Anda di halaman 1dari 1

Dan setiap suatu malam berujung, aku memulai lagi dengan malam yang baru, dengan adegan cinta

yang baru, namun dengan gelora yang tetap membara. Lagi. Lagi, dan lagi.

Aku tak perduli pada malam yang mengingatkanku. Aku tak malu pada dinding yang menunduk
sendu, pada tanah malam yang basah, pada udara yang meneteskan embun-embun pagi. Aku tak
perduli, aku tak merasa malu. Atas nama cinta, atas nama kesetiaan.

Dan bahkan, saat mereka mengingatkanku, dengan lantang aku berteriak. “Persetan dengan petuah
dan nasihat kalian. Matilah. Aku berada pada jalanku,” ucapku penuh kemarahan. Semua atas nama
cinta, atas nama kesetiaan.

“Tunggulah aku, Dik. Aku akan kembali suatu saat. Telah kusemaikan benih di rahimmu, pertanda
aku akan kembali. Karena itu, setialah padaku, dan waktu akan menguji kesetiaanmu,”

Dengan lugu, aku pun mengangguk. Sompret! Kenapa aku bisa sebego itu

Demi Tuhan. Cinta itu telah mengekangku. Kesetiaan telah membelengguku. Dan kenistaan
mengiringiku. Kecaman datang bertubi-tubi. Mulut-mulut nyinyir menusukku. Sinar mata penuh jijik
menamparku berulang-ulang. Aku tertunduk. Rasa malu menggelayut. Perih mengiris-iris.

“Hhhh…” Desah penuh kebingungan keluar dari mulutku. Dadaku tersa sesak dan berat. Orok
semakin gencar menendang-nendang perutku. Aku meringis. Atas nama cinta, atas nama kesetiaan.
Shit!

Demi malam yang kutaburi dengan kenistaan. Demi perbuatan terkutuk yang kulakukan. Demi cinta
dan kesetiaan yang begitu keagungkan. Lihatlah: aku terduduk lesu, terpuruk dalam belenggu cinta
dan kesetiaan. Namun, kenapa cinta itu tak memperdulikanku sama sekali? Kenapa ia tak menoleh
pada apa yang kusebut dengan pengorbanan?

Pengorbanan yang membelengguku dalam kata kesetiaan, hingga aku tak boleh berpaling;
pengorbanan yang menggantungku pada kenistaan seumur hidup; pengorbanan yang membuat
kecaman dan mulut nyinyir itu mencabikku. Apakah cinta dan kesetiaan itu adalah ayat-ayat yang
harus selalu kuagungkan? Keparat!

Tanah basah lagi, tanah kering lagi. Aku masih tertunduk, merenda penyesalan. Kabar darinya tak
kunjung datang, cinta pun tak menyapa. Hanya aku yang terkubur dalam kubangan kehinaan dan
keputusasaan. Aku menggigil kedinginan. Aku berteriak kepanasan.

Anda mungkin juga menyukai

  • Dokumen
    Dokumen
    Dokumen2 halaman
    Dokumen
    Amalia
    Belum ada peringkat
  • Cerita
    Cerita
    Dokumen2 halaman
    Cerita
    Amalia
    Belum ada peringkat
  • Cerita Pendek
    Cerita Pendek
    Dokumen2 halaman
    Cerita Pendek
    Amalia
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen1 halaman
    Jurnal
    Amalia
    Belum ada peringkat
  • Mencipta Puisi
    Mencipta Puisi
    Dokumen6 halaman
    Mencipta Puisi
    Amalia
    Belum ada peringkat
  • Esai
    Esai
    Dokumen2 halaman
    Esai
    Amalia
    Belum ada peringkat
  • Dokumen
    Dokumen
    Dokumen5 halaman
    Dokumen
    Amalia
    Belum ada peringkat
  • Editor Buku Barok
    Editor Buku Barok
    Dokumen92 halaman
    Editor Buku Barok
    Amalia
    Belum ada peringkat