Disusun oleh :
Berbeda dengan hadis ahad, yang hanya memberikan faedah zhanny (prasangka yang
kuat akan kebenarannya), mengahruskan kepada kita untuk mengadakan penyelidikan, baik
terhadap sanad maupun matannya, sehingga status hadis ahad, sehingga status hadis ahad
tersebut menjadi jelas “apakah dapat diterima sebagai hujjah atau ditolak”.
Dari persoalan inilah, para ulama ahli hadis kemudian membagi hadis, ditinjau dari
segi kualitasnya menjadi dua yaitu hadis maqbul dan hadis mardud, para ulama’ mengkajinya
dalam bidang pengetahuan hadis-hadis yang kuat dari yang lemah dan tentang hal-ihwan para
perawi yang diterima hadisnya atau ditolak, menghasilkan beberapa simpulan ilmiah dan
istilah-istilah khusus yang mengindikasikan keshahihan dan kedha’ifan suatu
hadis.. Yang maqbul adalah yang memenuhi syarat-syarat diterimanya riwayat. Sedangkan
yang mardud adalah yang tidak memenuhi semua atau sebagian syarat diterimanya riwayat
itu.
A. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pembagian hadis dari segi kualitasnya?
2. Apa saja yang dimaksud dengan hadis shahih, hasan dan dha’if?
3. Apa saja syarat-syarat yang terdapat pada hadis shahih, hasan dan dha’if?
4. Apa saja macam-macam hadis shahih, hasan dan dha’if?
5. Bagaimana kehujjahan hadis shahih dan hadis hasan?
B. TUJUANN MASALAH
1. Mahasiswa dapat mengetahui pembagian hadis dari segi kualitasnya.
2. Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui pengertian hadis shahih,
hadis hasan dan hadis dha’if.
3. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja syarat sehingga hadis tersebut dikatakan
hadis shahih, hasan dan dha’if.
4. Mahasiswa dapat mengetahui macam-macam apa saja yang termasuk dalam hadis shahih,
hasan dan dha’if.
5. Mahasiswa mampu memahami bagaimana kehujjahan hadis shahih dan hadis hasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PEMBAGIAN HADIS DARI SEGI KUALITAS
1. Hadis Maqbul
Maqbul menurut bahasa berarti ma’khudz (yang diambil) dan mushaddaq (yang
dibenarkan atau diterima), sedangkan menurut istilah ialah hadis yang telah sempurna syarat-
syarat diterimanya.1
Syarat-syarat penerimaan suatu hadis menjadi hadis yang maqbul berkaitan dengan
sanadnya, yaitu sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil lagi dhabit dan juga
berkaitan dengan matan-nya yaitu matan-nya tidak ber-syadz dan tidak ber-illat.
Oleh karena itu, tidak semua hadis maqbul diamalkan. Dengan kata lain hadis maqbul
ada yang ma’muulun bih dan ada pula yang ghair ma’muulun bih Yang tergolong ma’muulun
bih adalah hadis muhkam (hadis yang telah memberikan pengertian jelas), mukhtalif (hadis
yang dapat dikompromkan dari dua buah hadis atau lebih, yang secara lahiriah mengandung
pengertian bertentangan), rajah (hadis yang lebih kuat), dan hadis nasikh (hadis yang me-
nasakh hadis yang datang terlebih dahulu),
Adapun ghair ma’muulum bih adalah hadis marjuh (hadis yang kehujjahnnya
dikalahkan oleh hadis yang lebih kuat), hadis masukh (hadis yang telah di-nasakh), dan
hadis mutawaquf fih (hadis yang kehujjahannya ditunda, karena terjadinya pertentangan
antara satu hadis dengan lainnya yang belum bisa dikalahkan).
2. Hadis Mardud
Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak atau yang tidak diterima, sedangkan
menurut istilah ialah hadis yang tidak memenuhi syarat atau sebagian syarat hadis maqbul.
Tidak terpenuhinya persyaratan yang dimaksud, bila terjadi pada sanad dan matan.
Para ulama mengelompokkan hadis jenis ini menjadi dua yaitu hadis dha’if dan hadis
maudhu’.2
Pada akhirnya, pembagian hadis dilihat dari diterima –tidaknya dibagi menjadi tiga,
yaitu: hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dha’if.
B. PENGERTIAN HADIS SHAHIH, HASAN DAN DHA’IF
1. Pengertian hadis shahih
Sahih menurut bahasa lawan kata dari Saqim (sakit). Kata sahih juga telah menjadi
kosakata Bahasa Indonesia dengan arti “sah, benar, sempurna, pasti”.Maka, hadis shahih
3. Shubhi al-Shalih, ‘Ulum al-Hadits wa Musthalahuh, Beiurut:Dar al-‘Ilm li al-Malayin. 1988.hlm 145
4. Abu ‘Amr ‘Utsman ibn ‘Abd al-Rahman Ibn al-Shalah, ‘Ulum al-Haist, al-Madinah al-Munawwarah: al-
Maktabah al-Islmaiyah. 1972. Hlm10
5. Ahmad Ibn ‘Ali ibn Hajar al-Asqalani , Nuzhah al-Nazhar Syarh Nukhbah al-Fikar, Semarang:Maktabah al-
Munawwar,tth.,hlm 51
Hadis hasan secara bahasa berarti sesuatu yang diinginkan dan menjadi
kecenderungan jiwa dan nafsu. Al-Turmudzi mendefinikan hadis hasan dengan: “Tiap-tiap
hadis yang pada sanadnya tidak terdapat periwayat yang tertuduh dusta, tidak terdapat
kejanggalan dan diriwayatkan pula melalui jalan yang lain”.6
Ibn Hajr al-‘Asqalani mendefinisikan hadis hasan yang kemudian banyak diikuti oleh
ulama hadis yaitu:”Hadis yang diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil, kurang kuat
hafalannya, bersambung sanadnya, tidak mengandung ‘iilat, dan tidak pula mengandung
syadz”.7
Dengan demikian, hadis hasan pada dasarnya adalah hadis musnad (sanadnya
bersambung kepada Nabi), diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil (misalnya tidak tertuduh
pendusta), tidak mengandung syadz ataupun ‘illat, tetapi diantara periwayatnya dalam sanad
ada yang kurang dhabith. Dengan kata lain hadis hasan hampir sama dengan hadis shahih,
hanya saja pada hadis hasan diantara salah seorang periwayatnya ada yang dhabith,
sedangkan pada hadis shahih seluruh periwayatnya dhabith.8 Contoh hadis hasan yaitu
sebagai berikut:
ْت َأبِي َ َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ َح َّدثَنَا َج ْعفَ ُر بْنُ ُسلَ ْي َمانَ الضُّ بَ ِعي ع َْن َأبِ ْي ِع ْم َرا ِن ْال َجوْ نِي ع َْن َأبِي بَ ْك ِر ب ِْن َأبِي ُموْ َسي اَأْل ْش َع ِريْ ق
ُ َس ِمع: ال
الحديث..... ف ِ ْاب ْال َجنَّ ِة تَحْ تَ ِظالَ ِل ال ُّسيُو
َ ِإ َّن َأ ْب َو: قَا َل َرسُوْ ُل هللاِ ص م: بِ َحضْ َر ِة ال َع ُد ِّو يَقُوْ ُل
Artinya:”Telah menceritakan kepada kamu Qutaibah, telah menceritakan kepada kamu Ja’far
bin Sulaiman, dari Abu Imron al-Jauni dari Abu Bakar bin abi Musa al-Asy’ari ia berkata:
aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang: Rasulullah Saw bersabda:
sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang....”(HR.At-Tirmidzi, Bab
Abwabu Fadhailil Jihadi).
3.Pengertian Hadis Dha’if
Kata dha’if menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan dari qawi (yang kuat).
Sebagai lawan kata dari shahih, kata dha’if juga berarti saqim (yang sakit). Maka, sebutan
hadis dha’if secara bahasa berarti hadis yang lemah, yang sakit dan yang tidak kuat. Secra
terminologis, para ulama mendefinikannyadengan redaksi yang beragam, meskipun maksud
dan kandungannya sama. Al-Namawi dan al-Qasimi mendefinikan hadis dha’if
dengan:“hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat
hadis hasan”.
13. Ahmad bin Ali Ibn Hajr al-‘Asqalani, Nuzhah, hlm 26 dan Muhammad al-Sabbagh, al-Hadis al-
Nabawi, hlm 186
c) Hadis Karena Periwayatnya tidak Dhabit
(1) Hadis Maqlub ialah mengganti suatu lafal dengan lafal yang lainpada sanad hadis
atau pada matannya dengan cara mendahulukan atau dengan mengakhirkannya.
(2) Hadis Mudallas adalah suatu hadis yang terdapat didalamnya tipuan atau cacat.
(3) Hadis Mudraj adalah hadis yang bentuk sanadnya di ubah atau ke dalam matannya
dimasukkan sesuatu kata atau kalimat yang sebetulnya bukan bagian dari hadis tersebut
tanpa ada pemisah.
(4) Hadis Mazid adalaha hadis yang mendapat tambahan kata atau kalimat yang bukan
berasal dari hadis itu baik pada sanad maupun matan.
(5) Hadis Mudtharib adalah hadis yang di riwayatkan dengan cara yang berbeda-beda, tetapi
sama dalam kekuatannya, maksudnya hadis yang di riwayatkan dengan bentuk yang
bertentangan dan berbeda serta tidak mungkin dilakukan kompromi.
(6) Hadis Mushahhaf adalah hadis yang mengalami perubahan lafal ataupun makna baik
perubahan karena faktor pendengaran atau penglihatan yang terjadi pada sanad atau matan.
(7) Hadis Majhul adalah hadis yang tidak diketahui jati diri periwayat atau keadaannya.
d) Hadis dha’if karena mengandung Syadzs ialah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang
maqbul, tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatannya dari orang yang kualitasnya
lebih utama atau dapat dikatakan bahwa hadis syadz ialah hadis yang diriwayatkan oleh
seorang terpercaya atau siqah tanpa ada sanad lain yang menguatkannya sebagai muttabi’.
A. KESIMPULAN
1. Para ulama ahli hadis membagi hadis di tinjau dari segi kualitasnya menjadi dua
yaitu hadis maqbul dan hadis mardud. Maqbul ialah hadis yang telah sempurna syarat-syarat
diterimanya. Mardud ialah hadis yang tidak memenuhi syarat atau sebagian syarat hadis
maqbul.
2. Pembagian hadis dilihat dari diterima –tidaknya dibagi menjadi tiga, yaitu: hadis shahih,
hadis hasan, dan hadis dha’if.
a. Hadis shahih adalah ”Hadis yang di sandarkan kepada Nabi yang sanadnya
bersambung, diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil dan dhabith, diterima dari periwayat
yang ‘adil dan dhabith hingga sampai akhir sanad, tidak ada syadz (kejanggalan) dan tidak
mengandung ‘illat (cacat)”.
b. Hadis hasan adalah ”Hadis yang diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil, kurang kuat
hafalannya, bersambung sanadnya, tidak mengandung ‘iilat, dan tidak pula mengandung
syadz”.
c. Hadis dha’if adalah “Hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih
dan syarat-syarat hadis hasan”.
3. Syarat-syarat hadis shahih yaitu Sanadnya bersambung (ittishal al-sannad), Perawinya
‘Adil, Perawinya dhabit, Tidak syadz (janggal), dan tidak ber-illat (Ghair Mu’allal). Syarat-
syarat hadis hasan yaitu Muttasil sanadnya, rawinya ‘adil dan dhabit, tidak termasuk hadis
syadz, tidak terdapat illat(cacat). Syarat hadis dha’if yaitu kehilangan salah satu syarat
sebagai hadis shahih atau hadis hasan.
4. Hadis shahih terbagi menjadi dua yaitu Shahih li dzatihi dan Shahih li Ghairihi.
Hadis hasan terbagi dua yaitu Hadis hasan li Dzatih dan Hadis li Ghairihi. Hadis
dha’if terbagi menjadi 4 yaitu :
a. Hadis dha’if karena sanadnya terputus (hadis mu’allaq, hadis mursal, hadis
munqathi’,hadis mu’dal, hadis mauquf dan hadis maqtu’),
b. Hadis dha’if karena periwayatnya adil (hadis munkar, hadis mawdhu’, hadis matruk),
c. Hadis dha’if karena periwayatnya tidak dhabit (hadis maqlub, hadis mudallas, hads mudraj,
d. Hadis mazid, hadis mudtharib, hadis mushahhaf, dan hadis majhul), dan hadis
dha’if karena mengandung syadzs.
5. Para ulama ahli hadis dan sebagian ulama ahli ushul serta ahli fiqh sepakat menjadikan
hadis shahih sebagai hujjah yang wajib beramal dengannya. Jumhur ulama mengatakan
bahwa kehujjahan hadis hasan seperti hadis shahih, walaupun derajatnya tidak sama.
Dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat tentang kehujjahan hadis dha’if. Setidaknya
terdapat tiga pendapat berkenaan dengan dapat tidaknya berhujjah dengan hadis dha’if.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang
perlu diperbaiki. Kritik dan saran yang sifatnya membangun kami harapkan dari para
pembaca yang budiman untuk masukan dalam pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA