Anda di halaman 1dari 8

SOCIAL EXCLUSION (PENGUCILAN SOSIAL)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Determinan Sosio Budaya Kesehatan

Dikerjakan Oleh Kelompok 4 :


1. Gilbert Yesaya Haninuna (1907010001)
2. Wilarina Juniati Ekaputri Kalemudji (1907010001)
3. Triwibowo Saputra Kopong Daten (1907010287)
4. Waldetrudis L.Y. Tihing (1907010076)
5. Nofrianty Mariana Lewar (1907010027)
Kelas/Semester : PKIP/V

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
SOCIAL EXCLUSION (PENGUCILAN SOSIAL)

1. Terjemahan aspek determianan sosial kesehatan Social Exclusion (Pengucilan Sosial) ke


dalam bahasa indonesia
Social Exclusion (Pengucilan Sosial)
Hidup ini singkat dimana kualitasnya buruk. Dengan menyebabkan kesulitan dan
kebencian, kemiskinan, pengucilan sosial dan diskriminasi menelan korban jiwa.

Apa yang diketahui


Kemiskinan, relatif kekurangan dan pengucilan sosial memiliki dampak besar pada
kesehatan dan kematian dini, dan peluang hidup dalam kemiskinan sangat membebani
beberapa kelompok sosial.
Kemiskinan absolut – kurangnya kebutuhan material dasar untuk hidup – terus ada,
bahkan di negara-negara terkaya di Eropa. Pengangguran, banyak kelompok etnis
minoritas, pekerja tamu, orang cacat, pengungsi dan tunawisma berada di risiko tertentu.
Mereka yang hidup di jalanan menderita tingkat kematian dini tertinggi.

Orang yang hidup di jalanan menderita tingkat kematian


dini tertinggi.

Kemiskinan relatif berarti menjadi jauh lebih miskin dari pada kebanyakan orang dalam
masyarakat dan sering didefinisikan sebagai hidup dengan kurang dari 60% pendapatan

1
rata-rata nasional. Ini menghalangi akses orang ke perumahan yang layak, pendidikan,
transportasi dan faktor-faktor lain yang penting untuk partisipasi penuh dalam kehidupan.
Dikucilkan dari kehidupan masyarakat dan diperlakukan kurang setara menyebabkan
kesehatan yang lebih buruk dan risiko kematian dini yang lebih besar. Tekanan hidup
dalam kemiskinan sangat berbahaya selama kehamilan, untuk bayi, anak-anak dan orang
tua. Di beberapa negara, sebanyak seperempat dari total populasi - dan proporsi anak-
anak yang lebih tinggi
Pengucilan sosial juga diakibatkan oleh rasisme, diskriminasi, stigmatisasi, permusuhan,
dan pengangguran. Proses ini mencegah orang untuk berpartisipasi dalam pendidikan atau
pelatihan, dan mendapatkan akses ke layanan dan kegiatan kewarganegaraan. Mereka
secara sosial dan psikologis merusak, mahal secara materi, dan berbahaya bagi kesehatan.
Orang-orang yang tinggal di, atau telah meninggalkan, institusi, seperti penjara, panti
asuhan dan rumah sakit jiwa, sangat rentan.
Semakin lama orang hidup dalam keadaan yang kurang beruntung, semakin besar
kemungkinan mereka menderita berbagai masalah kesehatan, terutama penyakit
kardiovaskular. Orang-orang bergerak masuk dan keluar dari kemiskinan selama
hidupnya, sehingga jumlah orang yang mengalami kemiskinan dan pengucilan sosial
selama hidupnya jauh lebih tinggi daripada jumlah orang yang dikucilkan secara sosial
saat ini.
Kemiskinan dan pengucilan sosial meningkatkan risiko perceraian dan perpisahan,
kecacatan, penyakit, kecanduan dan isolasi sosial dan sebaliknya, membentuk lingkaran
setan yang memperdalam kesulitan yang dihadapi orang.
Selain dampak langsung dari kemiskinan, kesehatan juga dapat dikompromikan secara
tidak langsung dengan tinggal di lingkungan yang dirusak oleh konsentrasi kekurangan,
pengangguran yang tinggi, perumahan berkualitas buruk, akses terbatas ke layanan dan
lingkungan berkualitas buruk
Implikasi kebijakan
Melalui kebijakan pajak, tunjangan, ketenagakerjaan, pendidikan, manajemen ekonomi,
dan banyak bidang kegiatan lainnya, tidak ada pemerintah yang dapat menghindari
dampak besar pada distribusi pendapatan. Bukti tak terbantahkan dari efek kebijakan
tentang tingkat kematian dan penyakit seperti itu membebankan kewajiban publik untuk
menghapuskan kemiskinan absolut dan mengurangi ketidaksetaraan material.
 Semua warga negara harus dilindungi oleh jaminan pendapatan minimum, undang-
undang upah minimum dan akses ke layanan.
 Intervensi untuk mengurangi kemiskinan dan pengucilan sosial diperlukan baik di
tingkat individu maupun lingkungan.
 Perundang-undangan dapat membantu melindungi kelompok minoritas dan rentan
dari diskriminasi dan pengucilan sosial.
 Kebijakan kesehatan masyarakat harus menghilangkan hambatan terhadap perawatan
kesehatan, layanan sosial dan perumahan yang terjangkau.
 Kebijakan pasar tenaga kerja, pendidikan dan kesejahteraan keluarga harus ditujukan
untuk mengurangi stratifikasi sosial.
(Social determinants of health: the solid facts. 2nd edition/edited by. Richard
Wilkinson and Michael Marmot).
2. Kajian Pustaka
a. Hubungan antara aspek Social Exclusion (Pengucilan Sosial) dengan kesehatan
Jawab :
Beall dan Piron (2005) menjelaskan bahwa Social Exclusion merupakan suatu proses
peminggiran sosial terhadap beberapa kelompok yang didiskriminasikan atas dasar
etnis, ras, agama, orientasi seksual, kasta, keturunan, gender, usia, kecacatan, HIV,
migran atau berdasarkan lokasi di rana mereka tinggal. Mereka juga dirugikan karena
lokasi tempat tinggal tidak tersentuh oleh kegiatan pembangunan.
Dimana hal ini berpengaruh pada keadaan yang kurang beruntung, semakin besar
kemungkinan mereka menderita berbagai masalah kesehatan karena kemiskinan
sebagaimana dinyatakan oleh World Bank (2002) bahwa kemiskinan dan kesehatan
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, tidak adanya pendapatan
(pengangguran), tinggal dilingkungan yang kurang sehat (kualitas rumah yang buruk),
mengalami gangguan gizi kronis, bahkan sulitnya akses pada fasilitas kesehatan
terdekat untuk berobat yang berakibat pada penurunan produktivitas berakibat pada
sakit penyakit bahkan kematian dini jika tidak tertolong.
b. Bagaimana keterhubungan tersebut dapat menyebabkan ketidaksetaraan kesehatan di
dalam masyarakat
Jawab :
Pengucilan sosial dapat mempengaruhi kesehatan dan menyebabkan ketidaksetaraan
kesehatan dalam masyarajat karena Kehidupan di pengasingan atau perasaan terkucil
akan menghasilkan perasaan tidak nyaman, tidak berharga, kehilangan harga diri yang
akan mempengaruhi kesehatan fisik maupun mental.
Contohnya bagaimana Social Exclusion (Pengucilan Sosial) dapat mempengaruhi
kesehatan dan menyebabkan ketidaksetaraan kesehatan dalam masyarakat
Eksklusi sosial terjadi ketika ada kelompok mengalami perbedaan perlakuan, dimana
setiap manusia berhak menerima perlindungan dan kesejahteraan. Hal ini dapat kita
lihat dimana jika dalam kehidupan yang berkecukupan dalam artian mampu dan bisa
memenuhi kebutuhannya hidup sehari hari, bekerja dan memperoleh penghasilan,
mengkonsumsi makanan bergizi diikuti dengan perilaku hidup bersih dan sehat serta
memiliki tunjangan kesehatan yang paling umum misalnya BPJS maka akan sangat
dengan mudah untuk mengakses fasilitas kesehatan untuk berobat dan hal ini pasti
akan mempengaruhi status kesehatan seseorang. sebaliknya jika menjalani kehidupan
pengucilan sosial hidup dalam kemiskinan. Hal ini sejalan dengan Wagstaff (2002)
bahwa dalam lingkup makro, kondisi kesehatan masyarakat di negara‐ negara miskin
pada umumnya tidak sebaik masyarakat di negara tidak miskin, demikian pula dalam
lingkup mikro, anak‐anak dari keluarga miskin akan memiliki tingkat kesehatan yang
tidak seberuntung teman‐temannya dari keluarga kaya ataupun teman‐temannya yang
tinggal di negara yang tidak miskin, tidak adanya pendapatan (pengangguran), tinggal
dilingkungan yang kurang sehat (kualitas rumah yang buruk), mengalami gangguan
gizi kronis, bahkan sulitnya akses pada fasilitas kesehatan terdekat untuk berobat yang
berakibat pada sakit penyakit bahkan kematian dini jika tidak tertolong sehingga
terciptanya ketidaksetaraan kesehatan didalam masyarakat.
Secara singkat, Wagstaff (2002) menggambarkan hubungan antara kemiskinan dan
kesehatan sebagai berikut :
Sumber : Buletin WHO (2002)
Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa kemiskinan dan kesehatan saling berhubungan
erat. Kemiskinan berdampak pada buruknya kondisi kesehatan kelompok miskin
karena bagi mereka kesehatan adalah suatu barang mewah dan kesehatan    tidak jauh
lebih penting dibanding dengan bagaimana mencari uang dan menikmati sesuap nasi
setiap harinya.  Sementara kondisi kesehatan yang buruk dan tidak tertangani dapat
menjebak sesorang pada lingkaran kemiskinan.
3. Hasil penelitian sebelum yang berakitan dengan Social Exclusion (Pengucilan Sosial)
contohnya apakah terdapat hubungan Social Exclusion (Pengucilan Sosial) dengan
masalah tertentu yang dilteliti dalam penelitian tersebut ?
Jawab :
Eksklusi sosial meliputi sebagai aspek kehidupan. Istilah ini menunjukkan sekumpulan
orang miskin, menganggur dan kurang bernasib baik yang tersingkir atau disingkirkan
dari kehidupan masyarakat biasa (Sheppard, 2006).
Di Indonesia, disebut kumpulan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS),
antara lain seperti: gelandangan, pengemis, orang kurang upaya, kanak-kanak yang hidup
di jalan, warga tua terbiar, wanita sebagai ketua isi rumah yang bukan saja mengalami
masalah ekonomi, tetapi juga mengalami peminggiran sosial akibat diskriminasi, stigma
dan eksploitasi (Suharto, 2009).
Bagaimana fakta yang terjadi di Indonesia, Khususnya di NTT ?
 Di Nusa Tenggara Timur (NTT), perdagangan manusia masih menjadi salah satu
permasalahan utama yang menjadi perhatian pemerintah daerah NTT, bahkan
pemerintah pusat). Data Kementerian Sosial menyatakan bahwa pada tahun 2014,
NTT menduduki peringkat dua nasional dalam hal kasus perdagangan manusia
(Institute Resource Governance and Social Change [IRGSC], 2014). Data yang
dihimpun dari berbagai sumber menunjukkan jumlah korban perdagangan manusia di
NTT pada tahun 2014 mencapai 1,021 korban, beberapa kasus bahkan telah menelan
korban nyawa (IRGSC, 2014). Dimana Wilfrida Soik, salah satu korban perdagangan
manusia dari NTT yang terdiagnosa dengan gangguan kejiwaan akut dan gangguan
psikotik sementara (acute and transient psychotic disorders) (Kiling, Indra
Yohanes, Kiling-Bunga, Beatriks Novianti, 2019).
 Perdagangan Perempuan di Nusa Tenggara Timur, Kondisi ini diperparah oleh tradisi
masyarakat yang cenderung menempatkan perempuan sebagai makhluk kelas dua.
Perempuan sering kali menjadi korban dalam menjawab permasalahan kemiskinan,
pendidikan yang rendah, pengangguran, serta peran perempuan dalam keluarga.
Bentuk-bentuk diskriminasi, sub ordinasi, kekerasan dan ketidakadilan seperti
pembagian upah kerja dan penindasan terhadap perempuan masih terus terjadi di
NTT. Hal ini secara langsung mempengaruhi kesehatan ibu dan anak di NTT (Jovani,
A, 2019).
 Kesempatan Perempuan mendapatkan Pelayanan dan Hak Kesehatan Reproduksi di
Pedesaan Alor, Nusa Tenggara Timur “. Faktanya terdapat pengucilan sosial
diantara keputusan perempuan yang berkaitan dengan praktik tradisional dan
budaya, untuk mengeksplorasi kebijakan kesehatan reproduksi di Alor. Hal tersebut
disebabkan oleh Kekerasan berbasis gender biasanya terjadi terkait aktivitas
seksual perempuan dan laki - laki. Posisi perempuan dalam komunitas masih
lemah, terutama yang terkait dengan budaya mas kawin 'belis' -Moko. Belis
menjadi sebuah belenggu bagi Perempuan Alor dalam mengakses hak dan
kesehatan reproduksi. Dari hasil penelitian yang ada menunjukan bahwa aspek
determinan pengucilan sosial masih berpengaruh terhadap masalah kesehatan.
(Putra, S. 2019).
 Dalam penelitian Haryati Zainudin, dkk (2018) yang berjudul Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kualitas Hidup Orang Dengan Hiv/Aids (Odha) Di LSM Perjuangan
Kupang mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan sosial dengan kualitas hidup
ODHA. Dimana jika ODHA dikucilkan pada lingkungan masyarakat tidak diterima
bahkan diolok akan berakibat pada kualitas hidup ODHA dimana mereka akan
minder, tidak adanya semangat hidup berjuang melawan lagi penyakit yang diderita.
sebaliknya jika adanya dukungan maka mereka tidak menjadi minder dan semangat
hidup mereka akan lebih tinggi.
 Stigma Sosial terkait dengan COVID-19
Stigma dapat merusak kohesi sosial dan mendorong terjadinya kemungkinan isolasi
sosial terhadap kelompok, yang dapat berkontribusi pada situasi yang justru lebih
memungkinkan, bukan mencegah, penyebaran virus. Hal ini dapat mengakibatkan
masalah kesehatan yang lebih parah dan kesulitan mengendalikan wabah penyakit.
Sehingga mendorong orang untuk menyembunyikan penyakitnya untuk menghindari
diskriminasi, mencegah orang segera mencari perawatan kesehatan, mencegah mereka
mengadopsi perilaku sehat (WHO, 2020).
Daftar Pustaka :
Beall, J., 8s Piron, L. H. (2005). DFID social exclusion review. London: The London School
of Economics and Political Science.
Haryati Zainudin, dkk. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Orang
Dengan Hiv/Aids (Odha) Di LSM Perjuangan Kupang. CHMK HEALTH
JOURNAL. Vol 2. No 1. Hal 11-20. DOI : https://doi.org/10.37792/the%20public
%20health.v2i1.38
Jovani, A. (2019). Upaya Pencegahan Praktik Perdagangan Perempuan di Nusa Tenggara
Timur. Jurnal Inada: Kajian Perempuan Indonesia Di Daerah Tertinggal, Terdepan,
Dan Terluar, 2(1), 98-110. DOI : https://doi.org/10.33541/ji.v2i1.1040
Kiling, Indra Yohanes, Kiling-Bunga, Beatriks Novianti. (2019). Motif, Dampak Psikologis,
Dan Dukungan Pada Korban Perdagangan Manusia Di Nusa Tenggara Timur. Jurnal
Psikologi Ulayat (2019), X(X), XXX-XXX e-ISSN: 2580-1228 DOI:
https://doi.org/10.24854/jpu02019-218.
Putra, S. (2019). Kesempatan Perempuan mendapatkan Pelayanan dan Hak Kesehatan
Reproduksi di Pedesaan Alor, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Inada: Kajian
Perempuan Indonesia Di Daerah Tertinggal, Terdepan, Dan Terluar, 2(1), 42-60.
DOI : https://doi.org/10.33541/ji.v2i1.1036
Sheppard, M. (2006). Social work and social exclusion: the idea of practice. United State of
America: Ashgate Publishing Company.
Suharto, E. (2009). Kemiskinan dan perlindungan sosial di Indonesia; menggagas model
jaminan sosial universal bidang kesehatan. Bandung: Alfabeta.
Wagstaff, Adam. (2002). Poverty and health Sector Inequalities.
WHO. (2020). Stigma Sosial terkait dengan COVID-19. Retrieved from :
https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/panduan-untuk-
mencegah-dan-mengatasi-stigma-sosial.pdf?sfvrsn=4f8bc734_2#:~:text=Wabah
%20COVID%2D19%20saat%20ini,pernah%20berkontak%20dengan%20virus
%20tersebut.&text=Hal%20ini%20dapat%20mengakibatkan%20masalah,dan
%20kesulitan%20mengendalikan%20wabah%20penyakit. (diakses 29 Agustus 2021).
World Bank. (2002). Dying for Change : Poor People’s Experience of health and Ill‐Health

Anda mungkin juga menyukai