Anda di halaman 1dari 12

SASTRA DAN PERKEMBANGAN POLITIK

DI JAWA ABAD XVIII

Alex Sudewa∗

1. Latar Belakang dan Masalah seorang kawi adalah membangun kekuasa-


oetmulder (1983 : 182 ) di dalam bu- an raja di bidang sastra sehingga seorang

Z kunya Kalangwan, yang membuai ka-


rena datanya yang lengkap dan ba-
hasanya yang indah dan menarik, menga-
kawi berfungsi sebagai seorang pendeta
magi sastra (Zoetmulder, 1983:196-200),
hal itu berarti bahwa di alam budaya Jawa
Kuna terpilah dua macam kekuasaan:
jak pembacanya bertamasya menelusuri ta-
man keindahan sastra Jawa Kuna. Secara kekuasaan militer politik yang ada di tangan
tidak terasa, pembaca diajak menelusuri raja, kekuasaan intelektual religius yang
dunia sastra budaya Jawa Kuna secara ada di tangan para literati, yang disebut
menyeluruh. Di sela-sela panduan wisata kawi. Kekuasaan militer politik dalam diri
sastranya itu, sang mahaguru kerapkali me- seorang raja perlu didukung kekuasaan
nyisipkan tantangan yang halus menggelitik intelek religius dari para kawi.
agar pembacanya tertarik kepada masalah Tampilnya tokoh raja atau kerabat kra-
sejarah sastra yang belum terpecahkan. ton sebagai penulis karya sastra berarti
Salah satu masalah yang dirumuskannya bahwa kewibawaan para pujangga yang di
ialah di antara syair-syair Jawa Kuna yang zaman Jawa Kuna bertindak sebagai pen-
diselamatkan bagi kita tak ada satu pun deta magi bahasa, yang dibutuhkan untuk
yang dapat membanggakan seorang raja mendukung kewibawaan raja, telah didesak
atau pangeran sebagai penciptanya, ber- bahkan direbut oleh kekuasaan militer poli-
lainan dengan sastra Jawa di kemudian tik kraton. Dengan demikian, kraton telah
hari, yaitu dari periode Surakarta (akhir merupakan pemusatan kekuasaan militer
abad ke-18 dan awal abad ke-19) yang da- politik dan kekuasaan intelektual religius.
pat menunjukkan raja-raja di antara para Sudah barang tentu perkembangan sema-
penyairnya seperti Pakubuwana III dan IV cam itu, selain timbulnya didorong oleh sua-
serta Mangkunegara IV. tu sebab yang signifikan di dalam sejarah
Bagi para peminat sastra Jawa, karya- budaya Jawa, akan juga besar pengaruh-
karya sastra Jawa Baru yang dikaitkan nya di dalam perkembangan kehidupan so-
dengan raja, pujangga kraton, ataupun elite sial budaya di masa yang akan datang, Ja-
kerajaan yang lain dianggap sebagai se- wa khususnya, dan Indonesia pada umum-
suatu yang wajar, yang sudah seharusnya nya. Pemusatan dua macam kekuasaan itu
terjadi di alam tradisional yang kraton sen- dalam diri raja – kraton – perlu dilacak;
tris. Ungkapan Zoetmulder seperti terkutip faktor-faktor yang menjadi pendorongnya
di atas menyadarkan kita bahwa gejala kra- serta bagaimana proses terjadinya.
ton sentris di dalam kegiatan sastra zaman
Surakarta merupakan suatu perkembangan 2. Tinjauan Kepustakaan
baru dalam perjalanan sejarah sastra buda- Dari kemajuan penelitian sastra Jawa
ya Jawa. Apabila di alam Jawa Kuna tugas dua dekade terakhir ini, telah terungkap


Doktor, staf pengajar Fakultas Sas tra, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

240 Humaniora Volume XIII, No. 3/2001


Sastra dan Perkembangan Politik di Jawa Abad XVIII

bahwa raja-raja yang tampil sebagai pu- Jawa pada masa kemudian. Perkembangan
jangga tidaklah terbatas pada zaman Sura- dialektik antara Kraton Surakarta dan Yog-
karta seperti dikemukakan oleh Zoetmulder. yakarta mewarnai perjalanan sejarah sastra
Dari Kraton Yogyakarta, ternyata pena Ha- budaya Jawa. Sampai masa kini pun berba-
mengku Buwana II ketika masih berstatus gai kehidupan budaya – seperti gaya pakai-
putra mahkota telah menggoreskan kepu- an tradisional, upacara, gaya keris, wayang,
janggaannya dengan karyanya Serat Sur- tari, bahasa, bahkan makanan – masih me-
yaraja dan pena Raden Tumenggung Ja- rasakan jejak -jejak kompetisi budaya antara
yengrat, seorang menantu raja Hamengku kedua kraton itu (Soedarsono, 1985; Groe-
Buwana I, menghasilkan Babad Kraton nendael 1985). Dalam perkembangan dia-
yang fungsinya di dalam perjalanan sejarah lektis semacam itu, sudah barang tentu raja
sastra Jawa tidak dapat diabaikan begitu dan kerabat kraton dari kedua belah pihak
saja (Ricklefs, 1974:176-226). Pada zaman terpacu guna memproduksi karya sastra
sehabis Perang Dipanegara, tampak Sultan untuk menunjukkan kewibawaannya di bi-
Hamengku Buwana V, VI, dan VII memba- dang kehidupan budaya.
ngun kembali khazanah sastra kraton Kedekatan kedua kraton dengan bangsa
(Girardet, 1983: 645-705; Behrend, 1993: Belanda juga merupakan sebuah faktor
416-420) yang hancur, bukan saja akibat penting di dalam kegiatan sastra para elite
perang yang melanda sebagian besar Jawa kraton. Alat tulis seperti kertas, mistar, tinta,
Tengah, melainkan juga akibat dijarah oleh tinta berwarna dan tint a emas, sampul dan
pasukan Inggris yang menyerbu kraton penjilidan akan tersedia dalam jumlah yang
pada dekade sebelumnya (Carey, 1983: memadai untuk keperluan tulis menulis pa-
37). Namun, banyaknya karya sastra hasil da umumnya, dan khususnya bagi pengem-
pena raja dari zaman Surakarta – Yogya- bangan kegiatan sastra. Di samping itu,
karta bukanlah data yang tepat untuk mela- perhatian pihak Belanda untuk penelitian
cak proses terdesaknya kaum pujangga se- sastra dan budaya Jawa – untuk mendu-
hingga pena mereka diambil alih oleh raja kung sistem kolonial agar makin efektif –
dan kerabat kraton sebagai penguasa po- bukan hanya merupakan dorongan, bahkan
litik dan militer karena ada faktor-faktor khu- merupakan fasilitator bagi kaum elite kraton
sus yang terjadi pada zaman ini. untuk meningkatkan kegiatan mereka di bi-
Sejak masa-masa awal terbelahnya Ke- dang sastra (Behrend, 1993:427-432).
rajaan Mataram pada tahun 1755 menjadi Ketiga faktor sosial yang terjadi pada
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yog- zaman Surakarta – Yogyakarta ini mendo-
yakarta, para elite politik dari kedua belah rong raja dan elite kraton untuk bertindak
pihak mengaku sebagai keturunan sah sebagai pujangga dan pencipta seni buda-
dinasti Kartasura ketika Kerajaan Mataram ya. Pemicu, yang menyebabkan tampilnya
masih utuh, belum terbelah. Usaha legi- raja dan elite kraton untuk memanfaatkan
timasi tidak dapat lagi dilakukan di bidang karya sastra guna memperlihatkan kewiba-
militer dan politik karena bidang ini telah waan dirinya, perlu dicari pada zaman se-
berada di tangan Belanda; perebutan legi- belumnya ialah pada zaman ketika kraton
timasi hanya dapat dilakukan di medan poli- masih utuh, ketika alat tulis menulis masih
tik kebudayaan. Dengan gamblang, Ricklefs diproduksi secara tradisional, dan ketika di
(1974:213-218) mengungkapkan bahwa kraton belum muncul peneliti-peneliti asing
Babad Kraton digubah untuk melegitimasi yang mendorong kegiatan sastra. Kondisi
Kraton Yogyakarta sebagai ahli waris kebudayaan semacam ini ada pada zaman
Kraton Kartasura. Tentang pihak Surakarta, Kartasura, ketika Mataram belum terpecah.
yaitu Pakubuwana III, Wiryamartana (1990:
402-409) telah pula mengungkapkan usaha 3. Data Sastra
raja ini di dalam mewariskan sastra budaya
Jawa Kuna, Arjunawiwaha tradisi Kartasura Sayang bahwa Kraton Kartasura sejak
bagi masyarakat sezamannya. berdirinya telah penuh dengan huru-hara.
Politik kebudayaan, yang tercetus pada Dua kali, ialah tahun 1704 dan tahun 1740,
masa awal terpecahnya Kraton Mataram, kraton ini dilanda perang besar. Dalam ke-
mewarnai perkembangan sastra budaya rusuhan yang melanda kraton ini, bahkan

Humaniora Volume XIII, No. 3/2001 241


Alex Sudewa

pusaka kerajaan hilang dibawa lari oleh huru-hara jatuh ke tangan orang kebanyak-
Mangkurat III ketika kraton diserang oleh an dan berbaur dengan naskah luar kraton
pasukan Belanda. Tidaklah mengherankan sebelum akhirnya dipungut oleh para
bahwa ada kelangkaan karya sastra dari kolektor.
zaman ini yang dapat terwariskan sampai Selain keempat naskah itu, masih ada
kini. Para kolektor bangsa Barat seperti satu naskah lagi asal zaman Kartasura
Thomas Stamford Raffles, John Crawfurd, yang tersimpan di Universitas Leiden, ber-
JFC Gericke, Taco Roorda, serta Museum nomor NBS 95 berjudul Dharma Sunya
Ethnografi di Delft yang mengumpulkan Keling. Naskah ini digoreskan pada kertas
koleksinya dari lingkungan elite kraton ha- Eropa bersampul kertas gendong dan berisi
nya berhasil mendapatkan 150 naskah uraian filsafat mistik Siwa-Budha dan ditulis
yang berasal dari zaman sebelum Perang oleh Pangeran Dipanegara, putra Paku-
Dipanegara, yang kesemuanya berasal dari buwana I dari garwa selir, pada tahun 1716
zaman sesudah tahun 1778 A.D., artinya 25 bulan November (Pigeaud, 1986 II: 739). 2
tahun setelah pembagian Kerajaan Mata- Oleh para peneliti sastra, zaman Karta-
ram (Ricklefs, 1974: 220-221). Hal ini ber- sura dianggap sebagai zaman kegelapan
arti bahwa pada waktu para kolektor itu yang mendahului zaman kebangkitan sas -
melakukan kegiatannya, sudah tidak ada tra Jawa di zaman Surakarta pada per-
naskah-naskah dari zaman Kartasura yang gantian abad 18 / 19 (Pigeaud, 1967: 236;
berada di tangan ahli warisnya. Ketika Drewes, 1974: 199-201). Berkat kemajuan
koleksi naskah dari keempat kraton ahli penelitian di bidang sejarah, terutama studi
waris tahta Mataram (Kasunanan Surakar- Ricklefs (1992) dan Remmelink (1990), za-
ta, Pura Mangkunegara, Kasultanan Yogya- man yang oleh masyarakat Jawa masa kini
karta, dan Pura Pakualaman) dicatat dalam hampir dilupakan ini, berhasil dimunculkan
katalog oleh Girardet tahun 1983, ternyata kembali sebagai zaman yang penuh de-
keempat kraton itu tidak menyimpan ngan perubahan di berbagai bidang kehi-
naskah dari zaman Kartasura. 1 dupan masyarakat akibat campur tangan
Mengingat perjalanan sejarah Kraton persekutuan dagang Belanda, VOC.
Kartasura yang penuh konflik dan perubah-
an sosial politik ekonomi, tidaklah menghe- 4. Latar Belakang Sejarah 3
rankan apabila akhirnya beberapa buah
naskah asal Kraton Kartasura ditemukan te- Kraton Kartasura terletak di pedalaman
lah berbaur dengan naskah dari masyara- Jawa Tengah dan merupakan pusat Kera-
kat luar kraton. Pada koleksi naskah di Mu- jaan Mataram yang semula berada di Ple-
seum Radya Pustaka, ada naskah Serat red, dekat Yogyakarta. Meskipun terletak di
Yusuf (nomor 261), Serat Iskandar (nomor pedalaman, daerah ini masih meninggalkan
262), dan Ngusulbiyat (nomor 260); pada jejak kebesaran budaya Jawa Hindu yang
Museum Pusat (sekarang Perpustakaan berupa berbagai bangunan candi, seperti
Nasional) ada naskah Serat Menak (nomor Candi Borobudur dan Prambanan. Jejak
BG 613). Keempat naskah itu menarik, kebesaran budaya Jawa Hindu ini pada
selain karena dalam kondisi yang bagus, hakikatnya merupakan cermin keberhasilan
juga karena bentuk tulisan yang ngetumbar pemerintah kerajaan di dalam memadukan
(gaya bulat) dan kompak, dengan hiasan potensi maritim Laut Jawa dan kesuburan
yang indah dengan tinta emas pada tanah agraris berkat adanya gunung berapi
halaman depan dan halaman belakangnya, (Hall, 1955: 46-50). Kekuatan militer politik
serta pada setiap pergantian pupuh dan yang berada di tangan raja dan kerabat
pada-nya. Bahwa keempat naskah ini kraton dapat bekerja terpadu dengan kewi-
berasal dari kraton, terbukti dari disebutnya bawaan religius yang ada di tangan para
Ratu Mas Balitar, permaisuri raja Pakubu- pendeta dan pujangga sehingga pemerin-
wana I, sebagai pemilik dan pemberi tahan kerajaan dapat menyatupadukan po-
perintah penulisan (Poerbatjaraka, 1940: 9; tensi dari berbagai daerah. Konsep hierarki
Sudewa, 1995: 2). Kedua hal itu menunjuk- masyarakat menurut paham budaya Jawa
kan bahwa keempat naskah semula naskah Hindu dapat menciptakan stabilitas politik
penting milik kraton yang karena zaman sehingga masyarakat mencapai kehidupan

242 Humaniora Volume XIII, No. 3/2001


Sastra dan Perkembangan Politik di Jawa Abad XVIII

budaya yang meninggalkan jejak -jejak ke- di medan laga) sebagai cerminan bahwa
megahan berupa bangunan-bangunan can- politik kerajaan akan berlandaskan ekspan-
di. Berbagai karya sastra Jawa Kuna dari si militer; selama pemerintahannya, raja ini
abad XIV di zaman Majapahit juga mencer- benar-benar melaksanakan cita-citanya de-
minkan terpadunya kegiatan dagang mari- ngan rangkaian penaklukannya ke arah
tim dengan kesuburan agraris di pedalaman pantai utara. Politik penaklukan yang sama,
(Robson, 1981: 259-293). untuk memadukan kekuatan dagang dan
Stabilitas politik, dengan latar belakang pertanian, juga dilakukan oleh keturunan-
budaya dan filsafat Jawa Hindu dengan pe- nya, Sultan Agung, dengan ekspedisinya ke
lapisan masyarakat yang ketat, rupa-rupa- pantai utara yang lebih menyeluruh karena
nya mulai goyah pada akhir zaman Maja- ancaman dominasi asing, ialah persekutuan
pahit. Ketika itu di masyarakat luas beredar dagang Belanda, VOC. Raja yang paling
berbagai karya sasta, antara lain Siwara- berwibawa dari dinasti Mataram ini rupa-
trikalpa (Teeuw, dkk., 1969) dan Nitisastra rupanya menyadari bahwa persatuan tidak
(Poerbatjaraka, 1933) yang mengajarkan mungkin dicapai hanya dengan kekuatan
bahwa nilai seorang individu terletak pada militer belaka. Selain gelar Senapati ing
pengetahuan yang dimilikinya, dan perbuat- Ngalaga, ia juga menggelari dirinya Ngab-
an dalam hidupnya. dul Rahman (hamba Sang Maha Penya-
Kesadaran kemandirian individu di te- yang) dan Anyakrakusuma (pusat para pe-
ngah alam kehidupan budaya Jawa Hindu mimpin masyarakat) sebagai pertanda bah-
ini akan semakin tersebar dan dihayati ma- wa ia juga hendak bergerak di bidang spiri-
syarakat dengan kedatangan agama Islam tual. Selain ekspansi militer, Sultan Agung
dalam bentuk aliran tasawuf. Dengan kesa- juga melakukan tindakan di bidang budaya
daran akan kemandirian individu ini, dalam dengan memberlakukan Tarikh Jawa yang
diri para elite cendekiawan dan rohaniwan merupakan gabungan antara Tarikh Islam
tumbuh keyakinannya untuk mencetuskan dan Tarikh Saka, serta mendirikan muso-
pendapat dan ajaran hidup yang mandiri; leum bagi dirinya dan raja-raja keturunan-
sedang dalam diri para elite penguasa tim- nya yang merupakan perpaduan gaya Islam
bul kesadaran untuk memimpin secara –Jawa Hindu.
mandiri sesuai dengan kebutuhan pengikut- Aksi militer yang dilakukan Sultan
nya. Dengan semangat semacam itu tim- Agung untuk mempersatukan Pulau Jawa
bullah di Jawa – dan juga di seluruh Nusan- ternyata memberikan beban yang amat be-
tara pada umumnya – selain kebhinekaan rat bagi ahli warisnya. Guna menjaga keu-
di bidang penghayatan agama, juga kebhi- tuhan kerajaan, Amangkurat I, putra Sultan
nekaan dalam kepemimpinan lokal. Tim- Agung yang menggantikannya, bertindak
bullah negara-negara Islam yang masing- sangat kejam. Pembunuhan yang dilakukan
masing berbeda dalam penghayatan aga- terhadap para santri secara besar-besaran
manya (de Graaf dan Pigeaud, 1983; mengundang permusuhan dengan Trunaja-
1986). ya, seorang bangsawan asal Madura. Pada
Rupa-rupanya para pembangun dinasti dasarnya, para elite penguasa di Madura
Mataram yang memusatkan kekuasaannya dijiwai semangat ingin bebas dari campur
di daerah pedalaman Jawa Tengah – dae- tangan Mataram. Dengan bantuan orang
rah yang penuh dengan puing-puing tempat suci dari Tembayat, dan bersekongkol de-
suci Jawa Hindu dan kemungkinan masih ngan putra mahkota yang bercita-cita mem-
hidup pertapaan-pertapaan yang berpenga- persatukan kembali kerajaan yang terpecah
ruh – berjuang keras untuk menghidupkan belah oleh kekejaman ayahnya, Trunajaya
lagi politik perpaduan kekuasaan maritim berhasil menguasai daerah pantai dan Ja-
dan potensi kesuburan pedalaman. Karena wa Timur serta bermarkas di Kediri. Tahun
bidang kehidupan budaya tidak lagi mem- 1677 Trunajaya menyerang istana Plered,
berikan peluang untuk membangun per- raja melarikan diri ke arah barat; karena
satuan dan perpaduan itu, perjuangan itu penderitaannya yang berat, ia meninggal
disandarkan pada kekuatan politik militer. dan dimakamkan di Tegalwangi, dekat kota
Raja pertama dinasti Mataram ini mengge- Pantai Tegal.
lari dirinya Senapati ing Ngalaga (pemimpin

Humaniora Volume XIII, No. 3/2001 243


Alex Sudewa

Rupa-rupanya Amangkurat I ini sadar wan. Penulis babad bahkan melukiskan raja
bahwa kelompok -kelompok agama merupa- ini bertingkah sebagai seorang jenderal Be-
kan rintangan untuk mempersatukan kera- landa, kadya gurnadur angejawi. Kubu anti-
jaan. Ia menggelari diri Sayidin Panataga- VOC berhasil membujuk raja agar berseku-
ma, pemimpin iman, pengatur kehidupan tu dengan pemberontak bekas budak asal
agama, sebagai cetusan cita-citanya hen- Bali, Surapati, untuk melawan Belanda.
dak mengatur kehidupan beragama. 4 Sete- Pemberontak ini berhasil membentuk laskar
lah kematian raja di Tegalwangi, putra mah- melawan Belanda, kemudian melarikan diri
kota menobatkan diri sebagai raja dengan dari Batavia ke arah timur. Raja Amang-
gelar Sayidin Panatagama juga, yang men- kurat II bermaksud melindunginya. Batavia
cerminkan cita-citanya mempersatukan ke- mengirimkan Kapten Tack, yang dahulu
lompok-kelompok agama meskipun dalam berhasil meringkus Trunajaya, ke Kraton
kenyataannya ia adalah raja yang tersingkir Kartasura, untuk mengatasi keadaan dan
dari kratonnya. Musuhnya yang paling menagih janji raja. Kedatangan Tack mem-
utama adalah bekas sahabat sekongkolnya, buat raja terjepit di antara VOC dan para
Trunajaya, yang juga menobatkan dirinya bangsawan anti-VOC. Pasukan Surapati
menjadi raja dengan kratonnya di Kediri de- dengan dibantu para bangsawan Jawa
ngan memakai gelar Panembahan. Amang- berhasil menghancurkan benteng VOC di
kurat II menghubungi VOC dan dengan Kartasura dan membunuh Tack.
bantuan Belanda Kraton Kediri dihancur- Bagi diri raja keadaan ini sangat tidak
kan. Sebelum eksekusi, Trunajaya mohon mengenakkan mengingat kraton dan tahta-
kepada raja untuk memindahkan kratonnya nya dibangun oleh VOC. Para bangsawan
ke Majapahit agar dengan demikian kraton terpecah belah dan sementara itu kewiba-
tidak lagi berhubungan dengan para kafir waan Surapati di Jawa Timur makin meluas
Belanda. Permohonan dari seorang bang- sehingga putra mahkota menjalin kerja
sawan pemberontak lewat surat kepada sama dengan pemberontak. Ketika pada
rajanya semacam itu mencerminkan bahwa tahun 1704 raja wafat, putra mahkota naik
di kalangan elite penguasa Jawa berkem- tahta bergelar. Susuhunan Amangkurat
bang hasrat dan cita-cita agar raja benar- Senapati ing Ngalaga, Ngabdurrahman,
benar berperan sebagai Sayidin Panata- Sayidin Panatagama.
gama yang bebas dari campur tangan kafir. Puger, paman putra mahkota dalam ku-
Saran Trunajaya itu tidak mendapat tang- bu politik pro-VOC, keluar dari kraton da-
gapan dari raja. Sebuah kraton baru diba- tang kepada VOC untuk minta dinobatkan
ngun di Kartasura dan persahabatan raja sebagai raja, dengan imbalan akan membe-
dengan Belanda semakin akrab. ri konsesi atas wilayah pantai utara kepada
Politik raja, dengan demikian, bukan sa- VOC. Raja ini mengambil nama Pakubuwa-
ja berbalikan dengan politik Sultan Agung na, dengan gelar sama Senapati ing Ngala-
yang berjuang keras mengusir VOC dari ga, Ngabdurrahman, Sayidin Panatagama.
Pulau Jawa, tetapi juga bertentangan de- Madura yang mencemaskan pengaruh
ngan kesadaran politik yang diwariskan Surapati di Jawa Timur bergabung dengan
turun-temurun di kalangan penguasa, ialah VOC dan Pakubuwana; ketiga kubu me-
memadukan potensi dagang maritim de- nyerang Kraton Kartasura, Amangkurat III
ngan potensi kesuburan tanah agraris. lari bergabung dengan Surapati dengan
Gelar raja, Sayidin Panatagama, pada haki- membawa pusaka tanda kebesaran Kera-
katnya merupakan janji raja hendak mem- jaan Mataram. Setelah Surapati terbunuh,
bangun kembali persatuan di dalam kebhi- Amangkurat III menyodorkan perdamaian
nekaan kehidupan agama dengan mengusir kepada VOC untuk berunding, tetapi
kaum kafir Belanda. Usul agar kraton dipin- ditangkap dan dibuang ke Srilangka.
dahkan ke Majapahit mencerminkan bahwa Morat-maritnya keuangan VOC mem-
sinkretisme Islam-Jawa Hindu bukanlah buat Belanda dengan keras menekan Paku-
masalah dalam kebhinekaan kehidupan buwana memenuhi janji-janjinya untuk
agama. membayar ongkos perang. Hal ini membuat
Keakraban raja dengan VOC mengun- raja menjalankan politik ekonomi yang ketat
dang kritik tajam di kalangan para bangsa- terhadap rakyatnya. Kerja paksa menye-

244 Humaniora Volume XIII, No. 3/2001


Sastra dan Perkembangan Politik di Jawa Abad XVIII

babkan ketidakpuasan di kalangan rakyat; Pertentangan kepentingan politik di an-


terjadi migrasi besar-besaran meninggalkan tara kelompok -kelompok bangsawan yang
kraton ke daerah pantai. Para bangsawan dilatarbelakangi kebhinekaan kehidupan
dan pejabat daerah menjadi anti-raja. budaya, akhirnya, menyeret seluruh kera-
Kedudukan raja menjadi goyah terlebih di- jaan jatuh ke tangan Belanda. Kraton tidak
lihat dari dunia tradisi. Kraton didirikan oleh berhasil mempersatukan kehidupan budaya
VOC, sementara pusaka kerajaan dibawa Jawa karena kesakralan kraton luntur.
lari oleh Amangkurat III. Berbagai usaha Kraton Plered telah dihancurkan oleh Tru-
dilakukan oleh raja Pakubuwana I ini untuk najaya, Kraton Kartasura dibangun oleh
memperkuat diri di bidang spiritual tradisio- VOC, dan kemudian diserbu oleh VOC ju-
nal dengan hasil yang kurang memuaskan. ga. Bukanlah tanpa alasan ketika Amang-
Timbul berbagai gerakan pengacau kea- kurat III lari dari kraton, ia membawa pusa-
manan pada berbagai lapisan sosial, baik ka kerajaan; pusaka inilah satu-satunya
yang didorong oleh putra-putra raja sendiri simbol pemersatu kerajaan yang belum ter-
maupun yang dipimpin oleh rakyat ke- noda. Alasan kewibawaan tahta mendorong
banyakan. Algojo dan hukuman yang kejam Pakubuwana I berusaha keras mencari pu-
tampaknya tidak juga dapat meredam ke- saka yang hilang itu. Ketika pencarian
tidakpuasan di kalangan rakyat. pusaka itu mengalami jalan buntu, maka
Ketika raja wafat, putra mahkota meng- raja ini berusaha memperkuat wibawa
gantikannya dengan gelar Susuhunan spiritualnya dengan cara yang lain.
Amangkurat Senapati ing Ngalaga, Ngab -
durrahman, Sayidin Panatagama; pembe- 5. Karya Sastra dalam Tinjauan Sosial
rontakan meletus di berbagai daerah. Cam- Budaya
pur tangan Belanda juga tidak berhasil
menenangkan kerajaan. Tahun 1726, raja Raja Pakubuwana I memang dihadap-
wafat diracun orang. Putra mahkota yang kan pada krisis kewibawaan, bukan saja di
baru berusia 16 tahun diangkat sebagai raja bidang militer politik dan ekonomi, tetapi
bergelar Pakubuwana Senapati ing Nga- terlebih di bidang spiritual tradisional. Maka
laga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama dari itu, raja berusaha keras untuk memu-
dan berada di bawah pengaruh kuasa lihkan kewibawaan kratonnya di bidang
ibunya, Ratu Amangkurat. Kraton dan VOC spiritual.
semakin erat, sistem kolonial berjalan seca- Dalam pandangan Jawa, Kraton Kar-
ra efektif. Keadaan ini menyebabkan raja tasura telah kehilangan keramatnya, bukan
semakin ditinggalkan oleh para bangsawan. saja karena kraton dibangun oleh Belanda,
Laskar pemberontak Cina yang terdiri melainkan terlebih karena kraton membe-
dari para pengusaha dan pedagang dari rikan peluang hubungan dengan Belanda
Batavia yang menjalar ke timur akan diman- berkembang dengan intim. Sejak pembe-
faatkan oleh raja untuk membebaskan diri rontakan Trunajaya, rupa-rupanya masya-
dari tekanan VOC. Namun, sikap raja yang rakat telah merasa bahwa daerah bekas
tidak tegas dalam melawan Belanda me- kemegahan budaya Hindu-Budha itu tidak
nyebabkan para bangsawan bersatu dan cocok lagi untuk menghindarkan urusan
bersekutu dengan pemberontak Cina de- kerajaan dari campur tangan asing. Surat
ngan mengangkat cucu Amangkurat II Trunajaya, yang menyarankan agar
menjadi raja yang terkenal sebagai Sunan Amangkurat II mendirikan kraton di Maja-
Kuning. Persekutuan ini berhasil menghan- pahit, mencerminkan pendapat masyarakat
curkan Kraton Kartasura sehingga Pakubu- umum itu. Sudah barang tentu Pakubuwana
wana II lari menemui Belanda dengan janji I juga merasakan kegoyahan Kraton Karta-
hendak menyerahkan seluruh pantai utara sura dalam pandangan tradisional Jawa.
Jawa asal tahtanya dapat kembali. Dengan Raja ingin memindahkan kratonnya ke
bekerja sama dengan Madura, Belanda Mataram kembali, yang sudah pasti VOC
dapat memadamkan pemberontakan Sunan tidak akan menyetujuinya. Pada tanggal 21
Kuning dan metahtakan kembali Pakubu- Mei 1709, 6 hari setelah upacara Garebeg
wana II dengan istananya yang baru, Sura- Mulud tahun 1633, raja pergi berziarah ke
karta. tempat keramat di Pantai Selatan, ke

Humaniora Volume XIII, No. 3/2001 245


Alex Sudewa

Pemancingan dan Gua Langse; sepulang disertai upacara. Tembakan salvo meriam
dari peziarahan ini, raja menerima saran Gunturgeni dilepaskan tiga kali dan seluruh
VOC untuk tidak memindahkan istananya. rakyat kerajaan ikut bercukur rambut. Upa-
Hubungan sakral dengan Mataram dicu- cara bercukur ini diulang lagi pada Februari
kupkan dengan mendirikan pesanggrahan, 1716. Barangkali upacara cukur ini menda-
dan memindahkan masjid Kraton Plered ke hului kebiasaan raja memakai kopiah. Ber-
daerah baru lebih ke arah timur yang diberi samaan dengan upacara cukur yang kedua
nama Kartawinata (Ricklefs, 1993: 159). ini, pohon beringin di tengah alun-alun di-
Mencari kembali pusaka yang hilang ganti (Ricklefs, 1993: 164). Di tengah kesi-
dibawa Amangkurat III ketika lari dari kraton bukan menjalankan upacara sakral ritual
dan bergabung dengan Surapati juga itu, Ratu Mas Balitar, permaisuri raja pada
merupakan perjuangan Pakubuwana I un- Juli 1715 menyuruh membangun sebuah
tuk membangun kembali kesakralan ista- karya sastra yang bersumber dari khazanah
nanya. Tanggal 20 Januari 1709, VOC me- sastra Melayu, ialah Serat Menak (Poerba-
nyerahkan sebuah peti yang dirampas dari tjaraka, 1940: 9).
Amangkurat III yang mungkin berisi pusaka Kegiatan sang permaisuri rupanya luput
kerajaan. Peti ini dibuka secara ritual di dari pengamatan Belanda; kegiatan ini tidak
hadapan para bangsawan. Ternyata seba- terdapat dalam catatan VOC. Jejak kegiat-
gian besar palsu, kecuali sebuah gong, dua an Ratu berupa naskah yang dikoleksi oleh
buah terompet, dan 6 bilah tombak (Rick- Koninklijk Bataviaasch Genootschap dibeli
lefs, 1993: 153). Raja tetap minta kepada tahun 1924 dan diberi nomor BG 613. Nas-
VOC agar regalia kerajaan dipulangkan ke kah menggunakan dalancang Jawi ukuran
Mataram. Pada Mei 1710, VOC menyerah- 24 x 35 cm tebalnya 1.188 halaman. Kon-
kan sebuah peti yang disegel dan setelah disi naskah sampai saat ini masih bagus,
dibuka ternyata berisi keris sebanyak 33 dengan kolophon awal dan akhir dihias sa-
bilah dan 6 bilah tombak; hanya sebilah ngat indah. Pada kolophon itu ada kete-
keris yang dianggap sebagai pusaka (Rick- rangan bahwa pengerjaan dimulai pada hari
lefs, 1993: 158). Usaha mencari kembali Jumat tanggal 17 bulan Rajab tahun Dal
pusaka yang hilang merupakan pekerjaan dan selesai pada hari Kamis tanggal 1
yang sulit, orang Belanda tidak paham bulan Dzulhijah, masih dalam tahun Dal, ar-
sama sekali, sedang di pihak kraton hanya tinya dalam waktu 4 setengah bulan karya
sedikit orang yang mampu mengetahui yang tebalnya lebih dari 1.000 halaman itu
keaslian pusaka. Pada waktu pelantikan gu- selesai dikerjakan. Hal yang tidak mungkin,
bernur jendral A. van Riebeeck tahun 1709, bahkan untuk menyalin pun waktu sesing-
utusan dari Kartasura menyerahkan daftar kat itu tidak mencukupi. Kedua tanggal itu
pusaka yang diperkirakan dibawa oleh tampaknya dicantumkan dengan pertim-
Amangkurat III ke Srilangka. Usaha menca- bangan lain, untuk memberikan kesan bah-
ri pusaka tidak berjalan lancar, dan rupanya wa tahun Dal 1639 kraton sibuk dengan
hal ini menjadi ganjalan di hati raja. Ketika kegiatan spiritual.
putra raja, Pangeran Saloring Pasar, tahun Bagaimana proses pengerjaan yang se-
1714 lari keluar istana dan minta perlin- benarnya, barangkali terletak pada data
dungan Belanda, raja minta agar pangeran tentang pegawai yang diberi tugas oleh
ini tidak dibuang ke Srilangka karena permaisuri. Kalimat terakhir naskah BG 613
dikhawatirkan di sana ia menemukan pusa- ialah kang anurat Carik Narawita, ingkang
ka Kraton Mataram (Ricklefs, 1993: 163). mantu Ki Carik Waladana. Tepatlah terje-
Usaha membangun kekuatan sakral, mahan yang diusulkan Brakel dalam dalil
yang tidak biasa dalam tradisi Jawa dilaku- disertasinya, kata mantu bukanlah berarti
kan oleh raja pada tahun 1715. Pada Fe- ‘putra menantu’ melainkan ‘membantu’, se-
bruari tahun itu, raja sakit keras, tetapi sem- hingga terjemahan yang diusulkan Brakel
buh kembali. Pada Maret diumumkan se- adalah ‘yang menulis Carik Narawita,
cara resmi bahwa putra raja, Pangeran dengan dibantu Carik Waladana’ (Brakel,
Mangkunegara, diangkat menjadi putra 1975; Ricklefs, 1993: 347). Terjemahan ini
mahkota. Pada bulan September, di tengah lebih mendekati maksud naskah. Sayang
bulan Ramadhan, raja mencukur rambutnya bahwa Brakel tidak terbiasa dengan susun-

246 Humaniora Volume XIII, No. 3/2001


Sastra dan Perkembangan Politik di Jawa Abad XVIII

an sintaksis Jawa yang ada dalam kalimat muskan dalam bahasa Jawa; Yang Sukma,
itu. Kalimat itu sebaiknya diterjemahkan: Yang Agung, Pangeran, Yang Kang Wase-
‘yang menulis Carik Narawita, yang menjadi sa, atau kata Yang saja.
pembantu Carik Waladana’. Struktur kerja Penonjolan budaya Jawa sudah tampak
sama semacam ini barangkali dapat men- jelas pada lima bait yang pertama sebagai
jelaskan proses penulisan Serat Menak berikut:.
yang dikerjakan dalam waktu yang amat
singkat. Carik Waladana ini pada tahun
1710 – dalam catatan Belanda disebutkan Ingsun amimityamuji, Aku mulai dengan
namanya Nalladana, berkedudukan seba- memuji
gai seorang juru bahasa kraton - membuat anebut namaning menyebut nama
kesalahan surat menyurat antara kraton Suksma, Suksma
dan VOC karena kebanyakan minuman kang murah ing yang murah di
keras. Akibatnya, ia dipecat dari pekerjaan dunya reke, dunia
sebagai juru bahasa. Keahlian sebagai seo- ingkang asih ing yang pengasih di
aherat, akhirat
rang penulis, yang menguasai berbagai
langgeng maha selalu bersifat
bahasa asing, tentu amat langka pada
balaba, murah
zaman itu. Kemungkinan sejak dipecat se-
angganjar ing kawlas memberi rezeki
bagai juru bahasa resmi di kraton untuk ayun, orang miskin
urusan politik, permaisuri memanfaatkan angapura ing memaafkan orang
keahlian cendekiawan yang namanya telah dodosan. berdosa.
tercemar ini untuk kepentingan lain, ialah
mengerjakan Serat Menak dari babonnya Sasampuning muji Setelah memuji
Hikayat Amir Hamzah dalam bahasa Mela- Yang Widi, Yang Widi
yu. Bagi seorang juru bahasa kraton yang amuji Nabi lalu memuji Nabi
berpengalaman sudah barang tentu Ki Ca- Muhammad, Muhammad
rik Waladana ini di dalam menerjemahkan kalawan dengan
sebuah karya sastra tidak mengalami kesu- kulawargane, kerabatnya
karan yang berarti. Tampak wajar juga apa- kang sinucekaken yang disucikan
bila Serat Menak setebal 1.188 halaman ini ika,
hasil terjemahan seorang cendekiawan kang sinung dan diberi
kraton, seorang peminum, yang dilindungi kanugrahan, anugerah
dan disponsori permaisuri, berlangsung dari lan sakathahe kang dan segala
tahun 1710 sampai tahun 1715. Nama carik anut, pengikut
mring sira Nabi kepada Nabi
Narawita baru ditampilkan kemudian, ke-
Muhammad. Muhammad.
mungkinan hanyalah sebagai pendamping
cendekiawan yang namanya telah cacad Sampuning Setelah demikian
lima tahun yang lalu, bersopan santun se- mangkana singgih,
bagai pembantunya, yang sebenarnya ber- sakathahe kang maka semua yang
laku sebagai pembuat karya terjemahan itu. amaca, membaca
Pekerjaan alih bahasa mantan juru ba- miwah kang miyarsa dan yang
hasa resmi Kraton Kartasura ini sudah ba- reke, mendengar
rang tentu berdasarkan suatu strategi buda- dipunsami angapura, hendaknya
ya yang terencana. Pada halaman pertama memberi maaf
naskah, dicantumkan surat Al-Fatikhah sastra bangga tur atas sastra yang
yang ditulis dengan huruf Jawa (Poerbatja- kithal, kaku dan tidak
raka, 1940: 30). Dengan cara itu ditegaskan enak
bahwa karya sastra yang digarapnya bersi- nanging paksa meskipun
fat Islam meskipun konteks budaya Jawa milyangapus, memaksa diri ikut
tidak diabaikan. Sayang bahwa halaman menulis
pertama yang masih dibaca oleh Poerbatja- anembangaken melagukan
raka tahun 1940 kini telah hilang. Di dalam carita. ceritera.
teks selanjutnya, kata Allah hampir tidak
Duk kala wiwit tinulis, Ketika mulai
pernah dipakai; pengertian Tuhan diru- menulis

Humaniora Volume XIII, No. 3/2001 247


Alex Sudewa

anuju dina Jumahat, pada hari Jumat karya terjemahan ini. Kata-kata dari bahasa
ping pitu welas tanggal tujuhbelas Melayu dipakai dalam teks:
tanggale,
sasi Rajab tahun bulan Rajab tahun 1.38 : wonten malige satunggal
Edal, Dal 2.41 : tumpesen denemu
Marakeh mangsa Marakeh masa 4.30 : nyata rika ingkang angambil
Kasa, Kasa 4.41 : kecapira wong menak
lenging welut rasa lubang belut 4.85 : angalap dhaon pisang
purun, merasa berani 6.22 : tumulya Ambyah dipunberi
sangkalane duk itulah bilangan 6.49 : hantu apa sira anglinggihi arta
ingetang. sangkala. 6.73 : sasampune Islam sami asowara
7.6 : sasampune baresih
Anenggih kitab puniki, Adapun kitab ini 7.13 : medal dhumateng ing jawi
kang yasa Kangjeng adalah hasil karya 7.29 : lampahe saparti angin
Ratu Mas, Kangjeng Ratu 8.40 : pasthi mati sira Ambyah ing
Mas deneku
Balitar ing kakasihe, Balitar. Itulah
gelarnya
kang grewa Kangjeng ia isteri Kangjeng Bahkan dipakai juga kutipan dari bahasa
Susunan, Susunan Parsi:
Ratu Pakubuwana, Ratu Paku
Buwana. 76.18 : ……. sampuning kabonda
carita Menak ingapus, Ceritera Menak ini ngidung Raja Kajun,
ditulis pan asanget sukanira,
atembang dengan tembang angidung cara Parasi //
Asmaradana. Asmaradana.
76.19 : mitang lekar dhangdhangija,
Kolophon akhir memberitakan tanggal jahan solepan tegese puniki,
dan para penulisnya, karatone donya iku,
datan luwih Suleman,
Titi tamat kala Telah sudah Kursining ejin Suleman kang alungguh //
sampun sinurat ditulis
ing dinten Kemis sasi pada hari Kamis Jalan cerita Serat Menak BG 613 itu se-
Dulhijah bulan Dulhijah jajar dengan jalan cerita Hikayat Amir Ham-
ing tanggal pisan ing tanggal satu,
zah yang diringkas oleh Van Ronkel dalam
tahun Edal, tahun Dal
disertasinya (1895). Kata-kata Melayu yang
ing wayah enjing ing di waktu pagi,
mangsa kalima, masa yang ke dipakai kembali di dalam terjemahan, selain
lima memperkuat bahwa induknya adalah Hika-
ing wuku warigalit, wuku Warigalit. yat Amir Hamzah dalam bahasa Melayu,
kang anurat Ki Carik Adapun yang memperlihatkan juga strategi budaya pe-
Narawita, menulis Carik nerjemah. Tampak bahwa dalam diri pener-
Narawita jemah terkandung maksud agar cakrawala
ingkang mantu Ki yang membantu pengetahuan para pembaca diperluas.
Carik Waladana. Carik Waladana Kutipan kalimat dari bahasa Parsi lebih
memperkuat sikap penerjemah itu.
Kata-kata yang dipakai untuk Tuhan dan Strategi budaya yang terungkap di da-
Nabi dengan segala sifatnya jelas-jelas di- lam kegiatan terjemahan ini merupakan
usahakan agar pengertian dari keperca- strategi budaya kraton yang dijalankan oleh
yaan Islam mengandung nuansa Jawa. permaisuri. Apabila kegiatan sastra ini
Nuansa Jawa ini akan lebih dipertegas de- diletakkan dalam konteks kegiatan-kegiatan
ngan pemaparan tentang waktu meskipun budaya yang lain yang dilakukan oleh raja,
aneh bahwa hari pasaran tidak dipaparkan. ialah mencari kembali pusaka kerajaan
Di samping nuansa Jawa, nuansa Mela- yang hilang, berziarah ke tempat-tempat
yu tampak sengaja diberi tempat dalam keramat di Mataram, disertai pembuatan
pesanggrahan dan pemindahan masjid Ple-

248 Humaniora Volume XIII, No. 3/2001


Sastra dan Perkembangan Politik di Jawa Abad XVIII

red, upacara pencukuran rambut dan pe- mrih kretarta pakartining ngelmu luhung,
makaian kopiah, maka tampak jelas bahwa kang tumrap neng tanah Jawa,
kraton berusaha mencari perpaduan antara agama ageming aji,
budaya luar yang sedang masuk – Melayu,
yang tersebar di sebagian Nusantara – de- (agar berkembang pelaksanaan ilmu lu-
ngan Islam dan Jawa-Hindu-Budha. Kata- hur, yang diterapkan di dalam budaya
kata Belanda, yang sudah pasti dikenal Jawa, sehingga menjadi tradisi pegang-
cukup luas oleh para cendekiawan bahasa an para raja)
tingkat istana, sengaja tidak dimasukkan (Robson 1990: 20)
dalam karya terjemahan ini. Ini berarti kra-
ton hendak menunjukkan kubu-kubu politik Dari para ahli warisnya itu, jelas bahwa
yang anti-kraton bahwa dirinya tidak akan gelar Panatagama akan berkembang men-
melibatkan Belanda di dalam kehidupan jadi pengatur strategi kehidupan agama.
budayanya. Meskipun Pakubuwana I sebagai pemakai
gelar yang pertama belum merumuskan tu-
6. Kesimpulan gasnya, kegiatannya dalam kehidupan bu-
daya telah mengarah ke arah pengertian
Raja Pakubuwana I tidak bertindak se-
itu. Jelas -jelas bahwa raja dan kraton telah
bagai seorang pujangga seperti para ahli mengambil alih tugas intelektual spiritual
warisnya di kemudian hari. Namun, pihak
yang di alam budaya Jawa Hindu berada di
kraton telah mulai berusaha untuk meman- tangan kaum pendeta dengan tugas mem-
faatkan karya sastra bagi kepentingan stra-
perkuat raja dengan magi sastranya. Rupa-
tegi budaya mereka. Permaisuri raja tampil rupanya kedudukan Panatagama ini terpak-
untuk menunjukkan bahwa kraton masih
sa direbut oleh raja sebab sejak akhir za-
berwibawa di bidang spiritual, dengan me-
man Majapahit di Jawa berkembang sekte-
madukan budaya Nusantara dengan bu- sekte tasawuf yang saling bertentangan.
daya Jawa tradisional. Gerak budaya kraton
Tampaknya sekte-sekte ini mempunyai pe-
semacam ini menjadi pegangan Pakubu- ngaruh bagi timbulnya kubu-kubu politik
wana I yang menggelari dirinya bukan ha-
dan makin lama makin mengancam persa-
nya Senapati ing Ngalaga (perwira di me- tuan kerajaan. Pangeran Dipanegara, putra
dan perang), melainkan juga Sayidin Pa-
Pakubuwana I dari garwa pangrembe, yang
nataga (bangsawan iman, pengatur hidup
memberontaki ayahnya dan juga penulis
keagamaan). Barangkali Pakubuwana be- naskah Dharma Sunya Keling, adalah suatu
lum merumuskan secara jelas dan tegas
kasus yang jelas seorang pemimpin sekte
apa yang menjadi tugasnya sebagai Pana- tasawuf yang sekaligus memimpin kubu
tagama itu. Ahli warisnya di kemudian hari,
politik.
raja Pakubuwana IV (1780-1820), meru-
muskan tugasnya dalam Serat Wulang
Reh,
ngrumpaka basa kang kalantur, Catatan:
tutur kang katula-tula,
tinalaten rinuruh kalawan ririh, 1. Di Kraton Surakarta dan Kraton Yogya-
mrih padhanging sasmita karta, Florida (1993) dan Lindsay (1994)
juga tidak mendapatkan naskah dari
(mengumpulkan ajaran yang tersesat, zaman Kartasura.
tradisi yang diabaikan,
itu semua akan ditelusuri dengan cer- 2. Pangeran Dipanegara, putra Pakubuwa-
mat, agar maknanya menjadi jelas) na I, membuat masalah karena me-
(Darusuprapta, 1982: 65) ngumpulkan orang-orang Bali di kediam-
annya, dimaafkan oleh raja tahun 1714.
Di dalam naskah Serat Dharma Sunya
Di kemudian hari lagi, Mangkunegara IV
(1853-1881), dalam karyanya Serat Wedha- Keling yang disalinnya tahun 1716 dia
menyatakan diri keturunan dari bangsa-
tama, merumuskan bahwa kewajibannya
adalah wan Tuban, bernama Bima Cili. Ricklefs
menyangsikan asal Tuban itu sebab

Humaniora Volume XIII, No. 3/2001 249


Alex Sudewa

Bima Cili adalah bangsawan Blambang- Muslim Malay romance. ‘s-Graven-


an. Dia membawa laskar dengan sen- hage: H.L. Smits.
jata api dan memberontak dengan
harapan hendak mengusir Belanda. Pe- Carey, Peter. 1986. Asal-usul Perang Jawa:
ngikutnya mengangkat Dipanegara se- Pemberontakan Sepoy dan Luk isan
bagai raja bergelar Panembahan Eruca- Raden Saleh. Jakarta: Pustaka Azet.
kra. Di dalam Ramalan Jayabaya gelar
ini adalah gelar untuk Ratu Adil Darusuprapta. 1982. Serat Wulang Reh
(Ricklefs, 1993: 179-180). Pangeran ini Anggitan Dalem Sri Pakubuwana IV.
sadar bahwa pada zaman itu berbagai CV. Surabaya: Citra Jaya.
macam gerakan harus disentralisasi dari
berbagai kubu kepercayaan dan politik de Graaf. 1953. Titels en Namen van Ja-
(Islam, Jawa Hindu, Bali, dan gerakan vaanse Vorsten en Groten uit de 16e
ratu adil) dibentuk untuk mengusir and 17e Eeuw. Bijdragen Taal-,
Belanda. Land-, en Volkenkunde 109.
3. Perunutan sejarah ini diambil dari Rick-
———. .1986. Puncak Kekuasaan Mata-
lefs (1993); penyimpangan dan tambah- ram. Politik Ekspansi Sultan Agung.
an diberi rujukan. Kesalahan dalam pe-
Jakarta: Grafiti Pers.
runutan adalah tanggung jawab penulis.
4. Gelar Sayidin Panatagama diambil Rick- ———. 1987a. Runtuhnya Istana Mataram.
lefs dari Babad Sangkala yang ditulis di Jakarta: Grafiti Pers.
kemudian hari. Penulis babad menam-
bahkan gelar itu pada setiap raja Jawa. ———. 1987b. Disintegrasi Mataram di Ba-
Dari catatan Belanda yang dikumpulkan wah Mangkurat I. Jakarta: Grafiti
oleh de Graaf (1953) ternyata gelar Pers.
Sayidin Panatagama dipakai pertama
kali oleh Pakubuwana I. Seorang Belan- de Graaf H.J. dan Pigeaud Th.G.Th. 1982.
da anggota komite untuk urusan pribumi Chinese Muslims in Java in the 15th
bernama Hendrik van der Horst tahun and 16th Centuries. Monash Paper
1710 menulis gelar raja: Soesoehoenan on Southeast Asia no. 12.
Pacoeboewana Senepatty Ingalaga Ab-
doel Rachman Salidin Panatagama. ———. 1986. Kerajaan-kerajaan Islam di
Raja-raja Jawa sebelumnya tidak me- Jawa. Peralihan dari Majapahit ke
makai gelar itu. Mataram. Jakarta: Grafiti Pers.
5. Periksa catat an 4. Drewes, G.W.J. 1974. “Ranggawarsita, The
Pustaka Raja Madya and the Wa-
DAFTAR PUSTAKA yang Madya.” Orient Extremus , vol.
21. No. 2. pp. 199-215
Behrend, T.E. 1990. Katalog Induk Naskah- Florida, Nancy K. 1993. Javanese Literature
naskah Nusantara. Jilid I. Museum in Surakarta Manuscripts. Volume I.
Sono Budoyo Yogyakarta. Jakarta: New York: Southeast Asia Program
Djambatan Cornell University. Ithaca.

———. 1993. Manuscript Production in Hall, D.G.E. 1955. History of Southeast


Nineteenth-Century Java, Codicolo- Asia. New York : Mac-Millan and Co.
gy and the Writing of Javanese Lite- Ltd. London.
rary History. Bijdragen tot de Taal-,
Land- en Volkenkunde 149. Houben, Vincent J.H. 1982. Kraton and
Kumpeni. Surakarta and Yogyakarta
Brakel, Lode Frank (ed.). 1975. The Hikayat 1830-1870. Leiden: KITLV Press.
Muhammad Hanafiyyah: A medieval Van Groenendael, Victoria M. Clara

250 Humaniora Volume XIII, No. 3/2001


Sastra dan Perkembangan Politik di Jawa Abad XVIII

Yogyakarta: Gadjah Mada University


———. 1982. The Dalang behind the wa- Press.
yang. Verhandelingen Koninklijk
Institut 114 ———. 1990. War, Culture and Economy in
Java 1677-1726. Asian and
Kuntara I.,Wiryamartana. 1990. Arjunawi- European Imperialism in the early
waha. Transformasi Teks Jawa Kuna Kartasura Period. Sydney: ASAA
lewat Tanggapan dan Penciptaan di Southeast Asia Publication Series.
Lingkungan Sastra Jawa. Yogya- Allen & Unwin.
karta: Duta Wacana University
Press. Robson, S.O. 1981. “Java at the Crossroad.
Aspects of Javanese Cultural History
Lindsay, Jennifer, Alan Feinstein and R.M. in the 14th and 15th Centuries.”
Soetanto. 1993. Katalog Induk Bijdragen tot de Taal-, Land-, en
Naskah-naskah Nusantara. Jilid 2: Volkenkunde 135: 258-292
Kraton Yogyakarta. terj. T.E. Beh-
rend dan R.M. Soetanto; disunting Robson, Stuart. 1990. The Wedhatama. An
oleh T.E. Behrend. Jakarta: Obor. English Translation. Leiden: KITLV
Press.
Pigeaud, Th. 1967. Literature of Java. Vo-
lume I. Synopsis of the Javanese van Groenendael, Clara. 1982. Dalang Di
Literature 900-1900 AD. The Hague: balik Wayang. Jakarta: Grafiti Press.
Martinus Nijhoff.
van Ronkel, Ph.S. 1895. De Roman van
———. 1967. Literature of Java. Volume II. Amir Hamzah. Leiden: Ej Brill.
Descriptive of Javanese Manuscript .
The Hague: Martinus Hijhoff. Sudewa, Alex. 1993. Dari Kartasura ke
Surakarta: Studi Kasus Serat Iskan-
Poerbatjaraka. 1933. Nitisastra, Oud-Ja- dar. Yogyakarta: Lembaga Studi
vaansche Tekst met Vertaling. Biblio- Asia.
theca Javanica 4.
Soedarsono, R.M. 1982. Wayang Wong.
———. 1940. Beschrijving der Hand- The State Ritual Dance Drama in the
schriften. Menak. Bandoeng: A.C. Court of Yogyakarta. Yogyakarta:
NIX & Co. Gadjah Mada University Press.

Remmelink, W.G.J. 1990. “Emperor Paku- Sunjata, Pantja I.W., Ignatius Supriyanto,
buwana II, Priyayi & Company and dan J.J. Ras. 1990. Babad Kraton.
the Chinese War.” Disertasi Univer- Sejarah Kraton Jawa Sejak Berdiri-
sitas Leiden (belum diterbitkan). nya Kartasura sampai Perang Cina.
I, II. Jakarta: Djambatan.
Ricklefs, M.C. 1974. Jogjakarta under Sul-
tan Mangkubumi, 1749-1792: A His- Teeuw, A. dan Th. P. Galestin, S.O.
tory of the Division of Java. London. Robson, P.J. Worsley, P.J. Zoet-
molder. 1967. “Siwaratrikalpa of mpu
———. 1978. Modern Javanese Historical Tanakung.” Bibliotheca Indonesica 3.
Tradition. A Study of an Original
Kartasura Chronicle and Relates Zoetmulder, P.J. 1982. Kalangwan: Sastra
Materials. London: SOAS. Univeraity Jawa Kuno Selayang Pandang.
of London. Jakarta: Djambatan.

———. 1990. Sejarah Indonesia Modern.


terj.: Dharmono Hardjowidono.

Humaniora Volume XIII, No. 3/2001 251

Anda mungkin juga menyukai