Anda di halaman 1dari 45

KONSEP ASSET

Disusun sebagai tugas mata kuliah Teori Akuntansi


Dosen Pengampu : Diana Rahmawati M.Si.

Disusun oleh:
Kelompok 8
Tri Wahyunianto 12803241040
Finlam Kurniasih 12803241027
Rashintia Afra Nada 12803241028
Riqi Astuti 12803241029
Dwi Pebriana Puji Asih 12803241030

PENDIDIKAN AKUNTANSI A 2012


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang
berjudul “Konsep Asset” dengan baik. Makalah ini disusun sebagai tugas mata
kuliah sistem akuntansi.
Makalah ini tidak akan terwujud tanpa bimbingan serta arahan dari orang-
orang terdekat. Oleh karena itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Diana Rahmawati M. Si. dosen pengampu mata kuliah teori akuntansi.
2. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah memberikan
bantuan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dalam
rangka penyempurnaan makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pembaca.

Yogyakarta, 02 April 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan....................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................5
A. Pengertian..............................................................................................................5
B. Pengakuan............................................................................................................12
C. Pengukuran...........................................................................................................16
D. Pengungkapan......................................................................................................26
E. Penyajian..............................................................................................................32
F. PSAK (IFRS) Berhubungan dengan Asset...........................................................32
BAB III PENUTUP.........................................................................................................43
A. Kesimpulan..........................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................44

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sebuah badan usaha pemilik tentusaja menanamkan dana ke
badan untuk upaya mendatangkan keuntungan. Kemudian menyediakan
barang dan jasa yang melibatkan perolehan berbagai aset. Perolehan
biasanya dilakukan melalui pertukaran potensi jasa yang dimiliki bdan usaha
maupun melalui utang. Aset merupakan elemen neraca yang akan
membentuk informasi semantik berupa posisi keuangan bila dihubungkan
dengan elemen yang lain yaitu kewajiban dan ekuitas. Aset
merepresentasikan potensi jasa fisis dan nonfisis yang memampukan
badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa.
Terdapat beberapa sumber dari definisi aset, diantaranya adalah
menurut FASB. FASB mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya
(SFAC No. 6, prg. 25) sebagai manfaat ekonomik masa datang yang cukup
pasti yang diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas sebagai
akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Hampir sama dengan itu IASC juga
mendefinisi aset sebagai suatu sumber daya yang dikendalikan oleh
perusahaan sebagai hasil kejadian masa lalu yang mana manfaat ekonomis
masa depan diharapakan didapatkan oleh perusahaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Aset?
2. Bagaimana pengakuan Aset?
3. Bagaimana pengungkapan Aset?
4. Bagaimana pengukuran Aset?
5. Bagaimana PSAK di Indonesia mengatur Aset?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Aset

4
2. Mengetahui cara pengakuan Aset
3. Mengetahui prosedur pengungkapan Aset
4. Mengetahui pengukuran aset di indonesia
5. Mengetahui PSAK di Indonesia yang mengatur Aset

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
FASB mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC
No 6, paragraf 25):
Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a
perticular entity as a result of past transactions or events.
(Aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti atau
diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas akibat transaksi
atau kejadian masa lalu.)
Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi aset sebagai berikut:
An assets is resource controlled by the enterprise as a result of past
events and from which future economic benefits are expected to flow to
the enterprise.
Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting
Standard Board (AASB) mendefinisi aset sebagai berikut:
Assets are service potential or future economic benefits controlled by the
reporting entity as a result of past transaction or other past events.
Definisi yang menggabungkan makna, pengukuran, pengakuan diajukan oleh
APB dalam APB No. 4 sebagai berikut :
Assets-economic resources of an enterprise that are recognized and
measured in conformity with generally accepted accounting principles.
Assets also include certain deferred charges that are not resources but
that are recognized and measured in conformity with generally accepted
accounting principles.
Definisi FASB dan AASB cukup luas dibanding definisi lain karena aset
disifati sebagai manfaat ekonomik (economic benefits) dan bukan sebagai
sumber ekonomik (resources) karena manfaat ekonomik tidak membatasi
bentuk atau jenis sumber ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai aset.
Definisi tersebut tidak membedakan antara aset real (real assets) dan aset
finansial (financial assets) dan antara sumber ekonomik (resources) dan

6
nonsumber ekonomik (nonresources). APB No. 4 mendefinisi sumber
ekonomik sebagai berikut :
Economic resources are the scarce means (limited in supply relative to
desired uses) available for carrying on economic activities.
APB juga membedakan aset menjadi sumber ekonomik dan nonsumber
ekonomik. APB No. 4 merinci aset yang digolongkan sebagai sumber
ekonomik sebagai berikut :
1. Sumber produktif (productive resources) :
a. Sumber produktif kesatuan usaha yang meliputi bahan baku, gedung,
pabrik, perlengkapan, sumber alam, paten, dan semacamnya, jasa dan
sumber lain yang digunakan dalam produksi barang dan jasa.
b. Hak kontraktual atas sumber produktif meliputi semua hak untuk
menggunakan sumber ekonomik pihak lain dan hak untuk
mendapatkan barang atau jasa dari pihak lain.
2. Produk (products) yang merupakan keluaran kesatuan usaha terdiri atas :
a. Barang jadi yang menunggu penjualan
b. Barang dalam proses
3. Uang (money)
4. Klaim untuk menerima uang (claims to receive money)
5. Hak pemilikan atau investasi pada perusahaan lain (ownership interest in
other enterprises)
Sumber ekonomik yang didefinisi APB di atas dapat diklasifikasi
menjadi objek fisis (physical objects) dan hak (rights). APB menggolongkan
bentuk atau jenis aset selain yang disebut di atas sebagai nonsumber
ekonomik meskipun tetap masuk dalam pengertian aset. Nonsumber
ekonomik meliputi beban atau pengurang pendapatan tangguhan (deferred
charges) seperti : goodwill, rugi selisih kurs, kos organisasi, dan beberapa pos
yang timbul akibat penyesuaian (sering disebut pos-pos transitoris).
Berbeda dengan FASB, IASC memaknai manfaat ekonomik masa
datang (future economic benefits) bukan sebagai potensi jasa yang sekarang
dikuasai badan usaha tetapi sebagai manfaat yang diharapkan mengalir ke

7
badan usaha. Jaadi, manfaat ekonomik yang dimaksud oleh IASC bukan
manfaat yang dikandung oleh sumber ekonomik yang dikuasai tetapi manfaat
yang didatangkan atau mengalir ke badan usaha. Karena bukan manfaat yang
dikandung, pengertian manfaat ekonomik masa datang oleh IASC dapat
diinterpretasi sebagai aliran masuk manfaat akibat pemrolehan sumber
ekonomik baru lantaran pertukaran dengan sumber ekonomik yang
sebelumnya dikuasai atau lantaran aliran masuk pendapatan.
Definisi FASB dan AASB lebih luas dibanding definisi lain dalam hal
entitas yang dicakupi. Dengan menyatakan a particular entity dan reporting
entity bukannya enterprise sebagai pengendali aset, FASB dan AASB tidak
membatasi pengertian aset hanya berlaku untuk organisasi bisnis tetapi juga
untuk organisasi bisnis tetapi juga untuk organisasi nonbisnis. Kata enterprise
yang digunakan oleh IASC dan APB memberi kesan bahwa aset didefinisi
dalam konteks organisasi bisnis
1. Karakteristik Aset
Karakteristik aktiva berkaitan dengan kriteria yang dapat
digunakan untuk menentukan apakah transaksi tertentu diakui sebagai
elemen aktiva dalam laporan keuangan. Karakteristik tersebut
berhubungan dengan definisi aktiva.
Karakteristik umum aktiva sebagai berikut :
a. Adanya karakteristik manfaat dimasa mendatang
b. Adanya pengorbanan ekonomi untuk memperoleh aktiva
c. Berkaitan dengan entitas tertentu
d. Menunjukkan proses akuntansi
e. Berkaitan dengan dimensi waktu
f. Berkaitan dengan karakteristik keterukuran
Berdasar uraian di atas, pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa
terdapat tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau
pos dapat disebut aset, yaitu:

8
a. Manfaat Ekonomik
Sejalan dengan APB, FASB menyatakan bahwa aset adalah
sumber ekonomik karena potensi jasa (service potential) atau utilitas
(utility) yang melekat di dalamnya yaitu suatu daya atau kapasitas
langka (scarce) yang dapat dimanfaatkan kesatuan usaha dalam
upayanya untuk mendatangkan pendapatan melalui kegiatan
ekonomik yaitu konsumsi, produksi, dan pertukaran.
Uang atau kas mempunyai manfaat atau potensi jasa karena apa
yang dapat tia beli atau karena daya tukarnya. Dengan kata lain,
potensi jasa kas dapat ditukarkan dengan potensi jasa apapun yang
diperlukan kesatuan usaha untuk melaksanakan kegiatan
ekonomiknya. Kemampuan ini disebut dengan daya beli atas sumber
ekonomik (command over resources). Daya beli uang menjadi
pengukur manfaat ekonomik masa datang.
FASB mengajukan dua hal yang harus dipertimbangkan dalam
menilai apakah pada saat tertentu suatu pos atau objek masih dapat
disebut aset yaitu :
1) Apakah suatu pos yang dikuasai oleh suatu kesatuan usaha pada
mulanya mengandung manfaat ekonomik masa datang.
2) Apakah semua atau sebagian manfaat ekonomik tersebut masih
tetap ada pada saat penilaian.
b. Dikuasai oleh Entitas
Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek atau pos tidak harus
dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Pemilikian
(ownership) mempunyai makna yuridis atau legal. Artinya, untuk
memiliki suatu objek diperlukan proses yang disebut transfer hak
milik (transfer of title). Bila pemilikan menjadi kriteria aset, akan
banyak pos yang tidak masuk sebagai aset sehingga tidak dapat
dilaporkan dalam neraca. Dengan kata lain, pemilikan sebagai kriteria
akan menyebabkan banyak pos dilaporkan diluar neraca. Most

9
mengemukakan bahwa penguasaan atau kendali terhadap suatu objek
dapat diperoleh dengan cara :
1) Pembelian (by purchase)
2) Pemberian (by gift)
3) Penemuan (by discovery)
4) Perjanjian (by agreement)
5) Produksi/transformasi (by production/transformation)
6) Penjualan (by sale)
7) Lain-lain seperti pertukaran (by barter), peminjaman (by loan),
penjaminan (by bailment), pengkonsignaan (by consignment), dan
berbagai transaksi komersial (by commercial transactions) yang
diakui hukum atau kebiasaan bisnis.
c. Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu
Kriteria ini sebenarnya menyempurnakan kriteria penguasaan
dan sekaligus sebagai kriteria atau tes pertama (first-test) pengakuan
objek sebagai aset tetapi tidak cukup untuk mengakui secara resmi
dalam sistem pembukuan. Aset harus timbul akibat transaksi atau
kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi
bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi, manfaat ekonomik dan
penguasaan hak atas manfaat saja tidak cukup untuk memasukkan
suatu objek ke dalam aset kesatuan usaha untuk dilaporkan via
statemen keuangan (neraca). Kriteria pengakuan yang lain harus
dipenuhi (keterandalan, keberpautan, dan keterukuran).
Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian
ekonomik. Sebagai contoh, manfaat baru atau kenaikan nilai karena
pertumbuhan alamiah (akresi) dalam industri pertanian atau kehutanan
secara automatis dikuasai oleh kesatuan usaha. Akan tetapi, manfaat
tersebut tidak dengan sendirinya dapat diakui sebagai aset kesatuan
usaha karena kriteria pengakuan lain juga harus dipenuhi.
Pertumbuhan alamiah dapat dikatakan sebagai suatu kejadian (event)

10
masa lalu yang menimbulkan manfaat ekonomik sehingga akresi
memenuhi definisi aset.
FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset
karena transaksi atau kejadian tersebut dapat menimbulkan
(menambah) atau meniadakan (mengurangi) aset. Aset atau nilainya
dapat dipengaruhi oleh kejadian atau keadaan yang sebagian atau
seluruhnya di luar kemampuan kesatuan usaha atau manajemennya
untuk mengendalikan misalnya kenaikan harga, perubahan tingkat
bunga, pertumbuhan alamiah (akresi), penyusutan (shrinkage),
pencurian, huru-hara, kecelakaan, dan bencana alam. Berbagai
transaksi, kejadian, atau keadaan pada akhirnya akan memicu
pengakuan atau penghapusan manfaat ekonomik suatu objek (aset).

2. Karakteristik Pendukung
Selain ketiga karakteristik di atas, FASB menyebutkan beberapa
karakteristik pendukung yaitu melibatkan kos, berwujud, tertukarkan,
terpisahkan, dan berkekuatan hukum. Karakteristik pendukung tersebut
lebih menguatkan atau meyakinkan adanya aset tetapi tiadanya
karakteristik pendukung tidak menghalangi suatu objek untuk memenuhi
syarat sebagai aset.
a. Melibatkan Kos
Pemrolehan aset pada umumnya melibatkan kos (pengluaran
sumber ekonomik misalnya kas) sebagai penghargaan sepakatan. Bila
kos terjadi karena pemrolehan suatu objek terjadi akibat pertukaran atau
pembelian, objek tersebut lebih kuat untuk masuk sebagai aset. Akan
tetapi, tiadanya kos tidak membatalkan suatu objek sebagai aset. Jadi,
meskipun suatu kesatuan usaha umumnya mengeluarkan atau
mengorbankan sumber ekonomik (menjadi kos), kos yang terjadi
tersebut tidak dengan sendirinya membentuk aset. Esensi aset lebih
terletak pada manfaat ekonomik masa datang daripada terjadinya kos.
Walaupun demikian, terjadinya kos merupakan hal penting untuk

11
mengaplikasi definisi kos karena dua hal yaitu : (1) sebagai bukti
pemrolehan suatu aset dan (2) sebagai pengukur atribut aset yang cukup
objektif.
b. Berwujud
Bila suatu sumber ekonomik secara fisis dapat diamati, tia memang
lebih kuat untuk disebut sebagai aset. Akan tetapi, keterwujudan bukan
kriteria untuk mendefinisi aset. Most mengajukan tiga tes (kriteria)
untuk memasukkan suatu pos ke dalam aset tak berwujud yaitu :
1) Apakah pos tersebut diperoleh dari suatu transaksi dengan pihak
independen? Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penilaian lebih
atas aset tak berwujud.
2) Dapatkah manfaat ekonomik masa datang diharapkan
diidentifikasi? Dapat diidentifikasi artinya dapat dikaitkan dengan
kemampuan perusahaan mendatangkan laba di masa datang. Hal ini
dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa objek tak berwujud
memenuhi kriteria utama aset.
3) Dapatkah kos pos tersebut dipisahkan dengan kos aset lain yang
diperoleh? Misalnya suatu kesatuan usaha membeli sebuah mesin
yang secara khusus dirancang oleh perusahaan lain melalui riset
dan pengembangan.
c. Tertukarkan
Untuk memenuhi syarat sebagai aset, suatu sumber ekonomik
harus dapat ditukarkan dengan sumber ekonomik lainnya. Syarat ini
diajukan dengan alasan bahwa manfaat ekonomik akan menjadi cukup
pasti dan terukur kalau suatu sumber ekonomik mempunyai daya atau
nilai tukar.
d. Terpisahkan
Syarat ini diajukan berkaitan dengan ketertukaran. Untuk dapat
ditukarkan suatu sumber ekonomik harus dapat dipisahkan dengan
sumber ekonomik lain atau berdiri sendiri. Syarat ini diajukan oleh
Chambers dengan alasan bahwa posisi keuangan harus ditentukan

12
dengan pengukuran nilai berbagai aset dan kewajiban secara individual.
Kalau syarat ini dimasukkan sebagai kriteria aset, goodwill tidak akan
memenuhi syarat untuk disebut dan diakui sebagai aset.
e. Berkekuatan Hukum
Penguasaan atau hak atas aset tidak harus didukung secara yuridis
formal. Klaim seperti piutang usaha tidak harus didukung oleh
dokumen yang mempunyai daya paksa secara hukum untuk memenuhi
definisi aset. Meskipun demikian, hak paksa yang melekat pada hak-
hak hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya
aset kalau suatu entitas dapat memperoleh dan menguasai manfaat
dengan cara lain.

B. Pengakuan
Suatu jumlah rupiah atau kos diakui sebagai aset apabila jumlah rupiah
tersebut timbul akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi
aset. Pada umumnya pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya
transaksi, kejadian atau keadaan tersebut. Di samping memenuhi definisi aset,
kriteria keterukuran, keberpautan dan keterandalan harus dipenuhi pula.
Mengutip Sterling (1993, 194-195) kondisi perlu dan kondisi cukup yang
yang merupakan penguji yang cukup rinci untuk mengetahui aset adalah:
1. Deteksi adanya aset
2. Sumber ekonomik dan kewajiban
3. Berkaitan dengan entitas
4. Mengandung nilai
5. Berkaitan dengan waktu pelaporan
6. Verifikasi
Hal tersebut di atas disebut dengan kaidah pengakuan yang merupakan
petunjuk teknis atau prosedur untukmenerapkan empat kriteria pengakuan
FASB yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Kaidah
tersebut diperlukan karena kriteria pengakuan sifatnya konseptual dan

13
umum. penerapan kaidah tersebut berkaitan dengan masalah apakah kos
dikapitalisasi atau dibiayakan.
1. Beban Tangguhan
Kaidah untuk menetapkan apakah suatu kos memenuhi syarat
untuk ditangguhkan pembebanannya ke pendapatan berkaitan dengan
masalah pengeluaran, faktor manfaat dan waktunya. Kos yang
mempunyai karakteristik unik sehingga menimbulkan masalah
penangguhan pembebanan misalnya adalah kos yang terlibat dalam
transaksi, kejadian, atau keadaan berikut:
a. Sewaguna
b. Bunga selama masa konstruksi aset tetap
c. Riset dan pengembangan
d. Eksplorasi minyak dan gas bumi
e. Rugi selisih kurs valuta asing
f. Sumber daya manusia
g. Kos organisasi

2. Sewa Guna
Sewaguna (lease) menimbulkan masalah pelik dalam pengakuan aset
karena di Amerika pada mulanya sewa guna digunakan sebagai sarana
pemerolehan aset tetap atau fasilitas fisis tanpa harus menunjukkan utang
yang timbul dari pemerolehan tersebut. Oleh karena itu, dengan konsep
dasar substansi diatas bentuk (Substance Over Form), FASB mewajibkan
untuk mengakui dan melaporkan kewajiban yang timbul dari sewaguna
dan mengakui (mengkapitalisasi) fasilitas yang disewaguna sebagai aset
perusahaan kalau secara substantif perjanjian sewaguna tersebut
sebenarnya merupakan pembelian angsuran. Yang menjadi masalah
adalah apa kriteria yang harus dipenuhi agar suatu sewaguna dapat
dinyatakan sebagai pembelian angsuran. FASB mengajukan empat
kriteria berikut ini (SFAS No. 13, prgf. 7):

14
a. Kontrak sewaguna menyebutkan adanya transfer hak milik barang
atau properitas (property) kepada tersewaguna (lessee) pada akhir
jangka sewaguna.
b. Kontrak sewaguna memuat pasal bahwa tersewaguna boleh pilih
untuk membeli pada tanggal yang ditetapkan dalam jangka
sewaguna dengan harga yang ditetapkan dan harga tersebut cukup
murah sehingga dapat dipastikan di muka bahwa tersewaguna akan
memilih membeli properitas bersangkutan. Pasal semacam ini
disebut Bargain Purchase Option.
c. Jangka sewaguna adalah 75% atau lebih dari sisa umur ekonomis
taksiran properitas sewagunaan sejak penandatanganan kontrak. Bila
sisa umur ekonomik mulai dari penandatanganan kontrak kurang
dari 25% umur ekonomik total, kriteria ini tidak berlaku.

3. Kos Bunga
Kos suatu aset adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk untuk
menyiapkan aset tersebut sampai siap dipakai atau dikonsumsi
sebagaimana direncanakan. Masalah yang berkaitan dengan hal ini
adalah perlakuan kos bunga sebagai unsur kos fasilitas fisis yang
dibangun sendiri.
a. Argumen Pendukung : Berisi argumen untuk mendukung
kapitalisasi kos bunga.
b. Argumen Penolak : Berisi argumen yag menolak kapitalisasi
kos bunga.
c. Alternatif Pengakuan : Alternatif pengakuan kos bunga, yaitu
bunga tidak dikapitalisasi dan diperlakukan sebagai biaya periode,
bunga dikapitalisasi dan dimasukkan sebagai bagian dari kos
dasilitas fisis yang dibangun sendiri, dan bunga dikapitalisasi tetapi
tidak dimasukkan sebagai elemen kos fasilitas fisis yang dibangun
sendiri.

15
4. Aset Memenuhi Syarat
Dalam keadaan tertentu kapitalisasi bunga tidak perlu dilakukan.
Standar akuntansi menentukan aset yang memenuhi syarat (cukup
disebut aset memenuhi) untuk dilekati kos bunga (qualifying assets)
yang dalam PSAK No.26 disebut aset tertentu. FASB (SFAS No.34,
prg.9) menetapkan bahwa kapitalisasi bunga hendaknya dilakukan
hanya aset yang memenuhi syarat:
a. Aset yang dibangun atau diproduksi untuk digunakan sendiri oleh
perusahaan (termasuk aset yang dibangun atau diproduksi oleh pihak
lain atas pesanan perusahaan dan untuk pesanan/kontrak tersebut
perusahaan melakukan pembayaran uang muka atau pembayaran
bertahap atas dasar kemajuan pekerjaan pembangunan aset
bersangkutan)
b. Aset dibangun atau diproduksi dengan tujuan untuk dijual sebagai
suatu unit atau projek yang berdiri sendiri terpisah dari orijek atau
kegiatan operasi lainnya (misalnya kapal, kawasan industri, estat
real, jembatan, atau semacamnya)
c. Investasi jangka panajang (ekuitas, pinjaman, dan penanaman kas)
yang diperlakukan dengan metoda ekuitas sementara terinvestasi
(investee) sedang melaksanakan kegiatan pembangunan fasilitas fisis
asalkan kegiatan tersebut menggunakan dana investasi itu untuk
memperoleh fasilitas fisis tersebut.

5. Besarnya Kapitalisasi Bunga


Besarnya bunga yang harus dikapitalisasi adalah bagian dari kos bunga
yang terjadi selama perioda-perioda pemerolehan aset yang secara
teoritis dapat dihindari seandainya kesatuan usaha tidak membangun
fasilitas fisis yang bersangkutan. Secara teknis, jumlah rupiah bunga
yang dikapitalisasi dalam suatu perioda pemerolehan adalah tingkat
bunga atau tarif kapitalisasi (capitalization rate) dikalikan dengan rata-

16
rata pengeluaran dana untuk konstruksi selama perioda akuntansi
tersebut.

6. Perioda Kapitalisasi
Kapitalisasi kos bunga diperhitungkan untuk perioda pemerolehan
(acquisition period) sehingga perioda tersebut menjadi perioda
kapitalisasi. Perioda kapitalisasi dimulai ketiaka tiga kondisi berikut
dipenuhiPerioda kapitalisasi dimulai ketiaka tiga kondisi berikut
dipenuhi:
a. Pengeluaran untuk pembangunan aset telah dilakukan atau terjadi.
b. Kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk menyelesaikan
pembangunan sampai siap dipakai masih berlangsung
c. Kos bunga telah terhimpun (occured) atau terjadi bersamaan
dengan berjalannnya pembangunan aset.
d. Kapitalisasi bunga dapat terus dilakukan untuk tiap perioda
akuntansi selama ketiga kondisi diatas dipenuhi.

7. Pengungkapan
Bila sebagian atau seluruh bunga dikapitalisasitentu saja akan ada
sebagian informasi yang hilang. Oleh karena itu, perlu ada
pengungkapan (disclosure) tentang hal ini sehingga statemen keuangan
tidak menyesatkan. Agar statemen keuangan tetap informatif, hal-hal
berikut ini harus diungkapkan sebagai penjelesan statemen keuangan:
a. Bila tidak ada kos bunga yang dikapitalisasi, total bunga yang
terjadi selama perioda dan dibebankan sebagai biaya perioda
tersebut.
b. Bila sebagian kos bunga dikapitalisasi, bunga total yang terjadi dan
bagian yang dikapitalisasi.

17
C. Pengukuran
1. Ruang lingkup
Pengukuran adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan
pada suatu objek asset pada saat terjadinya yang akan dijadikan data dasar
untuk mengikuti aliran fisis objek tersebut. Dengan konsep kontinuitas
usaha, pos atau sumber ekonomik akan mengalami tiga tahap perlakuan
sejalan dengan kegiatan usaha yaitu tahap pemerolehan (acquisition),
pengolahan (processing), dan penjualan/penyerahan (sales/delivery).
Tahap terakhir (penjualan) melibatkan penyerahan barang atau jasa
(keluarnya sumber ekonomik).
Secara akuntansi (aliran informasi), aliran fisis suatu sumber
ekonomik atau objek harus dipresentasi dalam jumlah rupiah sehingga
hubungan antar objek bermakna sebagai informasi. Kos merupakan
representasi kuantitatif suatu objek. Kos menjadi data dasar untuk
mengikuti aliran fisis kegiatan ekonomik badan usaha. Sebagai aliran
informasi, kos juga mengalami tiga tahap perlakuan akuntansi mengikuti
aliran fisis yaitu:
a. Pengukuran (measurenment), pengakuan (recognition), dan
klasifikasi (clasification) pertama kali saat terjadinya. Untuk
selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahapini disebut pengukuran.
b. Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisis asset
berupa alokasi, distribusi, dan penggabungan untuk kepentingan
internal/manajerial atau untuk kepentingan pengkosan produk. Untuk
selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut penelusuran
(tracing).
c. Pembebanan ke pendapatan perioda berjalan atau perioda-perioda
yang akan dating. Kos yang belum menjadi beban pendapatan (biaya)
akan tetap melekat pada objek menjadi asset badan usaha. Untuk
selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pembebanan
kependapatan (charging to revenues).

18
Secara konseptual suatu sumber ekonomik harus diperlakukan dahulu
sebagai asset dan baru kemudian diperlakukan sebagai biaya pada saat
asset tersebut dianggap telah keluar dari kesatuan usaha dan mendatangkan
pendapatan. Secara teknis pembukuan atau karena alas an kepraktisan,
dapat saja suatu sumber ekonomik langsung dicatat sebagai upaya (biaya)
sehingga kasnya langsung didebit ke akun biaya tanpa melalui akun asset.
Gambar Hubungan Kos, Aset, dan Biaya

Secara konseptual kos semua sumber ekonomik yang diperoleh


dianggap telah diperlakukan sebagai asset walaupun hanya sesaat.
Akibatnya, pos asset misalnya sediaan sering dinyatakan dalam
pengukurnya sebagai kos sediaan; sediaan sering diidentikkan dengan kos
sediaan. Sementara itu kos juga melekat pada biaya sehingga biaya sering
disebut dengan kos saja. Karena kos mempresentasi manfaat ekonomik,
bila kos diperlakukan sebagai asset, kos tersebut disebut dengan kos belum
habis atau takterhabiskan (unexpired cost) artinya kos yang belum habis
dimanfaatkan dalam menghasilkan pendapatan. Bila manfaat ekonomik

19
telah digunakan dalam mendatangkan pendapatan, bagian dari kos asset
yang mempresentasi manfaat yang telah dihabiskan disebut dengan kos
terhabiskan (expired cost) dan menjadi pengukur biaya

2. Kos Sebagai Pengukur dan Bahan Olah Akuntansi


Konsep dasar penghargaan sepakatan menegaskan bahwa pengukur
asset pada saat pemerolehan yang paling objektif adalah jumlah rupiah
yang terlibat dalam transaksi pertukaran antara dua pihak independen yang
sama-sama berkehendak (arm’s length barganing). Dalam arti luas kos
mempunyai makna sebagai agregat harga (price agregat) dalam perolehan
suatu asset.
Penghargaan sepakatan (kos) dalam transaksi antarpihak independen
menjadi dasar pengukuran karena jumlah rupiah tersebut dianggap cukup
terandalkan untuk mendekati/ mengaproksimasi nilai sebenarnya (true
value) atau nilai wajar (fair value) suatu objek pada saat transaksi. Kos
yang didasarkan atas penghargaan sepakatan lebih terandalkan karena
penyebarannya lebih terpusat atau variansi (variance) lebih kecil atau
sempit daripada kos yang didasarkan atas penilaian secara subjektif atau
selain penghargaan sepakatan.

3. Penghargaan Sepakatan Sebagi Bukti


Transaksi pertukaran (jual-beli) dapat dijadikan landasan untuk
menetukan kos yang terandalkan karena penghargaan sepakatannya
didasarkan atas mekanisme pasar yang bebas sehingga tia menjadi bukti
validitas pengukuran kos lebih-lebih dalam mekanisme pasar sempurna
(perfect market). Mekanisme pasar bebas menjamin dan menghendaki
agar:
a. Pihak bertransaksi sama-sama berkehendak dan bebas tanpa tekanan
atau ancaman

20
Kondisi ini menghindari adanya transaksi sepihak. Transaksi-transaksi
seperti merger, likuidasi, dan akuisisi internal sering dilakukan secara
sepihak atas kehendak pihak yang lebih berkuasa.
b. Pihak bertransaksi sama-sama berkemampuan memperoleh informasi
secara bebas
Kondisi ini menjamin bahwa penghargaan sepakatan benar-benar
merefleksi nilai wajar atau nilai sebenarnya yaitu nilai yang paling
objektif. Bila pihak yang bertransaksi tidak mempunyai pengetahuan
dan informasi sama (terjadi asimetri informasi) penghargaan
sepakatan mungkin tidak lagi merefleksi nilai wajar.
c. Barang yang dipertukarkan cukup standar (umum) dan tersedia cukup
banyak di pasar bebas.
Kondisi ini dimaksudkan untuk meyakinkan keobjektifan kos atas
dasar penghargaan sepakatan karena harga yang disepakati dalam
tawar-menawar anatara pihak yang bebas biasanya menunjukkan nilai
wajar yang berlaku pada saat transaksi.
Jadi bila kondis-kondisi di atas tidak dipenuhi, penghargaan
sepakatan yang terjadi tidak dapat diterima begitu saja sebagai pengukur
kos yang objektif. Walaupun demikian, berdasarkan konsep dasar
relativitas bukti (veriviable objective evidence) dapat dianggap bahwa
penghargaan yang akhirnya dicapai merupakan bukti yang terbaik
diperoleh (best obtainable) sebagai dasar penentuan kos.

4. Pengukuran Kos
Dalam praktiknya, pemerolehan asset merupakan proses yang tidak terjadi
begitu saja selesai dlam satu kegiatan tetapi terdiri dari serangkaian
kegiatan, misalnya menempatkan order, menerima barang, meneliti
kecocokan, mengangkut barang, mencoba barang, menyimpan atau
menempatkan barang, dan akhirnya menggunakan barang. Besar kecilnya
kos yang harus dicatat pertama-kali sebagai pengukur suatu asset pada saat
pemerolehan ditentukan oleh dua hal yaitu:

21
a. Batas kegiatan
Batas kegiatan berkaitan dengan masalah unsur pengorbanan sumber
ekonomik apa saja yang membentuk kos suatu asset. Secara teoritis
dan sebagai ketentuan umum, batas akhir kegiatan untuk memasukkan
unsur kos sebagai bagian dari kos asset, adalah saat dimulainya
penggunaan asset. Kos utama merupakan unsur kos yang
mempresentasi penghargaan sepakatan pada waktu suatu asset
diperoleh atau pada saat pertukaran.
b. Jenis Penghargaan
Masalah ini berkaitan dengan penentuan kos utama yang harus dicatat.
Dalam transaksi pertukaran, penghargaan sepakatan dapat dinyatakan
dalam berbagai bentuk sumber ekonomik atau instrument yang
diserahkan oleh pemeroleh asset. Bentuk instrument mempengaruhi
dasar penentuan kos utama.
Agar penghargaan yang telah disetujui dapat dicatat dalam system
akuntansi, penghargaan tersebut harus dinyatakan dalam satuan uang.
Bila transaksi terjadi dalam mekanisme pasar bebas antara pihak
independen, kos tunai (cash cost) adalah pengukur asset yang paling
valid dan objektif. Kalau sumber ekonomik nonkas, pengukur yang
ideal untuk adalah jumlah rupiah uang tunai yang akan diperoleh
seandainya sumber ekonomik tersebut dijual dulu secara tunai kepada
umum. Jumlah rupiah melekat ini disebut jumlah setara tunai
(money or cash equivalent) atau kos tunai terkandung atau implicit
(implied cash cost) dari penghargaan yang diserahkan oleh pemeroleh
asset.

5. Kos dalam Barter.


Barter atau pertukaran asset adalah pemerolehan asset adalah pemerolehan
asset (biasanya asset berwujud atau nonmoneter) dengan penghargaan
berupa asset berwujud atau nonmoneter lainnya. Bila hal ini terjadi,
pengukuran asset yang diperoleh bergantung pada apakah asset yang

22
dipertukarkan sejenis (similar) atau taksejenis (dissimilar). Asset sejenis
artinya asset yang fungsinya sama dan tidak harus asset yang identik.
Bila suatu usaha menukarkan asset sejenis, secara konseptual
dianggap bahwa perusahaan tersebut melakukan pemeliharaan atau
pemertahanan capital (daya produksi) dan bukan melakukan penjualan
sehingga penerimaan asset dan penyerahan asset dianggap sebagai
transaksi pemeliharaan bukan transaksi penjualan. Dengan demikian,
fungsi asset dalam memberi kontribusi untuk pembentukan pendapatan
belum berhenti atau habis.
Bila kesatuan usaha menukarkan asset tidak sejenis, secara konseptual
dianggap transaksi tersebut melibatkan dua transaksi yaitu penjualan dan
pembelian. Dalam hal ini dianggap bahwa kesatuan usaha menjual asset
yang diserahkan secar tunai kemudian seketika itu pula menggunakan
seluruh kas yang diterima untuk membeli asset yang diterima (baru).
Atas dasar penalaran atau teori diatas berikut ini disarikan prinsip-
prinsip penentuan kos asset yang diterima dalam barter atau pertukaran.
a. Pertukaran taksejenis, tanpa pembayaran tombok : asset yang
diterima dicatat sebesar nilai wajar/pasar asset yang diserahkan atau
nilai wajar asset yang diterima, mana yang lebih mudah atau jelas
ditentukan. Untung atau rugi yang timbul diakui pada saat pertukaran.
b. Pertukaran taksejenis, dengan pembayaran tombok : asset yang
diterima dicatat sebesar nilai wajar/pasar asset yang diserahkan
ditambah tombok atau nilai wajar asset yang diterima, dalam hal ini
nilai pasar asset yang diserahkan menunjukan kas yang akan diterima
seandainya asset tersebut dijual. Untung atau rugi yang timbul diakui
pada saat pertukaran.
c. Pertukaran sejenis, tanpa pembayran tombok : asset yang diterima
dicatat sebesar nilai buku atau nilai pasar asset yang diserahkan, mana
yang lebih rendah. Ini berarti bahwa kalau terjadi untung maka untung
tidak diakui dan sebaliknya kalau terjadi rugi, rugi tersebut diakui
pada saat transaksi.

23
d. Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok: asset yang diterima
dicatat sebasar nilai buku asset yang diserahkan ditambah tombok atau
nilai pasar asset yang diserahkan ditambah tombok, mana yang lebih
rendah. Ini juga berarti bahwa kalau terjadi untung maka untung tidak
diakui dan sebaliknya kalau terjadi rugi, rugi tersebut diakui pada saat
transaksi.
e. Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok:
Bila terjadi rugi: asset yang diterima dicatat sebesar harga pasar asset
yang diserahkan dikurangi kas yang diterima. Ini Berarti rugi yang
terjadi diakui semua pada saat terjadinya transaksi.
Bila terjadi untung: asset yang diterima dicatat sebesar nilai buku
asset yang diserahkan dikurangi porsi nilai buku asset yang diserahkan
yang dianggap dijual (ditukar dengan kas). Atau, nilai pasar/wajar
asset yang diterima dikurangi untung tangguhan (deferred gain).
Pertukaran sejenis dengan penerimaan tombok sebanarnya merupakan
transaksi campuran yaitu asset yang diserahkan sebagian ditukar
dengan asset sejenis dan sebagaian yang lain ditukar dengan asset
taksejenis (kas). Oleh karena itu, bila terjadi untung, hanya untung
yang berasal dari pertukaran taksejenis (kas) yang dapat diakui dan
sisa untung diperlakukan sebagai untung tangguhan yang melekat
pada (mengurangi kos) asset yang diterima.
Uang total = nilai pasar aset diserahkan – nilai buku aset diserahkan
Untung diakui = tombok (kas diterima) x untung total
Tombok + nilai pasar aset diterima
Untung tangguhan = nilai pasar aset diterima x untung total
Tombok + nilai pasar aset diterima
Porsi nilai buku sejenis = nilai pasar aset diterima x nilai buku aset
diserahkan
Tombok + nilai pasar aset diterima
Porsi nilai buku taksejenis = tombok (kas diterima) x nilai buku aset
diserahkan

24
Tombok+nilai pasar aset diterima

6. Saham Sebagai Penghargaan


Merupakan salah satu bentuk pemerolehan aset dengan barter.
Dalam beberapa kasus transaksi yang menggunakan saham perusahaan
sebagai penghargaan untuk barang dan jasa yang diperoleh, nilai nominal
ataupun nilainyataan (stated value) untuk tiap saham tidak dapat
merepresentasi kos yang sebenarnya (true value) pada saat transaksi.
Pengukur yang tepat untuk menentukan kos dalam situasi semacam
itu adalah rupiah uang tunai yang akan diterima oleh perusahaan
seandainya perusahaan menerbitkan saham-saham yang digunakan untuk
penghargaan diatas. Dalam beberapa hal, jumlah setara tunai saham dapat
dicari dengan membandingkan harga tunai jenis saham yang sama untuk
memperoleh dana tunai (kas) yang diterbitkan kira-kira bersamaan dengan
penyerahan saham untuk memperoleh aset bersangkutan.

7. Kos Dalam Reorganisasi


Bila suatu perusahaan sudah berjalan atau beroperasi cukup lama
kemudian mengalami reorganisasi, perusahaan tersebut biasanya tidak
mempunyai data kos yang memadai untuk menentukan kos aset yang
dikuasainya. karena tujuan reorganisasi biasanya adalah menentukan nilai
perusahaan pada saat tersebut, diperlukan taksiran nilai yang wajar seluruh
aset perusahaan dengan mempertimbangkan kondisi aset dan keadaan
pasar pada waktu itu.
a. Hadiah atau Hibah
Masalah khusus timbul bilamana barang atau jasa yang jelas-jelas
mempunyai manfaat ekonomik yang besar diperoleh perusahaan tanpa
kos yang berarti atau dengan kos yang tidak sebanding dengan nilai
ekonomik barang yang diperoleh. Gedung dan tanahnya yang
diperoleh perusahaan melalui sumbangan atau hibah adalah contoh
pemerolehan aset tanpa kos. Oleh karena itu pengakuan kos yang wajar

25
diperlukan untuk menentukan secara tepat kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba yang biasanya ditunjukkan oleh tingkat
kembalian investasi.
b. Temuan
Kadangkala terjadi bahwa suatu sumber alam atau sarana ditemukan
atau dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomik yang jauh
melebihi pengeluaran yang sebenarnya untuk memperolehnya.
Misalnya, tambang minyak yang sangat berharga ditemukan dengan
pekerjaan eksplorasi dengan kos nominal (cukup rendah dibandingkan
dengan hasilnya). Demikian juga suatu peralatan atau teknik
pemrosesan yang mempunyai harga pasar yang cukup tinggi mungkin
dikembangkan dan didaftarkan hak patennya tanpa suatu pengeluaran
yang sebanding dengan nilai pasar temuan tersebut. Dalam kondisi
yang khusus seperti ini, diperlukanlah suatu pengukur kos baru atas
dasar jumlah tunai implisit. Jumlah ini adalah jumlah rupiah uang tunai
(kas) yang pasti diperlukan untuk memperoleh sumber alam atau
teknik pemrosesan tersebut seandainya keduanya sudah dalam keadaan
siap pakai atau dalam status siap dipasarkan.

8. Kos Dalam Pembelian Kredit


Dengan sistem kredit, nilai waktu uang menjadi faktor yang sangat
penting dalam mengukur kos yang sebenarnya (true cost). kos yang
sebenarnya dalam transaksi kredit bukanlah berapa nilai kontrak yang
harus dilunasi dalam beberapa kali angsuran tetapi berapa kos yang
sebenarnya pada transaksi. Dalam transaksi kontrak pembelian dengan
harga kontrak tertentu, harga kontrak yang disepakati mungkin melebihi
harga pembelian tunai. Pada umumnya, perusahaan tidak berusaha untuk
menentukan harga tunai efektif baik dengan cara menanyakan langsung ke
toko penjual barang ataupun dengan cara mendiskun nilai kontrak dengan
tarip bunga yang berlaku. Kalau ini terjadi maka akibatnya dalah bahwa
kos tercatat terlalu tinggi. Walaupun demikian, kalau jangka waktu

26
kontrak pendek maka jumlah kelebihan kos adalah kecil dan tidak cukup
berarti sehingga nilai kontrak dapat dianggap sebagai jumlah rupiah tunai
sebagai dasar untuk mencatat kos.
Potongan tunai dan Keringanan
Kos akan tercatat terlalu tinggi kalau potongan tunai (cash disount)
dan keringanan-keringanan lain tidak dikurangkan terhadap harga
kesepakatan. Secara teknis, pembukuan memang dimuungkinkan untuk
sementara mendebit harga faktur bruto ke dalam akun aset yang
bersangkutan dan nantinya harus dilakukan penyesuaian untuk
mengurangi jumlah yang tercatat tersebut menjadi jumlah setara tunai.
Dalam perusahaan yang dikelola dengan baik, melewatkan potongan
merupakan suatu kesalahan yang mengakibatkan rugi. Rugi bukan sumber
ekonomik dan kerananya tidak selayaknya kalau dicatat sebagai aset.
Sebenarnya perusahaan sudah tau pasti berapa harga yang sesungguhnya
harus dibayar dalam suatu transaksi.

9. Rugi dalam Pemerolehan Aset


Sebelum pendapatan terjadi yang ditimbulkan oleh upaya yang
direpresentasi olh biaya, kos semata-mata mengalami penghimpunan,
penggabungan dan reklasifikasi. Kos yang terhimpun tersebut tetap
merepresentasi aset kalau aset tersebut belum dikeluarkan sebagai biaya.
Akan tetapi, dapat terjadi bahwa karena sesuau hal (atau keadaan yang
tidak normal) potensi jasa tertentu menjadi tidak mempunyai lagi
kemampuan atau daya dalam menghasilkan pendapatan pada waktu
mendatang. Pengikatan atau kontrak yang tidak bijaksana, kecurangan
pihak lain atau sekadar musibah belaka tidak jarang mengakibatkan
hangusnya (dissipation) manfaat ekonomik dalam perioda pendirian badan
usaha atau pembangunan pabrik. Pemogokan yang berkepanjangan,
kebakaran besar, banjir bandang atau bencana lainnya adalah contoh
keadaan khusus yang tidak normal yang dapat mengakibatkan rugi besar.

27
D. Pengungkapan
Bila sebagian atau seluruh bunga dikapitalisasitentu saja akan ada sebagian
informasi yang hilang. Oleh karena itu, perlu ada pengungkapan (disclosure)
tentang hal ini sehingga statemen keuangan tidak menyesatkan. Agar
statemen keuangan tetap informatif, hal-hal berikut ini harus diungkapkan
sebagai penjelesan statemen keuangan:
1. Bila tidak ada kos bunga yang dikapitalisasi, total bunga yang terjadi
selama perioda dan dibebankan sebagai biaya perioda tersebut.
2. Bila sebagian kos bunga dikapitalisasi, bunga total yang terjadi dan bagian
yang dikapitalisasi.

1. Pengungkapan berdasarkan PSAK no 19


Suatu entitas harus mengungkapkan hal–hal berikut untuk setiap kelas
aset tidak berwujud, dipisahkan antara aset tidak berwujud yang dihasilkan
secara internal dan aset tidak berwujud lainnya:
a. apakah masa manfaat tak terbatas atau terbatas, jika masa manfaat
terbatas diungkapkan tingkat amortisasi yang digunakan atau masa
manfaatnya
b. metode amortisasi yang digunakan untuk aset tidak berwujud dengan
masa manfaat terbatas
c. jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (secara agregat
dengan akumulasi kerugian akibat penurunan nilai) pada awal dan
akhir periode
d. unsur-unsur dalam laporan pendapatan komprehensif yang mana
amortisasi aset tidak berwujud termasuk (didalamnya)
e. pengakuan atas jumlah tercatat pada awal dan akhir periode
menunjukkan
1) penambahan, secara terpisah mengindikasikan aset tidak berwujud
dari pengembangan internal, yang diperoleh secara terpisah, dan
yang diperoleh melalui kombinasi bisnis

28
2) Aset digolongkan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual
atau termasuk dalam kelompok aset lepasan dan dikelompokan
sebagai dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58 (revisi
2009): aset tidak Lancar yang dimiliki untuk dijual dan operasi
yang dihentikan dan penghapusan lainnya
3) peningkatan atau penurunan selama periode tersebut yang berasal
dari revaluasi sesuai dengan paragraf 75, 85 dan 86 dan dari
pengakuan kerugian penurunan nilai atau pembalikan dalam
penapatan komprehensif lainnya yang sesuai dnegan PSAK 48
(revisi 2009): penurunan Nilai aset (jika ada); kerugian penurunan
nilai yang diakui dalam laporan rugi laba selama periode sesuai
dengan PSAK48 (revisi 2009): penurunan Nilai aset (jika
ada)
4) kerugian penurunan nilai yang dibalik dalam laporan rugi laba
selama periode sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009): penurunan
Nilai aset (jika ada)
5) setiap amortisasi yang diakui selama periode; vii. selisih kurs neto
yang timbul dari nilai translasi laporan keuangan ke mata uang
penyajian , dan translasi operasi luar negeri dengan mata uang
asing ke mata uang penyajian yang digunakan entitas; dan viii.
perubahaan lainnya pada jumlah tercatat aset selama periode.

2. Pengungkapan berdasarkan PSAK no 16


Laporan keuangan mengungkapkan, untuk setiap kelompok aset tetap:
a. dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat
bruto
b. metode penyusutan yang digunakan
c. umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan
d. jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan dengan
akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode; dan

29
e. rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan:
1) penambahan
2) set diklasifikasi sebagai tersedia untuk dijual atau termasuk dalam
kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai tersedia untuk
dijual sesuai PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang
Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan dan pelepasan
lainnya
3) akuisisi melalui kombinasi bisnis
4) peningkatan atau penurunan akibat dari revaluasi sesuai paragraf
31, 39, dan 40 serta dari rugi penurunan nilai yang diakui atau
dijurnal balik dalam pendapatan komprehensif lain sesuai PSAK
No. 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
5) rugi penurunan nilai yang diakui dalam laba rugi sesuai PSAK 48;
6) rugi penurunan nilai yang dijurnal balik dalam laba rugi sesuai
PSAK 48
7) penyusutan
8) selisih nilai tukar neto yang timbul dalam penjabaran laporan
keuangan dari mata uang fungsional menjadi mata uang pelaporan
yang berbeda, termasuk penjabaran dari kegiatan usaha luar negeri
menjadi mata uang pelaporan dari entitas pelapor; dan
9) perubahan lain.
Laporan keuangan juga mengungkapkan:
a. keberadaan dan jumlah restriksi atas hak milik, dan aset tetap yang
dijaminkan untuk liabilitas
b. jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat aset tetap yang
sedang dalam pembangunan
c. jumlah komitmen kontraktual dalam perolehan aset tetap; dan
d. jumlah kompensasi dari pihak ketiga untuk aset tetap yang mengalami
penurunan nilai, hilang atau dihentikan yang dimasukkan dalam laba

30
rugi, jika tidak diungkapkan secara terpisah pada pendapatan
komprehensif lain.

3. Pengungkapan berdasarkan PSAK no 48


Untuk setiap kelompok aktiva, laporan keuangan harus mengungkapkan:
a. Rugi penurunan nilai yang diakui selama periode tersebut dan elemen
laporan laba rugi yang didalamnya kerugian penurunan nilai telah
dimasukkan
b. pemulihan kerugian penurunan nilai yang diakui selama periode
tersebut dan elemen laporan laba rugi yang didalamnya kerugian
penurunan nilai telah pulih.
Untuk setiap aktiva individual, ataupun penghasil kas, yang kerugian
penurunan nilainya telah diakui atau dipulihkan dalam periode tertentu,
laporan keuangan harus mengungkapkan:
a. sifat aktiv (unit penghasil kas), nilai tercatatnya dan segmen yang
mengoperasikan aktiva tersebut (sebagaimana didefinisi kan dalam
PSAK No. 5, Pelaporan Informasi Keuangan Menurut Segmen);
b. jumlah kerugian dan penurunan nilai yang telah diakui atau dipulihkan
dalam periode tersebut untuk aktiva (atau unit penghasil kas), dan
kejadian serta kondisi yang menyebabkan pengakuan atau pemulihan
tersebut
c. nilai yang digunakan untuk mengungkapkan jumlah yang dapat
diperoleh kembali dari aktiva (unit penghasil kas): harga jual neto atau
nilai pakainya
d. informasi berikut ini, jika jumlah nilai yang dapat diperoleh kembali
didasarkan pada nilai pakai aktiva (unit penghasil kas):
1) jangka waktu yang digunakan manajemen untuk memproyeksikan
aliran kas di masa depan secara jangka pendek jika jangka waktu
tersebut lebih dari lima tahun, dan alasan penggunaan jangka
waktu tersebut;

31
2) tarif diskonto yang digunakan untuk ekstrapolasi proyeksi jangka
pendek manajemen, dan alasan penggunaan tarif diskonto tersebut,
jika tarif diskonto yang digunakan meningkat atau melebihi
tingkat pertumbuhan jangka panjang rata-rata untuk produk,
industri, dan negara atau negara-negara tempat perusahaan
beroperasi atau untuk pasar produk yang dihasilkan oleh aktiva
atau unit penghasil kas; dan
3) fakta bahwa nilai pakai secara signifikan lebih besar dari harga
jual neto (jika hal ini terjadi).

Jika nilai pakai aktiva (unit penghasil kas) telah ditentukan dalam
periode tersebut dan tidak ada kerugian penurunan nilai yang telah diakui
atau dipulihkan dalam periode tersebut untuk aktiva (unit penghasil kas),
laporan keuangan harus mengungkapkan informasi berikut ini:
a. jangka waktu yang digunakan oleh manajmen untuk memproyeksikan
aliran kas masa yang akan datang jika periode tersebut lebih dari lima
tahun, dan alasan menggunakan jangka waktu tersebut;
b. tarif diskonto yang digunakan untuk ekstrapolasi proyeksi jangka
pendek manajemen, dan alasan penggunaan tarif diskonto tersebut,
jika tarif diskonto yang digunakan meningkat atau melebihi tingkat
pertumbuhan jangka panjang rata-rata untuk produk, industri, dan
negara atau negara-negara tempat perusahaan beroperasi atau untuk
pasar produk yang dihasilkan oleh aktiva atau unit penghasil kas; dan
c. fakta bahwa nilai tercatat secara signifikan lebih besar dari harga jual
netto (jika hal ini terjadi).

Jika nilai yang dapat diperoleh kembali dari aktiva adalah nilai
pakainya, pada setiap periode berikutnya, perusahaan harus
membandingkan aliran kas sesungguhnya dengan taksiran aliran kas,
sebelum perhitungan diskonto, yang ditentukan pada saat nilai pakai
terakhir kali ditentukan. Jika aliran kas sesungguhnya secara material lebih

32
kecil dari (lebih besar dari) taksiran, perusahaan harus menaksir kembali
nilai pakai yang terakhir kali ditentukan dengan menggunakan aliran kas
sesungguhnya namun dengan menganggap semua asumsi lain tidak
berubah. Jika penggunaan aliran kas sesungguhnya pada periode-periode
sebelumnya memerlukan pengakuan atau pemulihan kerugian penurunan
nilai dalam periode-periode tersebut, perusahaan harus mengungkapkan:
a. jumlah kerugian penurunan nilai yang seharusnya diakui atau
dipulihkan jika aliran kas sesungguhnya digunakan dalam menaksir
nilai pakai tahun-tahun sebelumnya
b. jumlah setiap kerugian penurunan nilai yang telah diakui atau
dipulihkan untuk aktiva selama periode sekarang; dan
c. sifat perubahan asumsi yang menjelaskan mengapa jumlah yang
diungkapkan sehubungan dengan a dan b di atas berbeda (jika hal ini
terjadi).

E. Penyajian
Prinsip akuntansi berterima umum, terutama standar akuntansi, menetapkan
penyajian dan pengungkapan tiap pos-pos aset. Walaupun aset didefinisi
secara umum sebagai manfaat ekonomik masa datang yang dikuasai kesatuan
usaha dan yang benar-benar timbul dari transaksi yang sah, tiap pos aset
didefinisi lebih lanjut atau spesifik sesuai dengan sifat pos tersebut.
Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang
mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi
pedoman penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut:
1. Aset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformat akun atau
dibagian atas dalam neraca berformat laporan.
2. Aset diklasifikasi menjadi aset lancar dan tetap.
3. Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang
paling lancar dicantumkan pada urutan pertama.
4. Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus
diungkapkan (misalnya metoda depresiasi aset dan dasar penilaian sediaan
barang).

33
F. PSAK (IFRS) Berhubungan dengan Asset
1. PSAK 09 : PENYAJIAN AKTIVA LANCAR DAN KEWAJIBAN
JANGKA PENDEK
PSAK 09 membahas bagaimana cara untuk menyajikan aktiva
lancar dan kewajiban jangka pendek, serta apa pengertian dari kedua akun
tersebut. Mengapa perlu untuk mengklasifikasikan Aktiva lancar (Current
Asset) dan Kewajiban lancar (Current Liabilities)? Alasan yang pertama
adalah para Aktiva lancar dan Kewajiban lancar dapat mempermudah para
pengguna laporan keuangan untuk menilai liquiditas suatu perusahaan. Hal
kedua yang membuat kita patut mengklasifikasikan  Aktiva Lancar dan
Kewajiban Lancar adalah, karena kedua akun tersebut memberikan kita
informasi tentang sumber dana dan kewajiban perusahaan yang berputar
terus-menerus.
Cara mengklasifikasikan Aktiva lancar dan Kewajiban lancar:
a. Apa saja di perusahaan yang memiliki jatuh tempo atau dapat dicairkan
dalam tempo 1 tahun atau siklus operasi perusahaan.
b. Segala sesuatu yang dimiliki perusahaan yang digunakan perusahaan
dalam rangka menghasilkan laba (penghasilan) jangka pendek.
Yang termasuk sebagai bagian dari Aktiva Lancar (Current Asset):
a. Kas dan bank
Kas : Adalah alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan untuk
membiayai kegiatan umum perusahaan.
Bank : Sisa rekening giro perusahaan yang dapat dipergunakan secara
bebas untuk membiayai kegiatan umum perusahaan.
b. Surat berharga yang mudah dijual dan tidak bermaksud untuk ditahan.
Surat berharga mudah jual : Bentuk penyertaan sementara dalam rangka
pemanfaatan dana yang tidak digunakan.
Beberapa sifat wajib yang harus dimiliki surat berharga agar dapat
dikelompokan sebagai aktiva lancar:
1) Memiliki pasaran dan dapat diperjualbelikan dengan segera.
2) Dimaksudkan untuk dijual dalam waktu yang dekat.

34
3) Tidak dimaksudkan untuk menguasai perusahaan lain.
c. Deposito jangka pendek.
d. Wesel tagih yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun.
e. Piutang.
f.  Persediaan.
g. Pembayaran uang muka untuk pembelian aktiva lancar.
h. Pembayaran pajak di bayar dimuka.
i. Biaya dibayar dimuka; premi asuransi, premi sewa

2. PSAK 13: PROPERTI INVESTASI PSAK


Pernyataan SAK No 13 ini bertujuan untuk mengatur perlakuan
akuntansi untuk properti investasi dan pengungkapan yang terkait.
Pernyataan ini diterapkan dalam pengakuan, pengukuran dan
pengungkapan properti investasi. Properti investasi (investment property)
adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau
kedua duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee/penyewa melalui
sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai
atau kedua-duanya, dan tidak untuk:
a. digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk
tujuan administratif; atau
b. dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
Dalam Psak 13 ini properti investasi diakui sebagai aset jika dan hanya
jika:
a. besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan dari aset yang
tergolong properti investasi akan mengalir ke dalam entitas; dan
b. biaya perolehan properti investasi dapat diukur dengan andal.
Properti investasi pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan.
Biaya transaksi termasuk dalam pengukuran awal tersebut. Pengungkapan
pada laporan keuangan yang dibuat entitas ada dua model dengan
perlakuan akuntansi pengungkapan yang berbeda pula. Model Nilai wajar
dan Model Biaya. Pernyataan ini berlaku efektif untuk laporan keuangan

35
yang mencakup periode yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari
2008. Pernyataan ini menggantikan PSAK No. 13 (Revisi 1994) tentang
Akuntansi untuk Investasi.

3. PSAK 16: ASET TETAP


Pengertian:
Dalam PSAK 16 definisi Aset tetap adalah aset berwujud yang:
a. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang
atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan
administratif; dan
b. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Pengakuan:
Biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
a. Besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan
dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan
b. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.
Pengukuran:
a. Pengukuran Awal
1) Purchase Price
2) Directly Attributable Cost
3) Dismantling Cost
b. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
a) Cost Model
b) Revaluation Model
c. Penentuan Nilai Wajar
a) Nilai wajar tanah dan bangunan biasanya ditentukan melalui
penilaian yang dilakukan oleh penilai yang memiliki kualifikasi
profesional berdasarkan bukti pasar.
b) Nilai wajar pabrik dan peralatan biasanya mengunakan nilai pasar
yang ditentukan penilai.

36
c) Jika tidak ada pasar yang dapat dijadikan dasar penentuan nilai
wajar karena sifat aset tetap yang khusus dan jarang diperjual-
belikan, kecuali sebagai bagian dari bisnis yang berkelanjutan,
maka entitas mungkin perlu mengestimasi nilai wajar
menggunakan pendekatan penghasilan atau biaya pengganti yang
telah disusutkan (depreciated replacement cost approach).
d. Frekuensi Penilaian
a) Frekuensi revaluasi tergantung perubahan nilai wajar dari asset
tetap yang direvaluasi.
b) Jika nilai wajar dari asset yang direvaluasi berbeda secara material
dari jumlah tercatatnya, maka revaluasi lanjutan perlu dilakukan.
c) Beberapa asset tetap mengalami perubahan nilai wajar secara
signifikan dan fluktuatif, sehingga perlu direvaluasi secara
tahunan.
d) Revaluasi tahunan tidak perlu dilakukan apabila perubahan nilai
wajar tidak signifikan.
e) Namun, asset tersebut mungkin perlu direvaluasi setiap tiga atau
lima tahun sekali.
e. Penyusutan
Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat
disusutkan (depreciable amount) dari suatu aset selama umur
manfaatnya (useful life). Setiap bagian dari aset tetap yang memiliki
biaya perolehan cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh
aset harus disusutkan secara terpisah. Entitas mengalokasikan jumlah
pengakuan awal aset pada bagian aset tetap yang signifikan dan
menyusutkan secara terpisah setiap bagian tersebut.
Umur manfaat aset ditentukan berdasarkan kegunaan yang
diharapkan oleh entitas. Kebijakan manajemen aset suatu entitas dapat
meliputi pelepasan aset yang bersangkutan setelah jangka waktu
tertentu atau setelah pemanfaatan sejumlah proporsi tertentu dari
manfaat ekonomik masa depan yang melekat pada aset.

37
f. Metode Penyusutan
a) Garis Lurus
b) Saldo Menurun
g. Penurunan Nilai
PSAK 48 menetapkan bahwa: rugi penurunan nilai diakui jika
jumlah tercatat asset melebihi jumlah terpulihkan. Rugi penurunan nilai
adalah suatu jumlah yang merupakan selisih lebih nilai tercatat suatu
aset atau unit penghasil kas atas jumlah terpulihkannya. Jumlah tercatat
adalah jumlah yang diakui untuk suatu asset setelah dikurangi
akumulasi penyusutan (amortisasi) dan akumulasi rugi penurunan nilai.
Jumlah terpulihkan suatu asset atau unit penghasil kas adalah jumlah
yang lebih tinggi antara nilai wajarnya dikurangi biaya penjualan dan
nilai pakainya.
Pengungkapan:
Laporan keuangan mengungkapkan, untuk setiap kelompok aset tetap:
a. dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat
bruto;
b. metode penyusutan yang digunakan;
c. umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
d. jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan dengan
akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode; dan
e. rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan:
1) penambahan;
2) aset diklasifikasi sebagai tersedia untuk dijual atau termasuk dalam
kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai tersedia untuk
dijual sesuai PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang
Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan dan pelepasan
lainnya;
3) akuisisi melalui kombinasi bisnis;

38
4) peningkatan atau penurunan akibat dari revaluasi sesuai paragraf
31, 39, dan 40 serta dari rugi penurunan nilai yang diakui atau
dijurnal balik dalam pendapatan komprehensif lain sesuai PSAK
No. 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset;
5) rugi penurunan nilai yang diakui dalam laba rugi sesuai PSAK 48;
6) rugi penurunan nilai yang dijurnal balik dalam laba rugi sesuai
PSAK 48;
7) penyusutan;
8) selisih nilai tukar neto yang timbul dalam penjabaran laporan
keuangan dari mata uang fungsional menjadi mata uang pelaporan
yang berbeda, termasuk penjabaran dari kegiatan usaha luar negeri
menjadi mata uang pelaporan dari entitas pelapor; dan
9) perubahan lain.
Jika aset tetap disajikan pada jumlah revaluasian, hal berikut
diungkapkan:
1) tanggal efektif revaluasi;
2) apakah penilai independen dilibatkan;
3) metode dan asumsi signifikan yang digunakan dalam mengestimasi
nilai wajar aset;
4) penjelasan mengenai nilai wajar aset yang ditentukan secara
langsung berdasarkan harga terobservasi (observable prices) dalam
suatu pasar aktif atau transaksi pasar terakhir yang wajar atau
diestimasi menggunakan teknik penilaian lainnya;
5) untuk setiap kelompok aset tetap, jumlah tercatat aset seandainya
aset tersebut dicatat dengan model biaya; dan
6) surplus revaluasi, yang menunjukkan perubahan selama periode
dan pembatasan-pembatasan distribusi kepada pemegang saham.

4. PSAK 19: ASET TIDAK BERWUJUD


PSAK 19 menjelaskan bagaimana menentukan perlakuan akuntansi
bagi aset tidak berwujud yang tidak diatur secara khusus pada PSAK

39
lainnya. Pernyataan ini mewajibkan perusahaan untuk mengakui aset tidak
berwujud jika, dan hanya jika, kriteria-kriteria tertentu dipenuhi.
Pernyataan ini juga mengatur cara mengukur nilai tercatat dari aset tidak
berwujud dan menentukan pengungkapan yang harus dilakukan bagi aset
tidak berwujud. Ruang Lingkup berisi pengecualian terhadap penerapan
PSAK 19 akuntansi aset tidak berwujud. Aset tidak berwujud adalah aset
nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik
serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan
barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan
administratif. PSAK ini mengatur pemgakuan dan pengukuran awal aset
tidak berwujud, pengakuan beban, pengeluaran setelah perolehan,
pengukuran setelah pengakuan awal, penghentian dan pelepasan aset tidak
berwujud. Selain itu PSAK 19 mengatur pengungkapan-pengungkapan
penyajian laporan keuangan aset tidak berwujud. Pada tanggal Pernyataan
ini mulai berlaku efektif (atau pada tanggal perusahaan mulai menerapkan
Pernyataan ini, jika lebih awal), Pernyataan ini harus diterapkan sesuai
dengan penjelasan dalam tabel Ketentuan Transisi - Pengakuan. Dalam hal
selain yang diperinci dalam tabel tersebut, Pernyataan ini harus diterapkan
secara retrospektif, kecuali hal tersebut tidak praktis dilakukan. Pernyataan
ini berlaku efektif untuk laporan keuangan yang mencakup periode yang
dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2001. Penerapan lebih dini
dianjurkan. Pernyataan ini menggantikan: PSAK No. 6 tentang Akuntansi
dan Pelaporan bagi Perusahaan dalam Tahap Pengembangan, pada
paragraf yang mengatur pengakuan biaya pada perusahaan dalam tahap
pengembangan (perintisan usaha); PSAK No. 17 tentang Akuntansi
Penyusutan, pada bagian yang mengatur amortisasi (penyusutan) aset tidak
berwujud; dan PSAK No. 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan.

5. PSAK 30: SEWA (Akuntansi Sewa Guna Usaha/Leasing)


Pengertian Leasing:

40
Leasing adalah perjanjian kontraktual antara lessor dan lessee yang
memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan properti tertentu yang
dimiliki oleh lessor selama periode waktu tertentu dengan membayar
sejumlah uang(sewa) yang sudah ditentukan, yang pada umumnya
dilakukan secara periodik. Unsur penting dari perjanjian leasing bahwa
hak kepemilikan lessor atas propertinya yang di-lease menjadi berkurang.
Perlakuan Aktiva dan Kewajiban:
Dalam transaksi lease modal, lessee menggunakan lease sebagai
sumber pembiayaan. Lessor membiayai transaksi (menyediakan modal
investasi) melalui aktiva yang di-lease, dan lessee melakukan
pembayaran sewa, yang sebenarnya merupakan pembayaran cicilan.
Oleh karena itu, selama umur properti yang di-lease, pembayaran
sewa kepada lessor mencakup pembayaran pokok ditambah bunga.
a. Pencatatan Aktiva dan Kewajiban
Dalam metode lease modal, lessee memperlakukan
transaksi lease seolah-olah aktiva telah dibeli dalam transaksi
pembiayaan di mana aktiva diperoleh dan kewajiban diakui. Oleh
karena itu, lessee mencatat lease modal sebagai aktiva dan
kewajiban pada nilai terendah antara (a) nilai sekarang (present
value) dari pembayaran lease minimum (tidak termasuk cost
executory) atau (b) nilai pasar wajar aktiva yang di-lease pada
awal lease. Dasar pemikiran untuk pendekatan ini bahwa aktiva yang
di-lease tidak boleh dicatat lebih tinggi dari nilai pasar wajarnya.
b. Periode Penyusutan
Salah satu aspek yang menyulitkan akuntansi untuk
penyusutan aktiva yang di-lease yang dikapitalisasi berhubungan
dengan periode penyusutan. Jika perjanjian lease mengalihkan
kepemilikan aktiva kepada lessee (Kriteria 1) atau mencakup opsi
pembelian dengan harga khusus (Kriteria 2) maka aktiva yang di-
lease dengan cara yang konsisten melalui kebijakan penyusutan
norma lessee atas aktiva yang dimilikinya, dengan menggunakan

41
umur ekonomis aktiva. Sebaliknya, jika lease tidak mengalihkan
kepemilikan atau tidak mencakup opsi pembelian dengan harga
khusus maka aktiva disusutkan selama masa lease.
c. Metode Bunga Efektif
Selama jangka waktu lease, metode bunga efektif
digunakan untuk mengalokasikan setiap pembayaran lease antara
pokok dan bunga. Metode ini menghasilkan beban bunga periodik
yang sama dengan persentase konstan dari nilai tercatat kewajiban
lease. Tingkat diskonto yang digunakan oleh lessee untuk
menentukan nilai sekarang dari pembayaran lease minimum harus
digunakan oleh lessee ketika mengaplikasikan metode bunga efektif
pada lease modal.
d. Konsep Penyusutan
Walaupun jumlah yang awalnya dikapitalisasi sebagai aktiva
dan dicatat sebagai kewajiban telah dihitung pada nilai sekarang
yang sama, tetapi penyusutan aktiva dan pengurangan kewajiban
adalah 2 proses akuntansi yang independen selama jangka waktu
lease. Lessee harus menyusutkan aktiva yang di-lease dengan
menggunakan metode penyusutan konvensional; garis lurus, jumlah
angka tahun, saldo menurun, unit produksi, dan lainnya.

6. PSAK 48: PENURUNAN NILAI ASET


Tujuan pernyataan SAK 48 ini adalah untuk mengatur perlakuan
akuntansi aset yang turun nilainya dan konsekuensi penurunan nilai
tersebut. Jika perusahaan mengidentifikasi bahwa aset secara potensial
akan turun nilainya, pernyataan ini mengharuskan perusahaan untuk
menentukan taksiran jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable
amount) dari aset tersebut. Jika jumlah yang dapat diperoleh kembali dari
aset tersebut lebih kecil dari nilai tercatatnya, pernyataan ini
mengharuskan perusahaan untuk mengakui kerugian penurunan nilai aset.
Pernyataan ini juga mengatur kapan perusahaan harus memulihkan

42
(reverse) kerugian penurunan nilai aset yang telah diakui dan
pengungkapan yang diperlukan untuk aset yang turun nilainya.
Untuk setiap kelompok aset, laporan keuangan harus
mengungkapkan:
a. rugi penurunan nilai yang diakui selama periode tersebut dan unsur
laporan laba rugi yang di dalamnya kerugian penurunan nilai telah
dimasukkan; dan
b. pemulihan kerugian penurunan nilai yang diakui selama periode
tersebut dan unsur laporan laba rugi yang di dalamnya kerugian
penurunan nilai telah pulih
Pernyataan ini berlaku efektif untuk penurunan nilai aset yang
dilakukan dalam periode yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari
2000. Jika perusahaan menerapkan Pernyataan ini pada periode sebelum
tanggal 1 Januari 2000, perusahaan harus mengungkapkan fakta tersebut.

43
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Definisi FASB dan AASB cukup luas dibanding definisi lain karena
aset disifati sebagai manfaat ekonomik (economic benefits) dan bukan
sebagai sumber ekonomik (resources) karena manfaat ekonomik tidak
membatasi bentuk atau jenis sumber ekonomik yang dapat dimasukkan
sebagai aset. Definisi tersebut tidak membedakan antara aset real (real assets)
dan aset finansial (financial assets) dan antara sumber ekonomik (resources)
dan nonsumber ekonomik (nonresources).
Pada umumnya pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya
transaksi, kejadian atau keadaan tersebut. Di samping memenuhi definisi aset,
kriteria eterukuran, keberpautan dan keterandalan harus dipenuhi pula.
Pengukuran adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada
suatu objek asset pada saat terjadinya yang akan dijadikan data dasar untuk
mengikuti aliran fisis objek tersebut. Dengan konsep kontinuitas usaha, pos
atau sumber ekonomik akan mengalami tiga tahap perlakuan sejalan dengan
kegiatan usaha yaitu tahap pemerolehan (acquisition), pengolahan
(processing), dan penjualan/penyerahan (sales/delivery). Tahap terakhir
(penjualan) melibatkan penyerahan barang atau jasa (keluarnya sumber
ekonomik).
PSAK yang terkait dengan aset yaitu PSAK No. 09 : Penyajian Aktiva
Lancar Dan Kewajiban Jangka Pendek, PSAK No.13: Properti Investasi,
PSAK No. 16: Aset Tetap, PSAK No. 19: Aset Tidak Berwujud, PSAK No.
30: Sewa (Akuntansi Sewa Guna Usaha/Leasing), PSAK No. 48: Penurunan
Nilai Aset.

44
DAFTAR PUSTAKA

Suwarjono. 2006. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan.


Yogyakarta: BPFE
PSAK No. 09 : Penyajian Aktiva Lancar Dan Kewajiban Jangka Pendek
PSAK No. 13: Properti Investasi Psak
PSAK No. 16: Aset Tetap
PSAK No. 19: Aset Tidak Berwujud
PSAK No. 30: Sewa (Akuntansi Sewa Guna Usaha/Leasing)
PSAK No. 48: Penurunan Nilai Aset

45

Anda mungkin juga menyukai