Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

2.1 Pengertian manajemen resiko

Manajemen adalah suatu aktivitas khusus menyangkut


kepemimpinan, pengarahan, pengembangan personal, perencanaan, dan
pengawasan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan dengan
unsurunsur pokok dalam suatu proyek. Manajemen dalam bahasa Arab
disebut dengan idarah, yaitu sarana untuk merealisasikan tujuan umum.

Manajemen risiko merupakan serangkaian prosedur dan


metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha
Bank. Dilihat dari sisi landasan hukumnya, manajemen risiko merupakan
aplikasi dari prinsip kehati-hatian yang secara umum dianut perbankan.

Selain itu, manajemen risiko dapat dikatakan pula sebagai suatu


pendekatan terstruktur atau metodologi dalam mengelola ketidakpastian
yang berkaitan dengan ancaman. Manajemen risiko yang efektif oleh bank
akan menghasilkan tingkat kinerja dan kesehatan yang baik bagi bank
yang bersangkutan.

Sedangkan manajemen risiko pada bank Islam merupakan suatu


proses berkelanjutan tentang bagaimana bank mengelola risiko yang
dihadapinya. Meminimalkan dampak yang ditimbulkan pada berbagai
risiko yang tidak dikehendaki. Di sisi lain, menerima dan beroperasi
dengan risiko tersebut. Bahkan dalam tataran yang lebih tinggi, jika
memungkinkan bank Islam dapat mengonversi risiko menjadi peluang
bisnis yang menguntungkan. Pengertian lainnya, manajemen risiko adalah
tentang bagaimana bank secara aktif memilih jenis dan tingkat risiko yang
sesuai dengan kegiatan usaha bank tersebut. Tujuan utama dari manajemen
risiko adalah untuk memastikan bahwa seluruh kebijakan risiko dan bisnis
bisa diimplementasikan secara konsisten.

2.2 Lingkup manajemen resiko


Ruang Lingkup Manajemen Risiko Ruang lingkup manajemen
risiko meliputi :

 Pengawasan aktif dari dewan komisaris, dewan direksi dan oleh personil
manajemen risiko yang terkait yang dipilih oleh bank.
 Penetapan kebijakan dan prosedur untuk menentukan batas untuk risiko
yang dilaksanakan oleh bank.
 Penetapan prosedur untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan risiko.
 Penetapan dari struktur informasi manajemen yang serasi dalam
mendukung manajemen terhadap risiko.
 Penetapan dari suatu struktur pengawasan intern untuk mengatur risiko.

2.3 Peran manajemen resiko dalam keselamatan pasien

Manajemen Risiko K3 merupakan suatu upaya mengelola risiko


untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara
komprehensif, terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang
baik. Sehingga memungkinkan manajemen untuk meningkatkan hasil
dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang ada

peran Manajemen Risiko dalam keselamatan pasien yaitu untuk


menghilangkan atau meminimalkan dampak yang biasa terjadi pada pasien
di Rumah Sakit. Seperti, Meminimalkan resiko yang dapat terjadi pada
pasien, Mencegah kemungkinan resiko yang dapat terjadi, Mendidik
pasien dan keluarga pasien, Mengawasi resiko yang dapat terjadi,
Memberikan antisipasi terhadap resiko kecelakaan pada pasien yang
mungkin akan terjadi, Menekankan kepada tenaga medis supaya berhati-
hati dalam melakukan tindakan pelayanan kesehatan.

2.4 Manajemen Risiko

Secara umum Manajemen Risiko didefinisikan sebagai proses,


mengidentifikasi, mengukur dan memastikan risiko dan mengembangkan
strategi untuk mengelolah risiko tersebut. Dalam hal ini manajemen risiko
akan melibatkan proses-proses, metode dan teknik yang membantu
manajer proyek maksimumkan probabilitas dan konsekuensi dari event
positif dan minimasi probabilitas dan konsekuensi event yang berlawanan.
Dalam manajemen proyek, yang dimaksud dengan manajemen risiko
proyek adalah seni dan ilmu untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan
merespon risiko selam umur proyek dan tetap menjamin tercapainya
tujuan proyek.

Manajemen Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Manajemen Risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko untuk


mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara
komprehensif, terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang
baik. Sehingga memungkinkan manajemen untuk meningkatkan hasil
dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang ada.

2.5 Resiko yang dialami perawat di pekerjaannya

Bahaya di area kerja tenaga perawat :Bahaya utama adalah penyakit


menular, cedera otot dan tulang, gangguan tidur.

 Penyakit menular
Tenaga perawat kemungkinan melakukan kontak yang
berhubungan dengan cairan darah berkuman, cairan tubuh, busa, cairan
mulut, cairan urine, kotoran manusia, muntahan dan lain-lain sehingga
mendapat penularan. Media penularan melalui cairan darah, Penularan
melalui udara atau busa, Penularan melalui kontak tubuh, Penularan
melalui mulut (berkontak dengan cairan urine dan kotoran manusia)
 Sakit otot dan tulang
Tindakan memindahkan pasien, membalikkan dan menepuk-nepuk
punggung pasien, latihan penyembuhan, dikarenakan sering mengeluarkan
tenaga berlebihan, gerakan yang tidak benar atau berulang-ulang, mudah
menyebabkan cedera di bagian otot dan tulang, apabila tenaga perawat
berusia agak tua, maka akan menambahresiko dan tingkat keseriusan
cedera di otot dan tulang.
 Gangguan tidur
Tenaga perawat perlu waktu sepanjang malam atau waktu yang
tidak tentu untuk menjaga pasien, sehingga mudah mengalami kondisi
tidur pendek, tidur kurang lelap, kesulitan tidur.

2.6 Pentingnya manajemen Risiko

Resiko adalah kemungkinan kehilangan finansial ataupun sesuatu


yang berharga dan bernilai. Sedangkan yang dimaksud dengan manajemen
resiko adalah proses jaminan kualitas yang diberikan oleh pemberian
pelayanan kesehatan dalam upaya mengidentifikasikan, mengawasi,
meminimalkan dan mencegah kemungkinan kehilangan sesuatu yang
berharga dan mempunyai nilai. Adapun tujuan dari manajemen resiko
adalah melakukan pengkajian dan mencari pemecahan masalah terhadap
masalah potensial sebelum masalah itu benar-benar terjadi, misalnya luka.

Manajemen Risiko sangat penting karena dengan adanya


Manajemen Risiko dalam suatu Rumah Sakit, kita dapat mengurangi
adanya kerugian maupun gangguan yang bisa saja kita dapat ketika berada
di Rumah sakit. Manajemen Risiko juga dapat menangani efisiensi bahaya
serta membatasi kemungkinan timbulnya Risiko di dalam Rumah Sakit.

2.7 Proses manajemen risiko

Risiko ada di mana-mana, bisa datang kapan saja, dan sulit


dihindari. Jika risiko tersebut menimpa suatu organisasi, maka organisasi
tersebut bisa mengalami kerugian yang signifikan. Dalam beberapa situasi,
risiko tersebut bisa mengakibatkan kehancuran organisasi tersebut. Karena
itu risiko penting untuk dikelola. Manajemen risiko bertujuan untuk
mengelola risiko tersebut sehingga kita bisa memperoleh hasil yang paling
optimal. Dalam konteks organisasi, organisasi juga akan menghadapi
banyak risiko. Jika organisasi tersebut tidak bisa mengelola risiko dengan
baik, maka organisasi tersebut bisa mengalami kerugian yang signifikan.
Karena itu risiko yang dihadapi oleh organisasi tersebut juga harus
dikelola, agar organisasi bisa bertahan, atau barangkali mengoptimalkan
risiko. Perusahaan sering kali secara sengaja mengambil risiko tertentu,
karena melihat potensi keuntungan dibalik risiko tersebut.

Manajemen risiko pada dasarnya dilakukan melalui proses-proses berikut ini:

 Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko
apa saja yang dihadapi oleh suatu organisasi. Banyak risiko yang dihadapi
oleh suatuorganisasi, mulai dari risiko penyelewengan oleh karyawan,
risiko kejatuhan meteor atau komet, dan lainnya. Ada beberapa teknik
untuk mengidentifikasi risiko, misal dengan menelusuri sumber risiko
sampai terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan. Sebagai contoh,
kompor ditaruh dekat penyimpanan minyak tanah. Api merupakan sumber
risiko, kompor yang ditaruh dekat minyak tanah merupakan kondisi yang
meningkatkan terjadinya kecelakaan, bangunan yang bisa terbakar
merupakan eksposur yang dihadapi perusahaan. Misalkan terjadi
kebakaran, kebakaran merupakan peristiwa yang merugikan (peril).
Identifikasi semacam dilakukan dengan melihat sekuen dari sumber risiko
sampai ke terjadinya peristiwa yang merugikan. Pada beberapa situasi,
risiko yang dihadapi oleh perusahaan cukup standar. Sebagai contoh, bank
menghadapi risiko terutama adalah risiko kredit (kemungkinan debitur
tidak melunasi hutangnya). Untuk bank yang juga aktif melakukan
perdagangan sekuritas, maka bank tersebut akan menghadapi risiko pasar.
Setiap bisnis akan menghadapi risiko yang berbeda-beda karakteristiknya.

 Evaluasi dan Pengukuran Risiko


Langkah berikutnya adalah mengukur risiko tersebut dan
mengevaluasi risiko tersebut. Tujuan evaluasi risiko adalah untuk
memahami karakteristik risiko dengan lebih baik. Jika kita memperoleh
pemahaman yang lebih baik, maka risiko akan lebih mudah dikendalikan.
Evaluasi yang lebih sistematis dilakukan untuk 'mengukur' risiko tersebut.
Ada beberapa teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis risiko
tersebut. Sebagai contoh kita bisa memperkirakan probabilitas
(kemungkinan) risiko atau suatu kejadian jelek terjadi. Dengan
probabilitas tersebut kita berusaha 'mengukur' risiko. Sebagai contoh, ada
risiko perusahaan terkena jatuhan meteor atau komet, tetapi probabilitas
risiko semacam itu sangat kecil (0,000000001). Karena itu risiko tersebut
tidak perlu diperhatikan. Contoh lain adalah risiko kebakaran dengan
probabilitas (misal) 0,6. Karena probabilitas yang tinggi, maka risiko
kebakaran perlu diberi perhatian ekstra. Contoh tersebut menunjukkan
bahwa dengan menggunakan teknik probabilitas kita bisa melakukan
prioritisasi risiko, sehingga kita bisa lebih memfokuskan pada risiko yang
mempunyai kemungkinan yang besar untuk terjadi. Contoh lain adalah
membuat matriks dengan sumbu mendatar adalah probabilitas terjadinya
risiko, dan sumbu vertikal adalah tingkat keseriusan konsekuensi risiko
tersebut (severity, atau besarnya kerugian yang timbul akibat risiko
tersebut). Setiap risiko bisa dievaluasi kemudian dimasukkan ke dalam
matriks tersebut. Sebagai contoh, risiko kebakaran mempunyai
probabilitas 0,6 (tinggi). Jika kebakaran terjadi, maka kerugian yang
diakibatkan akan besar juga (tinggi). Dengan demikian risiko kebakaran
akan ditempatkan pada kuadran probabilitas tinggi dan severity tinggi.
Selanjutnya langkah yang lebih tepat bisa dirumuskan. Sebagai contoh,
untuk risiko kebakaran seperti itu, langkah yang lebih aktif bisa ditujukan
untuk menangani risiko kebakaran tersebut. Untuk risiko lain, evaluasi dan
pengukuran yang berbeda bisa dilakukan. Sebagai contoh, risiko
perubahan tingkat bunga bisa diukur dengan teknik duration (durasi).
Modul identifikasi dan pengukuran risiko spekulatif akan banyak
membicarakan pengukuran risiko perubahan tingkat bunga. Risiko pasar
bisa dievaluasi dengan menggunakan teknik VAR (Value At Risk).
Pemahaman kita terhadap beberapa risiko sudah cukup baik sehingga
teknik pengukuran risiko tersebut sudah berkembang. Sementara
pemahaman kita terhadap risiko lain belum begitu baik sehingga teknik
pengukuran risiko tersebut belum begitu berkembang. Teknik lain untuk
mengukur risiko adalah dengan mengevaluasi dampak risiko tersebut
terhadap kinerja perusahaan.
 Pengelolaan Risiko
Setelah analisis dan evaluasi risiko, langkah berikutnya adalah mengelola
risiko. Risiko harus dikelola. Jika organisasi gagal mengelola risiko, maka
konsekuensi yang diterima bisa cukup serius, misal kerugian yang besar.
Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara, seperti penghindaran, ditahan
(retention), diversifikasi, atau ditransfer ke pihak lainnya. Erat kaitannva
dengan manaiemen risiko adalah nengendalian risiko (risk control), dan
pendanaan risiko (risk financing).
 Penghindaran.
Cara paling mudah dan aman untuk mengelola
risiko adalah menghindar. Tetapi cara semacam ini
barangkali tidak optimal. Sebagai contoh, jika kita ingin
memperoleh keuntungan dari bisnis, maka mau tidak mau
kita harus keluar dan menghadapi risiko tersebut.
Kemudian kita akan mengelola risiko tersebut.
 Ditahan (Retention).
Dalam beberapa situasi, akan lebih baik jika kita
menghadapi sendiri risiko tersebut (menahan risiko
tersebut, atau risk retention). Sebagai contoh, misalkan
seseorang akan keluar rumah membeli sesuatu dari
supermarket terdekat, dengan menggunakan kendaraan.
Kendaraan tersebut tidak diasuransikan. Orang tersebut
merasa asuransi terlalu repot, mahal, sementara dia akan
mengendarai kendaraan tersebut dengan hati-hati. Dalam
contoh tersebut, orang tersebut memutuskan untuk
menanggung sendiri (menahan, retention) risiko
kecelakaan.
 Diversifikasi.
Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang kita
miliki sehingga tidak terkonsentrasi pada satu atau dua
eksposur saja. Sebagai contoh, kita barangkali akan
memegang aset tidak hanya satu, tetapi pada beberapa aset,
misal saham A, saham B, obligasi C, properti, dan
sebagainya. Jika terjadi kerugian pada satu aset, kerugian
tersebut diharapkan bisa dikompensasi oleh keuntungan
dari aset lainnya.
 Transfer Risiko.
Jika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu,
kita bisa mentransfer risiko tersebut ke pihak lain yang
lebih mampu menghadapi risiko tersebut. Sebagai contoh,
kita bisa membeli asuransi kecelakaan. Jika terjadi
kecelakaan, perusahaan asuransi akan menanggung
kerugian dari kecelakaan tersebut.
 Pengendalian Risiko.
Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau
menurunkan probabilitas terjadinya risiko atau kejadian
yang tidak kita inginkan. Sebagai contoh, untuk mencegah
terjadinya kebakaran, kita memasang alarm asap di
bangunan kita. Alarm tersebut merupakan salah satu cara
kita mengendalikan risiko kebakaran.
 Pendanaan Risiko.
Pendanaan risiko mempunyai arti bagaimana
'mendanai' kerugian yang terjadi jika suatu risiko muncul.
Sebagai contoh, jika terjadi kebakaran, bagaimana
menanggung kerugian akibat kebakaran tersebut, apakah
dari asuransi, ataukah menggunakan dana cadangan? Isu
semacam itu masuk dalam wilayah pendanaan risiko. Di
samping proses manajemen risiko seperti yang disebutkan
di muka, manajemen risiko suatu organisasi juga
memerlukan infrastruktur baik keras maupun lunak.
Sebagai contoh, manajemen risiko barangkali akan
memerlukan sistem komputer untuk analisis risiko.
Manajemen risiko juga memerlukan staf dan struktur
organisasi yang tepat. Infrastruktur manajemen risiko tidak
dibahas secara khusus dalam modul ini. Modul enam
menyajikan ilustrasi bagimana perusahaan terkemuka dunia
mengembangkan manajemen risiko dalam organisasinya.

2.8 Risiko yang dapat di asuransikan

Usaha untuk mengatasi risiko yang berhubungan dengan asuransi


adalah memperalihkan risiko.Suatu hal yang tidak mungkin bagi para
penanggung untuk menanggung segala risiko.Risiko-risiko yang dapat
dialihkan kepada penanggung adalah risiko-risiko yang dapat
diasuransikan (insurable risk). Karakteristik risiko-risiko yang dapat
diasuransikan dalam asuransi kerugian, adalah sebagai berikut37 :

 Risiko tersebut dapat menimbulkan kerugian yang dapat


diukur dengan uang. Misalnya, kerusakan harta benda
dimana tingkat ganti rugi dapat diukur dari biaya
perbaikannya.
 Harus ada sejumlah besar risiko yang sama dengan risiko
yang diasuransikan (homogeanus exposure), sehingga
perusahaan asuransi dapat menggunakan statistik kerugian
yang telah tersedia.
 Risiko tersebut haruslah risiko murni, sehingga usaha untuk
mencari keuntungan dari adanya kerugian dapat dicegah.
 Kerugian yang ditimbulkan oleh risiko itu harus terjadi
secara tiba-tiba, tidak terduga sebelumnya bagi pihak
tertanggung.
2.9 Manajemen Risiko K3 di Dalam Gedung

Untuk mewujudkan pelaksanaan dari rencana program K3 harus


adanya upaya-upaya dalam tindakan pada proses pelaksanaan yang
berkelanjutan (Khurnia, 2012). Upaya-upaya berikut dapat seperti :

 Alat Pelindung Diri (APD)

Mempersiapkan peralatan/alat pelindung diri guna


mengurangi cidera dan mencegah timbulnya penyakit
akibat kerja.

 Peralatan K3

Atas dasar memperhitungkan kekuatan dari metode


kerja dan kebutuhan peralatan yang akan digunakan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan agar dipersiapkan.

 Peninjauan ulang kontrak

Pemilihan saat menerima atau membeli barang dan


jasa, mitra kerja perusahaan harus terjamin dalam artian
memenuhi persyaratan K3 agar dipastikan pada saat
menggunakan barang dan jasa dapat dijelaskan kepada
semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa
tersebut mengenai risiko-risiko kecelakaan kerja yang dapat
terjadi

 Komunikasi K3

Komunikasi lewat dua arah yang efektif dan


pelaporan secara rutin merupakan sumber penting
pelaksanaan K3, semua kegiatan ini harus
didokumentasikan, prosedur yang ada harus dapat
menjamin pemenuhan kebutuhan tersebut seperti hasil
pelaksanaan K3.
 Training & Pelatihan

Organisasi harus menyediakan Sumber Daya


Manusia (SDM), sarana dan dana yang memadai untuk
menjamin pelaksanaan K3 sesuai dengan persyaratan
sistem K3 yang ditetapkan. Dalam memenuhi ketentuan
tersebut, organisasi harus membuat prosedur.

 Inspeksi dan Perbaikan K3

Personel yang terlibat mempunyai kompetensi


cukup pengalaman, catatan, rekaman hasil inspeksi,
pengujian, dan pemantauan dipelihara dan tersedia dengan
baik bagi tenaga kerja, kontraktor yang terkait dan
manajemen.

 Prosedur Pemeriksaan

Pemeriksaan yang bersifat inspeksi dapat


dilaksanakan secara harian (daily), mingguan (weekly),
bulanan (monthly), yang harus dijalankan secara tetap dan
kontinyu untuk mempertahankan hasil yang telah dicapai.

 Tindakan Perbaikan

Tindakan perbaikan lebih ditujukan dan bersifat


memperbaiki keadaan situasi terhadap bahaya yang akan
timbul. Tindakan perbaikan yang dilaksanakan dilapangan
secara umum menjadi tanggung jawab pimpinan unit
kerjanya, dan perbaikan dapat dilakukan dengan temuan
menyimpang dari ketentuan/strandar yang ditentukan dalam
sasaran dan program Kerja K3.

 Prosedur Pengendalian

Pengendalian disini maksudnya adalah untuk


memantau dan mengukur pencapaian kinerja K3, yang
meliputi proses K3 didasarkan dengan adanya kinerja
masing-masing proses kegiatan dan sasaran.

 Pengendalian Administratif

Prosedur dan instruksi kerja yang dibuat harus


mempertimbangkan segala aspek K3 pada setiap tahapan,
rancangan tinjauan ulang prosedur dan instruksi kerja harus
dibuat oleh personel yang mempunyai kompetensi kerja
dengan melibatkan pelaksana yang terkait

 Fasilitas Kesehatan dan Testing Perobatan

Diperlukan pengaturan terhadap Rumah Sakit


terdekat dan Dokter untuk membantu bila terjadi
kecelakaan setelah dilakukan pertolongan pertama pada
kecelakaan (P3K) di lapangan, seperti halnya menetapkan
dan menyiapkan peralatan P3K sendiri .

2.10 Manajemen Risiko K3 di Luar Gedung

 Ruang bangunan dan halaman : semua ruang/unit dan


halaman yang ada dalambatas pagar RS (bangunan fisik
dan kelengkapannya ) yang dipergunakan untuk berbagai
keperluan dan kegiatan RS.
 Lingkungan bangunan RS harus mempunyai batas yang
jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat dan tidak
memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar
masuk dengan bebas
 Lingkungan bangunan RS harus bebas dari banjir, jika
berlokasi di daerah rawan banjir harus menyediakan
fasilitas/teknologi untuk mengatasinya.
 Lingkungan RS harus bebas dari asap rokok, tidak
berdebu, tidak becek, atau tidak terdapat genangan air, dan
dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau tertutup,
tersedia lubang penerima air masuk dan disesuiakan dengan
luas halaman.
 Pencahayaan : jalur pejalan kaki harus cukup terang,
lingkungan bangunan RS harus dilengkapi penerangan
dengan intensitas cahaya yang cukup terutama pada area
dengan bayangan kuat dan yang menghadap cahaya yang
menyilaukan.
 Kebisingan : terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki
sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan.
Dengan menanam pohon (green belt), meninggikan tembok
dan meninggikan tanah (bukit buatan) yang berfungsi untuk
penyekatan/ penyerapan bising.
 Kebersihan : halaman bebas dari bahaya dan risiko
minimum untuk terjadinya infeksi silang, masalah
kesehatan dan keselamatan kerja.
 Saluran air limbah domestic dan limbah medis harus
tertutup dan terpisah, masing-masing dihubungkan
langsung dengan instalasi pengolahan air limbah.
 Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan
dengan luas lahan keseluruhan, sehingga tesedia tempat
parkir yang memadai dan dilengkapi dengan rambu parker
 Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat-tempat
tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan
tempat sampah
 Lingkungan, ruang, dan bangunan RS harus selalu dalam
keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas
dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan
sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat berenang
dan berkembang biaknya serangga, binatang pengerat, dan
binatang pengganggu lainnya.
 Jalur lalulintas pejalan kaki dan jalur kendaraan harus
dipisahkan. Jalur pejalan kaki :lebar, tidak licin,
mengakomodasi penyandang cacat, memiliki rambu
atau marka yang jelas, bebas penghalang dan
memiliki rel pemandu.
 Jalur kendaraan : cukup lebar, konstruksi kuat, tidak
berlubang, drainase baik, memiliki pembatas kecepatan
(polisi tidur),marka jalan jelas, memiliki tanda petunjuk
tinggi atau lebar maksimum, memungkinkan titik
perlintasan dan parkir, menyediakan penyebrangan
bagi pejalan kaki.
 Ketetapan yang diatur oleh the environment protection act
1990 mendefenisikan; polutan: limbah padat dibuang ke
tanah,limbah cair dibuang ke tanah atau saluran air,
dibuang ke atmosfir, bising dalam komunitas masyarakat,
limbah terkendali: limbah rumah tangga, limbah industri,
limbah usaha komersial, limbah khusus: limbah terkendali
yang berbahaya sehingga membutuhkan prosedur
pembuangan khusus.
 Kriteria limbah berbahaya: dapat menyala/mudah menyala,
iritan, berbahaya, beracun, karsinogenik, korosif, dan
produk obat-obatan yang hanya diresepkan.

CONTOH KASUS

RSUD Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang adalah rumah


sakit tipe D dengan kapasitas 57 tempat tidur, melayani pasien umum,
jamsoskes dan BPJS. Pelayanan pasien Jamsoskes yang merupakan
kebijakan Gubernur Sumatera Selatan yang mana semua penduduk
yang domisili Sumatera Selatan mendapatkan pelayanan pengobatan
gratis pada fasilitas kesehatan pemerintah. Pelayanan pasien BPJS
merupakan kelanjutan dari sistem pelayanan pasien ASKES yang sudah
dilaksanakan d RSUD Tebing tinggi sejak bulan November 2012.
Mulai tanggal 1 Januari 2014 sudah mengikuti kebijakan pemerintah
untuk menyelenggarakan pelayanan bagi pasien BPJS, yang
merupakan implementasi dari program pemerintah dalam Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN), yang tertuang dalam Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). BPJS sendiri merupakan peralihan dari Askes
sebagai penyelenggara untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Banyak aturan-aturan dari Askes yang diambil sebagai aturan dari
BPJS, sehingga di awal penyelenggaraan, karena sudah terbiasa melayani
pasien Askes, maka melayani pasien BPJS pun tidak menemui kendala
yang berarti.

Sebagai rumah sakit milik pemerintah daerah, tentu sistem


pengelolaan dan manajemen didasarkan pada standar pelayanan
minimal dan prosedur tata ognasisai daerah. Demikian halnya pada
sistem pengelolaan di instalasi farmasi. Instalasi farmasi merupakan
instalasi Pelayanan Penunjang Medis, yang mana dalam peraturan
tersebut tugas instalasi farmasi adalah melaksanakan kegiatan
peracikan, penyiapan dan penyaluran obat- obatan, gas, medis, bahan
kimia serta peralatan medis. Jadi kaitannya dengan pelayanan pasien,
bahwa sediaan farmasi dalam hal ini obat-obatan adalah hal yang krusial
dan harus disediakan.

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan


untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait
Obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama
yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma
baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care). Namun seiring berjalannya
kegiatan pelayanan di RSUD Tebing Tinggi tidak lepas dari berbagai
permasalahan baik pelayanan pada konsumen maupun manajemen
internal rumah sakit. Instalasi farmasi yang merupakan titik akhir
dan titik tolak dari persediaan perbekalan kesehatan di rumah sakit tidak
luput dari permasalahan tersebut.

Kasus yang pernah terjadi di instalasi farmasi RSUD tebing


tinggi kabupaten Empat Lawang adalah terjadinya kesalahan
pemberian obat di apotek rawat jalan dikarenakan penulisan resep yang
terbalik nama pasiennya. Pasien berasal dari poliklinik penyakit dalam
yang merupakan pasien “langganan” atau sudah sering berobat ke RS.
Pasien bernama saibani dan rafani. Pasien saibani membawa resep dengan
nama rafani sedangkan pasien rafani membawa resep dengan nama
saibani. Namun pasien tidak mengecek nama yang tercantum dalam
resep dan langsung menuju apotek rawat jalan.

Pada saat pasien menyerahkan resep pada petugas penerima resep,


kemudian di cek sediaan, kekuatan dan jenis sediaan, dikerjakan etiket
dan pengemasan sesuai dengan yang diperintahkan dalam resep.
Setelah obat siap diserahkan kepada pasien, petugas penyerahan resep
memanggil pasien yang bernama saibani. Petugas memberikan
konseling mengenai sediaan yang diterima pasien. Namun kemudian
pasien sedikit curiga dengan penjelasan yang diberikan petugas kepada
beliau. Menurut pasien bahwa obat yang diberikan tidak sesuai
dengan kondisi penyakit yang diderita pasien.

Petugas kemudian segera meriscek resep pasien saibani kemudian


berkonsultasi dengan bagian poli rawat jalan penyakit dalam. Dari hasil
cek dan riscek ternyata dokter salah menuliskan resep pada pasien
saibani. Jenis obat yang diresepkan untuk pasien saibani tertukar
dengan jenis obat yang tertulis pada pasien rafani. Jadi pasien saibani
sesungguhnya membawa resep obatnya sendiri sesuai dengan
penyakitnya namun dalam resep yang dibawanya tertulis nama rafani,
sedangkan rafani memang benar membawa resep obatnya sendiri
sesuai dengan penyakitnya namun dalam resep yang dibawanya
bertuliskan saibani. Jadi pada saat di panngil nama saibani saat
penyerahan obat tentu saja pasien saibani yang datang namun tidak sesuai
obatnya dengan kondisi penyakitnya.

Kesimpulannya, terjadi kesalahan pada penulisan nama pasien


pada resep yang dibawa pasien. Hal ini dimungkinkan dokter penulis
resep kurang berkonsentrasi pada saat pelayanan pasien atau nama
pasien yang berdekatan pada saat pemeriksaan sehingga rekam
medisnya terbalik pengamatannya.

Anda mungkin juga menyukai