Anda di halaman 1dari 37

KEPEDULIAN TERHADAP LINGKUNGAN

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Materi Hadits MA/SMU

Dosen pengampu : Drs. Asep Herdi, M.Ag

Disusun Oleh :

Mochamad Fazar 1172020134

Nanda Ratna P 1202020115

Nurmala Anggraeni 1202020124

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah yang telah melimpahkan bermacam-macam nikmat
dan karunia kepada hamba-Nya, baik kekuatan fisik-material maupun kekuatan intelektual,
mental dan spiritual. Berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, qudrah dan iradah-Nya
akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas laporan ini.

Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi kita Muhammad Saw,
penguhulu alam yang telah merintis jalan kebenaran dan memberi petunjuk bagi terbukanya
cakrawala ilmu dan pengetahuan, beserta para keluarganya, sahabatnya dan kita selaku
umatnya yang setia hingga akhir zaman.

Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata
kuliah Ulumul Hadist oleh Bapak Drs. Asep Herdi, M.Ag. Adapun makalah Ulumul Hadist
yang kami sajikan ini berjudul “Peduli Lingkungan” yang diperoleh melalui tinjauan pustaka
yang disadur dari berbagai sumber. Melalui makalah ini semoga pembaca dapat menambah
wawasan yang lebih luas dan juga memperoleh manfaat baik tersurat maupun tersirat yang
tertuang dalam makalah ini.

Disamping itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang
senantiasa memberikan bimbingan dan motivasinya dalam kelancaran penyusunan makalah
ini. Kepada seluruh anggota yang telah bekerja keras, kami juga haturkan terima kasih atas
setiap kontribusinya sehingga makalah ini terselesaikan dengan baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan masukan dan perbaikan dari dosen yang
bersangkutan serta kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk lebih baiknya
makalah ini. Demikianlah dan jika terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini, kami selaku
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Bandung, 28 November 2021

Penyusun
1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………...1
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………………………………………………1
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………3
A. Peduli Lingkungan…………………………………………………………………………………………………………….3
B. Peduli Lingkungan Menurut Islam…………………………………………………………………………………….3
C. Tindakan Yang Termasuk Pedulian Terhadap Lingkungan……………………………………………….4
D. Tindakan Yang Harus dihindari Dalam Upaya Peduli terhadap Lingkungan…………………….12
E. Kegiatan yang Dapat menumbuhkan Sikap Peduli Lingkungan………………………………………..16
F. Teks dan Terjemah lafadz…………………………………………………………………..18
G. Essensi Hadits Ta’rif Istilah dan Dilalah…………………………………………………………19
H. Unsur Hadits : Ta’rif arkan………………………………………………………… …………..20
I. Jenis Hadits………………………………………………………………………………...…21
J. Kualitas Hadits : Maqbul Mardud………………………………………………….. ……………22
K. Tashhih dan I’tibar………………………………………………………………………….. 23
L. Ta’ammul Hadits…………………………………………………………………………… 24
M. Munasabah dan Asbabul Wurud……………………………………………………………. 25
N. Istinbath Ahkam dan Hikmah………………………………………………………………. 27
O. Problematika Tafhim dan Tathbiq…………………………………………………………. 28

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………...30


A. Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………………….31
B. Saran…………………………………………………………………………………………………………………………………31
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………32

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang didalamnya tidak hanya mengatur
hubungan mannusia dengan tuhannya ( hablu minallah ) saja tapi pada lingkungan sosial
dan juga pada lingkungan alam sekitar ( hablu minannas ). Hal ini menunjukan islam
merupakan agama yang mengatur segala aspek kehidupan baik secara vertikal maupun
horizontal.

Lingkungan yang berada disekeliling kita baik berupa benda - benda hidup seperti
binatang dan tumbuh - tumbuhan ataupun berupa benda - benda mati harus dijaga
kelestariannya. Karena Apabila lingkungan yang berada disekeliling kita tidak kita
pelihara, maka kemungkinan akan membawa mudarat bagi kita, sebaliknya jika linkungan
kita dipelihara, maka akan dapat memberikan kesejah teraan bagi kita.

Keadaan alam yang sekarang ini sejatinya tidak hanya terjadi secara alamiah saja,
melainkan ada campur tangan manusia selaku makhluk yang berakal dalam perubahan
lingkungan tersebut. Alam secara tidak langsung akan memberikan respon bagi setiap
perlakuan padanya. Jika manusia berbuat kebaikan, maka alam pun akan merespon
dengan hal yang baik pula. sebaliknya, jika manusia memperlakukan alam ini dengan
semena-mena maka tentu hal buruk akan terjadi pada manusia itu sendiri entah itu berupa
bencana, kerusakan alam ataupun yang lainnya. Hukum kausalitas akan selalu ada bagi
setiap perlakuan manusia terhadap alam ini.

Dinegara yang subur ini allah telah menganugrahkan berbagai jenis tumbuh-
tumbuhan yang dapat kita manfaatkan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari
tumbuh-tumbuhan dapat kita manfaatkan untuk makanan sehari-hari, untuk obat-obatan,
untuk membuat rumah, peralatan rumah tangga, dan sebagainya. Maka dari itu
selayaknya kita untuk menjaga dan memelihara tumbuh-tumbuhan sebagai bentuk rasa
syukur kita kepada Allah SWT dan agar manfaatnya dapat kita rasakan serta mencegah
kerusakannya supaya kita terhindar dari mudarat akibat kerusakannya.

1
B. Rumusan Masalah
a. Apa Itu Peduli Lingkungan ?
b. Bagaimana Peduli Lingkungan Menurut Islam?
c. Apa Saja Tindakan Yang Termasuk Ke Dalam Peduli Lingkungan?
d. Apa Saja Tindakan Yang Harus Dihindari Dalam Peduli Lingkungan Ini?
e. Apa Saja Sikap Yang Dapat Menumbuhkan Sikap Peduli Lingkungan?
f. Apa Kendala Yang Dihadapi Dalam Penbudayaan Karakter Peduli Lingkungan?
g. Bagaimana teks dan terjemah hadits yang menjelaskan tentang Peduli
lingkungan?
h. Apa esesi hadits menurut ta’rif istilah dan dilalah dari hadits tersebut ?
i. Apa jenis dan kualitas hadits etika berpakaian?
j. Bagaimana asbabul wurud dan munasabah dari hadits tersebut ?
k. Bagaimana takhrij hadits tersebut ?
l. Bagaimana tashhih dan I’tibar hadits tersebut ?
m. Bagaimana ta’ammul hadits tersebut ?
n. Bagaimana istinbath hukum dan hikmah dari hadits tersebut ?
o. Bagaimana problematika tafhim dan tathbiq dari hadits tersebut ?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk Mengetahui Definisi Peduli Lingkungan.
b. Untuk Mengetahui Peduli Lingkungan Menurut Islam.
c. Untuk Mengetahui Tindakan Yang Termasuk Ke Dalam Peduli Lingkungan.
d. Untuk Mengetahui Tindakan Yang Harus Dihindari Dalam Peduli Lingkungan Ini.
e. Untuk Mengetahui Sikap Yang Dapat Menumbuhkan Sikap Peduli Lingkungan.
f. Untuk Mengetahui Kendala Yang Dihadapi Dalam Penbudayaan Karakter Peduli
Lingkungan.
g. Mengetahui hadist tentang peduli lingkungan.
h. Mengetahui esensi hadits bersadasarkan ta’rif istilah dan dilalah.
i. Mengetahui jenis dan kualitas hadits tersebut.
j. Mengetahui asababul wurud dan munasabah hadits tersebut.
k. Mengetahui takhrij hadits tersebut.
l. Mengetahui tashih dan I’tibar hadits tersebut.
m. Mengetahui ta’ammul hadits tersebut.
n. Mengetahui istinbath hukum dan hikmah dari hadits tersebut.
2
o. Mengetahui problematika tafhim dan tatbiq dari hadits tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Peduli Lingkungan

Peduli berarti mengindahkan; memperhatikan dan kepedulian adalah perihal


sangat peduli; sikap mengindahkan (memprihatinkan); sikap mengindahkan
(memprihatinkan) sesuatu yg terjadi dl masyarakat. Sedangkan Lingkungan adalah
kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah,
air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di
dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan
bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan juga dapat diartikan
menjadi segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan
kehidupan manusia.

Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah
segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi.
Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan,
hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri).

Jadi peduli lingkungan merupakan suatu sikap mengindahkan , memperhatikan


segala sesuatu yang ada di lingkungan baik itu dengan komponen biotik maupun abiotik
dengan selalu menjaga kelestariannya, keseimbangannya Dan juga tidak berbuat
kerusakan pada lingkungan tersebut.

B. Peduli Lingkungan Menurut Islam

Islam memberikan rambu-rambu yang cukup jelas mengenai lingkungan hidup.


Salah satu Hadis Rasul yang menjelaskan mengenai pemeliharaan lingkungan hidup
dalam Sunan Abu Daud: “Barangsiapa yang memotong pohon sidrah maka Allah akan
meluruskan kepalanya tepat ke dalam neraka. Pohon sidrah adalah pohon yang terkenal

3
dengan sebutan al-sidr. Pohon ini tumbuh di padang pasir, tahan terhadap panas dan tidak
memerlukan air. Pohon tersebut digunakan sebagai tempat berteduh oleh para musafir,
orang yang mencari makanan ternak, tempat penggembalaan, atau untuk berbagai tujuan
lainnya.

Ancaman neraka bagi orang yang memotong pohon sidrah menunjukkan perlunya
menjaga kelestarian lingkungan hidup di sekitar kita. Hal ini dikarenakan keseimbangan
(ekosistem) antara makhluk satu dengan lainnya perlu dijaga, sedangkan memotong
pohon sidrah adalah salah satu bentuk perbuatan yang mengancam unsur-unsur alam yang
sangat penting untuk keselamatan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa Islam cukup memberikan kepedulian


terhadap lingkungan hidup. Jika dilihat dalam rentang sejarah pada hakikatnya Islam telah
lebih dahulu menggagas perlunya perlindungan dan penjagaan terhadap lingkungan hidup
sebelum munculnya berbagai organisasi dunia yang menyerukan perlindungan dan
pelestarian lingkungan (suaka alam), baik hutan ataupun lainnya sampai penetetapan hari
lingkungan hidup.

Oleh karena itu, pada dasarnya apa yang dilakukan para penebang hutan secara
liar (illegal loging), pencemaran udara,membuang sampah ke sungai, parit dan selokan
dan seluruh perbuatan yang merusak lingkungan hidup adalah perbuatan yang tidak
terpuji dan melanggar peraturan, baik itu peraturan pemerintah maupun aturan agama.
Dapat kita lihat penebangan hutan secara liar di tanah air sudah terjadi di mana-mana
kendati pun sudah ada penanganan dari pemerintah. Padahal, yang meraup keuntungan
hanya sekelompok orang saja sedangkan akibat yang dimunculkannya begitu fatal kepada
masyarakat banyak yang tidak ikut campur dan tidak tahu sama sekali.

Oleh sebab itu, bencana yang dialami bangsa ini bukan karena benci dan
murkanya Allah SWT, tetapi karena tindakan dan perilaku masyarakatnya yang telah
melakukan pengrusakan terhadap tatanan alam yang sudah tertata secara alami. Akhirnya,
alam menjadi tidak bersahabat dan akrab lagi dengan manusia dan menjadi hal yang
manakutkan dan menyeramkan bagi manusia sendiri.

Dengan demikian, pesan Rasul dalam hadis di atas sekalipun begitu singkat tetapi
padat makna sudah cukup menjadi bukti bahwa Islam sangat peduli dengan lingkungan

4
hidup sekaligus untuk menciptakan masyarakat yang harus menjaga dan memahami
betapa pentingnya peranan lingkungan hidup dalam kehidupan.

C. Tindakan Yang Termasuk Pedulian Terhadap Lingkungan


a. Menanam Pohon Menurut Hadis Nabi

‫ َع ْن‬،ُ‫ َح َدثَنَا َأبُ ْو َع َوانَ ة‬:‫ َح َدثَنَا َأبُ ْو َع َوانَ ة َو َح َدثَيِن ْ َعْب ُد الرَّمْح َ ِن بْ ُن اْملبَ َار َك‬:‫َح َدثَنَا قَتِْيبَ ةُ بْ ُن َس عِْي ٌد‬
ُ
‫س َغ ْر ًس ا‬ ِ ‫ما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم َي ْغ‬:‫م‬
‫ر‬ ِ
َ َّ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسل‬
ِ َ َ‫ ق‬:‫س َر ِض َي اهللُ َعْنهُ قَ َال‬
َ ‫ال َر ُس ْو ُل اهلل‬ ِ َ‫ َع ْن َأن‬،َ‫َقتَ َادة‬
ُ
‫ َح َّدثَنَا‬:‫ال لَنَ ا ُم ْس لِ ٌم‬ ِ ِ ِ
َ ‫ ِإاَّل َكا َن لَهُ بِه‬،ٌ‫ َْأو هَب ْي َمة‬،‫ َْأو ِإنْ َسا ٌن‬،‫ َفيَْأ ُك ُل مْنهُ طَْيٌر‬،‫َْأو َي ْز َرعُ َز ْر ًعا‬
َ َ‫ص َدقَةٌ َوق‬

)‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم (رواه البخارى‬


َ ِّ ‫ َع ْن النَّيِب‬،‫س‬
ٌ َ‫ َح َّدثَنَا َأن‬:ُ‫ َح َّدثَنَا َقتَ َادة‬:‫َأبَا ُن‬

“Hadits dari Qatibah ibn Sa’id, hadits dari Abu ‘Awanah dan hadits ‘Abdur Rahman
ibn Mubarak, hadits dari Abu ‘Awanah, dari Qatadah dari Anas ra. berkata:
Rosulullah SAW. bersabda: “Tidaklah seorang musim menanam tanaman atau
menumbuhkan tunbuhan lalu tumbuhan itu di makan oleh burung, manusia atau
hewan ternak, melainkan hal itu menjadi sedekah baginya”. Berkata seorang muslim
kepada kami, Aban telah menceritakan kepada kami, Qatadah telah menceritakan
kepada kami, Anas telah menceritakan kepada kami dari Rosulullah Saw.

Isi kandungan

Hadits diatas mengandung pengertian bahwa betapa mulianya orang yang menanam
pohon atau mengadakan reboisasi. Walaupun seolah-olah itu pekerjaan yang sepele tetapi
sebenarnya sangat besar manfaatnya, misalnya dari hasil tanaman tersebut ia dapat memberi
makan hewan juga manusia jika tanaman yang ia tanam itu menghasilkan makanan, selain itu
juga kalau hasil tanamannya berupa pepohonan yang besar seperti yang ada di hutan-hutan
akan sangat bermanfaat atas kelestarian air. Karena akar-akar dari pohon itu dapat menyerap
air sehingga dapat menghasilkan sumber air.

Dan hal ini juga ditegaskan dengan adanya beberapa hadis lain yang juga memberi
kabar bahwa menanam pohon adalah sadaqah walaupun pohon atau tanaman itu tidak
dimakan oleh manusia atau mahluk allah yang lain hal inin sesuai dengan hadis nabi yang
berbunyi:

5
‫عن امحد والطرباين اجلميع الكبري قال عن ابو د رداع ر ضي اهلل عنه احلشا مي قال من غرس غر‬

‫سا مل ياء كل منه اد مي وال خلق من خلق اهلل اال كان له صد قة‬

“Barang siapa mwnanam bibit tanaman (sekalipun ) yang tidak dimakan oleh manusia dan
tidak pula oleh mahluk allah melainkan allah menuliskan sadaqah baginya.”

Asbabul Wurud

Ada seorang laki- laki berpapasan dengan abu dardak ketika dia menanam bibit pohon
didamaskus maka orang tersebut berkata kepadanya , apakah anda melakukan hal ini ?
padahal jika anda adalah sahabat Rasulullah SAW ? maka Abu Dardak menjawab , janganlah
terlalu terburu- buru memberi penilaian kepadaku , aku mendengar rasulullah SWA bersabda:
"Barang siapa menanam bibit tanaman (sekalipun ) yang tidak dimakan oleh manusiadan
tidak pula oleh mahluk allah melaikan allah menuliskan sadaqah baginya.”

Dengan adanya hadis ini dapat mendorong seseorang untuk mengelola tanah dengan
tanaman, atau dengan melakukan usaha pertanian, atau dengan memanfaatkan tanah kosong
untuk dijadikan sebuah kebun atau pekarangan, karena allah pasti akan menuliskan sebuah
pahala sadaqah baginya . sehingga orang islam akan bersemangat untuk melakukan sesuatu
yang bermamfaat baginya dan bagi alam sekitarnya, hal ini juga menunjukkan bahwa ajaran
islam sangat memperdulikan lingkungan dan menunjukkan bahwa semua perbuatan orang
islam tidak sia- sia dan perbuatannya pasti akan mendapatkankan pahala atau balasan yang
setimpal sesuai dengan apa yang ia kerjakan , walaupun hanya dengan menanam sebuah bibit
tanaman yang belum tentu dimakan oleh manusia atau hewan.

Pendapat para ulama

Al-Imam Abu Zakariyya Yahya Ibn Syarof An-Nawawiy -rahimahullah- berkata


menjelaskan faedah-faedah dari hadits yang mulia ini, “Di dalam hadits-hadits ini terdapat
keutamaan menanam pohon dan tanaman, bahwa pahala pelakunya akan terus berjalan
(mengalir) selama pohon dan tanaman itu ada, serta sesuatu (bibit) yang lahir darinya sampai
hari kiamat masih ada. Para ulama silang pendapat tentang pekerjaan yang paling baik dan
paling afdhol. Ada yang berpendapat bahwa yang terbaik adalah perniagaan. Ada yang
menyatakan bahwa yang terbaik adalah kerajinan tangan. Ada juga yang menyatakan bahwa
yang terbaik adalah bercocok tanam. Inilah pendapat yang benar. Aku telah memaparkan

6
penjelasannya di akhir bab Al-Ath’imah dari kitab Syarh Al-Muhadzdzab. Di dalam hadits-
hadits ini terdapat keterangan bahwa pahala dan ganjaran di akhirat hanyalah khusus bagi
kaum muslimin, dan bahwa seorang manusia akan diberi pahala atas sesuatu yang dicuri dari
hartanya, atau dirusak oleh hewan, atau burung atau sejenisnya”.

Perhatikan, satu diantara perkara yang tak akan terputus amalannya bagi seorang
manusia, walaupun ia telah meninggal dunia adalah sedekah jariyah, sedekah yang terus
mengalir pahalanya bagi seseorang. para ahli ilmu menyatakan bahwa sedekah jariyah
memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat sumur umum, membangun masjid,
membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik berupa pohon, biji-bijian atau
tanaman pangan, dan lainnya. jadi, menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita
tanam merupakan sedekah dan amal jariyah bagi kita walau telah meninggal selama tanaman
itu tumbuh atau berketurunan.

Al-imam ibnu baththol -rahimahullah- berkata: "ini menunjukkan bahwa sedekah


untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat pahala". [lihat syarh
ibnu baththol (11/473)] Hal ini juga selaras dengan hadis sebagai berikut :

"Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari
tiga perkara: sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak
shaleh yang mendo’akan kebaikan baginya". (HR. Muslim dalam Kitab Al-Washiyyah: 4199)

Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi allah -azza wa
jalla-, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan
bumi yang kita tempati. tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik
dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan
pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.

Penghijauan merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat bagi


manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. tanaman dan pohon
yang ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi
naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan daunnya terkadang bisa dimakan,
batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya
erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon
juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu sanitasi lingkungan
dalam mengurangi polusi udara, dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon yang

7
tidak sempat kita sebutkan di lembaran sempit ini. jika demikian banyak manfaat dari
reboisasi, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan
tanah dan menanaminya.

b. Menghidupkan Lahan Mati

Alam lingkungan yang didalamnya termasuk manisia merupakan jaringan kehidupan


yang menunjukkan adanya saling ketergantungan antara mahluk yang satu dengan mahluk
yang lainnya . misalnya tanaman memerlukan air dan tanah untuk hidup sedangkan tanah
memerlukan tanaman untuk resapan air dan menjaga kesuburan tanah dan menghindari
erosi .dengan demikian maka alam lingkungan memerlukan keseimbangan untuk tetap
lestari ,jika salah satu bagian terganggu maka akan mempengaruhi bagian yang lain oleh
karena hendaknya kita harus mengelola lingkungan agar kelestariannya tetap terjaga dan
seimbang.

Jika didalam suatu pekrangan rumah tangga masih terdapat lahan yang kosong dan
tidak untuk keperluan yang sudah direncanakan , maka sebaiknya pekarangan tersebut
ditanami dengan pohon penyejuk atau pohon pelindung atau pohon- pohon yang dapat
memberikan penghasilan bagi rumah tangga atau pohon produktif.

Lahan yang dipersiapkan untuk tanaman produktif baik berupa daratan maupun sawah
harus dapat dimamfaakan dengan menanam pohon- pohon dan harus direncaaanakan secara
intensif . dengan menana tanaman yang produktif yang dapat menghasilkan produksi yang
sebesar- besarnya sehingga bisa membantu penghasialan rumah tangga .

Lahan intensifikasi baik berupa daratan maupun sawah sebaiknya diteliti terlebih
dahulu ,agar kita tau tanaman produktif apa saja yang cocok ditanam diatas lahan itu ,karena
dengan adanya penelitian maka insa alllah hasil dari tanaman tersebut akan lebih bagus dan
berkulitas . Hal ini Sesuai dengan bunyi hadist berikut.

‫ َف َق الُْوا‬, َ ‫ض ْو ُل اََر ِض نْي‬ ِ ِ َ‫ َك ان‬: ‫ال‬ ِ ‫ث ج ابِ ِر اب ِن عب ِد‬ ِ


ُ ُ‫ت ل ِر َج ٍال منَّا ف‬
ْ َ َ‫ ق‬,‫اهلل رض ى اهلل عنهم ا‬ َْ ْ َ ُ ْ‫َح دي‬
‫ض َف ْلَي ْز َر ْع َه ا اَْولِيَ ْمنَ ْح َه ا‬ ْ َ‫ َم ْن َك ان‬: .‫م‬.‫ال النَّىِب ُّ ص‬
ٌ ‫ت لَ هُ اَْر‬ ِ ‫ِّص‬
َ ‫ َف َق‬,‫ف‬ ْ ‫الربُ ِع َوالن‬
ُّ ‫ث َو‬ ُّ ِ‫نَُؤ ِاج ُر َه ا ب‬
ِ ُ‫الثل‬

.ُ‫ضه‬
َ ‫َْأر‬ ْ ‫اَ َخاهُ فَِإ ْن َأىَب َف ْليُ ْم ِس‬
‫ك‬
8
“ Hadist Jabir bin Abdullah r.a. dia berkata : Ada beberapa orang dari kami mempunyai
simpanan tanah. Lalu mereka berkata: Kami akan sewakan tanah itu (untuk mengelolahnya)
dengan sepertiga hasilnya, seperempat dan seperdua. Rosulullah S.a.w. bersabda:
Barangsiapa ada memiliki tanah, maka hendaklah ia tanami atau serahkan kepada saudaranya
(untuk dimanfaatkan), maka jika ia enggan, hendaklah ia memperhatikan sendiri memelihara
tanah itu“. (HR. Imam Bukhori dalam kitab Al-Hibbah)

Selain dari hadits diatas, ada juga bersumber dari Abu Hurairah r.a. dengan lafazd
sebagai berikut :

ِ
‫ض َف ْلَي ْز َر ْع َه ا‬ ْ َ‫ َم ْن َك ان‬: ‫ قال رسول اهلل عليه وسلم‬:‫ث َأىِب ُهَر ْي َر َة رضى اهلل عنه قال‬
ٌ ‫ت لَهُ اَْر‬ ُ ْ‫َح دي‬

)‫املزاعة‬ ‫(اخرجه البخارى ىف كتاب‬.ُ‫ضه‬ ْ ‫اَْولِيَ ْمنَ ْح َها اَ َخاهُ فَِإ ْن َأىَب َف ْليُ ْم ِس‬
َ ‫ك َْأر‬

Antara kedua tersebut terdapat persamaan, yaitu masing-masing ditakhrijkan oleh Imam
Bukhori. Sedangkan perbedaannya adalah sumber hadits tersebut dari Jabir yang diletakkan
dalam kitab Al-Hibbah yang satunya bersumber dari Abu Hurairah dan diletakkan dalam
kitab Al-Muzara’ah.

Dari ungkapan Nabi S.a.w. dalam hadits diatas yang menganjurkan bagi pemilik tanah
hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya.
Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan
yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secara umum.
Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang
mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan
konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui
kepedulian terhadap lingkungan. Allah S.w.t. telah mengisyaratkan dalam Al-Qur’an supaya
memanfaatkan segala yang Allah ciptakan di muka bumi ini. Isyarat tersebut seperti
diungkapkan dalam firman-Nya:

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu semua”. (Qs. Al-
Baqoroh: 29)

Dalam hadits dari Jabir di atas menjelaskan bahwa sebagian para sahabat Nabi S.a.w.
memanfaatkan lahan yang mereka miliki dengan menyewakan lahannya kepada petani.
Mereka menatapkan sewanya sepertiga atau seperempat atau malahan seperdua dari hasil

9
yang didapat oleh petani. Dengan adanya praktek demikian yang dilakukan oleh para sahabat,
maka Nabi meresponnya dengan mengeluarkan hadits diatas, yang intinya mengajak sahabat
menanami sendiri lahannya atau menyuruh orang lain mengolahnya apabila tidak sanggup
mengolahnya. Menanggapi permasalahan sewa lahan ini, para ulama berbeda pendapat
tentang kebolehannya.

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa segolongan fuqoha
tidak membolehkan menyewakan tanah. Mereka beralasan dengan hadits Rafi’ bin Khuday
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Al-Muzara’ah :

)‫ (رواه البخارى‬.‫ َن َهى َع ْن َكَر ِاء الْ َمَز َار ِع‬.‫م‬.‫اَ َّن النَّىِب ص‬

“ Bahwasanya Nabi S.a.w. melarang menyewakan lahan” (HR. Bukhori).

Sedangkan jumhur ulama membolehkan, tetapi imbalan sewanya haruslah dengan


uang (dirham atau dinar) selain itu tidak boleh. Ada lagi yang berpendapat boleh dengan
semua barang, kecuali makanan termasuk yang ada dalam lahan itu. Berbagai pendapat yang
lain seperti yang dikemukakan Ibnu Rusyd bahwa dilarang menyewakan tanah itu lantaran
ada kesamaran didalamnya. Sebab kemungkinan tanaman yang diusahakan di atas tanah
sewaan itu akan tertimpa bencana, baik karena kebakaran atau banjir. Dan akibatnya si
penyewa harus membayar sewa tanpa memperoleh manfaat apapun daripadanya.

Terkait dengan hadits diatas, dalam hal ini Rosulullah S.a.w. juga bersabda dalam
kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan tentang menyerahkan tanah kepada orang untuk dikerjakan
kemudian memberikan sebagian hasilnya :

,‫ َع َام َل َخْيَب َر بِ َش ْر ٍط َم اخَي ُْر ُج ِمْن َه ا ِم ْن مَثَ ٍر اَْو َز ْر ٍع‬.‫م‬.‫ اَ َّن النَّىِب َ ص‬,‫ث ابْ ُن عُ َم َر رضى اهلل عنه‬ ِ
ُ ْ‫َح دي‬

‫ َف َق َس َم عُ َم ُر َخْيَب َر فَ َخَّيَر‬: ٍ‫ َو ِع ْش ُر ْو َن ِو ْس َق َش عِرْي‬,‫ مَثَانُ ْو َن ِو ْس َق مَتْ ٍر‬:‫اجهُ ِماَئةَ ِو ْس ٍق‬ ِ


َ ‫فَ َكا َن يُ ْعطى اَْز َو‬
‫ض َو ِمْن ُه َّن‬
َ ‫اختَ َار االَْر‬
ِ ِ ِ ‫ اَ ْن يُ ْق ِط َع هَلُ َّن ِم َن الْ َم ِاء َواالَْر‬.‫م‬.‫اج النَّىِب ِّ ص‬
ْ ‫ض اَْو مُيْض َى هَلُ َّن فَمْن ُه َّن َم ِن‬ َ ‫اَْز َو‬
)‫ (اخرجه البخارى‬.‫ض‬ ِ ‫ و َكانَ ِئ‬,‫م ِن اختَار الوسق‬
َ ‫اختَ َارت االَْر‬
ْ ُ‫ت َعا َشة‬
ْ َ َْ َ َ ْ َ

10
“ Ibnu Umar r.a. berkata : Nabi S.a.w. menyerahkan sawah ladang dan tegal di khaibar
kepada penduduk Khaibar dengan menyerahkan separuh dari penghasilannya berupa kurma
atau buah dan tanaman, maka Nabi S.a.w. memberi istri-istrinya seratus wasaq (1 wasaq = 60
sha’. 1 sha’ = 4 mud atau 2 ½ Kg), delapan puluh wasaq kurma tamar, dan dua puluh wasaq
sya’er (jawawut). Kemudian dimasa Umar r.a. membebaskan kepada istri-istri Nabi S.a.w.
untuk memilih apakah minta tanahnya atau tetap minta bagian wasaq itu, maka diantara
mereka ada yang memilih tanah dan ada yang minta bagian hasilnya berupa wasaq.” (HR.
Bukhori)

Allah swt berfirman dalam Al-Quran :

‫َأخَر ْجنَا ِمْن َها َحبًّا فَ ِمْنهُ يَْأ ُكلُو َن‬


ْ ‫اها َو‬
َ َ‫َأحَيْين‬
ْ ُ‫ض الْ َمْيتَة‬
ُ ‫اَأْلر‬
ْ ‫َوءَايَةٌ هَلُ ُم‬

“Dan suatu tanah (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati, Kami
hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka dari padanya mereka
makan”.

Di ayat lain, tepatnya QS. al-Haj: 5-6 Allah swt, berfirman :

)5(ٍ ‫ت ِم ْن ُك ِّل َز ْو ٍج هَبِيج‬


ْ َ‫ت َوَأْنبَت‬
ْ َ‫ت َو َرب‬
ِ
ْ ‫ض َهام َد ًة فَ ِإذَا َأْنَزلْنَ ا َعلَْي َه ا الْ َم اءَ ْاهَت َّز‬
َ ‫اَأْلر‬
ْ ‫… َوَت َرى‬
.)6( ‫َأن اللَّهَ ُه َو احْلَ ُّق َوَأنَّهُ حُيْيِي الْ َم ْوتَى َوَأنَّهُ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِد ٌير‬
َّ ِ‫ك ب‬ ِ
َ ‫َذل‬

“… Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami telah menurunkan air diatasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbu-hkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang
indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dia lah yang hak dan sesungguhnya
Dia lah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu”.

Kematian sebuah tanah akan terjadi kalau tanah itu ditinggalkan dan tidak ditanami,
tidak ada bangunan serta peradaban, kecuali kalau kemudian tumbuh didalamnya pepohonan.
Tanah dikategorikan hidup apabila di dalamnya terdapat air dan pemukiman sebagai tempat
tinggal.

11
Menghidupkan lahan mati adalah ungkapan dalam khazanah keilmuan yang diambil
dari pernyataan Nabi saw, dalam bagian matanhadis, yakni ُ‫ه‬Pَ‫( َم ْن َأحْ يَا َأرْ ضًا َميِّتَةً فَ ِه َي ل‬Barang
siapa yang menghidupkan tanah (lahan) mati maka ia menjadi miliknya).

Dalam hadis ini Nabi saw, menegaskan bahwa status kepemilikan bagi tanah yang
kosong adalah bagi mereka yang menghidupkannya, sebagai motivasi dan anjuran bagi
mereka yang menghidupkannya. Menghidupkan lahan mati, usaha ini dikategorikan sebagai
suatu keutamaan yang dianjurkan Islam, serta dijanjikan bagi yang mengupayakannya pahala
yang amat besar, karena usaha ini adalah dikategorikan sebagai usaha pengembangan
pertanian dan menambah sumber-sumber produksi. Sedangkan bagi siapa saja yang berusaha
untuk merusak usaha seperti ini dengan cara menebang pohon akan dicelupkan kepalanya ke
dalam neraka. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw sebagaimana dalam bagian matan
‫ْأ‬
ِ َّ‫هُ فِي الن‬P‫َّب هَّللا ُ َر َس‬
hadis, yakni ; ‫ار‬ َ ً‫ ْد َرة‬P‫ َع ِس‬Pَ‫( َم ْن قَط‬Barang siapa yang menebang pepohonan,
َ ‫و‬P‫ص‬
maka Allah akan mencelupkannya ke dalam neraka).

Maksud hadis di atas, dijelaskan kemudian oleh Abu Daud setelah meriwayatkan
hadis tersebut, yaitu kepada orang yang memotong pepohonan secara sia-sia sepanjang jalan,
tempat para musafir dan hewan berteduh. Ancaman keras tersebut secara eksplisit merupakan
ikhtiar untuk menjaga kelestarian pohon, karena keberadaan pepohonan tersebut banyak
memberi manfaat bagi lingkungan sekitar. Kecuali, jika penebangan itu dilakukan dengan
pertimbangan cermat atau menanam pepohonan baru dan menyiram-nya agar bisa
menggantikan fungsi pohon yang ditebang itu.

D. Tindakan Yang Harus dihindari Dalam Upaya Peduli terhadap Lingkungan


a. Larangan mencemari air

Bentuk-bentuk pencemaran air yang dimaksud oleh ajaran Islam di sini seperti
kencing, buang air besar dan sebab-sebab lainnya yang dapat mengotori sumber air.
Rasululullah saw bersabda:

‫… َّات ُقوا الْ َماَل ِع َن الثَّاَل ثَةَ الَْبَر َاز يِف الْ َم َوا ِر ِد َوقَا ِر َع ِة الطَِّر ِيق َوالظِّ ِّل‬

Jauhilah tiga macam perbuatan yang dilaknat ; buang air besar di sumber air, ditengah
jalan, dan di bawah pohon yang teduh.”(HR. Abu Daud)

Rasulullah saw, juga bersabda :

12
‫َأح ُد ُك ْم يِف الْ َم ِاء الدَّاِئ ِم الَّ ِذي اَل جَيْ ِري مُثَّ َي ْغتَ ِس ُل فِيه‬
َ ‫اَل َيبُولَ َّن‬

“Janganlah salah seorang dari kalian kencing di air yang diam yang tidak mengalir,
kemudian mandi disana”. (HR. Al-Bukhari)

Pendapat para ulama

Sekelompok ulama berpandapat bahwa kencing di air yang sedikit dan tidak
mengalir hukumnya makruh. Ada juga yang mengatakan bahwa perbuatan tersebut
hukumnya haram. Sebab kencing di air yang sedikit yang tidak mengalir bisa
menyebabkan menjadi najis dan mubadzir karena tidak bisa dipergunakan lagi.

Ada juga sebagian ulama yang mengatakan bahwa hukumnya haram,


sedangkan kencing di selain air yang tenang hanya berhukum makruh. Hal ini
tergantung pada kondisi air itu sendiri. Apabila airnya berukuran banyak dan mengalir
makatidak haram kencing di air tersebut.

Menurut Asy-syafi’i, kencing di air yang sedikit yang mengalir bisa


menyebabkan air itu menjadi najis, sedangkan kalau kencing pada air yang
kapasitasnya banyak dan mengalir, maka ukumnya hanya sebatas makruh.

Menurut Abu Hanifah dan orang-orang yang sependapat dengannya, yakni


para ulama yang menganggap air dalam kolam yang hanya bisa bergerak dalam kolam
itu tanpa ada saluran yang bisa membuatnya mengalir akan berubah menjadi najis
apabila kemasukan benda najis.

Sedangkan menurut Dawud bin ‘Ali Azh-Zhahiri mengatakan bahwa larangan


tersebut hanya berlaku khusus untuk masalah buang air kecil. Menurutnya, masalah
buang air besar tidak sama hukumnya dengan buang air kecil.

Pencemaran air di zaman modern ini tidak hanya terbatas pada kencing, buang
air besar, atau pun hajat manusia yang lain. Bahkan banyak ancaman pencemaran lain
yang jauh lebih berbahaya dan berpengaruh dari semua itu, yakni pencemaran limbah
industri, zat kimia, zat beracun yang mematikan, serta minyak yang mengenangi
samudra.

b. Penggunaan Air Secara Berlebihan

13
Ada bahaya lain yang berkaitan dengan sumber kekayaan air, yaitu
penggunaan air secara berlebihan. Air dianggap sebagai sesuatu yang murah dan tidak
berharga. Karena hanya manusia-manusia yang berfikir yang mengetahui betapa
berharga kegunaan dan nilai air. Hal ini sejalan dengan QS. al-An’am (6), yakni ‫َواَل‬
ِ ‫ْرفُوا ِإنَّهُ اَل ي ُِحبُّ ْال ُمس‬
َ‫ْرفِين‬ ِ ‫( تُس‬Dan janganlah kalian israf (berlebih-lebihan). Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlaku israf).Ayat di atas, didukung juga
oleh salah satu hadis, yakni :

‫ال َأيِف‬
َ َ‫ف يَا َس ْع ُد ق‬
ُ ‫الس َر‬ َّ ‫ص لَّى اللَّهم َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َم َّر بِ َس ْع ٍد َو ُه َو َيَت َو‬
َ ‫ض ُأ َف َق‬
َّ ‫ال َم ا َه َذا‬ َّ …
َ َّ ‫َأن النَّيِب‬
ِ ‫الْوض‬
َ ‫ال َن َع ْم َوِإ ْن ُكْن‬
‫ت َعلَى َن ْه ٍر َجا ٍر‬ َ َ‫ف ق‬
ٌ ‫وء َسَر‬ ُ ُ

“…..Nabi saw, pernah bepergian bersama Sa’ad bin Abi Waqqas. Ketika Sa’ad
berwudhu, Nabi berkata : “Jangan menggunakan air berlebihan”. Sa’ad bertanya :
“Apakah menggunakan air juga bisa berlebihan ?”. Nabi menjawab: “Ya, sekalipun
kamu melakukannya di sungai yang mengalir”.

c. Menghindari Kerusakan dan Menjaga Keseimbangan Alam

Salah satu tuntunan terpenting Islam dalam hubungannya dengan lingkungan,


ialah bagaimana menjaga keseimbangan alam/ lingkungan dan habitat yang ada tanpa
merusaknya. Karena tidak diragukan lagi bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di
alam ini dengan perhitungan tertentu. Seperti dalam firman Nya dalam QS. al-Mulk
(67):

‫ص َر َه ْل َت َرى ِم ْن‬ ِ ٍ ِ ِ ٍ ِ
َ َ‫الَّذي َخلَ َق َس ْب َع مَسََوات طبَاقً ا َم ا َت َرى يِف َخ ْل ِق ال رَّمْح َ ِن م ْن َت َف ُاوت فَ ْارج ِع الْب‬
‫فُطُو ٍر‬

“Allah yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak
melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang. Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.”

Inilah prinsip yang senantiasa diharapkan dari manusia, yakni sikap adil dan
moderat dalam konteks keseimbangan lingkungan, tidak hiperbolis atau pun

14
meremehkan, sebab ketika manusia sudah bersikap hiperbolis atau meremehkan, ia
cenderung menyimpang, lalai serta merusak. Hiperbolis di sini maksudnya adalah
berlebih-lebihan dan melewati batas kewajaran. Sementara meremehkan maksudnya
ialah lalai serta mengecilkan makna yang ada. Keduanya merupakan sikap yang
tercela, sedangkan sikap adil dan moderat adalah sikap terpuji. Sikap adil, moderat,
ditengah-tengah dan seimbang seperti inilah yang diharapkan dari manusia dalam
menyikapi setiap persoalan. Baik itu berbentuk materi maupun inmateri, persoalan-
persoalan lingkungan dan persoalan umat manusia, serta persoalan hidup seluruhnya.

Keseimbangan yang diciptakan Allah swt, dalam suatu lingkungan hidup akan
terus berlangsung dan baru akan terganggu jika terjadi suatu keadaan luar biasa,
seperti gempa tektonik, gempa yang disebabkan terjadinya pergeseran kerak bumi.
Tetapi menurut al-Qur’an, kebanyakan bencana di planet bumi disebabkan oleh ulah
perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Firman Allah swt yang
menandaskan hal tersebut adalah QS. al-Rum (30): sebagai berikut :

‫ض الَّ ِذي َع ِملُوا لَ َعلَّ ُه ْم َي ْر ِجعُون‬ ِ ِ ِ ‫ظَهر الْ َفساد يِف الْبِّر والْبح ِر مِب ا َكسبت َأي ِدي الن‬
َ ‫َّاس ليُذي َق ُه ْم َب ْع‬ ْ ْ ََ َ ْ َ َ َ ُ َ َ َ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar)”.

Selanjutnya Allah swt, berfirman di dalam QS. Ali Imran (3) dan QS. Al-Baqarah
204-205:

ِ ِ‫َأن اللَّه لَيس بِظَاَّل ٍم لِْلعب‬


‫يد‬ َّ ِ ‫َذلِك مِب ا قَدَّم‬
َ َ ْ َ ‫ت َأيْدي ُك ْم َو‬
ْ َ َ َ

“(Adzab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan
bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba Nya.”

)٤٠٢( ‫ص ِام‬ ِ ِ ُّ ‫ك َق ْولُهُ يِف احْلَيَ ِاة‬ ِ ِ ‫َو ِم َن الن‬


َ ‫الد ْنيَا َويُ ْش ِه ُد اللَّهَ َعلَى َما يِف َق ْلبِه َو ُه َو َألَ ُّد اخْل‬ َ ُ‫َّاس َم ْن يُ ْعجب‬

ُّ ِ‫َّس َل َواللَّهُ ال حُي‬ ِ ِ ِ ِ ‫وِإ َذا َتوىَّل سعى يِف األر‬


)٥٠٢( ‫ب الْ َف َس َاد‬ ْ ‫ث َوالن‬ َ ‫ض لُي ْف ِس َد ف َيها َويُ ْهل‬
َ ‫ك احْلَْر‬ ْ ََ َ َ

15
“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik
hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia
adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan
di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”.

Pada ayat ini sudah jelas bahwa Allah telah memperingatkan tentang
kerusakan yang terjadi di alam dunia ini, baik di darat, laut maupun udara adalah
akibat ulah perbuatan manusia itu sendiri. Kerusakan di darat seperti rusaknya hutan,
hilangnya mata air, tertimbunnya danau-danau penyimpan air, lenyapnya daerah-
daerah peresap air hujan dan sebagainya. Kerusakan di laut seperti pendangkalan
pantai, menghilangkan tempat-tempat sarang ikan, pencemaran air laut karena
tumpahan minyak, dan lain sebagainya. Allah memperingatkan itu, karena dampak
negatifnya akan dirasakan manusia itu sendiri.

Tidak sepantasnyalah alam ini dirusak karena ini merupakan salah satu
karunia Tuhan, untuk itu seharusnyalah manusia harus memperbaiki dan
memanfaatkannya, hal ini sebagaimana firman Allah S.w.t. dalam surat Al-An’am
ayat 141-142 yang artinya:

“Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun
dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya
di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah
kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-
lebihan. Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan
ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki yang Telah diberikan Allah
kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.

Di abad ini, campur tangan umat manusia terhadap lingkungan cenderung


meningkat dan terlihat semakin meningkat lagi terutama pada beberapa dasawarsa
terakhir. Tindakan-tindakan mereka tersebut merusak keseimbangan lingkungan serta
keseimbangan interaksi antar elemen-elemennya. Terkadang karena terlalu
berlebihan, dan terkadang pula karena terlalu meremehkan. Semua itu menyebabkan

16
penggundulan hutan di berbagai tempat, pendangkalan laut, gangguan terhadap
habitat secara global, meningkatnya suhu udara, serta menipisnya lapisan ozon yang
sangat mencemaskan umat manusia dalam waktu dekat.

Demikianlah, kecemasan yang melanda orang-orang yang beriman adalah


kenyataan bahwa kezhaliman umat manusia dan tindakan mereka yang merusak pada
suatu saat kelak akan berakibat pada hancurnya bumi beserta isinya.

E. Kegiatan yang Dapat menumbuhkan Sikap Peduli Lingkungan

Dengan karakteristik anak yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dalam


penanaman sikap peduli terhadap lingkungan perlu metode yang sesuai agar anak
termotivasi untuk melakukannya.

1. Membuang Sampah Pada Tempatnya


Pembuangan sampah pada tempatnya yang menjadi program atau kegiatan yang
merupakan salah satu program kegiatan untuk pembudayaan karakter peduli
lingkungan dalam lingkungan sekolah. Kegiatan ini membudayakan seluruh aparat
sekolah dan siswa untuk membuang sampah pada tempat sampah. Sebelumnya,
sampah dibedakan menjadi dua, yaitu: sampah basah dan sampah kering. Sampah
basah dibuang pada tempat sampah warna biru, sedangkan sampah kering dibuang
pada tempat sampah warna kuning. Dengan pengarahan dan bimbingan yang
dilakukan oleh guru maka dengan kegiatan dapat dilakukan dengan baik.
2. Melakukan kegiatan satu hari bersih sampah
Kegiatan satu hari bersih sampah adalah merupakan kegiatan yang bisa dilakukan
pada tiap sekolah dasar, yaitu dimana dalam setiap minggunya diadakan satu hari
untuk kegiatan membersihkan lingkungan sekolah. Kegiatan seperti ini bisa dilakukan
dengan cara:
● Mengambil/mengumpulakan sampah dan kemudian membuang ketempat
pembuangan sampah untuk dibakar.
● Membakar sampah dari bahan yang tidah mudah diurai tanah.
● Memilah sampah yang mungkin masih bisa dibuat kerajinan tangan atau daur
ulang.
3. Membuat Jadwal Menyapu
Membuat jadwal menyapu untuk tiap kelas mungkin sudah menjadi kegiatan umum
yang selalu dilaksakan disetiap sekolah, baik tingkat sekolah dasar, menengah

17
maupun tingkat lanjutan. Dengan pembuatan jadwal menyapu kelas yang diterapkan
di sekolah dasar seyogyanya dapat memberikan modal utama bagi anak untuk selalu
membuat ruangan selalu bersih.
Dengan pemberian jadwal menyapu ini anak mendapat tanggung jawab untuk
menjaga kelasnya dari sampah ataupun debu yang dapat menghambat proses
pembelajaran karena ruangan tidak nyaman.
Dalam pemberian jadwal ini yang perlu diperhatikan adalah segi gender (jenis
kelamin), karena tidak jarang ditemui anak laki-laki cenderung malas dalam
melakukan kegiatan menyapu kelas ini. Sehingga dengan demikian perlu di adakan
pengelompokan secara heterogen (campuran), dimana dalam kelompok daftar
menyapu terdapat anak laki-laki dan anak perempuan bukan berdasarkan
pengabjadan.
Dengan kebiasaan-kebiasaan seperti itu maka anak senantiasa terbiasa
sehingga pada akhirnya anak akan melakukannya tidak hanya di lingkungan sekolah.
Kegiatan untuk membiasakan bersih lingkungan merupakan salah satu kegiatan yang
dapat menanamkan sikap peduli lingkungan sehingga lingkungan jadi terawat, bersih
dan sehat. Lingkungan bersih dan sehat akan membuat setiap individu yang berada di
lingkungan tersebut juga akan menjadi sehat. Sehingga pada akhirnya roses
pembelajaran jadi nyaman dan kondusif.

Dalam sistem pendidikan nasional (UU RI No. 2 Tahun 1989) dikemukakan,


bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esadan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap
dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdikbud,
1989).

Tujuan pendidikan tersebut tidaklah selalu tercapai, dan pendidikan tidak hanya
tanggung jawab guru tetapi tanggung jawab bersama baik pemerintah, guru dan
masyarakat. Seperti halnya tujuan pendidikan nasional tersebut tujuan pembentukan
karakter peduli juga tidak 100% berhasil dan tidak mendapat kendala. Kendala yang
dalam pembudayaan karakter peduli lingkungan acap kali terjadi dikarenakan oleh

18
beberapa faktor. Adapun faktor-faktor yang menjadi kendala dalam penenman karakter
jujur pada anak sekolah dasar meliputi:

1. Faktor lingkungan
Lingkunagan dimana anak itu berada sangat berpengaruh terhadap pembentukan
karakter anak. Anak yang tinggal dilingkungan yang masyarakatnya kurang menjaga
lingkungan akan sulit untuk menerima perubahan walaupun perubahan itu kearah
kebaikan. Lingkungan yang dimaksud bisa berupa lingkungan keluarga, masyarakat
ataupun lingkungan sekitar. Misalnya dalam lingkungan keluarga, anak terbiasa
meniru orang tuanya yang suka buang sampah/pembungkus makanan seenaknya
didalan rumah atau di halaman. Orang tua tidak menyediakan tempat sampah dirumah
juga menjadikan anak suka membuang sampah sembaranagan. Begitu juga di
lingkungan lainnya. Anak usia sekolah dasar cenderung masih melakukan hal-hal
yang sering dilihatnya. Sehingga untuk itu para orang tua hendaknya memberikan
contoh yang baik terutama kepeduliannya terhadap lingkungan atau kebersihan.
2. Faktor hubungan sosial
Karena masyarakat mempunyai tatakrama dan tradisi yang harus dijadikan sebagai
habitat tempat tumbuh-kembangnya anak, agar kelak mereka mempraktekkannya,
selain juga mereka bisa menghormatinya. Tidak seharusnya anak mengasingkan diri
dari masyarakat, tetapi sebaliknya, harus berinteraksi. Ia harus mampu memberikan
pengaruh, bukannya terpengaruh. Ia harus mempengaruhi masyarakat dengan akhlak
yang mulia. Jangan sampai terpengaruh dengan tradisi dan sikap yang buruk seperti
kurang peduli terhadap lingkungan dalam masyarakat tersebut. Kita harus
mengarahkan anak agar tidak mengikuti pergaulan yang kurang peduli terhadap
lingkungan.(Syaikh Muhammad Said Mursi: 2001;23). Pendidikan karakter peduli
lingkungan yang paling dasar sebenarnya terjadi di lingkungan keluarga sehingga
pendidikan disekolah makin terarah dan terminimalisir segala kendala yang bakal
terjadi.
F. Teks dan terjemah hadist.

ِ ُ‫ َكانُوا يَ ْز َرعُونَهَا بِالثُّل‬ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬


ِ ْ‫ث َوالرُّ ب ُِع َوالنِّص‬
‫ف‬ ِ ‫اع ُّي ع َْن َعطَا ٍء ع َْن َجابِ ٍر َر‬ ِ ‫َح َّدثَنَا ُعبَ ْي ُد هَّللا ِ بْنُ ُمو َسى َأ ْخبَ َرنَا اَأْلوْ َز‬
ُ‫ضه‬َ ْ‫فَ ْليُ ْم ِس ْك َأر‬  ْ‫َت لَهُ َأرْ ضٌ فَ ْليَ ْز َر ْعهَا َأوْ لِيَ ْمنَحْ هَا فَِإ ْن لَ ْم يَ ْف َعل‬
ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َكان‬
َ ‫فَقَا َل النَّبِ ُّي‬
‫صلَّى‬ ِ ‫اويَةُ ع َْن يَحْ يَى ع َْن َأبِي َسلَ َمةَ ع َْن َأبِي هُ َري َْرةَ َر‬
َ ِ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ ِ ‫ال ال َّربِي ُع بْنُ نَافِ ٍع َأبُو تَوْ بَةَ َح َّدثَنَا ُم َع‬
َ َ‫َوق‬
َ ْ‫َت لَهُ َأرْ ضٌ فَ ْليَ ْز َر ْعهَا َأوْ لِيَ ْمنَحْ هَا َأخَاهُ فَِإ ْن َأبَى فَ ْليُ ْم ِس ْك َأر‬
ُ‫ضه‬ ْ ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َكان‬

19
‫) )رواه البخاري‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Musa telah


mengabarkan kepada kami Al Awza’iy dari ‘Atha’ dari Jabir radliallahu ‘anhu
berkata: “Dahulu orang-orang mempraktekkan pemanfaatan tanah ladang dengan
upah sepertiga, seperempat atau setengah”, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Siapa yang memiliki tanah ladang hendaklah dia garap untuk bercocok
tanam atau dia hibahkan. Jika dia tidak lakukan maka hendaklah dia biarkan
tanahnya”. Dan berkata, Ar-Rabi’ bin Nafi’ Abu Taubah telah menceritakan kepada
kami Mu’awiyah dari Yahya dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu
berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang memiliki
tanah ladang hendaklah dia garap untuk bercocok tanam atau dia berikan kepada
saudaranya (untuk digarap). Jika dia tidak lakukan maka hendaklah dia biarkan
tanahnya”. (HR. Bukhari no. 2172)

F. Essensi Hadits Ta’rif Istilah dan Dilalah


1. Ta’rif Istilah
Secara istilah (terminologi) difahami bahwa Hadits adalah setiap yang idhafah
kepada Nabi Muhammad SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir dan sebagainya.

ْ َ ‫عل َيْ ِه َو َسل َّ َم ق َْوال ً ا َ ْو ِف ْعال ً ا َ ْو تَ ْق ِريْ ًرا ا َ ْو ن‬


‫ح َو َها‬ ُ ‫َما ا ُ ِضيْ َف اِل َى النَّب ِ ِّي َصلَّى‬
َ ‫الله‬

Yang idhafah kepada Nabi SAW disebut Hadits Marfu', yang idhafah kepada shahabat
disebut Hadits Mauquf, yang idhafah kepada tabi'in disebut Hadits Maqthu', dan
yang idhafah kepada Allah SWT yang bukan Al-Qur'an disebut Hadits Qudsi. (Al-
Khathib : 1975 : 17).
Nabi SAW maksudnya adalah Nabi Muhammad SAW yang lahir pada tahun 571 M
dan wafat tahun 632 M atau 11 H. Shahabat adalah yang hidup sezaman dengan
Nabi SAW, sempat berjumpa (liqa), dan meninggal dalam Islam. Tabi’in adalah yang
hidup sezaman dengan shahabat, lahir setelah Nabi SAW wafat (11 H) dan meninggal
dalam Islam. Adapun yang idhafah kepada Allah yang bukan Al-Qur’an adalah yang
nisbah kepada Allah secara ma’na dan lafazhnya dari Nabi SAW.
Hadits ini dikatakan Hadits secara istilah karena idhafah kepada Nabi SAW, sebab
secara istilah Hadits adalah setiap yang idhafah kepada Nabi SAW, shahabat, tabi’in,
dan kepada Allah SWT yang bukan Al-Qur’an; tandanya adalah sighah :

20
‫عل َيْ ِه َو َسل َّ َم‬ ُ ‫َر ُس ْو ُل الله َصلَّى‬
َ ‫الله‬

2. Ta’rif Dilalah
Hadits secara dilalah adalah semua Hadits yang termaktub pada kitab Hadits, yakni
diwan atau al-mashadir al-ashliyah hasil dari proses riwayah dan tadwin yang
ditekuni oleh para Muhadditsin sampai abad kelima Hijriyah, yang terdiri dari kitab
Musnad dan kitab Mushannaf. Kitab Musnad adalah kitab yang disusun dengan
sistem tasnid, yakni susunannya berdasarkan urutan rawi shahabat, disebut Musnad
dan Mu’jam. Kitab Mushannaf adalah kitab Hadits yang disusun dengan sistem
tashnif, yakni susunannya berdasarkan urutan bab-bab tematik (maudhu’i), disebut :
Muwatha’, Jami’, Mushannaf, Sunan, Shahih, dan Mustadrak. (Al-Khuli : 147, Al-
Thahhan, Taisir : 30-60).
Kitab Musnad dan Mu’jam meliputi Kitab Hadits susunan : Zaid, Hanafi, Syafi’i,
Ahmad, Ya’qub, ‘Ubaidillah, Humaidi, Musaddad, Thayalisi, Abu Khaitsamah, Abu
Ya’la, Abu Ishaq, Yahya, As’ad, Ibn Humaid, Hamim, Al-Umawi, Nu’aim, Ibn Yahya,
Ishaq, Ibnu Mani’, Al-Harits, Al-Bazzar, A’id, Thabrani. Kitab Mushannaf meliputi kitab
Muwatha’, Mushannaf, dan Jami’ : Malik, Al-Madani, Al-Marwazi, Syu’bah, Ibnu Abi
Syaibah, Al-Laits, Sufyan, ‘Abd al-Razaq, Hammad, Baqi’, Ibnu ‘Ashim, Abu Nu’aim.
Kitab Mushannaf Sunan : Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Darimi, Sa’id, Al-
Tsauri, Ibnu ‘Uyainah, Ma’mar, Daruquthni, Ibn ‘Adi, Baihaqi, Dailami. Kitab
Mushannaf Shahih dan Mustadrak : Bukhari, Muslim, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah,
Ibnu Jarud, Abu ‘Awanah, Ibnu Al-Sakin, Hakim, Al-Harawi.
Perhatikan hadits tentang etika berpakaian berikut:
ِ ُ‫ َكانُوا يَ ْز َرعُونَهَا بِالثُّل‬ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬
ِ ْ‫ث َوالرُّ ب ُِع َوالنِّص‬
‫ف‬ ِ ‫اع ُّي ع َْن َعطَا ٍء ع َْن َجابِ ٍر َر‬ ِ ‫َح َّدثَنَا ُعبَ ْي ُد هَّللا ِ بْنُ ُمو َسى َأ ْخبَ َرنَا اَأْلوْ َز‬
ُ‫ضه‬َ ْ‫فَ ْليُ ْم ِس ْك َأر‬  ْ‫َت لَهُ َأرْ ضٌ فَ ْليَ ْز َر ْعهَا َأوْ لِيَ ْمنَحْ هَا فَِإ ْن لَ ْم يَ ْف َعل‬
ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َكان‬
َ ‫فَقَا َل النَّبِ ُّي‬
ُ ‫َال َر ُس‬
‫ول‬ َ ‫َال ق‬ َ ‫ع ْن َأبِي ُه َريْ َر َة َر ِض َي الل َّ ُه‬
َ ‫عن ْ ُه ق‬ َ ‫ع ْن َأبِي َسل ََم َة‬
َ ‫حيَى‬ َ ‫ِيع بْ ُن نَا ِف ٍع َأبُو تَ ْوبَ َة َح َّدثَنَا ُم َعا ِويَ ُة‬
ْ َ‫ع ْن ي‬ ُ ‫الرب‬
َّ ‫َال‬
َ ‫َوق‬
‫اه َفِإ ْن َأبَى َفل ْيُ ْم ِس ْك َأ ْر َض ُه‬
ُ ‫ح َها َأ َخ‬
ْ َ ‫ع َها َأ ْو لِيَ ْمن‬
ْ ‫ت ل َُه َأ ْر ٌض َفل ْيَ ْز َر‬
ْ َ ‫عل َيْ ِه َو َسل َّ َم َم ْن ك َان‬
َ ‫الل َّ ِه َصلَّى الل َّ ُه‬
‫) )رواه البخاري‬

Teks tersebut dikatakan Hadits secara dilalah karena termaktub pada kitab Hadits,
yakni kitab Shahih Bukhori, sebab Hadits secara dilalah adalah semua Hadits yang

21
termaktub pada kitab Hadits atau mashadir ashliyah; tandanya footnote : ‫رواه‬

‫البخاري‬

G. Unsur Hadits : Ta’rif arkan


Dengan kajian ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah melalui kajian teori sistem dari
riwayah dan dirayah tersebut, maka esensi Hadits difahami dari unsur-unsurnya, yang
terdiri dari rawi, sanad, dan matan.
Rawi adalah orang yang meriwayatkan Hadits, yakni yang menerima,
memelihara, dan menyampaikan Hadits, mulai dari rawi shahabat, tabi'in, dan
selanjutnya sampai rawi terakhir yakni mudawin yang mengkodifikasikan Hadits pada
Diwan.
Sanad adalah sandaran Hadits atau sumber pemberitaan (referensi/maraji')
Hadits, yakni keseluruhan rawi yang meriwayatkan Hadits tersebut mulai dari mudawin,
gurunya, gurunya, dan begitu selanjutnya sampai rawi yang pertama kali menerima
Hadits dari Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan matan adalah redaksi (lafazh/teks) Hadits yang letaknya setelah atau
di ujung sanad.
Ketiga unsur rawi, sanad, dan matan tersebut merupakan arkan yang
menunjukkan eksistensi atau keberadaan Hadits. (Soetari : 2008 : 22).
Perhatikan hadits tentang Peduli terhadap lingkungan :
ِ ُ‫ َكانُوا يَ ْز َرعُونَهَا بِالثُّل‬ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬
ِ ْ‫ث َوالرُّ ب ُِع َوالنِّص‬
‫ف‬ ِ ‫اع ُّي ع َْن َعطَا ٍء ع َْن َجابِ ٍر َر‬ ِ ‫َح َّدثَنَا ُعبَ ْي ُد هَّللا ِ بْنُ ُمو َسى َأ ْخبَ َرنَا اَأْلوْ َز‬
ُ‫ضه‬َ ْ‫فَ ْليُ ْم ِس ْك َأر‬  ْ‫َت لَهُ َأرْ ضٌ فَ ْليَ ْز َر ْعهَا َأوْ لِيَ ْمنَحْ هَا فَِإ ْن لَ ْم يَ ْف َعل‬
ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َكان‬
َ ‫فَقَا َل النَّبِ ُّي‬
ُ ‫َال َر ُس‬
‫ول‬ َ ‫َال ق‬ َ ‫ع ْن َأبِي ُه َريْ َر َة َر ِض َي الل َّ ُه‬
َ ‫عن ْ ُه ق‬ َ ‫ع ْن َأبِي َسل ََم َة‬
َ ‫حيَى‬ َ ‫ِيع بْ ُن نَا ِف ٍع َأبُو تَ ْوبَ َة َح َّدثَنَا ُم َعا ِويَ ُة‬
ْ َ‫ع ْن ي‬ ُ ‫الرب‬
َّ ‫َال‬
َ ‫َوق‬
‫اه َفِإ ْن َأبَى َفل ْيُ ْم ِس ْك َأ ْر َض ُه‬
ُ ‫ح َها َأ َخ‬
ْ َ ‫ع َها َأ ْو لِيَ ْمن‬
ْ ‫ت ل َُه َأ ْر ٌض َفل ْيَ ْز َر‬
ْ َ ‫عل َيْ ِه َو َسل َّ َم َم ْن ك َان‬
َ ‫الل َّ ِه َصلَّى الل َّ ُه‬

Teks tersebut dikatakan hadits secara Arkan karena terdapat rawi, sanad dan matan.
Rawinya adalah orang yang meriwayatkan Hadits, yakni yang menerima,
memelihara, dan menyampaikan Hadits, yaitu (1) Abi salamah (2) Yahya (3) Mua’wiyah
(4) Abu taubah (5) Jabir (6) A’to’ (7) Musa (8) Ubaidullah (9) Bukhori .

22
Sanadnya adalah keseluruhan rawi yang menjadi sandaran Hadits mulai dari (1)
Bukhori (2) Ubaidullah (3) Musa (4) A’to (5) Jabir (6) Abu taubah (7) Muawiyah (8) Yahya
(9) Abi salamah.
Matannya adalah teks :
‫ َفل ْيُ ْم ِس ْك َأ ْر َض ُه‬ ‫ح َها َفِإ ْن ل َْم يَفْ َع ْل‬
ْ َ ‫ع َها َأ ْو لِيَ ْمن‬
ْ ‫ت ل َُه َأ ْر ٌض َفل ْيَ ْز َر‬
ْ َ ‫َم ْن ك َان‬

H. Jenis Hadits
1. Jumlah Rawi
Jenis Hadits berdasarkan jumlah rawi terbagi menjadi dua yaitu Mutawatir dan
Ahad. Hadits Mutawatir adalah Hadits yang jumlah rawinya banyak, dengan syarat
mahsus (inderawi), tidak ada kesan dusta, minimal 4 (empat) orang rawi setiap
thabaqah. Hadits Ahad adalah Hadits yang jumlah rawinya tidak banyak : 3 (tiga) per
thabaqah (Masyhur), 2 (dua) per thabaqah (‘Aziz), 1 (satu) per thabaqah (Gharib).
Berdasarkan kriteria tersebut, hadis riwayat Imam al-Bukhari digolongkan ke dalam
hadits Ahad Gharib karena hanya terdapat satu perawi di setiap thabaqah.

2. Matan
Dari segi idhafah matan, Hadits terbagi pada : Marfu’ (idhafah kepada Nabi
SAW), Mauquf (idhafah kepada Shahabat), Maqthu’ (idhafah kepada Tabi’in), dan
Qudsi (idhafah kepada Allah SWT yang bukan Al-Qur’an). Berdasarkan bentuk matan,
Hadits terbagi pada : Qauli (ucapan), Fi’li (perbuatan), Taqriri (ketetapan). Dari segi
tanda idhafah dan bentuk matan, Hadits terbagi pada : Haqiqi (eksplisit) dan Hukmi
(implisit).
Berdasarkan kriteria tersebut, Hadits tentang “Peduli Lingkungan” adalah
termasuk Hadits Marfu’ Qauli taqriri, yakni Hadits yang matannya idhafah kepada
Nabi SAW.
Idhofah matan :
‫عل َيْ ِه َو َسل َّ َم‬
َ ‫ول الل َّ ِه َصلَّى الل َّ ُه‬
ُ ‫َال َر ُس‬
َ ‫َال ق‬
َ ‫ق‬
Bentuk matannya:
‫اه َفِإ ْن َأبَى َفل ْيُ ْم ِس ْك َأ ْر َض ُه‬
ُ ‫ح َها َأ َخ‬
ْ َ ‫ع َها َأ ْو لِيَ ْمن‬
ْ ‫ت ل َُه َأ ْر ٌض َفل ْيَ ْز َر‬
ْ َ ‫عل َيْ ِه َو َسل َّ َم َم ْن ك َان‬
َ ‫ول الل َّ ِه َصلَّى الل َّ ُه‬
ُ ‫َال َر ُس‬
َ ‫َال ق‬
َ ‫ق‬

3. Sanad

23
Dari segi persambungan sanad, Hadits terbagi pada muttashil dan munfashil.
Hadis Muttashil adalah Hadits yang sanadnya bersambung, yakni rawi murid dan guru
yang ada pada sanad bertemu (liqa), karena hidup sezaman, setempat, dan seprofesi
Hadits. Hadits Munfashil adalah Hadits yang sanadnya terputus; putus rawi pertama
(Mursal), putus mudawin dan gurunya (Mu’allaq), putus 1 rawi (Munqathi’), putus dua
rawi dalam dua thabaqah yang berturut-turut (Mu’dhal).
Berdasarkan kriteria tersebut, maka Hadits tentang “Peduli Lingkungan”
termasuk Hadits Muttashil, sebab rawi guru dan rawi murid yang adapada sanad
tersebut termasuk liqa, yang hidup sezaman, setempat, dan seprofesi muhaditsin.
Mengenai Hadits tentang Etika Berpakaian ini yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori
berdasarkan jenisnya termasuk kedalam Hadits Shahih karena Hadits tersebut telah
memenuhi syarat untuk termasuk ke dalalm hadits shahih yakni:
a) Rawi :
(1) 'adil yakni rawi yang taqwa (wiqayah dalam ta’at dan bu’di dari ‘uqubah) dan
muru'ah.
(2) tam dhabth yakni rawi yang sempurna keterpeliharaan shudur dan kitabnya, yakni
kuat daya hafal, daya ingat dan daya fahamnya (qawy al-hifzh qawy al-dzikr, qawy
al-fahm) serta tertib dalam memelihara catatan dan kitabnya.
b) Sanad yang muttashil adalah sanad yang bersambung yakni rawi murid bertemu (liqa)
dengan rawi guru karena hidup sezaman, setempat, dan seprofesi Hadits.
c) Matan :
(1) Marfu' artinya yang idhafah kepada Nabi SAW, baik haqiqi maupun hukmi.
(2) Tidak ber'illat artinya tidak cacat karena sisipan, pengurangan dan perubahan.
(3) Tidak syadz atau tidak janggal artinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an, Hadits
yang lebih kuat, dan akal sehat.

I. Kualitas Hadits : Maqbul Mardud


Kualitas Hadits terbagi pada : Maqbul (diterima sebagai hujjah) dan Mardud
(ditolak sebagai hujjah). Sebutan Hadits Maqbul adalah Shahih dan Hasan, sedangkan
sebutan Hadits Mardud adalah Dha’if. Hadits Maqbul Shahih : rawinya ‘adil (taqwa dan
muru’ah) dan tam dhabith (shudur dan kitab), sanadnya muttashil (liqa), matannya
marfu’ (idhafah kepada Nabi SAW), tidak ada ‘illat (penambahan, pengurangan,

24
penggantian), dan tidak janggal (tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan akal sehat).
Hadits Maqbul Hasan syarat dan kriterianya adalah sama dengan Maqbul Shahih, kecuali
rawinya hanya sampai qalil dhabith (agak dhabith dari kekuatan daya hafalnya). Hadits
Mardud Dha’if adalah bila satu atau lebih dari syarat Hadits Maqbul Shahih atau Hasan
tidak terpenuhi. Apabila Hadits terdapat Syahid dan atau Muttabi’, maka kualitasnya
naik dari Mardud Dha’if menjadi Maqbul Hasan Lighairihi, sepanjang bukan Hadits Dha’if
Maudhu’, Matruk, dan Munkar; bila Hadits tersebut merupakan Hadits Maqbul Hasan
Lidzatihi naik menjadi Hadits Maqbul Shahih Lighairihi.
Hadits ini merupakan hadits yang telah memenuhi semua kriteria hadits shahih.
Oleh karena itu hadits ini tergolong hadits Maqbul Shahih Lidzatih yang artinya dapat
diterima atau dapat dijadikan hujjah. Yakni dapat dijadikan sebagai pedoman amal,
digunakan sebagai alat istinbath dan bayan Al-Qur‟an serta dapat diistinbath oleh
kaidah ushul fiqih. Adapun hadits yang digolongkan Maqbul adalah jenis hadits shahih
dan hasan.

J. Tashhih dan I’tibar


1. Tashih
Kehujjahan hadits dari segi tashih kualiatas. Hadits ini merupakan hadits shahih
yang bisa diterima oleh kalangan ulama hadits. Sebab telah memenuhi syarat dan
kriteria hadits shahih yaitu:
a. Rawi yang adil yakni rawi yang taqwa dan muruah. Juga rawi yang sempurna
keterpeliharaan shudur dan kitabnya (tam dhabit).
b. Sanad hadits di atas muttasil karena bersambung dan bertemu (liqa).
a. Matan hadits di atas marfu’ haqiqi yakni idhafah kepada Nabi saw, tidak ber’illat
setelah dibandingkan dengan matan hadits yang lain yakni Shahih Muslin hadits
tentang Dosa besar dan tidak syadz (janggal) karena tidak bertentangan dengan Al-
Qur’an.
Dalam hadits Riwayat Imam Bukhori tentang “Peduli Lingkungan” dilihat dari segi
sanad, sanad nya muttasil atau bersambung. Dilihat dari segi matan, matan haditsnya
tidak mengandung illat maupun syadz dan tidak bertentangan dengan Al-Quran dan
hukum syar’i. Dilihat dari rawinya adalah rawi yang adil, dlabit dan tidak ditemukan
kecacatan.

25
2. I’tibar
Kaidah untuk mencari muttabi’ dan syahid yang dapat menaikkan kualitas dari
Mardud Dha’if Lidzatihi menjadi Maqbul Hasan Lighairihi, dan dari Maqbul Hasan
Lidzatihi menjadi Maqbul Shahih Lighairihi disebut kaidah I’tibar. Untuk mencari
muttabi’ dan syahid dua shahabat digunakan I’tibar al-Sanad, untuk mencari syahid
matan lain digunakan I’tibar al-matan. (Fathurrahman : 1991 : 114)
Sementara itu terdapat ka’idah I’tibar al-Matan untuk menentukan kualitas
Hadits dengan I’tibar Diwan, I’tibar Syarah, dan I’tibar Fan.

a. I’tibar Diwan adalah menentukan kualitas Hadits berdasarkan petunjuk jenis kitabnya,
sebab menurut konvensi (pandangan) Muhadditsin, jenis kitab menentukan kualitas
Haditsnya. Kitab Shahih : Haditsnya shahih, Kitab Sunan : Haditsnya mungkin shahih,
hasan, atau dha’if, namun tidak sampai maudhu’, matruk, dan munkar. Kitab Musnad
dan Mushannaf : Haditsnya mungkin shahih, hasan, dan dha’if, bahkan bisa maudhu’,
matruk, dan munkar.
b. I’tibar Syarah adalah menentukan kualitas Hadits berdasarkan penjelasan kitab Syarah,
di mana kitab diwan semuanya ada syarahnya.
c. I’tibar Fan adalah menentukan kualitas Hadits berdasarkan pembahasan kitab ilmu yang
menggunakan Hadits sebagai dalil; apalagi yang bersifat muqaranah, seperti kitab
Bidayah al-Mujtahid, kitab Madzahib al-Arba’ah, dan lain-lain.
Hadits tentang Peduli lingkungan, dengan I’tibar diwan dapat dikatakan sebagai
Hadits Shahih, karena termaktub pada kitab Shahih, yakni Kitab Al-Jami’ al-Shahih
Bukhori, tandanya ada footnote : ‫ رواه البخاري‬menurut konvensi Muhadditsin kitab
Shahih Haditsnya shahih.

K. Ta’ammul Hadits
Tathbiq atau aplikasi Hadits Maqbul terbagi pada :
a. Maqbul yang ma'mul bih : dapat diamalkan, meliputi :
1) Hadits yang muhkam : yang jelas tegas;
2) Hadits mukhtalif : yang dapat dikompromikan;
3) Hadits rajih : lebih unggul;
4) Hadits nasikh : wurud belakangan.
b. Maqbul yang ghair ma'mul bih : tidak dapat diamalkan, melputi :

26
1) Hadits yang mutasyabih : tidak jelas;
2) Hadits marjuh : tidak unggul;
3) Hadits mansukh : wurud duluan;
4) Hadits mutawaqqaf fih : tidak bisa dikompromikan, ditarjih, dan dinasakh.
Hadits Maqbul, yakni Hadits yang berkualitas diterima sebagai hujjah dengan
sebutan Shahih atau Hasan, baik Lidzatihi atau Lighairihi, ada yang ma’mul bih (dapat
diamalkan) dan ada juga yang ghair ma’mul bihi (tak dapat diamalkan).
Kaidahnya adalah :
1. Bila Hadits maqbul itu hanya satu atau banyak namun sama (lafzhi atau ma’nawi), maka
yang muhkam (jelas, tegas) ma’mul, dan yang mutasyabih (tidak jelas) ghair ma’mul.
2. Bila Hadits maqbul itu banyak dan tanaqudh (berbeda) atau ta’arudh (berlawanan),
maka ditempuh thariqah jam’u, tarjih, nasakh, dan tawaquf.

Berdasarkan kriteria tersebut, Hadits tentang “Peduli lingkungan” ini


dikategorikan sebagai hadits maqbul shahih lidzatih dan termasuk hadits ma’mul bih
(dapat diamalkan) sebab lafazhnya muhkam, yakni matan dan kandungannya tegas dan
jelas.

L. Munasabah dan Asbabul Wurud


1. Munasabah

Surat Al-A’raf ayat 56

َ ‫ح ِس ِن‬
‫ين‬ ٌ ‫ت الل َّ ِه ق َِر‬
ْ ‫يب ِم َن ال ُْم‬ َ ‫وه َخ ْوفًا َو َط َم ًعا ۚ ِإ َّن َر ْح َم‬
ُ ‫ع‬ُ ‫اد‬ ِ ‫َول َا تُفْ ِس ُدوا ِفي الَْأ ْر ِض بَ ْع َد ِإ ْصل‬
ْ ‫َاح َها َو‬
Artinya:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya
dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan).

Dalam ayat ini Allah melarang manusia agar tidak membuat kerusakan di permukaan bumi.
Kerusakan ini mencakup:

1. Kerusakan jiwa, dengan cara membunuh dan memotonga anggota tubuh

2. Kerusakan harta, dengan cara ghoshob dan mencur


27
3. Kerusakan agama dan kafir, dengan melakukan kemaksiatan-kemaksiatan

4. Kerusakan nasab, dengan melakukan zina.

5. Kerusakan akal, dengan meminum-minuman yang memabukkan.

Kesimpulannya, bahwa kerusakan itu mencakup kerusakan terhadap akal, akidah,


tata kesopanan, pribadi, maupun sosial, sarana-sarana penghidupan, dan hal-hal yang
bermanfaat untuk umum, seperti lahan-lahan pertanian, perindustrian, perdagangan dan
sarana-sarana kerjasama untuk sesama manusia.

Salah satu bentuk perbaikan yang dilakukan Allah adalah dengan mengutus para
Nabi untuk meluruskan dan memperbaiki kehidupan yang kacau dalam masyarakat. Siapa
yang tidak menyambut kedatangan Rasul, atau menghambat misi mereka, dia telah
melakukan salah satu bentuk perusakan di bumi.

Surat Ar-Rum ayat 41-42

‫ع ِمل ُْوا ل ََعل َّ ُه ْم يَ ْرجِ ُع ْو َن‬


َ ‫ت اَيْ ِدى الن ّ َِاس لِيُ ِذيْقَ ُه ْم َب ْع َض ال َّ ِذ ْي‬ ْ َ‫اد ِفى الْب ِ ِّر َوال ْب‬
ْ َ‫ح ِر ب َِما ك ََسب‬ ُ ‫َظ َه َر الْفَ َس‬

Artinya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS: Ar-Rum Ayat: 41)Sesungguhnya rahmat
Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS: Al-A'raf Ayat: 56)

Telah muncul berbagai kerusakan di dunia ini sebagai akibat dari peperangan dan
penyerbuan pasukan-pasukan, pesawat-pesawat terbang, kapal-kapal perang, dan kapal-
kapal selam. Hal itu tiada lain karena akibat dari apa yang dilakukan oleh umat manusia
berupa kezaliman, banyaknya lenyapnya perasaan dari pengawasan Yang Maha Pencipta.
Dan mereka melupakan sama sekali akan hari hisab, hawa nafsu terlepas bebas dari
kalangan sehingga menimbulkan berbagai macam kerusakan di muka bumi. Karena tidak
ada lagi kesadaran yang timbul dari dalam diri mereka, dan agama tidak dapat berfungsi lagi
untuk mengekang kebinalan hawa nafsunya serta mencegah keliarannya. Akhirnya Allah

28
SWT merasakan kepada mereka balasan dari sebagian apa yang telah mereka kerjakan
berupa kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan lalu yang berdosa. Barangkali mereka mau
kembali dari kesesatannya lalu bertaubat dan kembali kepada jalan petunjuk. Dan mereka
kembali ingat bahwa setelah kehidupan ini ada hari yang pada hari itu semua manusia akan
menjalani penghisaban amal perbuatannya.

2 Asbabul wurud
Mengenai asbab al-wurud hadits ini, berdasarkan penelusuran penulis belum menemukan
asbab al-wurud berkaitan dengan hadits tersebut.

M. Istinbath Ahkam dan Hikmah


1. Istinbath Ahkam

Penggunaan tanah untuk pertanian telah dimulai sejak cara yang paling sederhana
sampai dengan abad teknologi sekarang ini dengan mempergunakan mekanisasi pertanian
yang modern. Hal ini didukung pula oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
telah memungkinkan tanah memberikan hasil yang berlipat ganda, yaitu meningkatkan
produksi panen dari tahun ke tahun. Hal ini bisa dicapai karena pengolahan tanah yang
efektif dan efisien, seperti penggunaan pupuk, irigasi, mekanisasi alat-alat pertanian,
penggunaan bibit unggul disertai obat-obat pebasmi hama, dan lain-lain.

Pemeliharaan dan perawatan adalah hal yang sangat penting dalam


mengembangkan dan pelestarian segala hasil cipta dan pekerjaan manusia itu. Juga
terhadap segala sumber daya yang memungkinkan ia mencipta dan bekerja. Selain itu,
manusia senantiasa ingin hidup dalam keadaan tenteram lalu ia menjaga terpeliharanya tata
tertib kehidupan dalam lingkungan rumah tangganya dan di pergaulan ramai di
masyarakatnya. Hal yang demikian inilah yang diisyaratkan dalan ajaran Sunnah yang
menegaskan bahwa kalian (manusia) adalah pemeliharaan (ra’in). Dan pemeliharaan itu
haruslah memikul tanggungjawab (mas’ul).

Dalam rangka menggali manfaat dari lingkungan, tidak boleh diabaikan pula upaya
untuk melestarikan lingkungan itu sendiri, artinya, hendaklah dijaga keseimbangan ekologi
dan dihindari pencemaran serta diupayakan agar kekayaan alam itu dipergunakan sehemat
mungkin. Bumi ini dikatakan bukanlah warisan dari nenek moyang kita, melainkan pinjaman

29
dari anak cucu kita. Selaku peminjam kita harus pandai dan adil, tidak ceroboh, supaya
barang pinjaman itu dapat kita kembalikan sebagaimana aslinya, atau mungkin lebih baik
lagi.

Dari ungkapan Nabi SAW dalam hadits diatas yang menganjurkan bagi pemilik tanah
hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk
menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan
lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan
secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-
tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan pemiliknya,
maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan
kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan. Allah S.w.t. telah
mengisyaratkan dalam Al-Qur’an supaya memanfaatkan segala yang Allah ciptakan di muka
bumi ini. Isyarat tersebut seperti diungkapkan dalam firman-Nya: “ Dia-lah Allah, yang
menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu semua.” (Qs. Al-Baqoroh : 29)[9]

Dengan membiarkan tanah yang kosong mempunyai kemanfaatan lain, yaitu dengan
menjaga ekosistem tanah tersebut, salah satunya menjaga unsur hara yang terkandung di
dalamnya, sehingga kesuburan tanah tetap terjaga dan dapat digunakan untuk hal pertanian
pada periode berikutnya.

2. Hikmah

1. Terhindar dari penyakit yang disebabkan lingkungan yang tidak sehat.


2. Lingkungan menjadi lebih sejuk.
3. Bebas dari polusi udara.
4. Air menjadi lebih bersih dan aman untuk di minum.
5. Lebih tenang dalam menjalankan aktifitas sehari hari.
Lingkungan akan lebih baik jika semua orang sadar dan bertanggung jawab
akan kebersihan lingkungan, karena hal itu harus ditanamkan sejak dini.

N. Problematika Tafhim dan Tathbiq


Tak adanya rasa memiliki terhadap wilayah yang mereka tinggali menyebabkan
munculnya sikap tak peduli terhadap lingkungan, termasuk membuang sampah

30
sembarangan. "Ada urusannya dengan persoalan budaya. Kenapa kemudian di kota-kota
besar yang misalnya bertempat di pinggir sungai itu kemudian biasanya relatif tidak
tertata, sampah di mana-mana. Karena orang yang tinggal di situ adalah bukan orang
yang merupakan warga sana sehingga sense of belongingnya rasa memilikinya terhadap
lingkungan selalu rendah,"

Karena itu, perlu menekankan pentingnya penegakan hukum oleh aparat agar
masyarakat sadar dan peduli terhadap lingkungan. Penegakan hukum yang tegas
dilakukan oleh aparat dan pemerintah daerah setempat pun dinilainya juga akan
mendorong terciptanya budaya disiplin masyarakat.

perlunya penghargaan dari pemerintah setempat kepada masyarakat yang


benar-benar peduli terhadap lingkungan.

Sosialisasi terhadap kebersihan lingkungan dapat dilakukan oleh pemerintah


dengan menggandeng organisasi masyarakat ataupun kampus-kampus, mengingat
keterbatasan aparat yang dimiliki pemerintah. "

31
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari paparan diatas, maka dapat dambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Hadist Jabir bin Abdullah r.a. ini merupakan larangan menelantarkan lahan, karena
hal ini termasuk perbuatan yang tidak bermanfaat.
b. Dalam menelantarkan lahan, Rosulullah S.a.w. menyarankan untuk memanfaatkan
dan mengupah orang lain untuk mengelolahnya.
c. Reboisasi adalah merupakan salah satu perbuatan yang terpuji.
d. Allah S.w.t. menggambarkan kerusakan alam merupakan akibat dari ulah manusia itu
sendiri.
e. Alam di dunia ini rusak diakibatkan ulah dari perbuatan manusia yang munafiq.
f. Kendala dalam penbudayaan karakter peduli lingkungan dapat disebabkan oleh dua
faktor, yaitu: faktor lingkungan dan faktor hubungan sosial

B. Saran

Kita selaku manusia sudah seharusnya memperlakukan alam ini dengan baik
dengan berbagai cara termasuk menjaganya, memeliharanya, merawatnya Dan juga tidak
melakukan pengrusakan terhadapnya. Hukum kausalitas akan terus berlaku bagi kita
manusia dalam interaksinya dengan alam, marilah kita mulai dari sekarang menjaga alam
ini mulai dari hal-hal yang terkecil yang sering kita anggap sepele.

32
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan terjemah

Fuad Abdul Baqi, Muhammad. 1996. Al-Lu’lu’ wal Marjan. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Al-Asqalani , Ibnu Hajar. Al-Hafidz, Al-Imam “Fathul Baari”, terj. Amiruddin. Jakarta:

Pustaka Azzam.

An-Nawawi, Imam. “Shahih Muslim di Syarhin Nawawi”. terj. Wawan Djunaedi Soffandi.

Jakarta: Mustaqiim.

Rahmad , Edi. 2013. Tuntunan Islam Peduli Lingkungan. 22 November 2021.


http://www.waspadamedan.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=26164:tuntunan-islam-peduli-
lingkungan&catid=61:mimbar-jumat&Itemid=230.

Hidayani, Nurul. 2014. Makalah Hadist Menjaga Lingkungan. 22 November 2021.


http://langit_jinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/10/
makalah_hadis_menjaga_lingkungan.html.

Hidayat, Rahmat. 2012. Ayat dan Hadis Tentang Lingkungan Hidup. 22 November 2021.
http://rahmat_zoom.blogspot.com/2012/12/ayat_dan_hadits_tentang_lingkungan_hidup.h
tml. Hadi, Syamsul. 2009. Peduli Lingkungan. 22 November 2021.

http://Hadirukiyah2.blogspot.com/2009/09/peduli-lingkungan.html.

Lestari, bunga . 2013. Peduli Lingkungan. 22 November 2021.


http://smapagreen.blogspot.com/

Ulum, Bahrul. 2011. Hadist-Hadist Tentang Upaya Pelestarian.

http://bahrululummunir.blogspot.com/2011/03/hadits-tentang-upaya-pelestarian.html.
http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan.

http://www.artikata.com/arti-344153-peduli.html

33
34

Anda mungkin juga menyukai