Disusun oleh:
Puji syukur Kehadirat Allah SWT berkah rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini walaupun masih
banyak kekurangan. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun sebagai
pemenuhan tugas “Fungsi Agama dalam Sains dan Teknologi”.
Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan dapat membantu
meningkatkan pengetahuan para pembaca, sehingga lebih memahami tentang
materi “Fungsi Agama dalam Sains dan Teknologi”. Penulis akui makalah ini
masih banyak kekurangan dan kekeliruan dikarenan masih minimnya pengalaman
yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kepada pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Tempat, tanggal
Penulis
ii
Daftar Isi
Halaman Sampul
Kata Pengantar......................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan dan Manfaat.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sains dan Teknologi dalam Agama.............................................................3
2.2 Fungsi Agama dalam Sains dan Teknologi.................................................4
2.3 Kedudukan Agama.......................................................................................6
2.4 Motivasi Beragama.......................................................................................7
2.5 Fungsi Agama dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Keperawatan. .8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................16
3.2 Saran..............................................................................................................16
Daftar Pustaka.......................................................................................................iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
lebih berhati-hati terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang dari waktu
ke waktu tentunya akan terus mengalami perkembangan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
kesejajaran signifikan pada metodenya. Pertanyaan dalam ilmu pengetahuan
bisa dipecahkan dengan pemahaman tentang doktrin, dan begitu pula
sebaliknya. Terdapat irisan yang dapat diperbandingkan satu sama lain,
sehingga terjadi dialog antara pemahaman doktrin agama dengan
pemahaman ilmiah.
Pola hubungan yang keempat adalah pola hubungan yang
menggambarkan bahwa agama dengan sains berhubungan secara
terintegrasi. Integrasi Agama dengan Sains dipahami dalam dua konsep,
yaitu teologi alamiah dan teologi alam. Pertama adalah teologi alamiah
(natural theology), yaitu usaha untuk memandang keteraturan alam dalam
kerangka kerja ide-ide teologi yang terutama berasal dari penafsiran wahyu
historis dan pengalaman religius. Bahwa temuan-temuan ilmiah adalah
sarana mencapai Tuhan. Sains merupakan bagian dari ayat-ayat Allah yang
perlu digali dan dicari kebenarannya.
4
Akibatnya, pada abad ke-20 interaksi antara sains dan agama secara
perlahan mengalami keragaman bentuk secara dinamis. Temuan-temuan
baru para saintis mengundang respon dari agamawan yang tetap berusaha
mempertahankan gagasangagasan keagamaan klasik. Sebagai bentuk
responnya, sebagian tetap berupaya berpegang pada doktrin tradisional,
namun sebagian lain mulai berani meninggalkan tradisi lama, serta sebagian
yang lain berinisiatif merumuskan kembali konsep keagamaannya secara
ilmiah. Menurut Barbour, memasuki era milenium bermunculan secara
masif minat terhadap isu-isu tersebut di kalangan saintis, teolog, media, dan
masyarakat umum (2002: 3) (Hidayatullah, Syarif, 2019).
Dalam (Ilmi, Zainal 2012) peran penting agama islam dalam sains dan
teknologi diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Akidah Islam sebagai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah
Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah
paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin
saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui
atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap
membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan
hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan.
Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa
di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan system
ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram.
Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap
diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan
keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus
bertolak belakang dengan Aqidah Islam. Namun di sini perlu dipahami
dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek,
bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari Al-Qur`an dan
Al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi
5
benar salahnya dengan tolok ukur AlQur`an dan Al-Hadits dan tidak
boleh bertentangan dengan keduanya.
2. Syariah Islam Standar Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah
Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram
(hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam
pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam.
Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah
diharamkan syariah Islam. Karena itu, sudah saatnya standar manfaat
yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu
standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya
meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki
bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi
manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT
yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam.
Hubungan antara Islam dan sains dapat diketahui dengan dua sudut
pandang. Pertama, apakah konsepsi dalam Islam melahirkan keimanan dan
sekaligus rasional, atau semua gagasan ilmiah itu bertentangan dengan
agama. Sudut pandang kedua, merupakan landasan dalam membahas
6
hubungan antara Islam dan sains, yakni bagaimana keduanya ini
berpengaruh pada manusia. Agama dan sains sama-sama memberikan
kekuatan, sains memberi manusia peralatan dan mempercepat laju
kemajuan, agama menetapkan maksud tujuan upaya manusia dan sekaligus
mengarahkan upaya tersebut. Sains membawa revolusi lahiriah (material),
agama membawa revolusi batiniah (spiritual). Sains memperindah akal dan
pikiran, agama memperindah jiwa dan perasaan. Sains melindungi manusia
dari penyakit, banjir, badai, dan bencana alam lain. Agama melindungi
manusia dari keresahan, kegelisahan dan rasa tidak nyaman. Sains
mengharmoniskan dunia dengan manusia dan agama menyelaraskan dengan
dirinya.
7
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Ayat di atas menunjukkan kepada kita betapa Islam memberikan
perhatian yang besar terhadap ilmu. Apapun bentuk ilmu itu, selama bias
memberikan kemanfaatan, maka ilmu tersebut harus dicari. Allah dan Rasul
Nya tidak menyebut suatu disiplin ilmu tertentu yang menjadi penyebab
seseorang akan diangkat derajatnya oleh Allah, demikian juga tidak
menyebut dengan menunjuk ilmu-ilmu tertentu untuk dipelajari.
a. Cloning
Perkembangan teknologi berpengaruh disemua segi kehidupan,
termasuk dalam bidang kesehatan. Salah satu bentuk kecanggihan
teknologi di dunia medis diantaranya mampu menduplikasi makhluk
hidup yang dikenal dengan cloning. Cloning adalah teknik membuat
keturunan dengan genetik yang sama dengan induknya pada makhluk
hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan, maupun manusia. Proses
cloning terbagi menjadi empat cara, yaitu:
Pertama, menggunakan inti sel (nucleus) nya sendiri, bukan dari
Pendonor
8
Kedua, mengambil inti sel (nucleus of cells) dari pendonor,
kemudian ditanam ke dalam ovum wanita yang nukleusnya telah
dikosongkan
Ketiga, menanamkan inti sel (nucleus) jantan ke dalam ovum wanita
yang telah dikosongkan nukleusnya. Sel jantan bisa dari hewan atau
manusia. Dan jika dari manusia boleh dari pria lain atau suaminya
sendiri.
Keempat, cloning yang dilakukan dengan cara pembuahan
(fertilization) ovum oleh sperma (tanpa hubungan seks) dengan
proses tertentu bias menghasilkan embrio-embrio kembar.
Dari beberapa cara cloning, muncul pendapat bahwa hukum cara pertama
dan kedua adalah haram. Hal ini diqiyaskan kepada hukum lesbian serta
timbulnya ketidakjelasan pada nasab atau garis keturunan. Sedangkan
pada cara ketiga dan keempat, diharamkan jika sel sperma bukan milik
suami sendiri atau bahkan dari hewan. Akan tetapi kebolehan cloning
dari sel sperma suami masih melihat bahaya dan kemaslahatannya. Para
pakar keilmuan dan agamawan masih mendiskusikan hukum terhadap
masalah ini.
9
menjadikan kamu berbangsa–bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS al-Hujurât, 49: 13)
Hasil cloning akan kehilangan garis keturunan (nasab). Cloning
bertujuan memproduksi manusia-manusia unggul dalam hal
kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, kerupawanan,
mengharuskan melakukan seleksi terhadap orang-orang yang
akan dicloning, tanpa memperhatikan apakah mereka suami-isteri
atau bukan, sudah menikah atau belum. Sel-sel tubuh itu akan
diambil dari perempuan atau laki-laki yang terpilih. Semua ini
akan mengacaukan, menghilangkan dan membuat bercampur
aduk nasab.
b. Bayi tabung
Bayi tabung dalam bahasa kedokteran disebut in Vitro fertilization
(IVF) adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan cara
mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu wadah khusus
tanpa melalui senggama. Pada awalnya, program bayi tabung mempunyai
tujuan untuk menolong suami istri yang belum memiliki keturunan sacara
alami. Namun pada perkembangannya program ini juga diperuntukkan
bagi pasien yang memiliki penyakit atau kelainan lain yang
menyebabkan tidak mungkin memiliki keturunan secara alami.
Menurut pandangan Islam, masalah bayi tabung tidak terdapat
hukum secara pasti dalam al-Qur’an maupun Hadist. Dalam hal ini peran
mujtahidin sangat penting dalam penyelesaian hukum Islam. Setelah
dilakukan berbagai pendekatan oleh para ulama dan ilmuwan muslim
dari berbagai disiplin ilmu, maka ulama menetapkan fatwa tentang bayi
tabung. Akhirnya pada tanggal 13 Juni 1979 MUI menetapkan
keputusan-keputusan terkait masalah ini, diantaranya adalah:
10
Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan yang sah
hukumnya adalah mubah (boleh). Asalkan inseminasi buatan
merupakan cara satu-satunya dalam memperoleh keturunan.
Proses bayi tabung dari pasangan suami istri yang dititipkan di
Rahim perempuan lain hukumnya adalah haram. Hal ini diputuskan
karena akan menimbulkan masalah lain yaitu warisan antara anak
dengan dua ibu (ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang
melahirkan)
Bayi Tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah
meninggal dunia hukumnya adalah haram. Hal ini berdasarkan
kaidah Sadd az-zari’ah, sebab akan menimbulkan masalah yang
berkaitan dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan.
Bayi Tabung yang sperma dan ovumnya tidak berasal dari
pasangan suami- istri yang sah hukumnya adalah haram.
Disebabkan karena statusnya sama dengan hubungan kelamin antar
lawan jenis diluar pernikahan atau perzinahan serta merendahkan
martabat manusia. Hal ini bertentangan dengan kemuliaan yang
diberikan oleh Allah kepada manusia. Firman Allah SWT yang
artinya sebagai berikut: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan,
Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan”.(Q.S. Al-Isra’ : 70)
c. Bunuh diri
Dalam Agama Islam, bunuh diri merupakan tindakan terlarang
yang sangat dibenci oleh Allah.Ancaman dosanya pun tidak tanggung-
tanggung dan begitu mengrugikan. Bahkan dalam hadist dijelaskan
bahwa pelaku bunuh diri akan kekal mendekam di neraka jahanam.
Dalam agama Islam, bunuh diri dengan alasan apapun adalah haram.
Orang yang melakukan perbuatan ini terancam akan mendapatkan dosa
11
yang sangat besar. Sebab hidup dan matinya seseorang itu berada di
tangan Allah SWT dan merupakan karunia dan wewenang dari Allah.
Allah SWT melarang umatnya untuk melakukan pembunuhan
ataupun bunuh diri. Bagi mereka yang melanggarnya akan dikenaksn
dengan neraka dan ia akan kekal di dalamnya. Allah SWT berfirman
didalam Alquran yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu." [QS. An-Nisa' ayat 29] (Jamil, Zoni 2020).
Dalam pengertian medis, membantu seseorang untuk meninggal
dunia lebih cepat demi membebaskannya dari penderitaan akibat
penyakitnya disebut dengan istilah Euthanasia. Kebijakan euthanasia
muncul ketika ilmu pengetahuan kedokteran belum mampu
menyembuhkan penyakit yang mematikan, dan penyakit itu telah
menimbulkan penderitaan yang berat pada pasiennya. Penderitaan bukan
hanya pada pasien, tetapi juga pada keluarganya. Perawatan yang
berkepanjangan, biaya rumah sakit yang membebani ekonomi keluarga,
pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran.
Berdasarkan caranya, euthanasia diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu:
a. Euthanasia Pasif, baik atas permintaan ataupun tidak atas permintaan
pasien. Yaitu, dokter secara sengaja tidak memberikan bantuan medis
yang dapat memperpanjang hidup pasien.
b. Euthanasia Aktif, baik atas permintaan ataupun tidak atas permintaan
pasien. Yaitu, dokter secara sengaja melakukan tindakan untuk
memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.
Mengenai pro dan kontra, hampir semua agama menolak adanya hak
menusia untuk mati, dalam pengertian bahwa manusia itu sendiri
menetapkan kapan boleh mati. Dalam ajaran Islam juga melarang
manusia untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Hal ini sesuai dengan
firman Allah yang artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu,
12
sesungguhnya Allah sangat penyayang terhadap kamu” (Q.S. An-Nisa’:
29).
Seseorang sama sekali tidak berwenang melenyapkan jiwa tanpa
kehendak dan aturan Allah. Tindakan menghilangkan jiwa hanya
diberikan kepada lembaga peradilan (pemerintahan Islam) sesuai dengan
aturan Pidana Islam, dengan tujuan memelihara dan melindungi jiwa
manusia secara keseluruhan.
Para tokoh Islam di Indonesia sangat menentang dilakukannya
euthanasia. Pembunuhan untuk menghilangkan penderitaan pasien, sama
dengan larangan Allah membunuh anak dengan tujuan kemiskinan.
Tindakan dokter dengan memberikan obat atau suntikan dengan sengaja
untuk mengakhiri hidup pasien adalah termasuk pembunuhan yang
disengaja.
Jadi, apabila tindakan itu berupa euthanasia aktif, Islam
mengharamkannya. Sedangkan terhadap euthanasia pasif, para ahli, baik
dari kalangan kedokteran, ahli hukum pidana, maupun para ulama
sepakat untuk membolehkannya. Tindakan ini sebenarnya sudah sering
kita jumpai di masyarakat kita, dengan cara membawa pulang pasien ke
rumah karena memang sudah tidak memiliki fungsi organ yang member
kepastian hidup.
13
unclaimed body atau bisa juga diperoleh dari seseorang yang telah
berwasiat akan mendonorkan tubuhnya (Shaikh, 2015).
Penggunaan kadaver sebagai objek pembelajaran anatomi pada
dasarnya memang diperbolehkan. Semua agama dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa tidak ada satupun yang melarang penggunaan
mayat seseorang sebagai media pembelajaran anatomi. Hal ini
dikarenakan masing masing agama mempertimbangkan banyaknya
manfaat yang diambil dan sedikit kerugian yang didapatkan ketika
menggunakan mayat manusia untuk pembelajaran anatomi. Walaupun
demikian penggunaan mayat manusia untuk tujuan pengajaran maupun
penelitian masih di kelilingi oleh masalah adab dan etika terhadap
cadaver (Salamah, 2006).
Dalam hukum Islam, kadaver pada dasarnya mempunyai dasar
hukum seperti jenazah (manusia yang sudah mati atau tidak bernyawa).
Walaupun sudah tidak bernyawa, kadaver masih mempunyai hak dan
kewajiban moral yang harus dipenuhi oleh siapa saja yang
memanfaatkannya baik sebagai media pembelajaran maupun media
penelitian. Hak dan kewajiban moral tersebut adalah kadaver harus
digunakan sebagaimana mestinya yakni sebagai media pembelajaran
bukan media bermain. Kadaver harus diletakkan di tempat sebagaimana
mestinya dan tidak diperbolehkan menjadikan kadaver sebagai objek
sanda gurau apalagi sampai mengatakan hal-hal yang tidak-tidak
mengenai kadaver semisal ‘Kadaver ini pasti dulu orang nakal’ atau
‘kadaver ini badannya sudah jelek’ maupun kata-kata lain yang
sejenisnya. Hal ini selaras dengan apa yang pernah disabdakan
Rasulullah dalam haditsnya. Rasulullah bersabda “Dari Aisyah bahwa
Rasulullah SAW berkata: “Mematahkan atau menghancurkan tulang
orang yang sudah mati itu (dosanya) sama saja dengan memecahkan
tulang orang dalam keadaan hidup” (HR. Abu Daud). Dalam hadits yang
lain Rasulullah juga bersabda “Dari Aisyah RA katanya Nabi SAW
bersabda “janganlah kamu memaki orang yang telah mati karena
14
sesungguhnya mereka telah menemui apa yang mereka amalkan semasa
hidupnya” (HR. Bukhari).
Praktek pembedahan terhadap jenazah dapat dibenarkan apabila
dalam kondisi darurat atau adanya hajat seperti dalam rangka
pembelajaran untuk ilmu kedokteran. Sebagaimana disebutkan dalam
kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, juz 4, halaman 160 yang artinya
sebagai berikut: “Boleh melakukan otopsi jenazah ketika sangat
dibutuhkan untuk tujuan medis, atau untuk mengetahui sebab kematian,
menentukan bentuk pidana yang diduga karena dibunuh atau lainnya jika
hal itu bisa memberikan bukti yang valid dalam masalah hukum sehingga
orang yang salah tidak terzalimi dan pelaku kriminal tidak bisa
menghindar dari hukuman.”
15
BAB III
PENUTUP
a.1 Kesimpulan
Secara umum pola hubungan antara agama dan sains teknologi dapat
dikategorikan ke dalam empat pola hubungan, yaitu pertentangan,
independen atau terpisah, dialog, dan menyatu atau terintegrasi. peran
penting agama islam dalam sains dan teknologi antara lain sebagai aqidah
dan syariah. Agama memiliki kedudukan yang penting dalam sains dan
teknologi begitu juga sebaliknya. Agama tanpa sains berakhir dengan
kemandekan. Sehingga apabila agama tanpa sains hanya akan dijadikan alat
orang-orang munafik mencapai tujuannya. Sains tanpa agama bagaikan
lampu terang yang dipegang pencuri yang membantu pencuri lain untuk
mencuri barang berharga di tengah malam. Agama mendorong manusia
untuk terus belajar dan pempelajari sains dan teknologi.
a.2 Saran
Dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, sains dan
teknologi sebaiknya harus didasarkan pada agama. Karena sains dan agama
adalah dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Sebagai mahasiswa
kesehatan juga sabaiknya harus memperhatikan etika sebagaimana yang
telah ditetapkan dalam agama, seperti bagaimana etika ketika menggunakan
cadaver sabagai bahan pembelajaran.
16
Daftar Pustaka
Ilmi, Zainal. 2012. Islam sebagai Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Jurnal Komunikasi dan Sosial Keagamaan. 15(1), 96.
https://lp2stm.or.id/2019/11/03/peran-islam-dalam-perkembangan-ilmu-
pengetahuan-dan-teknologi/
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/una/article/download/15193/pdf
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/27563/5.%20BAB
%20I.pdf?sequence=5&isAllowed=y
Jamil, Zoni. 2020. Setiap Pelaku Bunuh Diri Tempatnya Neraka Jahanam. Artikel
Barometer. (Online). http://www.barometer99.com/2020/05/setiap-pelaku-
bunuh-diri-tempatnya.html. Diakses pada 1 November 2021.
Mu’adz, dkk. 2016. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Sodoarjo: Umsida Press.
Soehadha, Moh. 2019. Integrasi Islam dan Sains Teknologi dalam Pengabdian
Masyarakat; Transformasi Islam dalam Wilayah Praksis Keseharian
Masyarakat. Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, 19(2), 153-162.
Sukorejo, Zainal Abidin. 2021. Hukum Membedah Kadaver dalam Islam. Artikel
Bincang Syariah. (Online). https://bincangsyariah.com/kalam/hukum-
membedah-cadaver-dalam-islam/. Diakses pada 1November 2021.
iv