Anda di halaman 1dari 18

KOMUNIKASI MASSA & MEDIA

Dari buku “Perkembangan Teknologi Komunikasi (Nurudin)” dengan beberapa penyesuaian

Modul “Dampak Teknologi Komunikasi” (Part 2)

Dosen Pengampu: Endrian Kurniadi, S.Kom., M.I.Kom.

C. Berbagai Dampak Teknologi Komunikasi ...................................................................... 1


1. Dampak Sosial ............................................................................................................ 1
a. Teknologi Mengatasi Ruang dan Waktu .................................................................. 1
b. Manusia Mulai Akrab dengan Benda ....................................................................... 1
c. Ketergantungan Tinggi pada Teknologi ................................................................... 2
2. Dampak Budaya ......................................................................................................... 3
a. Budaya Seragam ...................................................................................................... 3
b. Imperialisme Budaya ............................................................................................... 4
c. Lunturnya Cinta Budaya Sendiri .............................................................................. 5
3. Dampak Ekonomi ....................................................................................................... 6
a. Kapitalisme Global .................................................................................................. 6
b. Industrialisasi .......................................................................................................... 7
c. Efisiensi Biaya......................................................................................................... 8
4. Dampak Politik ........................................................................................................... 9
a. Demokratisasi .......................................................................................................... 9
b. Penjajahan Politik.................................................................................................. 11
c. Transparansi Politik ............................................................................................... 12
D. Antisipasi Dampak ...................................................................................................... 13
1. Literasi Teknologi ..................................................................................................... 14
2. Peran Pemerintah ...................................................................................................... 15
3. Kesadaran Masyarakat .............................................................................................. 17

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA

2021
C. Berbagai Dampak Teknologi Komunikasi

1. Dampak Sosial

a. Teknologi Mengatasi Ruang dan Waktu

Saat teknologi modern belum ditemukan, dua orang yang berbicara harus bertemu secara
fisik di sebuah tempat. Ia harus bertemu dengan meluangkan waktu, tenaga, serta biaya. Bila
dua orang itu terpisah dalam jarak puluhan atau ratusan kilometer, mereka harus bertemu secara
fisik untuk melangsungkan pembicaraan. Saat seseorang berada di dua gedung yang berbeda,
mereka harus berteriak untuk memanggil salah satunya. Mengapa orang zaman dahulu bisa
melakukan itu semua? Karena memang belum ada teknologi untuk mengatasinya. Jika kondisi
di atas harus dilakukan individu yang hidup di era sekarang begitu repotnya, bukan?

Karenanya, teknologi komunikasi mengatasi ruang dan waktu. Saat orang berbicara dengan
orang lain tidak akan terbatas pada ruang. Artinya, dimana pun orang berada asal terjangkau
teknologi, komunikasi tetap bisa dilakukan. Tembok tinggi dan gedung-gedung yang mencakar
langit tak menjadi halangan berkomunikasi. Semua karena adanya dukungan dari teknologi
komunikasi.

Tak terkecuali, orang tidak harus menghabiskan waktu hanya untuk bertemu orang lain dan
berkomunikasi. Dengan kata lain, waktu tidak menjadi hambatan dalam berkomunikasi. Orang
era sekarang juga bisa “berdialog” dengan orang-orang dahulu yang sudah meninggal. Saat
kita membaca buku hasil karya orang yang sudah meninggal seolah kita sedang berdialog
dengan penulis itu, meskipun secara tidak langsung. Kita bisa membaca buku-buku hasil karya
mereka karena perantaraan teknologi komunikasi, bukan?

b. Manusia Mulai Akrab dengan Benda

Lihatlah kehidupan remaja era digital seperti saat ini. Apa yang mereka lakukan saat
berkumpul dengan teman-temannya? Banyak di antara mereka sibuk dengan gadget-nya
sendiri-sendiri meskipun secara fisik berkumpul. Dengan kata lain masing-masing juga sibuk
dengan urusannya. Saat mereka berjalan bersama-sama mereka kadang tidak terlepas dari
benda bernama “smartphone”. Mereka ketawa, tersenyum, menampilkan ekspresi sedih
sendiri, dan lain-lain. Seolah dalam kesendirian, mereka menemukan dirinya. Inilah yang
dinamakan manusia sibuk dan mulai akrab dengan benda.

1
Dalam kereta atau kendaraan umum lain mereka juga sibuk dengan gadget-nya. Mereka
yang senang membaca akan sibuk dengan bukunya, atau dengan bacaan dalam format file,
sebagaimana tersimpan dalam smartphone-nya.

Bahkan era sekarang masyarakat terkena gejala nomophobia (no mobile phone phobia).
Karena ketergantungan pada smartphone sangat tinggi, orang menjadi gelisah, cemas, dan tidak
bisa tenang jika smartphone-nya ketinggalan di rumah, misalnya. Mereka ini lebih senang
ketinggalan dompet daripada smartphone. Inilah yang dinamakan gejala nomophobia.

Gejala nomophobia pernah diteliti dengan mengambil subjek aktivis mahasiswa (Nurudin,
2016). Dengan judul penelitian, “Teknologi Komunikasi dan Munculnya Gejala Nomophobia”
bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut (1) munculnya manusia teknologi yang menurunkan
aspek kemanusiaan. Ciri-ciri ketergantungan manusia pada teknologi. Dengan kata lain,
manusia telah diperbudak oleh teknologi komunikasi; (2) perubahan perilaku di kalangan
aktivis mahasiswa terjadi ketika mereka merasa ada yang hilang tanpa kehadiran teknologi
digital dalam genggamannya. Umumnya aktivis tidak bisa berbuat banyak tanpa teknologi; (3)
munculnya makhluk individualis yang terasing dari lingkungan sosial. Hal demikian
ditunjukkan karena dampak nomophobia dalam kehidupan sehari-hari karena segala kebutuhan
hidupnya bisa dipenuhi dengan teknologi yang tergenggam.

Kenyataan di atas membuktikan bahwa manusia era modern melalui kehadiran teknologi
komunikasi yang canggih justru mulai akrab dengan benda. Mereka yang harusnya akrab
dengan manusia justru lebih banyak menghabiskan waktunya bersama benda hasil teknologi
komunikasi. Yang dikhawatirkan dari perkembangan ini adalah kepekaan manusia jadi
berkurang, akibat minimnya bersentuhan dengan manusia lain. Sebab, teknologi itu kering,
hambar dan tidak manusiawi. Sistem yang dibangun teknologi tidak mempertimbangkan sisi-
sisi manusiawi. Seandainya Anda mau pesan tiket pesawat secara online, sementara sistemnya
sedang bermasalah, Anda tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal, saat itu Anda harus menghadiri
pemakaman saudara dekat, misalnya. Antre di sebuah bank yang memanfaatkan teknologi
kartu nomor antre otomatis juga tidak bisa diterobos sedemikian rupa, meskipun kita
mempunyai kepentingan yang sangat mendesak dan lebih penting, menurut kita.

c. Ketergantungan Tinggi pada Teknologi

Ketergantungan yang dimaksud di sini adalah saling ketergantungan antar manusia sudah
mulai menurun. Orang tidak lagi menggantungkan kebutuhannya pada orang lain. Dengan kata

2
lain, seseorang tidak mengandalkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Ia juga
tidak merasa terkucil, seandainya tidak punya komunitas pergaulan sosial.

Mengapa ini terjadi? Itu semua karena dampak dari teknologi komunikasi. Manusia mulai
menggantungkan kehidupannya pada teknologi. Sebelumnya, jika orang ingin minta nasihat
keagamaan, ia pergi ke pemuka agama. Saat sekarang, ia tinggal menanyakan pada hasil-hasil
teknologi, misalnya internet. Ia juga bisa konsultasi psikologis melalui media cetak dan
elektronik. Anda sakit? Anda tinggal browsing di internet obat mana yang cocok untuk
penyakit yang diderita.

Ketergantungan yang tinggi manusia pada teknologi, mengakibatkan miskinnya pergaulan


sosial dengan sesama. Ia cenderung menjadi manusia individualis, karena secara individu
keberadaan teknologi telah memenuhi semua kebutuhannya. Padahal, secara sosial manusia
perlu bergaul karena ada banyak manfaat yang bisa didapatkan. Ia bisa menghargai orang lain
karena tempaan dengan lingkungan. Ia menjadi orang yang tumbuh rasa empati dengan bergaul
dan melihat langsung manusia di sekitarnya.

Namun demikian, pergaulan sosial memang menyita banyak waktu manusia. Jika
seseorang itu tergolong sibuk dengan urusan bisnis, ia akan cenderung tercerabut akarnya dari
kehidupan sosial karena minim bergaul secara sosial dengan masyarakat di sekelilingnya. Ia
lebih senang menyelesaikan secara singkat dan hemat waktu, juga tidak mau disulitkan dengan
urusan orang lain. Inilah kelemahan manusia yang tidak bergaul dengan sesamanya, ia
menganggap bahwa semua bisa diselesaikan dengan teknologi, padahal tidak sesederhana itu.
Saat kita punya kesalahan dengan orang lain, meminta maaf melalui telepon atau SMS jelas
akan berbeda dengan ketemu langsung. Kita bisa saling melihat ekspresi penyesalan atau
penerimaan maaf. Ketergantungan tinggi individu pada teknologi telah mencabut sisi-sisi
kemanusiaan seseorang.

2. Dampak Budaya

a. Budaya Seragam

Teknologi telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi antar komunitas,


kelompok, bahkan negara begitu cepat. Untuk itu saling memengaruhi dan pertukaran antar
kelompok tidak bisa dihindari. Antar kelompok itu bisa saling belajar, saling mengadopsi satu
sama lain, bahkan bisa melenyapkan atau mendominasi. Akibatnya, sangat mungkin budaya
menjadi seragam.

3
Kita bisa lihat pakaian resmi yang dipakai dalam pertemuan resmi kenegaraan. Bentuk
pakaian resmi antara presiden Indonesia dengan kepala negara lain tidak jauh berbeda,
misalnya dengan memakai dasi, jas, dan pakaian polos. Padahal setiap negara mempunyai
pakaian resmi nasional yang harusnya mencerminkan identitas nasional. Namun demikian,
karena adanya saling memengaruhi keseragaman pakaian resmi kenegaraan tidak bisa
dihindarkan. Pakaian adalah salah satu hasil budaya.

Hal demikian juga tidak jauh berbeda dengan sikap dan perilaku. Orang yang membuang
sampah di sembarang tempat akan dianggap tidak berbudaya. Orang yang melanggar lalu lintas
juga tak jauh berbeda, perilaku seperti ini hampir dipunyai oleh semua masyarakat seluruh
negara di dunia ini.

Mengapa budaya bisa seragam? Hal ini bisa dijelaskan dari pendapat Marshall McLuhan.
Ia pernah mengatakan dunia ini sebagai global village (kampung global). Kampung global
terjadi karena penyebaran informasi antar negara hampir tak terbatas. Setiap peristiwa yang
terjadi pada suatu daerah akan cepat tersebar dan bisa diketahui oleh warga di seluruh dunia,
karena adanya keseragaman informasi. Akibatnya, akan terjadi penyeragaman pengetahuan,
sikap, dan perilaku. Kampung global membuat penyeragaman budaya antar negara menjadi
sebuah keniscayaan.

Pesan-pesan yang terjadi pada fenomena global village di atas bisa dipercepat
penyebarannya dengan perantaraan teknologi komunikasi. Teknologi komunikasi
menyebabkan penyebaran terjadi secara cepat, seragam, dan tak terbendung.

b. Imperialisme Budaya

Teknologi komunikasi juga memunculkan imperialisme budaya. Jika kolonialisme itu


penjajahan suatu negara ke negara lain dengan menduduki secara fisik, imperialisme bisa
dikatakan penjajahan terselubung. Imperialisme budaya dilakukan negara maju ke negara
berkembang yang membuat negara tersebut menjadi tergantung. Teknologi memungkinkan
imperialisme budaya menjadi nyata.

Kita bisa lihat contoh dalam film. Negara maju mempunyai modal yang kuat dan teknologi
canggih. Karena bermodal kuat maka mereka bisa membuat film sebagus mungkin. Modal
yang kuat itu didukung dengan teknologi canggih yang membuat film-film mereka diminati
negara berkembang. Negara berkembang tentu saja sangat tertarik dengan film-film mereka.
Bagi negara maju, ini kesempatan untuk mengenalkan budaya mereka ke negara berkembang.

4
Jadilah budaya negara maju itu dikenal bahkan ditiru oleh negara berkembang melalui film.
Saat itulah terjadi imperialisme budaya. Bahkan, negara maju rela memberikan harga murah
teknologinya agar dikenal di negara berkembang. Akibatnya, budaya negara berkembang
mengikuti negara maju. Dengan kata lain, hampir tidak ada bedanya antara budaya negara
berkembang dengan negara maju.

Imperialisme budaya ini kadang dipaksakan oleh negara maju agar negara berkembang
menjadi tergantung. Pemberian beasiswa secara gratis pada pelajar dan mahasiswa negara
berkembang untuk kuliah di negara maju juga bagian dari imperialisme. Harapan pemberi
beasiswa itu agar sikap, perilaku yang diberi beasiswa itu sesuai keinginan pemberi beasiswa.
Dalam kenyataannya, mereka yang lulusan kuliah di luar negeri sikap dan perilakunya
cenderung setali tiga uang dengan apa yang terjadi di negara maju. Ini tentu saja tidak menuduh
bahwa semua yang diberi beasiswa gratis ke luar negeri mempunyai pikiran sama persis dengan
negara maju. Mereka yang tetap berpikiran cerdas tentu tetap akan lebih memilih kepentingan
negaranya daripada menuruti ambisi negara maju.

Imperialisme budaya juga sangat kelihatan saat generasi muda Indonesia gandrung dengan
budaya Korea. Melalui film-film, budaya Korea masuk secara perlahan-lahan di Indonesia.
Bisa jadi pengaruh pada diri seseorang itu dilakukan secara sadar atau tidak sadar. Apakah
keterpengaruhan itu salah? Kita tidak ada hak untuk menilai apakah itu salah atau tidak, yang
jelas perkembangan teknologi komunikasi membawa akibat munculnya imperialisme budaya.

c. Lunturnya Cinta Budaya Sendiri

Imperialisme budaya akan menciptakan budaya seragam, akibat selanjutnya adalah mulai
lunturnya budaya sendiri. Kita bisa ambil contoh negara berkembang, seperti Indonesia.
Bagaimana identitas pakaian nasional kita? Bisa jadi tidak jauh berbeda dengan negara maju
yang gencar melakukan imperialisme, bedanya kita hanya memakai peci (untuk laki-laki). Ini
sekadar menyebut contoh sederhana saja.

Bukti lain adalah penguasaan bahasa nasional kita. Banyak orang yang kadang tidak bangga
memakai bahasa Indonesia. Sedikit-dikit diselingi bahasa asing, padahal belum tentu yang
bersangkutan ahli menguasai bahasa asing itu. Penguasaan bahasa asing seolah dianggap paling
keren. Tidak salah memang, tetapi dengan memandang keren memakai bahasa asing itu berarti
telah menganggap rendah bahasa sendiri. Bagaimana jika orang-orang seperti ini banyak
jumlahnya? Menguasai bahasa asing memang penting, mencintai dan berpijak pada bahasa
nasional adalah wajib. Sebagai negara yang berpenduduk besar, sudah saatnya bahasa

5
Indonesia menjadi bahasa dunia. Mengapa itu susah dilakukan? Karena imperialisme budaya
gencar dilakukan bangsa asing ke negara kita. Sehingga, budaya sendiri menjadi luntur dan
kebanggaan berbahasa nasional pun semakin berkurang.

Coba kita saksikan perilaku remaja di sekitar. Sekali lagi, banyak di antara mereka yang
gandrung dengan budaya Korea. Setelah diselidiki, ternyata televisi swasta Indonesia banyak
yang menayangkan sinetron Korea. Akibatnya, banyak yang menggemari artis Korea. Tak
sedikit dari mereka yang memiliki atribut Korea, berpakaian “ala” artis Korea, bersolek juga
tak jauh berbeda. Ini bisa menjadi indikasi lunturnya budaya sendiri, mereka lebih gandrung
pada budaya Korea itu.

Tak terkecuali munculnya sinetron Meteor Garden di Indosiar (2002) yang disiarkan
pertama kali oleh Chinese Television System (CTS) pada 2001. Cerita Meteor Garden (MG)
hampir sama dengan cerita sinetron Indonesia. Kisahnya berkisar ada seorang gadis dari
keluarga miskin bernama San Chai (diperankan Barbie Hsu) yang masuk sebuah universitas
dipenuhi anak-anak orang kaya, di antaranya disebut dengan Flower 4 (F4). Perilaku F4 yang
sok, ditentang oleh San Chai (pertama kali ada penentangan anak orang miskin ke kelompok
anak orang kaya di kampus itu). Cerita menjadi menarik karena San Chai terlibat cinta segitiga
Hua Zhe Lei (Vic Zhou) yang ia kagumi, Dao Ming Shi (Jerry Yan) yang menyukai San Chai.
Menariknya lagi, karena diperankan oleh artis-artis yang cantik dan ganteng.

Budaya MG yang dikenalkan dalam Indosiar kemudian juga diikuti oleh remaja Indonesia.
Mengapa ini terjadi? Tak lain adalah pengaruh dari perkembangan teknologi komunikasi.

3. Dampak Ekonomi

a. Kapitalisme Global

Kapitalisme global ini didukung dengan kecenderungan menyerahkan distribusi barang ke


pasar. Artinya, fenomena munculnya kebebasan pasar dan pasarlah yang berperan dalam
distribusi barang serta jasa. Ini berarti peran pemerintah yang selama ini menentukan kebijakan
sedikit demi sedikit akan dikurangi. Tentu saja, itu menganut paham pasar bebas yang selama
ini diklaim milik penganut kapitalis dengan semua mekanisme diserahkan ke pasar. Akibatnya,
perdagangan dibebaskan bahkan penguasaan saham perusahaan di sebuah negara diserahkan
ke pasar yang mengakibatkan investor mudah untuk masuk dalam memiliki saham. Tidak ada
aturan pasti bahwa negara berhak untuk ikut menentukan segala kebijakan perusahaan
(misalnya) karena mekanisme pasarlah yang menentukan.

6
Di Indonesia, kebijakan pasar bebas tersebut pengaruhnya sangatlah luar biasa. Barang-
barang dari luar negeri masuk ke Indonesia sangatlah deras, sementara Indonesia belum bisa
memanfaatkan barang-barangnya untuk diekspor dalam jumlah besar. Dari sisi perkembangan
ekonomi nasional ini jelas merugikan Indonesia, karena tidak sebandingnya barang-barang
yang masuk dan ke luar dari negara kita.

Munculnya berbagai organisasi Asian Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific Trade
Agreement (APTA) menjadi bukti bahwa kapitalisme dengan menekankan pada pasar bebas
memang sedang menggejala. Indonesia tentu saja tidak bisa menjadi pemain sendiri. Ia harus
rela berbagi dengan negara lain.

Berbagai perubahan yang sangat cepat di dunia perdagangan itu disebabkan karena
perkembangan teknologi komunikasi yang kian pesat. Peredaran informasi dengan cepat dan
ketergantungan tinggi telah membuat dunia ini semakin sempit. Karena semakin sempit, maka
hubungan antar manusia seperti pertemanan yang tidak ada dinding pemisah dan aturan ketat,
tak terkecuali dalam bidang perdagangan.

Kapitalisme global juga muncul dalam bentuk-bentuk teknologi informasi. Lihat saja apa
merek barang-barang elektronik yang kita punya di rumah? Dari mana merek itu berasal?
Barang elektronik tidak lagi melulu dari Jepang, tetapi China, dan Korea juga sudah merambah
teknologi di Indonesia. Teknologi komunikasi menciptakan kapitalisme global. Perkembangan
kapitalisme juga berpengaruh pada pertumbuhan barang-barang teknologi komunikasi.

Jika dilihat dari sisi negara berkembang, keadaan ini jelas sangat merugikan. Lihat saja
secara sekilas perbandingan keuntungan barang yang masuk dan keluar saja tidak seimbang.
Artinya, banyak barang masuk ke Indonesia, sementara penjualan ke luar sangatlah sedikit.
Tentu saja ini harus menjadi cambuk untuk menyongsong era teknologi komunikasi kian pesat
dengan dampak ekonomi kapitalis yang kian dahsyat. Jika tidak, Indonesia akan dipermainkan
oleh teknologi komunikasi yang juga berarti dipermainkan oleh kapitalisme global. Kita hanya
menjadi pemain, sementara tuannya mereka yang mempunyai kapital dan teknologi canggih.

b. Industrialisasi

Harus diakui, teknologi komunikasi akan menciptakan atau mempercepat industrialisasi.


Artinya, aspek produksi yang mengandalkan mesin akan menjadi pilihan utama, sementara
manusia hanya operatornya. Tenaga manusia juga akan diganti dengan mesin. Ini berarti akan
ada peningkatan produktivitas industri, baik teknologi maupun aspek produksi itu sendiri.

7
Mengapa ini terjadi? Karena industrialisasi akan menciptakan investasi yang lebih baik.
Investasi dan juga reinvestasi yang besar-besaran akan menciptakan produktivitas ekonomi
dunia. Sebutan kota industri menjadi bukti bahwa pemanfaatan teknologi menjadi hal utama.

Industralisasi akhirnya menciptakan peluang-peluang baru yang semakin memudahkan


bisnis bagi manusia. Misalnya, teknologi akan memudahkan konsumen melakukan kontak
langsung dengan pabrik, sehingga ada pelayanan lebih cepat dan efisien. Konsumen tidak perlu
lagi datang ke toko. Tentu saja, individu menjadi senang dan dimudahkan kaitannya dengan
soal konsumsi barang. Fenomena ini kemudian akan menjadi pertimbangan perusahaan untuk
mantap tetap memberlakukan sistem industralisasi.

Teknologi komunikasi memicu penerapan industri berat. Sementara industri berat


membutuhkan teknologi komunikasi. Kita ambil contoh Sistem Cetak Jarak Jauh (SCJJ). SCJJ
ini muncul karena perkembangan industri yang kiah maju, di samping juga soal efisiensi.
Koran-koran yang semakin meningkat jumlah pelanggannya membutuhkan produksi besar dan
tetap mengandalkan pelayanan cepat. SCJJ mencoba menjawab permasalahan itu. Cetak
sebuah koran tidak lagi dilakukan di kantor redaksi utama, tetapi bisa di mana saja asal
jangkauan wilayah sebaran korannya cepat. Industri berat SCJJ membutuhkan layanan satelit
untuk mengirimkan berita (jika kita mengatakan sistem satelit itu sistem teknologi
komunikasi). Industri berat yang memakai jasa teknologi komunikasi itu, akhirnya juga dipakai
untuk penyebaran informasi yang dicetak industri berat. Jadi ibarat sebuah lingkaran, terjadi
kerjasama antara teknologi komunikasi dengan industrialisasi.

c. Efisiensi Biaya

Teknologi memang tidak murah. Untuk mengembangkannya membutuhkan biaya yang


tidak sedikit. Namun demikian, biaya tidak sedikit ini nantinya, akan diganti dengan efisiensi
biaya yang relatif menguntungkan. Dalam teknologi berlaku hukum tidak ada yang gratis, alias
semua membutuhkan biaya.

Kita bisa analogikan secara sederhana saja. Suatu perusahaan perakitan mobil
membutuhkan 500 pekerja untuk merakit 2 mobil dalam seminggu. Semua karyawan itu
membutuhkan gaji dan tunjangan lain. Suatu saat, ada ide untuk membeli teknologi yang bisa
merakit mobil secara otomatis. Tentu saja ini membutuhkan investasi yang tinggi. Perusahaan
bisa meminjam uang di bank dengan catatan pada tahun ke sekian utang lunas dan keuntungan
bisa berlipat. Jadilah perusahaan itu membeli mesin teknologi modern.

8
Tentu saja, untuk penghematan biaya, perusahaan itu bisa mengurangi tenaga kerja menjadi
100 pekerja saja dengan tugas utama mengawasi jalannya mesin perakit mobil itu. Mereka yang
berada di bagian pengecatan mobil sudah tidak diperlukan karena sudah diatasi mesin teknologi
yang bisa mengecat mobil secara cepat. Jika ini dilakukan, akan terjadi efisiensi yang sangat
besar. Perusahaan akan bisa menghemat pembiayaan besar. Tentu saja ini analogi yang
sederhana.

Disamping itu, biaya operasional juga akan lebih rendah. Bisnis yang berbasis Information
Communication Technology (ICT) akan mempermudah transaksi bisnis perusahaan atau
individu. Perusahaan juga akan mudah melakukan pembayaran apa pun hanya dengan basis
ICT. Secara sederhana, seseorang yang mau transfer uang ke luar kota cukup dengan memakai
mesin ATM atau memakai internet banking. Tentu ini sangat menguntungkan bagi perusahaan-
perusahaan multinasional yang punya reputasi besar dengan neraca perdagangan tinggi. Jika
Anda pergi ke Eropa misalnya, saat uang habis Anda bisa langsung ke mesin ATM. Jika bank
Anda memanfaatkan rupiah, dengan saldo yang cukup Anda tinggal “menggesek” ke ATM di
negara yang Anda kunjungi, mesin ATM itu akan menghitung kurs sendiri mata uang rupiah
ke Euro. Pemanfaatan internet banking, SMS banking juga mendukung adanya efisiensi biaya
tersebut.

Kenyataan di atas membuat persaingan di dunia kerja semakin ketat. Banyak dibutuhkan
keterampilan pekerjaan dan juga pengetahuan yang mencukupi. Perkembangan teknologi itu
akan berakibat pada tuntutan kualifikasi dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Orang akan
semakin tersisih jika tidak punya keterampilan mencukupi. Keterampilan penguasaan
teknologi komunikasi dan produksi sangat dibutuhkan. Ini semua akan semakin membuat
efisiensi biaya dan waktu menjadi kenyataan.

4. Dampak Politik

a. Demokratisasi

Teknologi komunikasi telah memberikan pengaruh pada warga negara untuk berpartisipasi
secara lebih baik dalam pemerintahan. Kita ambil contoh runtuhnya negara Uni Soviet. Negara
komunis yang dibentuk oleh Lenin (1917) itu pernah berjaya, tetapi akhirnya runtuh pada 1991.
Uni Soviet sebagai negara komunis pernah bertahan selama 70-an tahun. Di awal
pembentukan, gagasannya sangat ideal dengan mencoba mengentaskan kemiskinan negara itu
untuk memberikan sebesar-besarnya kemakmuran pada rakyat dengan sistem komunis.

9
Namun, dalam perkembangannya justru para penguasa komunis lebih makmur, sementara
rakyatnya tetap miskin.

Di sisi lain, negara kapitalis, sebagaimana Amerika, rakyatnya semakin makmur. Ini
pulalah yang menarik perhatian Mikhail Gorbachev (1985) saat menduduki jabatan sebagai
Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet (PKUS). Ia selalu berupaya memperbaiki
kehidupan perekonomian rakyatnya yang menyedihkan itu. Ia ingin meniru negara-negara
maju. Pada 1987 ia mengumandangkan politik demokrasi, pembaruan, dan keterbukaan yang
dikenal kemudian dengan nama Politik Glasnost dan Perestroika. Ide Gorbachev tersebut
memunculkan dua kubu yang berseberangan (yang inginkan mempertahankan komunisme dan
ingin pembaruan). Gagasan Gorbachev mendapat tentangan elite politik, antara lain Marsekal
Dimitri Yazow (Menteri Pertahanan), Boris Pugo (Menteri Dalam Negeri), dan Jenderal
Vladimir Kruschov (Kepala KGB). Ketiga Orang ini mengadakan kudeta dan menolak ide
Gorbachev. Namun, Gorbachev semakin bersemangat dengan gerakan pembaruan itu. Namun
sayang, bahwa sistem komunis yang selama ini ada sangat keropos, sehingga keruntuhan Uni
Soviet tidak bisa dihindarkan. Masyarakat semakin cerdas dan melihat nyata bahwa sistem
komunisme itu sangat lemah.

Apa yang terjadi di bekas Negara Uni Soviet itu tak lepas dari peran teknologi komunikasi.
Gorbachev yang punya ide cemerlang tentang pembaruan tentu tidak akan punya banyak
informasi jika tak dibantu dengan pesan-pesan melalui teknologi dari negara lain. Gagasan
keterbukaan dan pembaruan itu kemudian memicu warga untuk semakin terbuka matanya akan
perkembangan negara-negara maju di luar Uni Soviet. Akhirnya, mengingat ide Lenin yang
tidak terwujud dengan memandang sebelah mata partisipasi warga negara dianggap usang.
Partisipasi rakyat dalam politik sangat dibutuhkan, sebagaimana dilakukan negara-negara
Barat lainnya. Buktinya, mereka bisa hidup makmur.

Kenyataan inilah yang membuat partisipasi politik masyarakat dalam pemerintahan,


sebagaimana di Uni Soviet sangat diharapkan. Kesadaran masyarakat dan pemerintah akan
pentingnya demokratisasi sangat dipengaruhi oleh teknologi. Runtuhnya Uni Soviet kemudian
diikuti oleh diruntuhkannya tembok yang memisahkan antara Jerman Barat (Federal) dengan
Jerman Timur (Komunis). Tembok yang didirikan pada 13 Agustus 1961 diruntuhkan pada 9
November 1989, Jerman Barat dan Jerman Timur akhirnya bersatu.

Demokratisasi yang diakibatkan oleh teknologi komunikasi juga membuka mata banyak
pihak di negara berkembang akan pentingnya partisipasi rakyat dalam pemerintahan. Negara-

10
negara berkembang yang awalnya memakai sistem diktator satu per satu tumbang diganti
dengan demokrasi. Negara Indonesia yang awalnya memakai sistem demokrasi pemilihan
tidak langsung, akhirnya menerima sistem pemilihan langsung. Ini jelas dipengaruhi oleh
pengetahuan masyarakat yang kian meningkat dan itu semua diakibatkan oleh teknologi
komunikasi.

Era sekarang semakin transparan kaitannya dengan demokratisasi. Hampir semua negara
di dunia ini melaksanakan sistem demokratisasi. Apalagi sistem teknologi komunikasi yang
kian canggih dan memudahkan akses, internet mempercepat alih fungsi sistem politik otoriter
ke sistem demokratisasi.

Demokratisasi juga memunculkan keterbukaan politik dan tingkat pengawasan pada


pemerintah cenderung tinggi. Keterbukaan itu memungkinkan budaya malu, jika seorang
politikus merasa dirinya tidak mampu atau diketahui curang. Tentu saja ini belum banyak
terjadi di negara-negara berkembang. Namun demikian, derasnya perkembangan teknologi
komunikasi masing-masing negara berkembang akan dipercepat demokratisasinya.

Sebagai negara maju, para politisi negara sudah memberikan contoh bijak. Jika ada pejabat
negara yang menyalahgunakan kedudukan atau ketahuan berbuat curang, mereka akan mundur.
Pada 1992, Shin Kanemaru godfather politik Jepang harus mundur dari kedudukannya di dalam
badan pembuat undang-undang nasional saat ketahuan menerima $4 juta dari perusahaan truk.

Kanemaru dianggap melanggar salah satu dari sedikit undang-undang keuangan kampanye
Jepang; menerima lebih dari $15.000 dari satu sumber dalam satu tahun. Menteri keuangan
Jepang, Kiichi Miyazawa juga pernah mundur ketika diketahui anak buahnya telah menerima
saham dalam sebuah perusahaan Tokyo. Ryutaro Hashimoto juga pernah mundur dari Menteri
Keuangan sesudah diketahui terlibat skandal kompensasi saham.

Kasus-kasus yang terjadi di Jepang itu memang soal moral publik yang sangat dijaga oleh
masyarakatnya, tetapi juga akibat dampak dari perkembangan teknologi komunikasi yang
membuat masyarakat ikut mengawasi jalannya pemerintahan. Jadi, teknologi komunikasi nyata
telah mendorong munculnya iklim demokratisasi.

b. Penjajahan Politik

Penjajahan politik yang dimaksud di sini adalah bahwa sebuah negara yang mengadopsi
sistem politik negara lain bisa dikatakan terjajah secara politik. Tentu saja bentuk penjajahan
politik ini tidak secara fisik, sebagaimana pendudukan atau penyerangan sebuah negara ke

11
negara lain. Penjajahan ini bisa dikatakan adanya ketergantungan dalam sistem politik antar
negara. Ketergantungan politik ini pada akhirnya membuat ketergantungan pada berbagai
aspek kehidupan.

Negara Amerika yang selama ini dikenal atau mengenalkan diri sebagai kampiun
demokrasi sangat berkepentingan untuk menyebarkan sistem politik negaranya. Ini salah satu
cara menciptakan ketergantungan politik negara lain. Tanpa harus dibuktikan secara empirik,
penjajahan Amerika juga bisa dimulai dari pemberian beasiswa kepada mahasiswa negara
berkembang untuk sekolah gratis ke negeri Paman Sam itu. Saat mahasiwa pulang ke negara
asalnya, ia sudah membawa berbagai perangkat pemikiran dan perilaku yang akan disesuaikan
dengan negara di mana ia pernah belajar secara gratis itu. Meskipun keterpengaruhan ini tidak
seratus persen benar, tetapi dalam kenyataannya tak bisa dihindari.

Kemudian, mahasiswa tersebut mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika ia


dosen yang mengajar mahasiswa, akan menanamkam doktrin-doktrin sistem politik dari negara
maju tempat ia sekolah. Jika kemudian mahasiswa itu terjun ke dunia politik, maka praktik
sistem politik dari negara asing itu tidak akan mudah dihindari.

Bahkan teknologi komunikasi telah menjajah negara berkembang beserta politiknya. Saat
negara berkembang punya ketergantungan pada teknologi negara maju, saat itu pula informasi
yang masuk ke dalam pikirannya secara sepihak. Saat seseorang mendengarkan siaran
perkembangan pemilu di Amerika, ia itu tentu akan membandingkannya dengan sistem di
negaranya. Manusia punya kecenderungan tertarik dengan sesuatu yang baru. Jadilah, praktik
politik negara maju itu lambat-laun terejawantahkan dalam kehidupan politik di negara
berkembang.

Negara maju tentu saja menikmati penjajahan ini karena secara politik, ekonomi, dan
budaya menguntungkan. Ketergantungan politik pada negara maju akan mengakibatkan
ketergantungan secara ekonomi pula. Lihat merek mobil, sepeda motor, dan elektronik lain
berasal dari negara mana merek barang-barang tersebut?

c. Transparansi Politik

Teknologi komunikasi juga berdampak pada transparansi politik. Politik yang sebelumnya
tertutup lambat-laun akan terbuka karena tuntutan masyarakat. Bagaimana kuatnya Orde Baru
(Orba) di bawah Presiden Soeharto, akhirnya tumbang juga karena masyarakat semakin
mengetahui banyak hal dan kebijakan pemerintahan itu dianggap mulai melenceng korupsi di

12
mana-mana, dan penyalahgunaan jabatan juga semakin banyak. Kekuatan militer pada waktu
itu menjadi kekuatan yang tak pernah tersentuh secara politik. Sejak Orba tumbang dan
masyarakat sipil ikut terlibat dalam politik, semua berubah total. Tuntutan pemberantasan
korupsi di sana-sini dikumandangkan dan menjadi tuntutan utama masyarakat. Negeri yang
kaya-raya, seperti Indonesia sejak dahulu harus banyak utang. Ini sungguh ironis.

Berbagai politik kecurangan mulai terungkap ke publik. Bagaimana curangnya pemerintah


yang mewajibkan pegawai negeri sipil harus mencoblos Golkar waktu itu (partai PPP dan PDI
hanya sebagai “pemain” penyerta). Korupsi yang dilakukan pejabat juga bisa diketahui publik.
Kecurangan demi kecurangan itu terus berlangsung sampai puluhan tahun pasca Orba.

Sebagaimana disebutkan di bagian atas; di Jepang, seorang pejabat negara yang melakukan
kecurangan harus rela mundur dari jabatannya. Hal ini pernah dilakukan oleh Shin Kanemaru,
Ryutaro Hashimoto, juga menteri ekonomi Kohl (German), Jurgen Mollemann, mengundurkan
diri sesudah ia mengakui ikut mempromosikan barang yang dibuat oleh seorang kerabatnya.
Ini dampak dari teknologi komunikasi yang memengaruhi transparansi politik, lalu
mengakibatkan seorang pejabat akan disorot publik jika melakukan kecurangan.

Anggota DPR yang saat sidang tidur, cepat akan diketahui oleh publik karena bisa direkam
dalam kamera HP orang lain, kemudian disebar melalui media sosial. Sebenarnya hal demikian,
bisa jadi sudah dilakukan dalam kurun waktu lama, hanya tidak banyak yang tahu karena tak
ada teknologi yang merekam aktivitas anggota DPR tersebut. Anggota DPR dan pejabat
pemerintah yang memerima suap lambat-laun akan diketahui. Kamera CCTV yang bekerja di
sebuah ruangan bisa menjadi alat bukti penerimaan penyuapan oleh pejabat negara yang
awalnya tidak diketahui publik.

Intinya adalah bahwa teknologi komunikasi telah menumbuhkan transparansi politik.


Teknologi telah mampu mengungkap selama ini yang tersembunyi dari publik. Siapa pun yang
menjadi pejabat publik tidak akan bisa bersembunyi atau menyembunyikan kecurangannya di
mata publik. Teknologi bahkan bisa dikatakan berfungsi sebagai mata dan telinga masyarakat.

D. Antisipasi Dampak

Teknologi komunikasi itu perangkat yang tidak bebas nilai. Ia penuh dengan muatan-
muatan tertentu yang memungkinkan atau bahkan memaksa perubahan-perubahan pada diri
manusia. Tentu saja, sebagai barang yang kemunculannya tidak bisa diduga sebelumnya akan
menimbulkan keterkejutan di sana-sini. Bagi individu yang siap menghadapi gempuran

13
teknologi itu tidak masalah, namun demikian bagaimana dengan mereka yang tidak siap? Inilah
yang menjadi problem dasar dampak teknologi komunikasi.

Terhadap dampak positif, tentu saja kita tidak perlu risau. Dalam usaha nafsu
mengembangkan atau menerapkan teknologi komunikasi, sebaiknya manusia juga harus
mengantisipasi dampak buruknya. Umumnya, manusia baru berpikir dan bagaimana
mengatasinya, jika sudah muncul dampak negatifnya. Padahal, yang namanya teknologi baru
jelas sangat mungkin muncul berbagai dampak.

Teknologi adalah perkembangan yang niscaya kemunculannya, sering kali ia tidak


manusiawi. Oleh karena itu, dibutuhkan antisipasi agar kehidupan manusia tetap berjalan
sebagaimana yang diharapkan. Ini dengan catatan hanya menekan dampak negatif karena
menghilangkannya adalah tidak mungkin.

1. Literasi Teknologi

Literasi teknologi di sini bisa diartikan sebagai kemampuan untuk memahami,


menggunakan, mengatur, dan menilai teknologi yang melibatkan proses dan ilmu pengetahuan
dalam usaha memecahkan masalah serta memperluas kemampuan manusia. Dalam bahasa lain
adalah kesadaran pengguna atas teknologi beserta dampak yang ditimbulkannya. Adapun
bahasa lain literasi teknologi adalah melek teknologi. Jika seseorang sadar bahwa teknologi itu
tidak hanya mempunyai dampak positif tetapi juga negatif dan merasa untuk
mengantisipasinya, berarti orang itu telah melek teknologi. Jadi, melek tidak hanya dipahami
tahu dan bisa menggunakan teknologi semata, tetapi bagaimana seseorang sadar serta berusaha
mengantisipasi dampak negatifnya.

Menurut National Academy of Engineering and National Research Council of The National
Academic, literasi teknologi berarti pemahaman tentang teknologi pada sebuah tingkatan yang
memungkinkan pemanfaatan secara efektif dalam masyarakat teknologi modern. Tingkatan itu
terdiri dari tiga komponen utama, yakni pengetahuan, kemampuan berpikir kritis, serta
pembuatan keputusan.

Literasi teknologi menjadi mutlak diketahui para penggunanya, meliputi pelajaran tentang
fungsi dan manfaat teknologi. Teknologi tidak hanya dipahami sebagai hasil perkembangan
ilmu pengetahuan yang diterima begitu saja. Namun demikian, bagaimana kesadaran
masyarakat tumbuh sejalan dengan teknologi komunikasi itu. Jika seseorang mengetahui,
bahwa internet mempunyai dampak negatif dan ia cenderung hati-hati, orang tersebut bisa

14
dikatakan melek teknologi. Sekali lagi, melek teknologi bukan sekadar ia tidak ‘gaptek’ (gagap
teknologi) semata.

Literasi penting dilakukan karena teknologi sering tidak manusiawi. Bahkan teknologi
berkembang dengan meninggalkan aspek-aspek kepentingan manusiawi. Kita lihat saja,
perkembangan teknologi komunikasi telah memunculkan banyak penyakit, akibat dampak
teknologi komunikasi. Kebanyakan melihat layar laptop, android, televisi akan membuat mata
seseorang cepat sakit. Radiasi smartphone juga sangat berbahaya bagi perkembangan otak
manusia. Contoh sederhana, jika kita mengisi pulsa salah nomor, pulsa jelas tidak terisi. Begitu
juga dengan aktivitas transfer ke ATM, jika salah nomor rekening tujuan sangat tidak mungkin
uang bisa terkirim. Apa pun alasannya, jika seseorang salah dalam memanfaatkan teknologi,
tanpa ampun teknologi itu tidak bisa diajak kompromi.

Teknologi juga tidak bebas nilai. Artinya, teknologi selalu membawa pesan-pesan tertentu
yang belum tentu cocok dengan kebiasaan yang selama ini ada pada pengguna. Teknologi
internet memang memudahkan individu mencari segala sumber informasi, namun demikian ia
memudahkan orang melakukan copypaste, pembajakan, atau plagiatisme. Sementara itu,
sebelum ada internet kebiasaan pengguna tidak seperti itu, media sosial yang dikembangkan
oleh teknologi komunikasi telah membuat orang “kecanduan”, rela menghabiskan waktu
dengan telepon genggamnya, atau gampang percaya pada informasi yang belum tentu
kebenarannya.

Teknologi juga membawa pesan-pesan terselubung. Teknologi komunikasi telah membuka


peluang lebar beredarnya gambar atau tayangan porno. Bisa jadi, pesan umumnya
menginformasikan informasi biasa tetapi bisa jadi ada muatan pornografi. Pesan-pesan
terselubung dari internet bisa berupa pesan politik, ekonomi, sosial budaya, dan lain-lain. Di
sinilah pentingnya literasi teknologi agar masyarakat tidak hanyut begitu saja atas apa yang
disajikan. Masyarakat harus dibuat sadar, bahwa teknologi harus dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya dan bijak.

2. Peran Pemerintah

Bagaimana peran pemerintah jika dampak negatif teknologi komunikasi kelewat batas dan
membahayakan manusia pemakainya? Posisi pemerintah tentu sangat dilematis. Pemerintah
jelas punya daya paksa yang kuat untuk mengantisipasi dampak negatif teknologi komunikasi
tersebut. Misalnya pemerintah bisa menerbitkan aturan-aturan tertentu yang dianggap
membahayakan masyarakat, salah satu contohnya adalah merebaknya situs-situs porno di

15
internet. Pemerintah bisa memblokir (melarang) situs-situs yang dicurigai mengandung unsur
pornografi. Bisa juga pemerintah menerbitkan aturan sanksi tegas dan nyata bagi mereka yang
dicurigai mendukung penyebaran unsur-unsur pornografi itu.

Di Indonesia beberapa situs yang dianggap melanggar unsur-unsur pornografi jelas


dilarang, seseorang tidak akan bisa leluasa untuk membuka situs seperti itu. Hal lain adalah
situs-situs yang mendorong tindak kejahatan, terorisme, penyebaran narkoba, dan obat-obatan
terlarang lain.

Tentu saja kebijakan yang memberikan pemerintah kewenangan besar dalam melarang
segala tindak kejahatan dan pornografi ini dilematis sebagaimana disebutkan di atas. Pertama,
pemerintah akan dianggap melanggar kebebasan berpendapat. Dalam hal ini akan dituduh
melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) di mana setiap indidvidu mempunyai kebebasan
berbicara dan berpendapat, termasuk menyebarkan informasi. Kedua, jika pemerintah tidak
diberikan wewenang maka dampak-dampak negatif jelas akan terus tersebar. Jika sudah begini,
pemerintah ikut bertanggung jawab atas penyebaran segala hal yang berdampak negatif di
masyarakat akibat perkembangan teknologi. Jika pemerintah tidak mengambil kebijakan
pelarangan yang dikhawatirkan akan muncul gerakan razia dari masyarakat. Apabila terjadi,
maka semua lembaga atau organisasi masyarakat punya hak untuk melakukannya. Akhirnya,
malah semakin ruwet karena tidak ada tolok ukur yang jelas.

Tentu saja memberikan wewenang sanksi pada pemerintah atas dampak negatif
menimbulkan pro dan kontra. Namun, pemerintah jelas harus mengambil skala prioritas,
karena ini menyangkut tanggung jawabnya sebagai lembaga negara. Hanya pemerintah yang
mempunyai kewenangan dengan sanksi tegas, nyata, dan legal.

Sebenarnya, kegandrungan pada teknologi yang diproduksi bangsa asing bisa diatasi
dengan kemampuan bangsa sendiri menciptakan teknologi. Namun lagi-lagi, ini membutuhkan
peran pemerintah dalam menghargai produk-produk bangsa sendiri. Tidak sedikit dari
penemuan bangsa sendiri, justru kemudian dibawa ke luar negeri karena di dalam negeri tidak
dihargai. Menghargai produk anak negeri tidak saja membuat kebanggaan, tetapi juga
meningkatkan kewibawaan sebagai bangsa dan juga menekan “impor” teknologi. Sama-sama
teknologi, teknologi hasil anak bangsa sendri tentu lebih membanggakan.

Coba kita pertanyakan, negara mana yang memproduksi merek dagang Nokia, Samsung,
LG, Toshiba dan alat komunikasi genggam yang lain? Siapa pula pencipta Facebook, Twitter,
Path, Instagram dan media sosial lain? Bukan berarti bahwa kita ingin menyamai mereka, tetapi

16
ketidakmampuan anak bangsa dengan minimnya perhatian pemerintah justru akan
menyuburkan berkembangnya produk-produk luar negeri di atas.

3. Kesadaran Masyarakat

Konsep yang menyerahkan segala sesuatunya pada masyarakat bisa dikategorikan menjadi
dua hal. Pertama, konsep yang menganggap bahwa masyarakat itu faktor penentu, sehingga
apa yang terjadi tergantung pada masyarakat. Konsep ini juga bisa dianggap ideal karena
menganggap bahwa masyarakat itu subjek yang berdaya dan mampu mengatasi setiap
persoalan di sekitarnya. Jadi, apakah masyarakat sangat tergantung pada teknologi atau tidak,
terkena dampak positif atau negatif pada pemakaian teknologi atau tidak, bisa mengantisipasi
dampak-dampak yang muncul atau tidak, sangat tergantung pada manusianya. Masyarakat
dipandang sebagai kelompok penentu dalam proses perubahan di sekitarnya, termasuk
teknologi komunikasi.

Kedua, kelompok yang mengatakan bahwa antisipasi dampak teknologi sangat tergantung
manusia itu tak lain konsep apatis. Bukan sebuah kepercayaan pada kemampuan manusia,
tetapi sudah tidak ditemukan cara untuk menyelesaikan dampak negatif teknologi. Jika
pemerintah, misalnya mengatakan bahwa dampak negatif itu sangat tergantung pada
masyarakat, jangan-jangan pemerintah sudah lepas tangan atau tidak sanggup lagi mengatasi
berbagai dampak negatif teknologi komunikasi.

Namun demikian, sadar atau tidak faktor kesadaran masyarakat memang memegang
peranan penting. Kesadaran masyarakat akan dampak negatif teknologi akan tumbuh dengan
baik, berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Jika tingkat pendidikannya sudah baik
dan maju, maka tingkat kesadaran juga akan tinggi, begitu juga sebaliknya.

Lalu siapa yang bertanggung jawab pada pelaksanaan pendidikan yang menyadarkan
masyarakat yang lebih baik itu? Di negara berkembang, tentu pemerintah memegang peranan
penting. Artinya pemerintah, misalnya, berkewajiban menyediakan fasilitas yang mencukupi
untuk menunjang pendidikan masyarakat. Fasilitas pendidikan yang memadai, akan
menumbuhkan tingkat kecerdasan yang lebih baik dan kemudian diharapkan kesadaran
masyarakat akan dampak negatif teknologi kian tumbuh. Coba lihat, kesadaran buang sampah
pada tempatnya sangat melekat pada mereka yang berpendidikan dan berbudaya tinggi, bukan?

17

Anda mungkin juga menyukai