No. 1
Kinerja perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membaik pada semester I/2021
dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ini terlihat dari kenaikan laba bersih korporasi pelat
merah yang tumbuh 356% sepanjang semester I/2021 dibandingkan periode sama tahun lalu.
Laba bersih BUMN tercatat sebesar Rp5,77 triliun pada semester I/2020. Sedangkan pada
periode sama tahun ini, angka itu meningkat menjadi Rp26,35 triliun.
Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa
yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran
BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha
yang belum diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis
sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut
membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber
penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil
privatisasi.
Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh
sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur,
pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri dan perdagangan,
serta konstruksi.
Kinerja perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membaik pada semester I/2021
dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ini terlihat dari kenaikan laba bersih korporasi pelat
merah yang tumbuh 356% sepanjang semester I/2021 dibandingkan periode sama tahun lalu.
Laba bersih BUMN tercatat sebesar Rp5,77 triliun pada semester I/2020. Sedangkan pada
periode sama tahun ini, angka itu meningkat menjadi Rp26,35 triliun.
No. 2
Perkembangan BUMN
Perkembangan empiris BUMN yang berlangsung pada ting.le.at universal dan global serta
pengalaman historis selama 56 tahun mengelola kehidupan sosial politik ekonomi Nation State
Indonesia. Secara garis besar perkembangan BUMN dapat dibagi dalam periode, yaitu sebelum
kemerdekaan, tahun 1945 s/d 1960, tahun 1960 s/d 1969, tahun 1969 samapai sekarang.
Diam periode sebelum kemerdekaan BUMN diatur oleh ketentuan IBW dan ICW. Pada
periode ini terdapat sekitar 20 BUMN yang tunduk kepada IBW yang bergerak dalam
berbagai bidang ekonomi meliputi bidang listrik, batubara, timah, pelabuhan, pegadaian,
garam, perkebunan, PIT, Keret Api dan Topografi.
Disamping BUMN tersebut diatas dalam periode tahun 1945 - 1960 telah berdiri beberapa
BUMN lainnya yaitu Bank Industri Negara, Sera dan Vaksin, PT. Natour Ltd. Mengingat
pentingnya keberadaan BUMN dalam pembangunan dan dalam rangka pembebasan Irian
Barat dan penjajah Belanda, maka berdasarkan peraturan pemerintah nomor 23 tahun 1958
telah dilakukan nasiopalisme perusahaan swasta eks milik negara Belanda di Indonesia.
Sebagai akibat dari nasionalisasi terebut maka dalam periode tahun 1960 s/d 1969 BUMN
seluruhnya berjumlah 822 perusahaail. Jumlah ini telah ditata kembali dalam periode
tersebut sehingga pada tahun 1989 turun menjadi sekitar 200 perusahaan.
Dalam perkembangan selanjutnya berbagai bentuk badan usaha dalam periode terebut telah
diseragamkan berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 1960 menjadi satu bentuk yaitu Perusahaan
Negara (PN). Walaupun demikian masih terdapat kekaburan dalam organisasi. Perusahaan -
perusahaan negara sehubungan adanya Badan Pimpinan Umum (BPU) yang juga
menyelenggarakan kepengurusan perusahaan - persahaan negara tertentu.
Oleh karena itu untuk lebih menertibkan pengelolaan, pembinaan dan pengawasan BUMN
maka berdasarkan Impres No. 17 Tahun 1967 dan UU Nomor 9 Tahun 1969 telah ditetapkan
tiga bentuk Badan Usaha Negara, yaitu Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum
(Perum), Perusahaan Perseroan (Persero ).
d. Periode tahun 1969 sampai sekarang
Dalam periode setelah tahun 1969 peranan BUMN dalam menunjang pembangunan
Nasional semakin meningkat sejalan dengan pelaksanaan pembangunan Pelita I s/d IV dan
kini memasuki Pelita V yang merupakan kelanjutan dan peningkatan dari basil pelita
sebelumnya.
Dari uraian diatas maka dapat dikaitkan bahwa selain pembinaan dan pengawasan yang
dilakukan oleh pemerintah, perkembangan BUMN lebih ditentukan oleh peranan pengelola I
pimpinan dalam melaksanakan kegiatan operasi perusahaan. Sikap, dedikasi dan
kemampuan pimpinan dalam mendayagunakan sumber daya yang ada di' dalan1
perusahlian, baik manusia, modal, peralatan, manajerial serta kelincahan memanfaatkan
situasi pasar, merupakan faktor yang menentukan kemajuan atau kemunduran perusahaan.
Sejak tahun 1983 terutama setelah tahun 1986, berbagai usaha deregulasi ekonomi telah
ditempuh oleh pemerintah dan sepanjan.g yang menyangkut BUMN pemerintah telah
menerbitkan Inpres No. 5 Tahun 1988 tentang pedoman penyehatan dan pengelolaan
BUMN.
Inpres ini pada dasarnya menginstruksikan kepada berbagai mentri teknis unh1k
melaksanakan penyehatan BUMN yang ada di Iingkungan departemennya dimana
ditetapkan klasiflkasi kesehatan BUMN berdasarkan beberapn kriteria keuangan I finansial,
seperti rentabilitas, likuiditas dan solvabelitas.
Sejak tahun 1990 untuk pertama kalinya masyrakat luas dapat mengetahi status kesehatan
BUMN. Terlepas dari kelemahan yang ada tentang penilaian tersebut, palig sedikit
masyarakat sudah bisa mengetahui tentang kondisi berbagai BUMN.
Dengan adanya sistem penilaian RLS tersebut kinerja BUN menjadi lebih baik dari
sebelurnnya. Jumlah BUMN tergolong sehat atau sehat sekali bertambah setahun, dan
jumlah yang tidak sehat serta yang mengalami kerugian menjadi semakin berkurang.
Misalnya pada akhir tahun 1991 jumlah BUMN yang tidak sehat adalah sebanya 55 buah,
sedangkan pada bulan April 1993 jumlahnya berkurang menjadi 41 buah (S. Djalil : 1993
dikutip oleh A. Fauzi : 5 ; 1994).
Sebelum terjadi krisis moneter Juli 1997 lebih separuh jumlah BUMN kinerja kurang
memuaskan Tahun 1997, 160 BUMN persero hanya mengahasilkan keuntungan sebesar Rp.
11,8 Triliun dari Rp. 462 Triliun modal yang ditanamkan, keuntungan sebesar 2,6% sangat
kecil jika dibandingkan terhadap biaya-biaya atas modal.
Berdasarkan data dari Kantor Mentri Negara (KMN), BUMN tahun 1999, 159 BUMN dapat
dikelo,pokkan I induk (holding) seperti lampiran 2 dan 3 (Toto Pranoto : 10 ; 2000).
No. 3
Rumus ROE (Return On Equity)
Rasio Return On Equity (ROE) dihitung dengan cara membagi laba bersih pada ekuitas
pemegang saham tersebut. Berikut adalah Rumus ROE :
Return On Equity (ROE) = Laba bersih setelah Pajak / Ekuitas Pemegang Saham.
Pada perhitungan tersebut ROE mendekati 2 artinya semakin efektif dan efisien penggunaan
ekuitas maka penghasilan peruahaan semakin meningkat, tetapi jika ROE mendekati angka 0
maka artinya perusahaan tidak dapat atau tidak mampu mengelola modal yang tersedia secara
efisien untuk menghasilkan pendapatan.
No. 4
Tujuan rekayasa ulang proses bisnis adalah perbaikan proses untuk meningkatkan kepuasan total
baik bagi pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.
Masalah utama yang Ford miliki kala itu adalah departemen ford kelebihan pegawai yang sangat
banyak. Mereka mempekerjakan sekitar 500 orang, sangat signifikan berbeda dengan Mazda
yang hanya memperkerjakan 5 orang di departemen yang sama (departemen AP/ account
payable). Ford meluncurkan inisiatif BPR untuk mencari tahu mengapa kinerja mereka buruk.
Dengan alur proses pengerjaan yang di lakukan oleh Ford menciptakan proses yang tidak efisien
dan efektif sehingga dampaknya adalah FORD harus memiliki banyak karyawan.
Dengan cara ini, departemen AP tidak perlu mengecek semua dokumen yang ada. Dokumen
akan secara otomatis di cek oleh sistem, sehingga FORD dapat mengurangi karyawan yang
berlebih.
Untuk itulah rekayasa ulang menjadi penting agar terjadi penyederhanaan proses yang akan
berimplikasi pada penghematan waktu dan biaya. Hal ini juga menjadikan mengapa rekayasa
ulang ini dapat meingkatkan kualitas kerja karena setiap staf mampu menyelesaikan segala
sesuatu dengan cara yang lebih baik. Sebagai tambahan, rekayasa ulang akan menjadikan
korporasi lebih fleksibel untuk merespon kejadian yang tidak diinginkan dalam lingkungan
bisnis yang berubah cepat melalui edukasi staf.
Pengertian Reengineering
Reengineering atau rekayasa ulang adalah perancangan ulang secara pada proses bisnis yang
berjalan saat ini dengan penekanan pada pengurangan biaya dan waktu siklus agar terjadi
peningkatan kepuasan pelanggan. Rakayasa ulang sangat mungkin dilakukan karena kebanyakan
dalam organisasi terdapat sekat-sekat departemen dan unit kerja, tidak ada kepemilikan proses
secara individu, dan kadang diluar kendali.
Akibat hal-hal tersebut, biaya dan waktu siklus menjadi buruk dan berakibat pada rendahnya
kepuasan pelanggan. Dengan demikian, rekayasa ulang akan menjadi solusi yang saling
menguntungkan antara organisasi dan pelanggan.
Rekayasa ulang dapat membuat perbaikan proses bisnis secara dramatik terkadang terjadi
pengurangan pembiayaan, reduksi waktu siklus, dan peningkatan kepuasan pelanggan secara
signifikan. Korporasi melakukan rekayasa ulang proses bisnisnya ketika menginginkan
perubahan yang dramatis dalam cara menjalankan bisnisnya atau ketika cara yang dijalankan saat
ini tidak sesuai dengan harapan. Pada umumnya banyak proses bisnis yang sangat rumit dan
hanya beberapa orang dalam organisasi yang benar-benar memahami dan dapat menjalankan
proses tersebut.
Tujuan Reengineering
Bennis dan Mische menyebutkan tentang tujuan rekayasa ulang, sebagai berikut :
Meningkatkan nilai bagi para pemegang saham; dengan melakukan segala sesuatunya secara
berbeda.
Mencapai hasil yang luar biasa; dimaksudkan untuk mencapai setidaknya peningkatan
sebesar 50 persen.
Menghilangkan tingkatan dan pekerjaan yang tidak perlu; tingkat dan aktivitas organisasi
yang mewakili sedikit nilai untuk para pemegang saham atau kecil kontribusinya bagi daya
saing juga disusun ulang dan dihilangkan.
Proses Reengineering
Persiapan
Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengerahkan, mengorganisasikan, dan mendayakan
ornag yang akan menggunakan rekayasa-ulang.
Identifikasi
Tujuan dari tahap ini adalah untuk membangun dan mengerti suatu model proses yang
berdasarkan orientasi terhadap konsumen dari suatu bisnis.
Tujuan dari tahap ini adalah untuk membangun suatu visi atas proses yang dapat diandalkan
untuk meraih suatu terobosan baru.
Solusi
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk merinci dimensi teknik dan sosial dari suatu proses
baru.
Tujuan dari tahap ini adalah untuk mencapai visi proses dengan cara penerapan perancangan
proses yang dihasilkan pada tahap empat. Menurut Bennis dan Mische (1995) antara lain:
Menginovasi proses
Mentransformasikan organisasi
Memantau proses yang direkayasa ulang
Ada empat tahapan untuk melakukan rekayasa ulang proses bisnis yang berhasil, yaitu:
Fase pertama ini merupakan titik dimana organisasi perlu memutuskan proses mana yang
akan direkayasa ulang. Tergantung pada jumlah rekayasa yang akan dilakukan, team
pelaksana perlu dibentuk. Team diorganisasi yang memperhatikan gabungan berbagai
ketrampilan yang dimiliki. Pemilihan champion yang akan memimpin tercapainya tujuan
adalah sangat penting. Cakupan dan jadwal kerja harus diberikan pada team, termasuk
pelatihan sebelum mereka menjalankan rekayasa ulang.
Fase berikutnya adalah melakukan analisis proses yang berjalan saat ini secukupnya untuk
memahami bagaimana proses tersebut berjalan, dan berapa waktu siklusnya. Team harus
menyadari bahwa proses yang dibangun harus lengkap yang dimulai dari pelanggan dan
berakhir pada pelanggan. Karena tujuan rekayasa ulang adalah merevisi proses agar layanan
pelanggan lebih baik, ada dua pertanyaan yang harus dijawab oleh team; yaitu siapa
pelanggan organisasi, dan apa yang mereka inginkan. Dalam proses rekayasa ulang, team
harus mampu memutuskan apa yang berjalan dan tidak berjalan pada proses yang direkayasa
ulang dan memutuskan bagian mana yang harus diperbaiki.
Fase ini merupakan fase ketika tema harus berfikir Out of the box. Haruslah tetap diingat
bahwa rekayasa ulang bukan perubahan sedikit demi sedikit, tetapi perubahan yang radikal;
yang harus terjadi perbaikan pada biaya dan waktu siklus mencapai 50%. Seluruh sumber
daya, teknologi, sistem manajemen yang terbaik saat ini harus menjadi pertimbangan untuk
ditemukannya proses baru yang jauh lebh baik.
Ketika model baru telah ditentukan, strategi untuk menjabarkan model dengan konsep baru
ini perlu dikembangkan. Terkadang cara yang terbaik adalah mengelola perubahan ini pada
sebagian kecil organisasi untuk memastikan tidak adanya kesalahan, kemudian pada unit yang
lebih luas, dan akhirnya pada organisasi keseluruhan. Karena perubahan yang dilakukan adalah
radikal, maka akan ditemui sesuatu yang tidak diharapkan saat implementasi konsep baru. Kritik
dari orang-orang yang tidak setuju perubahan akan terjadi. Ini yang perlu dikelola.
Untuk mengantisipasi hambatan, rekayasa ulang hanya dapat berjalan ketika top
management memberikan 100% komitmen untuk semua usaha yang dilakukan, dan melawan
usaha-usaha yang menghambat. Orang-orang yang bekerja dalam proses rekayasa ulang akan
menjadi orang-orang yang tidak populer di lingkungannya; sehingga perlu suatu garansi bahwa
mereka akan memperoleh posisi baru, karena kadang mereka tidak dapat kembali pada pekerjaan
lama mereka.
Manfaat Reengineering
Banyak dampak positif yang akan perusahaan dapatkan jika berhasil melakukan reengineering,
antara lain:
Mengenai pihak-pihak yang terlibat dalam rekayasa ulang, Bennis dan Mische menyebutkannya,
antara lain :
Sponsor eksekutif, berisi orang-orang dari level tertinggi organisasi; eksekutif puncak,
direktur keuangan, dan direktur operasi.
Panitia Pelaksana Penataan Ulang, terdiri dari para manajer operasi senior dan ahli internal
yang terpilih, yang mewakili suatu spektrum luas organisasi.
Tim Rekayasa Ulang, misi rekayasa ulang adalah mengenali dan melanjutkan peluang
penataan ulang sehingga keunggulan kompetitif dan nilai pemegang saham dapat
ditingkatkan. Para anggota tim adalah para ahli atau dengan cepat menjadi ahli dalam proses
rekayasa ulang. Umumnya terdiri dari tiga sampai tujuh orang. Terlalu banyak orang akan
menimbulkan masalah hubungan interpersonal, kepribadian, komunikasi, sasaran yang
divergen, dan seterusnya.
Vision
Vision merupakan gambar tentang apa yang dikehendaki yang menyangkut : orang, produk,
pelayanan, proses, fasilitas, kultur dan pelanggan. Setiap orang dalam organisasi harus
mampu mengerti, memahami, menjiwai dan menggambarkan visi tersebut sehingga semua
tindakan dan keputusan selalu membawa perusahaan makin dekat pada visi yang telah
ditentukan. Kegiatan-kegiatan yang menyangkut visi antara lain :
5) Menjelaskan hubungan antara usaha BPR dengan usaha yang sudah dilakukan
Skills
Baik interpersonal skill maupun teknik skill, keduanya sangat diperlukan karyawan agar
mereka mampu melaksanakan tugas-tugas dalam proses baru. Aktivitas yang dilakukan
dalam peningkatan skill antara lain :
Incentives
Apabila karyawan dapat memahami dan merasakan perubahan secara drastis membawa
perbaikan bagi karyawan, maka mereka dapat melakukan perubahan secara lebih baik.
Beberapa hal yang menyangkut insentif anatara lain :
1) Perubahan harus dipimpin, disosialisasi dan dibuat target tertentu oleh pimpinan
perusahaan.
5) Perubahan sikap dan budaya dengan sistem dan suri tauladan dari pimpinan
perusahaan.
Resources
Beberapa hal dan aktivitas dalam pengalokasian sumber daya antara lain :
4) Melakukan benchmarking
Action plan
Action plan adalah perencanaan dari serangkaian aktivitas, penanggung jawab dan jadwal
waktu serta target yang terinci.
Contohnya
Pada Maret 2020, akibat pandemi Covid-19 Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan
ekonomi global telah memasuki resesi dan hal ini dapat menjadi lebih buruk daripada dampak
krisis keuangan global yang terjadi tahun 2009 katanya. Untuk jangka panjang setelah krisis ini,
beberapa perusahaan, terutama UMKM mungkin terpapar risiko volatilitas arus keuangan atau
diskontinuitas akibat penghapusan atau hilangnya rantai pasokan yang ada, berubahnya
kebutuhan pelanggan dan munculnya pesaing baru.
Dachyar juga mengatakan hal ini sangat penting bagi perusahaan Rekayasa Ulang Proses
Bisnis untuk mengembangkan strategi yang tepat, baik secara reaktif maupun proaktif agar dapat
mempertahankan arus keuangan yang krisis selama pandemic melalui BPR. Belajar dari masa
pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung, ia memaparkan dua perspektif penelitian rekayasa
ulang proses bisnis. Pertama, peneliti masa depan harus mengeksplorasi dampak dari jenis
kolaborasi baru yang muncul dalam krisis ini. Kedua, peneliti masa depan perlu mengeksplorasi
dampak keseluruhan dari teknologi digital baru di perusahaan.