Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MATERI HADITS DI MA/SMA


HADIAH DAN RISYWAH

(Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Materi Hadits di MA/SMA


yang dibimbing oleh Bapak Drs. Asep Herdi M. Ag.)

Disusun Oleh:
Muhammad Irvan M: NIM. 1202020106
Muhammad Rizky D: NIM. 1202020110
Nisrina Faila Suffa : NIM. 1202020122

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2021
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Hadiah dan Risywah” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada Mata Kuliah Materi Hadits di MA/SMA. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Hadiah dan Risywah bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Asep Herdi M. Ag.,
selaku dosen mata kuliah Materi Hadits di MA/SMA yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................5
A. Matan dan Syahid HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472..........................5
B. Terjemah, Mufrodat, dan Maksud Lafadz HR. Sunan Abu Dawud Juz
9/472.............................................................................................................5
C. Esensi Hadits: Ta’rif Istilah dan Dilalah HR. Sunan Abu Dawud Juz
9/472.............................................................................................................8
D. Unsur Hadits: Ta’rif Arkan HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472............9
E. Jenis Hadits: Shahih, Hasan, atau Dhaif HR. Sunan Abu Dawud Juz
9/472...........................................................................................................11
F. Kualitas Hadits: Maqbul dan Mardud HR. Sunan Abu Dawud Juz
9/472...........................................................................................................12
G. Tashih dan I’tibar HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472.........................12
H. Ta’ammul Hadits HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472.........................13
I. Munasabah dan Asbab Wurud HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472.....13
J. Istinbat Ahkam dan Hikmah HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472........14
K. Problematika Tafhim dan Tathbiq HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472
15
L. Kesimpulan dan Implikasi HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472...........15
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................16
B. Saran....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam telah melarang seorang Islam menyuap penguasa dan
pembantupembantunya. Begitu juga penguasa dan membantunya dilarang
menerima suap tersebut. Firman Allah dalam surah al-baqarah ayat 188:
۟ ُ‫وا بِ َهٓا ِإلَى ٱ ْل ُح َّك ِام لِتَْأ ُكل‬
َ ٰ ‫وا فَ ِريقًا ِّمنْ َأ‬
‫مْو ِل‬ ۟ ُ‫ ْدل‬D ُ‫ل َوت‬D
ِ D‫َواَل تَْأ ُكلُ ٓو ۟ا َأمْ ٰ َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِٱ ْل ٰبَ ِط‬
َ‫س بِٱِإْل ْث ِم َوَأنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬ ِ ‫ٱلنَّا‬
Dan janganlah kamu makan harta benda kamu diantara kamu dengan bathil dan
janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud
supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa,
padahal kamu mengetahui. (al-baqarah ayat 188)
Hukum Islam yang disyariatkan Allah Swt pada hakekatnya diproyeksikan
untuk kemaslahatan manusia. Salah satu kemaslahatan yang hendak direalisasikan
adalah terpeliharanya harta dari pemindahan hak milik yang menyimpang dari
prosedur hukum, dan dari pemanfaatannya yang tidak sesuai dengan
kehendakNya.
Tanpa mengecilkan arti atau signifikasi dari semangat berdemokrasi
masyarakat melalui pilkada, berbagai dampak negatif pun muncul seperti ambisi
yang berlebihan terhadap jabatan sehingga cenderung menghalalkan segala cara,
melalui risywah (suap) dan kampanye negatif negative campaign.
Risywah (suap) merupakan penyakit kronis sosial bagaikan penyakit
kanker dalam dunia medis. Penyakit umat yang rumit disembuhkan. Dia
mengacaukan tatanan sosial, menjungkir balikkan nilai humanisme. Disamping itu
risywah mampu menggerogoti nilai dan moral ummat secara perlahan tetapi pasti.
Mengesampinkan kafa’ah potensi) ummat dan juga menyianyiakan kemaslahatan
umum. Risywah mampu membentuk syahsiah individualistis, materialis,
bermental hipokrit, penghinat, tamak, dan tega dengan sesama. Dia dapat memicu
masyarakat bertindak kriminal, perampokan, pemerasan dan bahkam dendam
berkepanjangan.

1
Risywah (suap) menurut undang-undang republik Indonesia adalah:
“Barangsiapa memberikan hadiah kepada pengawai perintah atau hakim
dengan harapan segala keinginan penyuap diloloskan atau dimenangkan kasusnya
atas musuhnya di pengadilan, meskipun hal tersebut menyalahi ketentuan jabatan
dan wewenang penerima suap.”
Dari sudut pandangan hukum Islam, wawasan masyarakat sangat terbatas
mengenai masalah risywah. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa risywah
bukanlah sebuah kejahatan, tetapi kesalahan kecil, walaupun mengetahui bahwa
risywah adalah terlarang, namun mereka tidak berduli dengan larangan tersebut.
Apalagi karena terpengaruh dengan keuntungan yang didapatkan.
Sesuatu yang didapatkan oleh masyarakat dari seseorang yang
mengharapkan manfaat atau imbalan dari masyarakat tersebut, kadang-kadang
dianggap sebagai suatu pemberian yang biasa-biasa saja, karena mereka tidak bisa
membedakan mana yang termasuk kategori suap dan mana yang termasuk
kategori pemberian, karena kita sebagai masyarakat awam banyak yang tidak
mengerti adanya kasus-kasus seperti ini, kita beranggapan ini hanyalah pemberian
atau hadiah yang sifatnya sebagai ungkapan rasa terima kasih atas kesediaannya
memberikan dukungan kepada calon kepala negara tersebut.
Padahal antara hadiah dan suap cukup jauh berbeda. Hadiah adalah sesuatu
yang diberikan kepada orang lain karena sikap memuliakan dan rasa cinta. Nilai
luhur Islam mendorong setiap muslim untuk selalu gemar memberikan hadiah
kepada orang lain. Karena memberi hadiah ini dapat memicu lahirnya rasa cinta
dan kasih sayang diantara sesama.
Namun demikian, tidak semua praktek memberi dan menerima hadiah
dapat dibenarkan dalam syari’at Islam. Di antara hadiah yang tidak diperbolehkan
dalam Islam adalah hadiah yang diberikan untuk pengendali kebijakan, pemegang
wewenang dan otoritas, orang yang bertugas menjalankan pelayanan publik dan
hakim yang hendak memutuskan suatu perkara. Hal ini disebabkan oleh motivasi
dan tujuan yang tersembunyi dari pemberi hadiah tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Seperti apakah Matan dan Syahid HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472?

2
2. Bagaimana Terjemah, Mufrodat, dan Maksud Lafadz HR. Sunan Abu
Dawud Juz 9/472?
3. Bagaimana Esensi Hadits: Ta’rif Istilah dan Dilalah HR. Sunan Abu
Dawud Juz 9/472?
4. Apa Unsur Hadits: Ta’rif Arkan HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472?
5. Apa Jenis Hadits: Shahih, Hasan, atau Dhaif dari HR. Sunan Abu Dawud
Juz 9/472?
6. Apa Kualitas Hadits: Maqbul dan Mardud dari HR. Sunan Abu Dawud Juz
9/472?
7. Bagaimana Tashih dan I’tibar HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472?
8. Bagaimana Ta’ammul Hadits dari HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472?
9. Bagaimana Munasabah dan Asbab Wurud dari HR. Sunan Abu Dawud Juz
9/472?
10. Bagaimana Istinbat Ahkam dan Hikmah dari HR. Sunan Abu Dawud Juz
9/472?
11. Bagaimana Problematika Tafhim dan Tathbiq HR. Sunan Abu Dawud Juz
9/472?
12. Bagaimana Kesimpulan dan Implikasi HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472?
C. Tujuan
1. Mengetahui Matan dan Syahid HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472.
2. Mengetahui Terjemah, Mufrodat, dan Maksud Lafadz HR. Sunan Abu
Dawud Juz 9/472.
3. Mengetahui Esensi Hadits: Ta’rif Istilah dan Dilalah HR. Sunan Abu
Dawud Juz 9/472.
4. Mengetahui Unsur Hadits: Ta’rif Arkan HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472.
5. Mengetahui Jenis Hadits: Shahih, Hasan, atau Dhaif dari HR. Sunan Abu
Dawud Juz 9/472.
6. Mengetahui Kualitas Hadits: Maqbul dan Mardud dari HR. Sunan Abu
Dawud Juz 9/472.
7. Mengetahui Tashih dan I’tibar HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472.
8. Mengetahui Ta’ammul Hadits dari HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472.

3
9. Mengetahui Munasabah dan Asbab Wurud dari HR. Sunan Abu Dawud
Juz 9/472.
10. Mengetahui Istinbat Ahkam dan Hikmah dari HR. Sunan Abu Dawud Juz
9/472.
11. Mengetahui Problematika Tafhim dan Tathbiq HR. Sunan Abu Dawud Juz
9/472
12. Mengetahui Kesimpulan dan Implikasi HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472.

4
‫‪BAB II‬‬
‫‪PEMBAHASAN‬‬
‫‪A. Matan dan Syahid HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472‬‬

‫ث ْب ِن عَبْ ِد ال‪َّ D‬ر ْح َم ِن عَنْ َأبِي‬


‫ب عَنْ الحَ ا ِر ِ‬ ‫س َح َّدثَنَا ابْنُ َأبِي ِذْئ ٍ‬
‫َح َّدثَنَا َأ ْح َم ُد بْنُ يونُ َ‬
‫س‪D‬لَّ َم ال ّراشي‬
‫ص‪D‬لَّى هَّللا ُ َعلَيْهُ َو َ‬ ‫سلَ َمةَ عَنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو قَا َل لَ َعنَ َرس‪DD‬و ُل هَّللا ِ َ‬
‫َ‬
‫وا ْل ُم ْرتَشي ( َر َواه اَبو دَا ُو َد)‬
‫‪1. Matan‬‬

‫سلَّ َم ال ّراشي وا ْل ُم ْرتَشي‪D‬‬


‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْيهُ َو َ‬
‫لَ َعنَ َرسو ُل هَّللا ِ َ‬
‫‪2. Syahid‬‬
‫‪a. Musnad Abu Ya’la Juz 10/204‬‬

‫ق ْب ِن يَ ْحيَى‪،‬‬ ‫س‪D‬حا َ‬ ‫مَروانُ بْنُ ُمعاويَةَ ‪ ،‬عَنْ ِإ ْ‬ ‫َح َّدثَنَا َأ ْح َم ُد بْنُ َمنِي‪ٍ D‬‬
‫‪D‬ع ‪ ،‬حَ َّدثَنَا ْ‬
‫عَنْ َأبِي بَكْ ِر ْب ِن حَ ْز ٍم ‪ ،‬عَنْ عَمْ َر ٍة ‪ ،‬عَنْ عاِئ َ‬
‫ش ‪D‬ةَ قَالَتْ ‪ :‬لَ َعنَ َرس‪DD‬و ُل هَّللا ِ‬
‫سلَّ َم ال ّراشي وا ْل ُم ْرتَشي‪D‬‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْيهُ َو َ‬
‫َ‬
‫‪b. As-Sunan Ash-Shaghir Juz 8/462‬‬

‫ب‪،‬‬‫س بْنُ حَ بي ٍ‬ ‫َوَأ ْخبَ َرنا َأبُو بَ ْك ِر بْنُ فو َر ٍك ‪َ ،‬أنَا عَبْ ُد هَّللا ِ بْنُ َج ْعفَ ٍر ‪َ ،‬أنَا ي‪D‬ونُ ُ‬
‫ب‪ ،‬حَ َّدثَنِي‪ D‬خَ الِ َي الحَ ا ِر ُ‬
‫ث بْنُ عَبْ ِد ال ‪َّ D‬ر ْح َم ِن ‪،‬‬ ‫َأنَا َأبُو دَا ُو َد ‪َ ،‬أنَا ابْنُ َأبِي ِذْئ ٍ‬
‫عَنْ َأبِي َ‬
‫سلَ َمةَ ْب ِن َع ْب ِد ال َّر ْح َم ِن ‪ ،‬عَنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو ‪ ،‬قَا َل ‪ :‬لَ َعنَ َرسو ُل‬
‫سلَّ َم ال ّراشي وا ْل ُم ْرتَشي‪D‬‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْيهُ َو َ‬
‫هَّللا ِ َ‬
‫‪c. Musnad Ibnu Ja’d Juz 6/95‬‬

‫ث ْب ِن عَبْ ِد ال‪َّ DD‬ر ْح َم ِن ‪ ،‬عَنْ َأبِي‬‫ب ‪ ،‬عَنْ الحَ ا ِر ِ‬ ‫حَ َّدثَنَا عَل َّي ‪َ ،‬أنَا ابْنُ َأبِي ِذْئ ٍ‬
‫س‪D‬لَّ َم قَا َل ‪:‬‬ ‫سلَ َمةَ ‪ ،‬عَنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو َأنَّ َرس‪DD‬و َل هَّللا ِ َ‬
‫ص‪D‬لَّى هَّللا ُ َعلَيْهُ َو َ‬ ‫َ‬
‫لَ ْعنَةُ هَّللا ِ َعلَى ال ّراشي وا ْل ُم ْرتَشي‬
‫‪B. Terjemah, Mufrodat, dan Maksud Lafadz HR. Sunan Abu Dawud Juz‬‬
‫‪9/472‬‬
‫‪1. Terjemah‬‬

‫‪5‬‬
Ahmad bin Yunus menceritakan kepada kami, Ibnu Abi Dzi’bi menceritakan
kepada kami, dari Harits bin Abdurrahman, dari Abi Salamah, dari
Abdullah bin Umar berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang menyuap dan yang
menerima suap.” (H.R. Abu Daud)
2. Mufrodat
Lafadz Terjemah

ُ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْيه‬


َ ِ ‫لَ َعنَ َرسو ُل هَّللا‬ Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam melaknat
‫سلَّ َم‬
َ ‫َو‬
‫ال ّراشي‬ orang yang menyuap

‫وا ْل ُم ْرتَشي‬ dan yang menerima suap

3. Maksud Lafadz

Kata َ‫ لَ َعن‬dalam hadis bermakna jauh dari rahmat Allah. Sedangkan

kata ‫ال ّراشي‬ orang yang memberikan suap atau sogokan kepada seseorang
untuk meluruskan urusan atau untuk maksud mengabulkan putusan hakim.
Dengan ungkapan lain, orang yang memberikan suatu hadiah untuk
menjadikan yang salah tidak salah, yang tidak berhak jadi berhak.

Sedangkan kata D‫ا ْل ُم ْرتَشي‬ dalam hadis berarti orang yang mengambil
sogokan. Secara tegas dalam hadis ada larangan memberikan sogok atau
menerima sogok. Di dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 188 Allah dengan
tegas melarang seseorang memakan sesuatu yang bukan haknya dengan cara
yang batil tidak benar) dan melarang orang membawa perkara kepada hakim
dengan tujuan untuk mendapatkan harta orang lain dengan jalan berbuat dosa.
Risywah salah satu cara pemberian yang tidak dilandasi oleh keikhlasan untuk
mencari kerelaan Allah. Melainkan untuk tujuan yang bertentangan dengan
tuntunan atau tuntutan syari’at Allah.
Oleh sebab itulah didalam hadis ini dinyatakan bahwa orang yang
memberi dan menerima suap mendapat laknat dari Allah dan Rasulnya. Hal ini

6
disebabkan karena pemberi suap mendorong penerima melalaikan tugasnya
sebagai penegak kebenaran, memudahkannya memakan sesuatu yang bukan
miliknya secara batil. Sedangkan penerima sogok mendapat laknat karena
mengambil harta orang lain secara tidak benar.
Menurut Ibnu al-Qayyim apabila pemberian dimaksudkan untuk
menuntut hak atau menghindarkan diri dari kezhaliman maka menurut beliau
hal tersebut tidak apa-apa dan bukan kategori suap yang dilaknat. Hanya saja
pendapat ini dibantah oleh al-Syaukani yang mengatakan bahwa pengkhususan
tentang pemberian untuk menuntut hak tidak memiliki dasar yang jelas, yang
benar menurut beliau kembali kepada keumuman hadis yang menyebutkan
larangan segala bentuk pemberian dalam bentuk suap. Ibnu Qudamah dalam
kitabnya al-Mughni, ia berkata:
“Adapun suap-menyuap dalam masalah hukum dan pekerjaan apa saja)
maka hukumnya haram tidak diragukan lagi.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa para ulama telah
mengatakan:
“Sesungguhnya pemberian hadiah kepada wali amri orang yang
diberikan tanggung jawab atas suatu urusan untuk melakukan sesuatu yang
tidak diperbolehkan, ini adalah haram, baik bagi yang memberikan maupun
menerima hadiah itu, dan ini adalah suap yang dilarang Nabi Saw.
Al-Shan’aniy dalam Subulussalam juga menegaskan: “Dan
suapmenyuap itu haram sesuai Ijma’, baik bagi seorang qadhi/hakim, bagi para
pekerja yang menangani shadaqah atau selainnya. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala, “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain
di antara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah) kamu membawa
urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui. [QS. Al-Baqarah: 188].”
Dalam kitab I’ânatuth Thâlibîn, Sayyid Abû Bakr menulis:
“Haram bagi qadhi imam) menerima hadiah dari orang yang tidak
pernah memberinya hadiah sebelum ia menjadi qadhi, atau pernah tapi ia

7
menambahkan jumlah atau jenisnya, hal ini bila terjadi dalam wilayah
kepemimpinannya, adapun dari orang yang diluar lingkungan
kepemimpinannya maka dibolehkan, dan haram juga menerima hadiah dari
orang yang mempunyai keterlibatan kasus, atau orang yang menjadi lawan
politik baginya, dikarenakan hal ini nanti bisa mengakibatkan imam akan
cenderung kepadanya dan mendukung segala kehendaknya dan dapat
melemahkan dirinya dalam memutuskan keputusan yang benar dan adil.
Risywah (suap) itu haram walaupun untuk memperoleh hak yang mesti
diterima. Sebab kalau paham ini kita pake kita akan ikut mendorong lanjutnya
korupsi. Pemberian semacam ini, meskipun dilakukan oleh pemberi untuk
mendapatkan haknya yang sah tetap akan merusak sistem pelayanan publik,
berupa memburuknya kualitas pelayanan tersebut.
Walaupun ada yang membolehkan memberikan suap atau menerima
suap untuk memperoleh hak yang mesti diterima, tetap saja akan semakin
rentan terhadap maraknya praktek sogok-menyogok, kolusi, korupsi, dan
nepotisme bahkan akan menumbuhsuburkan praktek mafia peradilan yang
terpuji.
C. Esensi Hadits: Ta’rif Istilah dan Dilalah HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472
1. Ta’rif Istilah
Berdasarkan Ta’rif Istilah, hadits mengenai Hadiah dan Riswah yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud ini termasuk kedalam perkataan (‫ول‬NN‫ ق‬Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam). Hadits Qauli, yakni hadits yang
matannya berupa perkataan yang pernah diucapkan. Hadits tersebut juga
merupakan hadits Qudsi yakni hadits yang disandarkan kepada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan disandarkannya kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Jadi hadits qudsi itu redaksinya dari nabi dan maknanya berasal dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Dilalah
Dilalah atau pencarian hadits pada mashadir ashliyah menggunakan
Website Majelis penulis.blogspot.com dengan metode Takhrij bil Lafdzi

dengan menggunakan ‫ال ّراشي وا ْل ُم ْرتَشي‬ dalam pencariannya, dan hadits

8
tersebut terdapat dalam Sunan Thirmidzi Juz 5/174-176, Sunan Ibnu Majah
7/101, Musnad Ahmad 13/284, Mushanaf Ibnu Abi Syaibah 5/229-230, Sunan
AlBaihaqi 10/139, Mushanaf Abdurrazaq 8/148-149, Mustadrak Al-Hakim
16/388, Mu’jam Al-Ausath Thabrani Juz 5/60 , Musnad Abu Ya’la Juz 10/204,
Shahih Ibnu Hibban Juz 21/188, As-Sunan Ash-Shaghir Juz 8/462, Musnad
Ibnu Ja’d Juz 6/95, dan Musnad Ar-Rayani Juz 2/238.
D. Unsur Hadits: Ta’rif Arkan HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472
1. Sanad
Rangkaian transmiter yang terlihat dalam periwayatan hadis tersebut
adalah: Abdullah bin Umar, Abi Salamah, Haris bin Abdurrahman, Abi Dzi’bi,
Ahmad bin Yunus dan Abu Daud. Untuk mengetahui apakah hadis ini
memenuhi unsur kesahihan sanad, maka akan dikemukakan riwayat hidup dan
kepribadian para perawi tersebut.
a. Abdullah bin Umar
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Umar bin Khattab al-Qurasyi
al-Adawiy, Abu Abdurrahman Makkiy. Guru-gurunya adalah Nabi SAW,
Rafi’ bin Khadij, Zaid bin Tsabit, Said bin Abi Waqash, dan lain-lain,
sedangkan murid-muridnya ialah Jubair bin Nufairin, Hakim bin Hurrah,
Abu Salamah bin Abdurrahman, Abu Bakri bin Sulaiman, dan lain-lain.
Adapun komentar ulama terhadap Abdullah bin Umar adalah al-Shahabah
Kulluhum ‘Udull, Abdullah bin Umar wafat tahun 74 H.
b. Abi Salamah
Nama lengkapnya adalah Abu Salamah bin Abdurrahman bin ‘Auf
alQurasyi Az- Zuhriy al-Madani. Guru-gurunya adalah Abdullah bin
Ibrahim, Abdurrahman bin Abi Said, Abdullah bin Umar bin Khattab al-
Qurasyi alAdawiy, Abdullah bin Salam, dan lain-lain, sedangkan murid-
muridya adalah Usman bin Abi Sulaiman, Haris bin Abdurrahman, Yahya
bin Said, Walid bi Abdullah, Muhammad bin, dan lain-lain. Adapun
komentar ulama terhadap Abi Salamah adalah Abu Zur’ah mengatakan
Tsiqah Hibban juga mengatkan Tsiqah. Abi Salamah wafat pada tahun 94
H.

9
c. Haris bin Abdurrahman
Nama lengkapnya Haris bin Abdurrahman Al-Qurasyi al-Amiri, Abu
Aburrahman al- Madani. Guru-gurunya adalah Jubair bin Salamah, Salim
bin Abdullah, Abi Salamah bin Abdurrahman bin ‘Auf, Ibnu Abbas, dan
lainlain. Murid-muridnya adalah Muhammad bin Abdurrahman bin Abi
Dzi’bi, dan lain-lain. Komentar para ulama terhadap Haris bin Abdurrahman
adalah al-Nasai berkata Laisa bihi Ba’sun dan Ibnu Hibban mengatakan
Tsiqah. Haris bin Abdurrahman wafat pada tahun 129 H.
d. Abi Dzi’bi
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abdurrahman bin
Mughirah bin Haris bin Abu Dzi’bi, Abu Haris al-Madani. Guru-gurunya
adalah Said bin Khalid, Said bin Sam’an, Sulaiman bin Abdurrahman, Haris
bin Abdurrahman al-Qurasyi, Usman bin Muhammad, dan lain-lain.
Sedangkan murid-muridnya adalah Ishaq bin Sulaiman, Ahmad bin
Abdullah bin Yunus, Ishaq bin Muhammad, Hajjaj bin Muhammad, Said
bin, dan lainlain. Adapun komentar ulama terhadap Abi Dzi’bi adalah al-
Nasai: Tsiqah, Abu Bakrin al-Marrudi: Tsiqah, Yahya bin Ma’in: Tsiqah,
Ahmad bin Hanbal: Rajulul Shalih. Wafat pada tahun 158 H.
e. Ahmad bin Yunus
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Abdullah bin Yunus bin
Abdullah bi Qais al-Tammimi al-Yarbu’i, Abu Abdullah al-
Kufi.Gurugurunya adalah Sufyan bin Said, Muhammad bin Abdurrahman
bin Mughirah bin Haris bin Abi Dzi’bi, Malik bin Anas, Ya’kub bin
Abdullah, dan lain-lain. Murid-muridnya adalah Bukhari, Muslim, Ishaq bin
Ibrahim, Abu Daud, Yusuf bin Musa, Musa bin Said, dan lain-lain. Adapun
komentar ulama terhadap Ahmad bin Yunus adalah al-Nasai: Tsiqah, Abu
Hatim: Tsiqah, AlIjli: Tsiqah, Ibnu Hibban: Tsiqah. Wafat pada tahun 227
H.
f. Abu Daud
Nama lengkapnya adalah Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijistani.
Gurugurunya adalah Ahmad bin Sa’id al-Hamdani, Ahmad bin Abdullah

10
bin Yunus bin Abdullah bi Qais al-Tammimi al-Yarbu’i, dan lain-lain.
Muridmuridnya adalah Al-Tirmidzi, Ibrahim bin Hamdan bin Ibrahim, Abu
‘Isa Ishaq bin Musa, dan lain-lain. Adapun komentar ulama adalah Al-
Khalili: Tsiqah, Abi Hatim al-Razi: La Ba’sa Bih, al-Tirmidzi: La Ba’sa
Bih, al-Nasai: Tsiqah. Wafat pada tahun 275 H.
Penulis menyimpulkan bahwa kredibilitas perawi hadis ini memenuhi
kriteria perawi hadis shahih, maka hadis dari jalur Abu Daud dari segi kualitas
berstatus shahih. Dan sesuai menurut imam Abu al-Thayyib Muhammad
Syamsul Haq al-Azim Abadi dalam kitab ‘Aun al-Ma’bud syarah Sunan Abu
Daud dalam riwayat Sunan Abi Daud statusnya adalah Shahih 38 dan dapat
dijadikan dalil atau hujjah.
2. Matan

‫سلَّ َم ال ّراشي وا ْل ُم ْرتَشي‬


َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْيهُ َو‬
َ ِ ‫لَ َعنَ َرسو ُل هَّللا‬
E. Jenis Hadits: Shahih, Hasan, atau Dhaif HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472
Hadits ini merupakan hadits shahih karena hadits ini memenuhi syarat
hadits shahih yakni:
1. Rawinya adil, yaitu setiap rawinya muslim, baligh, selamat dari melakukan
dosa besar atau terbiasa melakukan dosa kecil dan perbuatan-perbuatan
yang merusak muru’ah (kesopanan).
2. Rawinya sempurna ingatan atau dhabith, yaitu orang yang terpelihara, kuat
ingatannya, ingatannya lebih banyak daripada kesalahannya.
3. Sanadnya bersambung, yaitu setiap rawi dari semua rawi-rawinya
mengambil hadits secara langsung, dari rawi di atasnya dari awal sampai
akhir.
4. Tidak ada illat, illat hadits yaitu suatau penyakit yang samar-samar yang
dapat menodai keshahihan hadits, misalnya; meriwayatkan hadits secara
muttashil (bersambung) terhadap Hadits Mursal atau Hadits Munqathi, atau
berupa sisipan yang terdapat pada matan hadits.
5. Tidak janggal (syadz), yang dimaksud dengan syadz ialah orang yang kuat
tidak menyalahi riwayat orang yang lebih kuat.

11
Dilihat dari biografi rawi hadits yang diriwayatkan Abu Dawud ini para
rawi nya itu tsiqat. Di mana tsiqat itu rawinya dhabit dan adil. Dhabit yaitu (tidak
banyak salah, tidak jelek hafalan, tidak banyak ragu, tidak lalai, dan tidak
bertentangan dengan yang kuat) dan Adil yaitu (Muslim, Baligh, Berakal, Tidak
Fasiq, dan Menjaga Muruah).
F. Kualitas Hadits: Maqbul dan Mardud HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472
Dilihat dari kualitas hadits, hadits tersebut hadits Maqbul yakni hadits
yang dapat diterima atau pada dasarnya dapat dijadikan hujjah, karena hadits
tersebut shahih yakni hadits yang dinukil atau diriwayatkan oleh rawi-rawi yang
adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillat dan tidak
janggal. Hadits Shahih dan Hasan itu termasuk hadits Maqbul (diterima), adapun
yang termasuk hadits Mardud (ditolak) yaitu hadits Dhaif.
G. Tashih dan I’tibar HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472
Berdasarkan metode tashih yaitu menganalisis keshahihan hadits dengan
mengkaji rawi, sanad, dan matan berdasarkan kaidah. Kualitas hadits terbagi
kepada maqbul dengan shahih dan hasan, dan mardud dengan sebutan dha‟if.
Dalam hadits mengenai pentingnya taubat, para rawinya tsiqat, matannya tidak
bertentangan dengan Al-Quran, dan sanadnya muttashil (bersambung).
I’tibar berarti mendapatkan informasi dan petunjuk dari literatur, baik
kitab/diwan yang asli (Mushanaf, Musnad, Sunan, dan Shahih), kitab Syarah dan
kitab-kitab Fan yang memuat dalil-dalil hadits. Untuk mendapatkan hadits
mengenai Hadiah dan Risywah ini, didapat melalui Sunan Thirmidzi Juz 5/174-
176, Sunan Ibnu Majah 7/101, Musnad Ahmad 13/284, Mushanaf Ibnu Abi
Syaibah 5/229-230, Sunan Al-Baihaqi 10/139, Mushanaf Abdurrazaq 8/148-149,
Mustadrak Al-Hakim 16/388, Mu’jam Al-Ausath Thabrani Juz 5/60, Musnad Abu
Ya’la Juz 10/204, Shahih Ibnu Hibban Juz 21/188, As-Sunan Ash-Shaghir Juz
8/462, Musnad Ibnu Ja’d Juz 6/95, dan Musnad Ar-Rayani Juz 2/238.
H. Ta’ammul Hadits HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472
Karena hadits tersebut Hadits Maqbul, yakni Hadits Shahih maka dapat
diterima menjadi hujjah dan pada dasarnya dapat diamalkan dan digunakan.
Hadits Maqbul yang dapat diamalkan disebut Hadits Maqbul Ma’mul bih. Hadits

12
tersebut termasuk Hadits Maqbul Ma’mul bih yakni Hadits Muhkam yaitu hadits
yang dapat diamalkan secara pasti, sebab tidak ada syubhat sedikitpun, tidak ada
pertentangan dengan hadits lain yang mempengaruhi atau melawan artinya, jelas
dan tegas lafadz dan maknanya.
I. Munasabah dan Asbab Wurud HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472
1. Munasabah
a. Dalam Kitab al-Tirmidzi dalam kitab Ahkam bab no. 9

‫قَدي حَ َّدثَنَا ابْنُ َأبِي‬ ُّ ‫ا ِم ٍر ال َع‬DD‫سى ُم َح َّم ُد بْنُ ال ُمثَنَّى حَ َّدثَنَا َأبُو ع‬ َ ‫َح َّدثَنَا َأبُو ُمو‬
ِ ‫سلَ َمةَ عَنْ َع ْب ِد هَّللا‬َ ‫ث ْب ِن َع ْب ٍد قَا َل لَ َعنَ ال َّر ْح َم ِن عَنْ َأبِي‬
ِ ‫الحا ِر‬
َ ‫ب عَنْ خالِ ِه‬ ٍ ‫ِذْئ‬
‫ ( َر َواه‬D‫لَّ َم ال ّراشي وا ْل ُم ْرتَشي‬DDD‫س‬
َ ‫لَّى هَّللا ُ َعلَيْهُ َو‬DDD‫ص‬
َ ِ ‫ول هَّللا‬DDD‫س‬
ِ ‫ْب ِن عَمْ ٍرو َر‬
ُّ ‫التِّ ْر ِم‬
)‫ذي‬
Ahmad bin Musa bin Mutsanna menceritakan kepada kami, Abu ‘Amir
al-‘Aqdi menceritakan kepada kami, Abi Dzi’bi menceritakan kepada kami
dari Harits bin Abdurrahman, dari Abi Salamah, dari Abdullah bin Umar
berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap.” H.R.
al-Tirmidzi
b. Dalam kitab Ibnu Majah dalam kitab Ahkam bab no. 2

‫ث ْب ِن عَبْ ِد‬ ِ ‫ب عَنْ الحَ ا ِر‬ ٍ ‫َلي بْنُ ُم َح َّم ٍد َح َّدثَنَا َوكي ٌع حَ َّدثَنَا ابْنُ َأبِي ِذْئ‬
ُّ ‫َح َّدثَنَا ع‬
َ ‫ال َّر ْح َم ِن عَنْ َأبِي‬
َ ِ ‫سلَ َمةَ عَنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو قَا َل قَا َل َرسو ُل هَّللا‬
ُ ‫لَّى هَّللا‬DD‫ص‬
َ ‫ ( َر َواه ابْنُ َم‬D‫سلَّ َم لَ ْعنَةُ هَّللا ِ َعلَى ال ّراشي وا ْل ُم ْرتَشي‬
)ُ‫اجه‬ َ ‫َعلَ ْيهُ َو‬

Ali bin Muhammad menceritakan kepada kami, Waki‘, menceritakan


kepada kami, Abu Dzi’bi menceritakan kepada kami, dari Harits bin
Abdurrahman, dari Abi Salamah, dari Abdullah bin Umar berkata,
Rasulullah Saw bersabda: Allah melaknat orang yang menyuap dan yang
menerima suap.” (H.R. Ibnu Majah).
c. Dalam Kitab Ahmad bin Hanbal no. 6246

13
‫ َّر ْح َم ِن عَنْ َأبِي‬DD‫ث ْب ِن َع ْب ِد ال‬
ِ ‫الحا ِر‬
َ ‫ب عَنْ خالِ ِه‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا َوكي ٌع َح َّدثَنَا ابْنُ َأبِي ِذْئ‬
َ ِ ‫و ُل هَّللا‬DD‫سلَ َمةَ ْب ِن َع ْب ِد ال َّر ْح َم ِن عَنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن قَا َل لَ َعنَ َرس‬
ُ‫لَّى هَّللا ُ َعلَيْه‬D ‫ص‬ َ
) ‫سلَّ َم ال ّراشي َع ْمرو وا ْل ُم ْرتَشي ( َر َواه اَ ْح َم ُد بْنُ َح ْنبَ ٍل‬
َ ‫َو‬
Waki‘, menceritakan kepada kami, Abi Dzi’bi menceritakan kepada kami,
dari Harits bin Abdurrahman, dari Abi Salamah, dari Abdullah bin Umar
berkata, Rasulullah Saw bersabda : Allah melaknat orang yang menyuap
dan yang menerima suap.” (H.R. Ahmad bin Hanbal).
2. Asbab Wurud
Mengenai asbab al-wurud hadits ini, berdasarkan penelusuran penulis
belum menemukan asbab al-wurud berkaitan dengan hadits tersebut.
J. Istinbat Ahkam dan Hikmah HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472
Di dalam al mu'jam al wasit dijelaskan bahwa makna risywah adalah "Apa
saja yang diberikan (baik uang maupun hadiah) untuk mendapatkan suatu manfaat
atau segala pemberian yang bertujuan untuk mengukuhkan suatu yang haq".
Ibnu Hajar al 'Asqalani didalam kitabnya Fath Al-Baari telah menukil
perkataan ibnu al 'arabi ketika menjelaskan tentang makna risywah sebagai
berikut: "Risywah atau suap-menyuap yaitu suatu harta yang diberikan untuk
membeli kehormatan atau kekuasaan bagi yang memilikinya guna menolong atau
melegalkan sesuatu yang sebenarnya tidak halal".
Menurut Abdullah Ibn Abdul Muhsin risywah adalah sesuatu yang
diberikan kepada hakim atau orang yang mempunyai wewenang memutuskan
sesuatu supaya orang yang memberi mendapatkan kepastian hukum atau
mendapatkan keinginannya. Risywah juga dipahami oleh ulama sebagai
pemberian sesuatu yang menjadi alat bujukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Adapun menurut MUI risywah (suap) adalah pemberian yang diberikan
oleh seorang kepada orang lain atau penjabat, dengan maksud meluluskan sesuatu
perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariah) atau membatilkan perbuatan
yang hak.
Jadi dari berbagai definisi diatas dapat kita simpulkan tentang definisi
risywah secara terminologis yaitu suatu pemberian baik berupa harta maupun

14
benda lainnya kepada pemilik jabatan atau pemegang kebijakan atau kekuasaan
guna menghalalkan atau melancarkan yang batil dan membatilkan yang hak atau
mendapatkan manfaat dari jalan yang tidak ilegal.
K. Problematika Tafhim dan Tathbiq HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472
Hadits yang maqbul dari segi tathbiq-nya, terdiri dari hadits ma’mul dan
hadits ghairu ma’mul. Hadits maqbul ma’mul adalah hadits muhkam (lafadz dan
maknanya jelas dan tegas) mukhtalif (ta’arud yang dapat di-jama’) rajah (lebih
unggul) dan nasikh (yang terbelakang secara wurud). Sedangkan hadits ghairu
ma’mul adalah hadits mutasyabih, tanaqud, marjuh. Apabila hadits maqbul itu
hanya satu atau banyak namun sama (lafdzi dan maknawi) maka ma’mul dan
ghairu ma’mul-nya ditentukan oleh muhkam dan mutasyabih. Apabila hadits
maqbul itu banyak namun tanaqud atau taa’rudh, maka tathbiq-nya ditempuh
dengan jalan aljam’u. Berdasarkan kaidah di atas, maka tafhim dan tatbiq hadits
mengenai Hadiah dan Risywah merupakan hadits maqbul ma’mul bih karena
memilki lafadz dan makna yang jelas (hadits muhkam) jadi dapat dipahami
dengan jelas.
L. Kesimpulan dan Implikasi HR. Sunan Abu Dawud Juz 9/472
Para ulama berbeda pendapat dalam memahami hadis risywah. Menurut
Ibnu al-Qayyim apabila pemberian dimaksudkan untuk menuntuk hak atau
menghindarkan diri dari kezhaliman menurut beliau hal tersebut tidak apa-apa.
Sedangkan menurut Ibnu Qudamah, Ibnu Taimiyah, Imam al-Shan’ani, Syyin
Abu Bakar suap-menyuap dalam masalah hukum dan pekerjaan apa saja) maka
hukumnya haram tidak diragukan lagi.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadiah, yaitu pemberian yang diberikan kepada seseorang sebagai
penghargaan atau ala sabilil ikram. Perbedaannya dengan risywah adalah,
jika risywah diberikan dengan tujuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan,
sedangkan hadiah diberikan dengan tulus sebagai penghargaan dan rasa kasih
sayang.
B. Saran
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami berharap segala bentuk kritik dan saran dari teman-teman maupun
dari dosen pengampu mata kuliah Materi Hadits di MA/SMA. Kami juga berharap
dengan adanya makalah ini pembaca dapat memahami tentang Hadiah dan
Risywah.

16
DAFTAR PUSTAKA
Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijistani. (2003). Sunan Abi Daud. Beirut:
Maktabah Ashriyah.
Ahmad, A. A. (1996). Dampak Suap dan Bahayanya Tinjauan Syari’ah dan
Sosial. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
al-Tirmidzi, A. ‘.-S. (2003). Sunan al-Tirmidzi. Beirut: Dar al-Fikri.
Azmi, M. U. (2010). Pilkada dan Risywah Dalam Perspektif Siyasah Syar’iyyah.
Yogyakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Kalijaga.
Irfan, N. (2012). Korupsi dalam Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah.
Muhsin, A. B. (2001). Suap Dalam Pandangan Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
RI, D. A. (2009). Mushaf Mufassir. Bandung: Jabal.

17

Anda mungkin juga menyukai