BERANDA
Search
MEMBONGKAR SYUBHAT DALIL PUJIAN SETELAH ADZAN
DENGAN SUARA KERAS ATAU PAKAI SPEAKER / TOA
(Keutamaan Hassan bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu). Hassan bin Tsabit adalah salah seorang ahli Oktober 2018 (2)
MENGENAL WAHABI DA
sya’irnya Rasulullah saw.
November 2018 (2) TAHRIR
Dan dalam Kitab Fiqih 4 Madzhab (Alfiqhu alal Madzahibil Arba'ah) hadits tersebut diletakkan Oleh: KH. Hafizh Abdurr
Desember 2018 (1)
Siapa sebenarnya Waha
pada bab :
Benarkah Hizbut Tahrir
Januari 2019 (2)
ِإ نَش اُد الِّش عِر ِب اْلَم سِج د setidaknya mirip Wahab
Februari 2019 (8) tidak, ada ap...
(Melantunkan Sya’ir/bernasyid di dalam masjid).
Dan dari pendalilan dengan hadits diatas dapat diketahui bahwa yang dimaksud pujian oleh Maret 2019 (7)
mereka adalah syi'iran, bukan pujian dari bahasa Arab hamdalah atau tahmiid atau tsana`. Tapi April 2019 (10) DI MANA SYABAB HIZB
TAHRIR!?
problemnya adalah syi'iran dengan suara keras pakai speaker/toa sebagaimana adzan yang Mei 2019 (2) Dimana HTI ⁉️Antum tid
memang sunnah dikeraskan. menemukan sosoknya d
Juni 2019 (2)
•Kedua; tidak ada indikasi sedikitpun bahwa pelantunan syair pada hadits tersebut dilakukan barisan para Pengemba
Juli 2019 (8) pada ilustrasi kartun ter
setelah adzan dan sebelum iqomah shalat atau sebagai rutinitas setelah adzan. Apalagi ketika
kenapa ⁉️Karena HTI i...
Umar memandangi
Agustus 2019 (8)
Hassan bin Tsabit dengan pandangan heran dan benci, dan Hassan meminta kesaksian Abu September 2019 (13)
DUA MACAM HUBBUL W
Hurairah. Ini indikasi yang jelas bahwa Umar tidak mengerti sebelumnya, padahal para sahabat, Oktober 2019 (8) Bismillaahir Rohmaanir
termasuk Umar, dipastikan selalu shalat berjamaah di masjid bersama Rasulullah saw. Juga Hubbul wathan (cinta ta
November 2019 (4) bukan wathaniyyah (nas
indikasi bahwa pelantunan syair itu tidak dilakukan setelah adzan dan sebelum iqomah shalat,
Desember 2019 (11) Fakta hubbul wathan itu
apalagi sebagai rutinitas. priba...
Juga tidak ada indikasi bahwa sya'ir itu dilantunkan dengan suara keras layaknya adzan, karena Januari 2020 (1)
dilantunkan di tempat rendah di dalam masjid. Sedangkan adzan dikumandangkan di tempat April 2020 (2) KHALIFAH TIDAK HARU
yang tinggi diatas rumah atau menara. Kalau sekarang pakai speaker/toa di atas masjid / Mei 2020 (9) WILAYAH?
mushalla atau menara. Coba bandingkan dengan pujian yang sama kerasnya dengan adzan, (Kritik Khilmus | edisi 13
Juni 2020 (8) namanya organisasi, ka
bahkan ada yang lebih keras, dan lebih lama.
mau disebut khilafah pa
•Ketiga; sudah ada ketentuan shalat sunnah rawatib, dzikir dan doa yang sunnah dikerjakan Juli 2020 (6)
Bismillaahir Rohmaanir
setelah adzan. Agustus 2020 (7) Warga organisasi...
Dalil-dalil terkait shalat sunnah rawatib terutama shalat sunnah qobliyyah tidak perlu saya September 2020 (9)
kemukakan. Tetapi rutinitas pujian setelah adzan itu jelas mengganggu orang-orang yang sedang MENEGUHKAN SYAIKH
Oktober 2020 (17) TAQIYYUDDIN ANNABH
melakukannya. Malahan di masjid atau mushalla yang banyak jama'ahnya susul menyusul orang
November 2020 (7) SEBAGAI MUJTAJID MU
yang melakukannya. Maka tidak ada pujian kecuali mengganggu orang yang shalat. (Edisi 01) Syaikh Taqiyy
Terkait dzikir dan doa setelah adzan, Rasulullah saw bersabda :
Januari 2021 (1) Nabhani Mengklaim Dir
) 212 ( رواه الترمذي. " " إن الدعاء ال يرد بين األذان واإلقامة فادعوا: قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم: عن أنس قال Februari 2021 (4) Sebagai Mujtahid Mutla
Taqiyyuddin An-Nabhani Banyak Meng
489 ) – واللفظ له – وصححه األلباني في صحيح أبي داود12174 ( ) وأحمد437 ( وأبو داود.
Maret 2021 (1) A...
Dari Anas ra berkata : "Rasulullah saw bersabda : "Sesungguhnya doa diantara adzan dan iqomah April 2021 (2)
itu tidak tertolak, maka berdo'alah kalian".
Mei 2021 (9)
Dan hadits :
"Dua doa tidak tertolak atau jarang tertolak; doa ketika (mendengar) adzan dan ketika perang
berkecamuk, dimana mereka saling menyerang satu sama lainnya", dan ada tambahan, "ketika Cari Blog Ini
turun hujan".
Dan hadits :
Telusuri
َص َّلى َق ِر يًب ا- صلى اهلل عليه وسلم- َو َأ َّن َرُس وَل اِهَّلل، عن َج ِّد ه رضي اهلل عنه َأَّن ُه َص َّلى َر ْكَع َت ِي اْلَف ْج ِر، َع ْن َأ ِب يِه، َع ْن َأ ِب ي اْلَم ِليِح
َو ُم َح َّم ٍد الَّن ِب ِّي صلى اهلل عليه، َو ِم يَكاِئيَل، َو ِإْس َر اِف يَل، ((الَّلُه َّم َرَّب ِج ْبِر يَل : ُث َّم َس ِم ْع ُت ُه َي ُق وُل َو ُه َو َج اِلٌس، ِم ْنُه َر ْكَع َت ْي ِن َخ ِف يَف َت ْي ِن
َث اَل َث َم َّر ات )) َأ ُع وُذ ِب َك ِم َن الَّناِر، وسلم.
Menunggu Kalian
) أ/62 والدارقطني في ((األفراد)) (ق،)) كشف األستار- 3101(( والبزار،)103( ))أخرجه ابن السني في ((عمل اليوم والليلة
Telegram : @abulwafaromli
520 : رقم/1( والطبراني،)622 /3( والحاكم،)1423 ،1422( )))ومن طريقه الضياء في ((المختارة.
َأ ْس َت ْغ ِف ُر: َم ْن َق اَل َص ِب يَح َة َي ْو ِم اْلُج ُم َع ِة َق ْب َل َص اَل ِة اْلَغ َد اِة:رضي اهلل عنه عن النبي صلى اهلل عليه وسلم قال أنس بن مالك عن
((أخرجه ابن السني. َغ َف َر اُهَّلل ُذ ُن وَبُه َو َلْو َكاَن ْت ُذ ُن وُبُه ِم ْث َل َز َبِد اْلَب ْح ِر، اَهَّلل اَّلِذ ي اَل ِإ َلَه ِإ اَّل ُه َو اْلَح َّي اْلَق ُّي وَم َو َأُت وُب ِإ َلْي ِه َث اَل َث َم َّر اٍت
Entri yang Diunggulkan
والحافظ ابن حجر في،)7717 ، والطبراني في (األوسط،)1202 ، وابن األعرابي في (معجمه،)83 ،في (عمل اليوم والليلة
) من طريق عبد العزيز بن عبد الرحمن القرشي عن خصيف عن أنس5524 ، والديلمي في (الفردوس،)385 /1 ،(نتائج األفكار DI MANA SYABAB
))به مرفوعًا.
HIZBUT TAHRIR!?
Dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw, beliau bersabda : "Barang siapa beristighfar pada shubuh
Dimana HTI ⁉️Antum tidak akan
hari Jum'at sebelum shalat shubuh (dengan redaaksi) ;
menemukan sosoknya dalam barisan
َأ ْس َت ْغ ِف ُر اَهَّلل اَّلِذ ي اَل ِإ َلَه ِإ اَّل ُه َو اْلَح َّي اْلَق ُّي وَم َو َأُت وُب ِإ َلْي ِه para Pengemban Dakwah pada
tiga kali, maka Allah mengampuni dosa-dosanya meskipun sebanyak buih lautan".
ilustrasi kartun tersebut, kenapa ⁉️
Karena HTI i...
Tulisan ini bukan tempatnya untuk manjangkannya, bagi yang berminat menyempurnakannya,
hendaknya membaca kitab Al Adzkar Imam Nawawi rh.
•Keempat, adanya sya'ir yang dilarang dilantunkan di masjid. Nabi saw telah melarang
melantunkan sya’ir-sya’ir di Masjid. Telah meriwayatkan hadits ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari
kakeknya dari Nabi saw bersabda :
َأَّن ُه َن َه ى َأ ن ُي نِش َد ِف ي اْلَم سِج ِد اَألشَع اَر
“Bahwa Beliau saw telah melarang melantunkan sya’ir-sya’ir di Masjid”. (HR Imam Ahmad, Abu
Dawud, Nasai, Ibnu Majah dan Tirmidzi, dimana beliau menyebutkan Hadits ini hasan).
Diantara syair yang dilarang dilantunkan di masjid ialah syair dari penyanyi yang menjadikannya
sebagai profesi dan syair yang menjadi rutinitas, bukan syair yang sekedarnya yang dibolehkan
oleh syara'. Dalam hal ini Imam Bukhori telah meriwayatkan hadits dari Aisyah ra, Ia berkata :
فقال أبو، وليستا بمغِّن يَت يِن: قالت،دخل علَّي أبو بكٍر وِع ندي جاريتاِن من جواري األنصاِر ُتَغ ِّن يان بما تقاَو َلت األنصاُر يوَم ُبعاث
: فقال َرسوُل اِهلل صَّلى اُهلل عليه وسَّلم، أمزاميُر الشيطاِن في بيِت رسوِل اِهلل صَّلى اُهلل عليه وسَّلم؟! وذلك في يوِم عيٍد:بكٍر
وهذا عيُد نا، إَّن لُكِّل َق وٍم عيًد ا،)يا أبا بكٍر.
"Telah masuk kepadaku Abu Bakar, sedang di sisiku ada dua orang gadis dari Anshor, keduanya
melantunkan nyanyian Anshor pada hari perang Bu'ats". Aisyah berkata; "Kedua gadis itu bukan
penyanyi". Lalu Abu Bakar berkata; "Apakah seruling setan ada di rumah Rasulullah saw?!". Hal itu
terjadi pada hari Raya. Lalu Rasulullah saw bersabda; "Wahai Abu Bakar, setiap kaum itu punya
hari raya. Ini adalah hari raya kami".
Dalil dari hadits diatas ialah perkataan Aisyah ra, "Kedua gadis itu bukan penyanyi".
Dalam hal ini, Imam Nawawi rh dalam Syarah Muslim-nya menjelaskan :
"6/182( ((شرح النووي على مسلم ." وال هما معروفتان به، ليس الغناُء عادًة لهما:)وَق وُلها (ليستا بمغِّن يتيِن ) معناه.
"Perkataan Aisyah, "Kedua gadis itu bukan penyanyi", artinya bahwa nyanyian itu bukan
kebiasaan bagi keduanya, dan keduanya tidak terkenal sebagai penyanyi".
Lebih dari itu, sya'ir atau nyanyian tersebut hanya dilantunkan pada momen tertentu, seperti pada
hari raya, sebagaimana dalam hadits diatas.
Dan termasuk sya'ir yang dilarang dilantunkan di masjid, adalah sya'iran (syi'iran) yang
mengganggu orang shalat dll., dimana sudah saya jelaskan pada tulisan yang lain.
•Kelima; pujian setelah adzan dengan dikeraskan atau pakai speaker/toa itu tidak termasuk
syi'ar-syi'ar (agama) Allah swt.
Imam Qurthubi dalam tafsirnya terkait surat Alhajji ayat 32 berkata:
فشعائر اهلل أعالم دينه ال سيما ما يتعلق بالمناسك
"Maka syi'ar-syi'ar Allah ialah tanda-tanda agama-Nya, lebih-lebih yang berkaitan dengan manasik
haji"
Dan Imam Thobari dalam tafsirnya terkait surat Alhajji ayat 32 berkata :
وهي ما حمله أعالما لخلقه فيما تعبدهم, إن اهلل تعالى ذكره أخبر أن تعظيم شعائره: أن يقال:وأولى األقوال في ذلك بالصواب
من: من األماكن التي أمرهم بأداء ما افترض عليهم منها عندها واألعمال التي ألزمهم عملها في حجهم,به من مناسك حجهم
فتعظيم كّل ذلك من تقوى القلوب,
تقوى قلوبهم; لم يخصص من ذلك شيئا
"Pendapat yang lebih mendekati kebenaran terkait tafsir surat Alhajj ayat 32, ialah pendapat,
bahwa Allah ta'ala telah memberi khabar, bahwa mengagungkan syiar-syiar agama-Nya, -yaitu
apa saja yang telah dijadikannya sebagai tanda bagi makhluk-Nya terkait ritual ibadah manasik
haji, yakni tempat-tempat yang Alla telah menyuruh mereka melaksanakan kewajiban di tempat
itu, dan aktifitas-aktifitas yang Allah telah mewajibkan mempraktekannya dalam haji mereka-, itu
menunjukkan taqwa dalam hati mereka. Allah tidak mengkhususkan sesuatu dari pada syiar-
syiar itu, maka mengagungkan semuanya itu menunjukkan taqwa dalam hati".
Syi'ar-syi'ar Allah adalah awamirullah (perintah-perintah Allah). Karena baik syiar berupa tempat,
zaman, maupun amal, semuanya itu merupakan ketentuan dan perintah dari Allah swt. Sehingga
mengagungkannya menunjukkan taqwa dalam hati. Taqwa sendiri menurut definisi yang populer
adalah "melaksanakan perintah-perintah Allah, serta menjauhi larangan-larangan-Nya".
Karenanya, Allah swt berfirman :
َٰذ
ِلَك َو َم ن ُي َع ِّظ ْم َش َع اِئَر اِهَّلل َف ِإ َّن َه ا ِم ن َتْق َو ى اْلُق ُلوِب
"Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati". (QS Alhajj ayat 32).
Imam Ibnu Katsir rh berkata :
ومن ذلك تعظيم الهدايا والبدن ) ( فإنها من تقوى القلوب ، أوامره: أي ) ( ومن يعظم شعائر اهلل هذا: يقول تعالى...
"Allah ta'ala berfirman : "Ini, (dan siapa saja yang mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah), yakni
perintah-perintah-Nya, (maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati), dan diantaranya
adalah mengagungkan hewan-hewan yang disembelih ketika ibadah haji... ".
Maka adakah ketentuan dan perintah Allah dalam rurinitas pujian atau syi'iran setelah adzan
dengan suara keras atau pakai speaker, sehingga diklaim sebagai syi'ar (agama) Allah? Jelas
tidak ada. Justru adzan dan shalat berjama'ah itulah sudah cukup sebagai bagian dari syi'ar-syi'ar
(agama) Allah swt, tidak ada syi'ar lain diantara keduanya, karena diantara keduanya adalah
waktu tenang diantara orang yang shalat sunnah rawatib, yang berdzikir, yang berdoa dan
seterusnya sampai iqomah.
•Keenam; pujian setelah adzan dengan suara keras atau pakai speaker/toa itu bukan cara atau
metode untuk memanggil dan mengumpulkan jama'ah. Karena cara atau metode itu sudah ada
dan sudah tetap, yaitu adzan dengan suara keras atau pakai speaker. Kalau dengan adzan masih
gak mau datang, maka dengan dakwah bilhikmati wal mau'izhotil hasanah dengan mendatangi
rumahnya masing-masing.
Kalau faktanya jama'ah baru kumpul setelah pujian atau mereka harus dipanggil dengan pujian,
maka solusinya sangat mudah, gak perlu akal-akalan ala Muktazilah dan gak perlu nambah-
nambah bid'ah, yaitu setelah selesai shalat berjama'ah, tinggal diumumkan, bahwa kedepannya
cukup pakai adzan sebagai panggilan shalat, tidak ada pujian pakai speaker. Dengan demikian
mereka akan mengerti dan akan lebih disiplin, ketika adzan berkumandang, mereka segera
bergegas datang ke tempat-tempat shalat berjama'ah.
•Ketujuh, pujian (syi`iran) setalah adzan itu tidak dapat diqiyaskan dengan syi`iran pada hadiri
diatas, karena sejumlah alasan berikut;
1. Hukum asal itu memiliki sejumlah syarat. Dan diantara syaratnya ialah;
ألن إلحاق الفرع باألصل ألجل وجود العلة، أن يكون حكم األصل معلال بعلة معينة غير مبهمة:سابعها...
"Syarat ketujuh, hukum asal itu di`ilati dengan `ilat tertentu yang tidak disamarkan, karena
menyamakan cabang dengan asal karena adanya `ilat...". (Taqiyyuddin, Asysyakhshiyyah, juz 3,
hal. 336, cet. III, Darul Ummah, Berut Libanon, 1426H/2005 M).
Hukum asal di sini adalah (bolehnya) melantunkan sya`ir di dalam masjid seperti pada hadits
diatas, dimana tidak di'ilati atau tidak ada `ilatnya, kenapa dibolehkan, tapi hanya sekedar
dibolehkan oleh Nabi saw dengan taqrirnya. Tidak seperti ziarah kubur yang Nabi saw
menjelaskan `ilatnya yaitu karena mengingtkat kematian dan menambah kezuhudan. Dan perlu
diingat bahwa `ilat itu harus syar'iyah, yakni dimanshush (dijelaskan) oleh syara`, bukan akal-
akalan hawa nafsu.
Karenanya, tidak boleh mengiaskan syi'iran setalah adzan kepada/dengan syi'iran di dalam
masjid pada hadits diatas.
2. Cabang (far`un) sebagai maqiis (yang diqiyaskan) itu juga memiliki sejumlah syarat,
diantaranya ialah;
ليكون القياس مفيدا، أن يكون (الفرع) خاليا من معارض راجح يقتضي نقيض ما اقتضته علة القياس:
األول
"Syarat pertama: suatu cabang itu terlepas dari hukum yang kontradiksi yang unggul yang
menetapkan kebalikannya hukum yang telah ditetapkan oleh `ilatnya qiyas, agar qiyas itu
berfaedah". (Idem, hal. 334).
Cabang di sini adalah pujian (syi`iran) setelah adzan dengan suara keras. Pujian ini jelas
kontradiksi dengan banyak hukum, seperti hukum mengganggu orang-orang yang sedang
beribadah di masjid atau mushalla, mulai dari yang shalat, yang baca Alqur'an-hadits-ilmu, yang
berdzikir dan berdoa, dan mengganggu tetangga-tetangga masjid atau mushalla. Mengganggu
ini mulai dari yang hukumnya makruh sampai yang haram. Bahkan bisa tergolong bid`ah yang
dholalah ketika kontradiksi dengan sunnah Nabi saw. Dan yang demikian ini ketika ada hukum
yang telah ditunjukkan oleh `ilatnya qiyas. Padahal seperti pada poin ke 1. diatas, `ilatnya hukum
qiyas, yakni hukum asal itu tidak ada. Maka, hukum yang kontradiksi juga tidak ada. Karenanya,
tidak ada qiyas syar`iy sama sekali dan tidak boleh ada qiyas syar`iy antara pujian dan antara
syi`iran di dalam hadits diatas.
3. Qiyas syar`iy itu bukan karena adanya kesamaan atau keserupaan antara dua perkara, tapi
harus karena adanya `ilat pada hukum asal. Syaikh Taqiyyudin berkata :
ولكن هذا األمر، ألنه وإن كان أحدهما يشبه اآلخر في أمر من األمور ،ال يدخل في القياس قياس حكم على حكم للتماثل بينهما
فال يدخل في القياس، وذلك ليس هو القياس الشرعي، أي مجرد الشبه، وإنما هو التماثل،
ليس هو الباعث على الحكم
"Tidak masuk pada qiyas, qiyas hukum kepada hukum karena ada kesamaan diantara keduanya,
karena meskipun salah satunya menyerupai yang lain dalam satu perkara, tetapi perkara ini
bukanlah penggugah (`ilat) atas hukum, tetapi hanyalah persamaan, yakni hanya serupa. Dan itu
bukanlah qiyas syar'iy, maka tidak masuk kedalam qiyas (sebagai dalil syar'i)". (Idem hal. 319).
Faktanya juga, hanya ada kesamaan atau keserupaan antara pujian setelah adzan dan syi`iran di
dalam masjid oleh seorang sahabat dengan taqrir dari Nabi saw. Yaitu sama syi`irannya dan
sama di dalam masjidnya. Akan tetapi perbedaannya jauh lebih banyak. Dengan demikian, ketika
ada orang yang mengqiyaskan antara keduanya, maka itu bukan qiyas syar'iy, tapi qiyas aqli,
bahkan tergolong akal-akalan. Sekian. Semoga manfaat. Aamiin.
Wallahu A'lam...
Related Posts:
JANGAT TAKUT KEWALAT KEPADA GURU YANG TUKANG FITNAH
Bismillaahir Rohmaanir RohiimTidk sedikit dari para santri, termasuk teman-teman sy, yang
tidak mau berjuang untuk menegakkan khilafah rosyidah bersama HTI, padahal mereka telah
mengerti bahwa HTI adalah baik, benar dan tidak… Read More
0
komentar:
Posting Komentar
Publikasikan Pratinjau
Beri tahu saya
Copyright © 2022
Abulwafa Romli | Powered by Blogger Design by ThemePix | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTe
NewBlogger