Anda di halaman 1dari 3

NASKAH TUGAS MATA KULIAH UNIVERSITAS TERBUKA SEMESTER: 2021/22.

1
(2021.2)

Fakultas : FE/Fakultas Ekonomi

Kode/Nama MK : EKMA4367/Hubungan Industrial

1. 3 (tiga) level kegiatan hubungan industrial antara lain :


a. Hubungan Industrial dengan Pendekatan Konflik
Pendekatan ini dibangun bahwa di iklim masyarakat bebas, maka siapa yang kuat
akan menekan yang lemah. Meminjam istilah Presiden Soekarno, maka akan terjadi
eksploitasi manusia oleh manusia (exploitation l’homme par l’homme). Untuk
mencegah hal tersebut, maka harus diciptakan keadaan di mana pihak pekerja dan
pihak pengusaha memiliki kekuatan yang sama dan seimbang agar hubungan
perburuhan menjadi kondusif.
b. Hubungan Industrial dengan Pendekatan Kooperatif
Pendekatan ini memberikan peran terbesar kepada Pemerintah. Pihak pengusaha dan
pihak pekerja hanya mengikuti arahan dan kebijakan yang sudah ditentukan oleh
Pemerintah. Pihak buruh dan pengusaha biasanya berada dalam posisi yang sama
karena arahan Pemerintah.
c. Hubungan Industrial dengan Pendekatan Campuran
Pendekatan ini menggabungkan dua pendekatan yang ada sebelumnya dengan
mengambil kebaikan dari masing-masing pendekatan. Faktor penunjang dari
pendekatan ini adalah pendidikan hukum perburuhan. Pendekatan ini bertujuan untuk
menciptakan harmoni, ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha (industrial
peace).
2. Tiga dimensi yang dimaksudkan oleh allen dan meyer ialah:
a. Komitmen afektif. Komitmen ini berkaitan dengan emosional seseorang yang
menyebabkan adanya keterlibatan emosional seseorang pada suatu organisasi
b. Komitmen kontinyu. Komitment ini mencangkup persepsi seseorang atas biaya dan
risiko saat meninggalkan organisasi. Komitmen ini terjadi dengan pertimbangan
pengorbanan orang tersebut jika meninggalkan organisasi dan ketiadaan pilihan bagi
orang tersebut
c. Komitmen normatif. Komitmen yang didasari atas perasaan wajib dan bertanggung
jawab pada organisasi dimana seseorang terlibat.

3. a. Sejarah singkatnya sebagai berikut :


Peristiwa aksi buruh menjadi tidak atau kurang muncul pada abad ke-19 lebih
disebabkan belum ada organisasi serikat buruh. Ciri serikat buruh ini adalah tidak ada
motif ekonomi dalam proses pendiriannya, tidak ada masalah sekitar tahun berdirinya
serikat-serikat buruh tersebut. Faktor yang mendorong pembentukan mereka adalah
pertumbuhan pergerakan buruh di Belanda. Sekitar tahun 1860-1870 di Nederland
mengalami pertumbuhan pergerakan buruh dan sejak ada pengaruh gerakan sosial
demokrat yang mendorong berdirinya National Arbeids Secretariats (NAS) sebagai induk
organisasi.
Pada saat itu di Hindia Belanda menetapkan pasal 111 Regeling Reglement (RR)
yang melarang dilakukannya rapat dan pembentukan sebuah organisasi tanpa ijin khusus
dari pemerintah kolonial. Namun, pada tahun 1903 pemerintah kolonial menerapkan
desentralisasi susunan pemerintah kolonial dan menetapkan Bandung, Semarang,
Surabaya, dan Batavia menjadi suatu gemente/ kota dan pengeturannya dilaksanakan oleh
gementeraad (dewan kota), yang kemudian menjadikan pasal 111 RR tidak berlaku.
Pembentukan serikat-serikat oleh buruh impor, selain merupakan pengaruh dari
perkembangan gerakan buruh yang berlangsung di Eropa pula merupakan bagian dari
kepentingan politik terbatas kehidupan kota. Perkembangan selanjutnya dalam
keanggotaannya serikat buruh ini tidak hanya merekrut anggota impor saja, melainkan
juga menerima kalangan bumiputera. Belanda membentuk serikat buruh di negeri-negeri
jajahan. Banyaknya buruh kulit putih di negeri jajahan ini juga bersangkutan dengan
semakin berkembangnya industri, terutama industri perkebunan, yang kemudian
menuntut dikembangkannya sarana transportasi yang menghubungkan lahan kebun,
pabrik dan pasar-pasar, didirikannya sekolah-sekolah untuk mencetak tenaga perkebunan
yang handal dari kalangan pribumi, maupun perluasan jajaran birokrasi yang diperlukan
untuk mengatur perekonomian modern yang lebih kompleks tersebut.
Berturut-turut lahirlah Nederlandsch-Indisch Onderwijzer Genootschap (1897),
Statspoor Bond (serikat kereta api negeri, 1905), Suikerbond (serikat buruh gula, 1906),
Cultuurbond Vereeniging v. Asistenten in Deli (serikat pengawas perkebunan Deli,
1907), Vereeniging von Spoor en Tramweg Personeel in Ned-Indie (serikat buruh kereta
api dan trem, 1908), dll.
Sekalipun pada awalnya serikat-serikat buruh ini dibangun oleh buruh-buruh kulit
putih, namun semangat internasionalis dari gerakan buruh, yang saat itu sedang kuat di
Eropa, meluber juga ke Hindia Belanda. Banyak serikat buruh yang tadinya eksklusif
untuk kulit putih ini perlahan-lahan membuka pintu untuk bergabungnya buruh-buruh
pribumi. Selain itu, persinggungan antara buruh-buruh pribumi dengan buruh-buruh kulit
putih telah menularkan pula keinginan untuk membangun serikat buruh sendiri di
kalangan pribumi.
Program pendidikan merupakan salah satu program dalam politik balas jasa di
awal tahun 1900 memberi nuansa baru dalam perkembangan intelektual bumiputera
ditambah dengan pembentukan serikat-serikat oleh buruh impor yang kemudian memicu
serikat buruh dibangun oleh kaum pribumi. Serikat buruh pribumi antara lain
Perkumpulan Bumiputra Pabean (PBP) tahun 1911, persatuan Guru Bantu (PGB) tahun
1912, perserikatan Guru Hindia-Belanda (PGHB) tahun 1912, Persatuan Pegawai
Pegadaian bumiputra (PPPB) tahun 1914, Perhimpunan Kaum Buruh dan Tani (PKBT)
didirikan tahun 1917 di lingkungan industri gula.
Persatuan Kaum Buruh (PPKB) adalah gagasan dari Sosorokardono, ketua PPPB
(Pegawai Pegadaian) tahun 1919 yang dikemukakan dalam kongres SI ke IV, pada
Oktober 1919 di Surabaya. Berdirilah PPKB dengan Semaoen sebagai ketua dan
soerjopranoto sebagai wakil ketua. Tujua dibentuknya PPKB adalah bermaksud untuk
mengajak da mengadakan persatuan antara kaum buruh sederajat sehingga mendapat
suatu kekuasaan yang akan dipergunakan untuk kesejahteraan kaum buruh.
b. Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menjamin hak setiap orang atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat. Dengan demikian hak pekerja atau buruh untuk bebas berserikat dijamin oleh
konstitusi.
4. a. Menilik pada tujuan dari serikat pekerja tersebut, maka setidaknya ada 6 fungsi dari
serikat pekerja/serikat buruh yaitu:
- sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian
perselisihan industrial;
- sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan
sesuai dengan tingkatannya;
- sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan
berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan
anggotanya;
- sebagai perencana, pelaksana, dan penanggungjawab pemogokan pekerja/buruh
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan;
- sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di
perusahaan;
b. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh
menegaskan bahwa pekerja buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan
kedudukan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang
layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam satu organisasi, serta mendirikan
dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

Anda mungkin juga menyukai