2020
DIREKTORAT PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN _______________________________________________________________ 1
A. Latar belakang ________________________________________________________________________ 1
B. Penjelasan umum organisasi ____________________________________________________________ 2
C. aspek strategis organisasi dan isu strategis yang dihadapi ____________________________________ 7
D. sistematika __________________________________________________________________________ 9
A. LATAR BELAKANG
Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, senantiasa
berusaha melaksanakan sistem kerja pemerintahan secara bijaksana, akuntabel, transparan, efektif,
dan efisien. Hal ini sesuai dengan prinsip good governance seperti yang tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.
Laporan kinerja Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan disusun berdasarkan perjanjian
kinerja yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, terdiri atas 1 (satu)
sasaran kegiatan, yaitu meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan rujukan. Adapun
pengukuran kinerja untuk sasaran kegiatan tersebut berupa 12 (dua belas) indikator, yaitu:
1. Persentase RS yang menerapkan Rekam Medis Elektronik (RME) terintegrasi sebesar 20%.
2. Jumlah fasyankes yang diampu dalam melaksanakan telemedicine sebanyak 67 fasyankes.
3. Jumlah provinsi yang menerapkan Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) sebanyak 34
provinsi.
4. Jumlah RS yang melaksanakan respon time pelayanan operasi sectio sesarea darurat dalam
waktu ≤ 30 menit sebanyak 66 RS.
5. Persentase RS Kelas A dan B yang telah melakukan surveilans AMR sesuai standar sebesar
20%.
6. Persentase RS Rujukan dan RS Vertikal dengan pelayanan sesuai standar sebesar 70%.
7. Persentase RS milik pemerintah dengan pelayanan sesuai standar sebesar 70%.
8. Jumlah kabupaten/kota yang mengimplementasikan Public Safety Center (PSC) 119
sebanyak 250 kabupaten/kota.
9. Jumlah RS yang menyelenggarakan pendidikan dan ditetapkan sebagai RS Pendidikan
sebanyak 20 RS.
10. Jumlah RS kelas A dan B Pendidikan yang memiliki pedoman antibiotic RS dan menerapkan
Adapun struktur organisasi Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan dapat dilihat pada Gambar.
1 berikut.
3500
2877 2983
3000 2776 2813
2488 2601
2500
2465 2484
2000 1970
Jumlah RS
1500 1481
Jumlah RS Terakreditasi
1000
828
500
0 59
2015 2016 2017 2018 2019 2020
Grafik 1.1 menunjukkan peningkatan jumlah RS di Indonesia setiap tahun diikuti dengan
peningkatan persentase RS terakreditasi tahun 2015-2020, yaitu 2,4%, 31,8%, 53,3%, 70%, 85,7%
dan 83,3%. Peningkatan akreditasi tahun 2015-2019 merupakan hasil koordinasi lintas program dan
lintas sektor dengan pemangku kepentingan yang terkait antara lain unit kerja di Kementerian
Kesehatan, Kementerian Pertahanan, Puskes TNI, Pusdokkes POLRI, Pemerintah Daerah, PERSI,
KARS, ADINKES, organisasi profesi, dan lain-lain.
D. SISTEMATIKA
Mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara
Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, format penyusunan Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah adalah sebagai berikut:
I. BAB I Pendahuluan
Bab ini menyajikan latar belakang penyusunan laporan kinerja dan penjelasan umum organisasi
dengan menekankan pada aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic
issues) yang sedang dihadapi organisasi.
II. BAB II Perencanaan Kinerja
Bab ini menguraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Pelayanan
Kesehatan Tahun 2018.
III. BAB III Akuntabilitas Kinerja
A. Capaian Kinerja Organisasi
Sub Bab ini membahas mengenai pencapaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan
kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi.
B. Realisasi Anggaran
Sub Bab ini membahas mengenai realisasi anggaran yang digunakan dan yang telah
digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dokumen perjanjian kinerja.
A. PERENCANAAN KINERJA
Perencanaan Kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan dan indikator kinerja
berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam sasaran strategis. Dalam
rencana kinerja Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan tahun 2019, sebagaimana telah ditetapkan
dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dan target masing-masing indikator untuk
mencapai sasaran strategis organisasi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2020-2024, Pembinaan Pelayanan Kesehatan Rujukan memiliki
sasaran kegiatan meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan rujukan. Adapun
pengukuran kinerja untuk sasaran kegiatan tersebut berupa 12 (dua belas) indikator, yaitu:
1. Persentase RS yang menerapkan Rekam Medis Elektronik (RME) terintegrasi sebesar 20%.
2. Jumlah fasyankes yang diampu dalam melaksanakan telemedicine sebanyak 67 fasyankes.
3. Jumlah provinsi yang menerapkan Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) sebanyak 34
provinsi.
4. Jumlah RS yang melaksanakan respon time pelayanan operasi sectio sesarea darurat dalam
waktu ≤ 30 menit sebanyak 66 RS.
5. Persentase RS Kelas A dan B yang telah melakukan surveilans AMR sesuai standar sebesar
20%.
6. Persentase RS Rujukan dan RS Vertikal dengan pelayanan sesuai standar sebesar 70%.
7. Persentase RS milik pemerintah dengan pelayanan sesuai standar sebesar 70%.
8. Jumlah kabupaten/kota yang mengimplementasikan Public Safety Center (PSC) 119
sebanyak 250 kabupaten/kota.
9. Jumlah RS yang menyelenggarakan pendidikan dan ditetapkan sebagai RS Pendidikan
sebanyak 20 RS.
10. Jumlah RS kelas A dan B Pendidikan yang memiliki pedoman antibiotic RS dan menerapkan
sesuai standar sebanyak 16 RS.
11. Persentase rumah sakit yang terintegrasi pelayanan kegawatdarutannya dengan NCC/PSC
119 sebesar 20%.
12. Persentase RS yang melakukan pencatatan dan pelaporan kematian ibu sebesar 40%
B. PERJANJIAN KINERJA
Perjanjian kinerja yang diwujudkan dalam penetapan kinerja merupakan dokumen pernyataan
kinerja atau kesepakatan kinerja atau perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk
mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki. Direktorat
Pelayanan Kesehatan Rujukan menyusun perjanjian kinerja tahun 20020 mengacu pada Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024. Perjanjian kinerja ini menjadi komitmen bagi
Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan untuk mencapainya dalam tahun 2020. Perjanjian Kinerja
Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan tahun 2020 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel Perjanjian Kinerja yang Berisi Sasaran Program, Indikator Kinerja dan Target Tahun 2020
Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan
9 Jumlah RS yang 20
menyelenggarakan pendidikan
dan ditetapkan sebagai RS
Pendidikan
10 Jumlah RS kelas A dan B 16
Pendidikan yang memiliki
pedoman antibiotic RS dan
menerapkan sesuai standar
11 Persentase rumah sakit yang 20
terintegrasi pelayanan
kegawatdarutannya dengan
NCC/PSC 119
12 Persentase RS yang melakukan 40
pencatatan dan pelaporan
kematian ibu
Besaran anggaran yang tertuang pada Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kesehatan
Rujukan sebesar Rp17.467.841.910.000,- (Tujuh belas triliyun empat ratus enam puluh tujuh milyar
delapan ratus empat puluh satu juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah). Kemudian di lakukan
refocusing anggaran sehingga anggaran tahun 2020 sebesar Rp13.621.479.792.000,- (tiga belas
triliyun enam ratus dua puluh satu milyar empat ratus tujuh puluh Sembilan juta tujuh ratus
Sembilan puluh dua ribu rupiah).
SASARAN 2020
INDIKATOR KINERJA
STRATEGIS TARGET REALISASI %
Meningkatnya 1 Persentase RS yang menerapkan 20% 12,87% 64%
akses dan kualitas Rekam Medis Elektronik (RME)
pelayanan terintegrasi.
kesehatan rujukan 2 Jumlah fasyankes yang diampu dalam 67 Fasyankes 18 Fasyankes 26%
melaksanakan telemedicine.
3 Jumlah provinsi yang menerapkan 34 Provinsi 4 Provinsi 12%
Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE).
4 Jumlah RS yang melaksanakan respon 66 RS 0 RS 0%
time pelayanan operasi sectio sesarea
darurat dalam waktu ≤ 30 menit.
5 Persentase RS Kelas A dan B yang telah 20% 13% 65%
melakukan surveilans AMR sesuai
standar.
6 Persentase RS Rujukan dan RS Vertikal 70% 75% 107%
dengan pelayanan sesuai standar.
7 Persentase RS milik pemerintah 70% 59% 84%
dengan pelayanan sesuai standar.
8 Jumlah kabupaten/kota yang 250 Kab/Kota 216 Kab/Kota 86%
mengimplementasikan Public Safety
Center (PSC) 119.
9 Jumlah RS yang menyelenggarakan 20 RS 18 RS 90%
pendidikan dan ditetapkan sebagai RS
Pendidikan.
10 Jumlah RS kelas A dan B Pendidikan 16 RS 16 RS 100%
yang memiliki pedoman antibiotic RS
dan menerapkan sesuai standar.
Indikator ini merupakan Program Prioritas Nasional di tahun 2020, dari target 20% (115 RS)
tercapai 12,87% atau 74 RS. Capaian merupakan hasil pemetaan dr RS yg memiliki SIMRS
yg sudah memiliki RME minimal 3 pelayanan di awal tahun dan memberikan feedback;
bersumber dari SIRS (RS Online).
e. Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian indikator ini adalah sebagai berikut:
1. Belum semua RS rujukan yg memiliki SIMRS memiliki RME (minimal 3 pelayanan)
2. Saat ini Kamus data/nomenklatur variabel rekam medik utk RME sedang disusun oleh
Dit. PKR, dgn melibatkan tim teknis yg berasal 6 RS vertikal dan Organisasi profesi
PORMIKI
3. Belum semua RS rujukan memiliki SDM IT yg dpt membantu mengembangkan SIMRS.
4. Belum semua Direktur RS memiliki komitmen mengembangkan SIMRS, khususnya
RME
5. Masih perlunya dukungan Kemenkes untuk pengembangan SIMRS GOS dan RME, krn
pengembangan tsb di RS membutuhkan komitmen, terkait biaya yg cukup tinggi dan
kebutuhan tenaga IT programmer yg jumlahnya terbatas (kalaupun ada, lebih senang
ke sektor swasta).
6. Pelaksanaan kegiatan dipengaruhi oleh Pandemi Covid-19.
g. Realisasi Anggaran
Alokasi Anggaran untuk melaksanakan indikator ini semula sebesar Rp1.683.360.000,-
(Satu milyar enam ratus delapan puluh tiga juta tiga ratus enam puluh ribu rupiah), tetapi
kemudian direfocusing sehingga alokasi anggaran menjadi Rp275.388.000,- (Dua ratus
tujuh puluh lima juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu rupiah). Realisasinya adalah
98,5% atau sebesar Rp271,246,873,- (Dua ratus tujuh puluh satu juta dua ratus empat pulh
enam ribu delapan ratus tujuh puluh tiga rupiah).
Anggaran tersebut digunakan untuk (1) pembahasan tentang nomenklatur/kamus data
variable RME meliputi 6 pelayanan di RS (pendaftaran, instalasi gawat darurat, rawat jalan,
rawat inap, farmasi, pelayanan penunjang medik), (2) Menyelesaikan proses penyusunan
revisi Permenkes No 269/2008 tentang Rekam Medis, (3) Pelaksanaan monev terkait RS yg
telah memiliki RME pada SIMRS nya, (4) Koordinasi dan advokasi kepada Pemda/Dinkes
Prov/Kab/Kota yg di daerahnya memliki RS Rujukan (lokus RME) untuk dapat mendukung
pengembangan RME pada SIMRS di RS tersebut dan (5) Pelaksanaan bimtek untuk
mendapatkan gambaran eksisting pengembangan RME pada SIMRS di beberapa lokus
serta mengadvokasi nomenklatur variable RME.
Formula perhitungan indikator ini adalah Jumlah kumulatif fasilitas pelayanan kesehatan
Diampu yang mampu melakukan konsultasi jarak jauh dalam penegakan diagnosis
dan/atau tindakan medis melalui fasilitas telemedicine pada akhir tahun berjalan.
c. Pencapaian Kinerja
Dari target 67 Fasyankes, capaiannya adalah 26% atau 18 Fasyankes. Jika pada tahun 2015-
2019 fokus indikator telemedicine pada penguatan rs pengampu pelaksanaan
telemedicine di 34 Provinsi, maka untuk indikator telemedicine tahun 2020-2024 adalah
jumlah fasyankes yang diampu baik itu RS maupun Puskesmas yang mampu melakukan
konsultasi jarak jauh dalam penegakan diagnosis dan/atau tindakan medis melalui fasilitas
telemedicine.
Pada tahun 2015-2019 perangkat telemedicine untuk lokus 42 RS Pengampu melalui
pengadaan di Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan, namun untuk 2020 perangkat
telemedicine dipenuhi melalui mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK). Untuk tahun 2020,
jumlah Fasyankes yang mengambil menu Telemedicine pada DAK FIsik Kesehatan TA 2020
sebanyak 18 Fasyankes. Sehingga, koordinasi, bimtek dan monev terhadap pelayanan
telemedicine dilakukan di 18 Fasyankes tersebut. Berikut adalah daftar 18 Fasyankes
tersebut:
Tabel 3.3 Lokus 18 Fasyankes Pelaksana Telemedicine Tahun 2020
RS Pemberi Konsultasi
No Provinsi Kab/Kota Nama Fasyankes Tk.
Tk. Nasional
Regional/Provinsi
1 Sumatera Kepulauan PKM Malakopa RSUD Ahmad RSUP dr. M.
2 Barat Mentawai PKM Bulasat Muchtar Djamil
3 PKM Saumanganyak
4 PKM Sioban
5 PKM Mapaddegat
6 PKM Muara Siberut
7 PKM Peipei Pasakiat
Taileleu
4. Jumlah RS yang melaksanakan respon time pelayanan operasi sectio sesarea darurat dalam
waktu ≤ 30 menit.
a. Definisi Operasional
Jumlah RS yang melaksanakan operasi Sectio Caesaria darurat dengan waktu tanggap sama
atau kurang dari 30 menit dengan proporsi capaian 60% dan memenuhi kriteria inklusi:
- RS Umum Publik kelas A dan B serta RSIA kelas A, B, C
- SC darurat dengan status kesehatan fisik pre operasi ASA 1 dan 2, dan memenuhi
kriteria indikasi medis tindakan SC darurat yang ditetapkan organisasi profesi terkait
b. Cara Perhitungan
Jumlah kumulatif RS yang melaksanakan waktu tanggap operasi Sectio Caesaria darurat
dalam waktu kurang atau sama dengan 30 menit dengan proporsi capaian pelaksanaan
waktu tanggap operasi tersebut sebesar 60% dari jumlah operasi SC darurat yang
memenuhi kriteria indikasi Sectio Caesaria darurat pada akhir tahun berjalan
Kriteria inklusi yaitu :
5. Persentase RS Kelas A dan B yang telah melakukan surveilans AMR sesuai standar.
a. Definisi Operasional
Persentase RS kelas A dan B Pendidikan yang telah melakukan surveilans AMR Sesuai
standar dengan ketentuan:
- RS kelas A adalah RS Umum dan Khusus Ibu anak, paru, infeksi, jantung, kanker,
ortopedi kelas A
- RS kelas B Pendidikan adalah dan RSU kelas B yang telah ditetapkan menjadi RS
Pendidikan utama dari Fakultas Kedokteran oleh Menteri Kesehatan
- surveilans AMR sesuai standar adalah surveilans AMR sesuai standar yang telah
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan
- Denominator 82 RS (Kelas A 34 RS, Kelas B Pendidikan 48 RS)
b. Cara Perhitungan
Jumlah kumulatif RS kelas A dan B Pendidikan yang telah melakukan surveilans AMR Sesuai
standar dibagi total jumlah RS kelas A dan RS Kelas B Pendidikan dikali 100%
c. Pencapaian Kinerja
Target indikator ini adalah 20% atau 16 RS. Dari target tersebut, capaiannya adalah 13,4%
atau 11 RS yang telah memiliki surveilans AMR sesuai dengan standar. Berikut adalah
daftar 11 rs:
Tabel 3.4 Lokus 11 RS yang Telah Memiliki Surveilans AMR Sesuai Standar
6. Jumlah rs kelas A dan B Pendidikan yang memiliki pedoman antibiotic RS dan menerapkan sesuai
standar
a. Definisi Operasional
1. Jumlah RS kelas A dan B Pendidikan yang telah memilki pedoman antibiotik RS dan
menerapkan sesuai standar yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan.
2. RS kelas A adalah RS Umum dan Khusus Ibu anak, paru, infeksi, jantung, kanker,
ortopedi kelas A
3. RS kelas B Pendidikan adalah dan RSU kelas B yang telah ditetapkan menjadi RS
Pendidikan utama dari Fakultas Kedokteran oleh Menteri Kesehatan
4. Pedoman antibiotik adalah pedoman penggunaan antibiotik sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan
5. Target 82 RS (Kelas A 34 RS, Kelas B Pendidikan 48 RS)
b. Cara Perhitungan
Jumlah kumulatif RS kelas A dan B Pendidikan yang telah memilki pedoman antibiotik RS
dan menerapkan sesuai standar yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan pada tahun
berjalan.
c. Pencapaian Kinerja
Target indikator ini adalah 16 RS dan capaiannya adalah 100% dengan lokus sebagai berikut:
Tabel 3.5 Lokus 16 RS yang Telah Memiliki Pedoman Antibiotik RS
10. Persentase Rumah Sakit yang terintegrasi pelayanan kegawatdarutannya dengan NCC/PSC 119
a. Definisi Operasional
Persentase RS Rujukan yang memberikan pelayanan kegawatdaruratan yang sudah
terintegrasi dengan pelayanan NCC atau PSC 119.
Denominator 144 RS Rujukan.
b. Cara Perhitungan
Jumlah kumulatif RS Rujukan yang memberikan pelayanan kegawatdaruratan yang sudah
terintegrasi dengan pelayanan NCC atau PSC 119 pada tahun berjalan.
c. Pencapaian Kinerja
Target indikator ini adalah 20% atau 29 RS. Tetapi capaian untuk tahun 2020 adalah 0%.
d. Upaya yang Dilaksanakan untuk Mencapai Target
Pembinaan RS yang terintegrasi pelayanan kegawatdaruratan dengan NCC dan PSC 119
e. Permasalahan
Dengan adanya SE Nomor HK.02.01/MENKES/455/2020 penetapan rsp ditunda sampai
bencana covid selesai, namun rs yang sudah mengajukan penetapan dapat
menyelenggarakan pendidikan dengan membuat komitmen dan mengisi form standar rs
pendidikan.
f. Usulan Pemecahan Masalah
Usulan merevisi SE Nomor HK.02.01/MENKES/455/2020 agar dapat dilakukan penetapan
untuk RS Pendidikan terutama untuk penetapan RS Pendidikan yang baru pertama kali
mengajukan agar target yang telah ditetapkani pada tahun berikutnya telah dapat dicapai.
g. Realisasi Anggaran
Alokasi Anggaran untuk melaksanakan indikator ini awalnya sebesar Rp5.037.174.000,-
(Lima milyar tiga puluh juta seratus tujuh puluh empat ribu rupiah) tetapi karna adanya
g. Realisasi Anggaran
Tidak ada anggaran untuk melaksanakan indikator ini.
B. KEGIATAN TEROBOSAN
1. Layanan NCC Ekstensi 8 dan 9
Jumlah penduduk Indonesia yang hamper mencapai 271 juta dan secara geografis Indonesia
merupakan satu-satunya Negara yang dilalui oleh 3 lempeng tektonik yaitu lempeng Hindia
Australia, Euresia, dan lempeng Pasific yaitu yang menyebabkan Indonesia merupakan Negara
rawan gempa dan bencana alam lainnya, tetapi hal ini masih diperberat dengan ketidaksadaran
masyarakat akan masalah kesehatan serta tingkat kesenjangan sosial yang tinggi menyebabkan
Indonesia juga rawan mengalami konflik sosial.
Di satu sisi Indonesia mengalami juga beberapa kali KLB penyakit seperti : DBD, Rabies
bahkan sampai berkembangnya penyakit-penyakit yang potensial menjadi Pandemik seperti
SARS, Flu Burung dan Influenza A Baru (H1N1) termasuk Covid-19. Belum lagi terjadi perubahan
pola penyakit dari infeksi menjadi penyakit degeneratif. Pada kejadian bencana akan diikuti
oleh jatuhnya korban baik yang sakit, maupun yang meninggal dunia, demikian juga pada
kejadian pemulangan TKI paksa maupun pada Kejadian Luar Biasa (KLB) maupun wabah atau
pandemi, maka diperlukan penanganan yang cepat, tepat dan akurat.
Layanan Pra Hospital selama ini belum mendapat perhatian karena beranggapan bahwa
masyarakat harus datang ke fasilitas kesehatan dengan berbagai moda transportasi saat
mereka butuhkan bantuan kesehatan. Dengan adanya kode akses 119 yang dapat di jangkau di
seluruh Indonesia perlu dilakukan penguatan layanan pra rumah sakit di Indonesia. Pasien –
Jumlah RS yang melaksanakan respon time pelayanan operasi sectio sesarea darurat dalam waktu ≤ 30 menit
Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa indikator Persentase RS Rujukan dan RS Vertikal
dengan pelayanan sesuai standar mendapatkan alokasi anggaran terbesar yaitu 99,8% dari
total anggaran. Selanjutnya ada indikator Jumlah Kabupaten/Kota dengan pelayanan sesuai
standar yang mendapatkan 0,0962%, yang didalamnya ada Pengadaan Pusat Komando
Nasional SPGDT Call Center 119 senilai Rp 11.807.463.000,- (Sebelas milyar delapan ratus
tujuh juta empat ratus enam puluh tiga ribu rupiah).
Sedangkan untuk realisasi anggaran pada tiap indikator bervariasi dengan rata-rata realisasi
adalah 99,98%, realisasi terendah adalah indikator Jumlah fasyankes yang diampu dalam
melaksanakan telemedicine yaitu 55,59%. Adanya pandemi Covid-19 berpengaruh pada
pelaksanaan kegiatan karena ada keterbatasan dalam pelaksanaan kegiatan besar dan
pelaksanaan kegiatan dilakukan sebagian besar melalui metode daring. Berikut gambar
persentase realisasi dari masing-masing indikator:
120.00%
98.50% 99.90% 99.99% 100.00%
100.00% 96.75%
98.09%
91.51% 98.20% 88.87%
80.00%
60.00% 72.47%
55.59%
40.00%
20.00%
0.00%
Realisasi anggaran per Sub Direktorat pada Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan tahun
2020 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel Realisasi Anggaran Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan Tahun 2020 Per Subdit
REALISASI
NO SUBDIT PAGU
Rp %
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa realisasi paling tinggi ada di Subagian Tata Usaha
sebesar 99,996% dan realisasi paling besar ada di Subdit Pelayanan Penunjang sebesar
79,97%.
Masalah dan hambatan dari realisasi anggaran Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan
adalah adanya pandemic covid-19 yang mengakibatkan terbatasnya metode pelaksanaan
kegiatan. Untuk kegiatan pertemuan besar seperti workshop tidak dapat dilaksanakan.
Metode kegiatan terbatas melalui daring. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi realisasi
anggaran. Selain itu pelaksanaan monev dan bimtek dapat dilakukan dengan mengutamakan
protocol kesehatan dan jumlah peserta yang tidak terlalu banyak.
TOTAL 82
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah pegawai di Subbagian Tata Usaha yang
paling banyak yaitu 20 orang, karena termasuk tenaga pramubakti termasuk kedalam
pegawai Subbagian Tata Usaha. Perlu dilihat kembali mengenai beban kerja di 5 Subdit dan
Subagian Tata Usaha dengan jumlah pegawai yang tersedia.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa 82 orang pegawai di Direktorat Pelayanan Kesehatan
Rujukan terdiri dari PNS dan Pramubakti, dengan persentase PNS lebih besar yaitu 79% dari
total pegawai.
Jenis Kelamin
No Nama Satuan Organisasi Jumlah
PRIA WANITA
Direktur Pelayanan Kesehatan
1 0 1 1
Rujukan
Subdirektorat Pelayanan Medik
2 1 8 9
dan Keperawatan
Subdirektorat Pelayanan
3 2 9 11
Penunjang
Subdirektorat Pelayanan Gawat
4 9 3 12
Darurat Terpadu
Subdirektorat Pengelolaan
5 Rujukan dan Pemantauan Rumah 3 9 12
Sakit
Subdirektorat Rumah Sakit
6 2 8 10
Pendidikan
7 Subbagian Tata Usaha 5 5 10
TOTAL 22 43 65
Pada tabel diatas dapat dilihat dari 65 orang PNS di Direktorat Pelayanan Kesehatan
Rujukan, pegawai wanita lebih banyak dari pegawai pria yaitu 66%.
Pendidikan
Nama Satuan
No Spesialis Jumlah
Organisasi S3 S2 S1 D IV D III SMA
1/2/A V
1 Direktur 0 0 1 0 0 0 0 1
Subdirektorat
2 Pelayanan Medik dan 1 4 3 1 0 0 0 9
Keperawatan
Subdirektorat
3 0 7 0 2 0 0 1 11
Pelayanan Penunjang
Subdirektorat
4 Pelayanan Gawat 0 11 0 1 0 0 0 12
Darurat Terpadu
Subdirektorat
5 1 9 0 0 0 0 2 12
Pengelolaan Rujukan
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan PNS di Direktorat Pelayanan
Kesehatan Rujukan bervariasi mulai dari SMA sampai dengan S3, dan yang paling banyak
adalah Pendidikan S2 sebesar 58%.
Golongan
No Nama Satuan Organisasi II III IV
C A B C D A B C D
Direktur Pelayanan Kesehatan
1 0 0 0 0 0 0 0 1
Rujukan
Subdirektorat Pelayanan Medik
2 0 0 2 4 2 1 0 0
dan Keperawatan
Subdirektorat Pelayanan
3 0 1 2 2 6 0 0 0
Penunjang
Subdirektorat Pelayanan Gawat
4 0 0 1 7 3 1 0 0
Darurat Terpadu
Subdirektorat Pengelolaan Rujukan
5 0 2 5 2 2 1 0 0
dan Pemantauan Rumah Sakit
Subdirektorat Rumah Sakit
6 0 1 1 4 4 0 0 0
Pendidikan
7 Subbagian Tata Usaha 1 0 6 2 1 0 0 0 0
TOTAL 1 0 10 13 20 17 3 0 1
Berdasarkan hasil laporan Posisi Barang Milik Negara Direktorat Pelayanan Kesehatan
Rujukan berdasarkan Neraca sampai dengan 31 Desember 2020 nilai BMN sebesar
Rp536.102.649.801,- dengan angka penyusutan sebesar Rp398.375.521.710,-, sehingga
tercatat netto sebesar Rp137.727.128.091,-
Kondisi
No Jenis barang Jumlah
Baik Rusak
1 Sepeda Motor 1 1
2 Laptop 47 47
3 LCD Proyektor 10 10
4 Meja Direktur 1 1
5 Meja Kasubdit 5 5
6 Meja Kasie 10 10
7 Meja Staf 82 82
9 Meja Rapat 1 6 7
10 Kursi Rapat 33 55 88
11 Kursi Tamu 5 5
12 Filling Cabinet 52 52
13 Lemari Besi 31 31
14 Brankas 1 1
15 Komputer 83 83
16 Printer 85 24 109
18 Scanner 13 13
19 MesinFotocopy 2 2
21 Kulkas 1 pintu 1 1
22 Kulkas kecil 1 1
Secara umum dapat disimpulkan bahwa Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan telah dapat
mencapai target dan merealisasikan program dan kegiatan tahun 2020, khususnya yang ditetapkan
dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024.
Realisasi program tahun 2020 ini merupakan pentahapan pencapaian sasaran RPJMN dan
Rencana Strategis Pembangunan Kesehatan yang telah ditetapkan dan akan dilaksanakan
berkesinambungan pada tahun-tahun mendatang.
Laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan juga diharapkan dapat
digunakan sebagai alat informasi kinerja untuk peningkatan kinerja dimasa yang akan datang.