
Sebelum melakukan tindakan keperawatan yang direncanakan, perawat harus
memverifikasi secara singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan
oleh klien berdasarkan situasi klien (here and now). Perawat juga menilai diri mereka
apakah kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknis mereka konsisten dengan
tindakan yang akan dilakukan, dan menilai kembali apakah mereka aman untuk klien.
Setelah tidak ada kendala, maka tindakan keperawatan bisa dilakukan. (Sirait, 2021)
Pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilaksanakan beralaskan Strategi
Pelaksanaan (SP) disesuai bersama dengan tiap-tiap perkara utama. berdasarkan
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, diperoleh 2 macam SP,
diantaranya SP Klien juga SP Keluarga. SP klien terbagi memjadi SP 1 (membangun
ikatan saling percaya), mengidentifikasi halusinasi “jenis, isi, waktu, frekuensi,
situasi, perasaan dan respon halusinasi”, mengajari klien bagaimana cara melawan
halusinasi, menambahkan cara melawan halusinasi di dalam jadwal; SP 2
(mengevaluasi SP 1, mengajari cara meminum obat dengan teratur, menambahkan ke
dalam jadwal); SP 3 (mengevaluasi SP 1 dan SP 2, memberi anjuran kepada klien
untuk mencari kawan untuk bercakap); SP 4 (mengevaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3,
melaksanakan kegiatan terjadwal). (Irwan, 2020 dalam Sirait, 2021)
SP Keluarga dibagi menjadi SP 1 (menjalin ikatan saling percaya,
membicarakan permasalahan yang sedang dihadapi keluarga saat menjaga klien,
menguraikan arti, tanda dan gejala halusinasi,jenis halusinasi yang diderita klien dan
proses terjadinya, serta menguraikan cara menjaga pasien halusinasi); SP 2 (Melatih
anggota keluarga mempraktekkan cara menjaga klien halusinasi, dan mengajarkan
anggota keluarga cara menangani klien halusinasi secara langsung); SP 3 (Menolong
anggota keluarga untuk mengatur kegiatan di rumah, diantaranya minum obat
(discharge planing), dan jelaskan tindak lanjut pasien setelah pulang). (Sirait, 2021)
Saat melakukan tindakan keperawatan, kontrak dengan klien dijalankan dengan
menjelaskan apa yang akan dilakukan dan peran yang diharapkan klien, serta
mencatat semua tindakan yang telah dilakukan dan respon klien. (Sirait, 2021)
7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi ialah hasil atau proses ringkasan dengan membandingkan respon
pengunjung terhadap tujuan keseluruhan yang telah ditentukan dan tujuan tertentu.
Halusinasi berasal dari data subyektif 4x24 jam. Anggota keluarga mengatakan
senang karena telah mempelajari teknik pengendalian halusinasi. Anggota keluarga
mengatakan pasien dapat menggunakan berbagai teknik untuk mengontrol halusinasi.
Saat halusinasi datang, data objektif pasien tampak berbicara sendiri, pasien dapat
berbicara dengan orang lain, pasien mampu melaksanakan aktivitas terjadwal dan
minum obat secara teratur. (Sirait, 2021)