Tentang
Disusun Oleh:
2021
A. Kemampuan Dasar Pendidik Profesional
1
Objek praktis spesifik masing-masing profesi pendidik yang
berbeda dapat tidak sama atau minimal bervariasi. Demikian juga tentang
modus pelayanannya. Untuk guru, dosen dan konselor. Missal objek praktis
dan pelayanannya masing-masing dapat diberdasarkan sebagai berikut
FORMAT 5
OBJEK PRAKTIS SPESIFIK DAN MODUS KEGIATAN
PROFESI GURU, DOSEN DAN KONSELOR
2
pendukungnya
3
1) Kompetensi Pedagogik
2) Kompetensi Kepribadian
4
• Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak
sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial;
bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai
dengan norma.
• Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan
kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja
sebagai guru.
• Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan
yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat
serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
• Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki
perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki
perilaku yang disegani.
• Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial:
bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas,
suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
3) Kompetensi Sosial
4) Kompetensi Profesional
5
• Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki
indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum
sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi
atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata
pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam
kehidupan sehari-hari.
• Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial
menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk
memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
B. PARADIGMA PENDIDIKAN
1. Apa itu Paradigma Pendidikan?
Makna pendidikan yang lebih makro memang secara lengsung harus
mengintegrasikan sepenuhnya kondisi kemanusiaan, karena berbicara
tentang pendidikan adalah tidak mungkin tanpa berbicara tentang manusia,
bahkan manusia dalam arti yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya,
selengkap-lengkapnya, dan kalau bisa setuntas-tuntasnya, sehingga kalau
bisa pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas tidak perlu muncul. Untuk itu,
modul ini telah dimulai dengan pembahasan tentang kesejatian manusia dan
tujuan kehidupannya secara mendasar dan menyeluruh. Dalam kaitan itu
semua pembicaraan tentang pendidikan tidak lain adalah bicara tentang
bagaimana cara memuliakan kesejatian manusia dengan HMM-Nya yang
luhur dan mulia itu sehingga mampu mencapai kehidupan dalam kondisi
DMBSB-DA. Mungkinkah makna yang "super makro" seperti itu
dirumuskan secara konkrit dan tujuannya dapat dicapai dan diwujudkan?
Itulah tantangan bagi pendidikan yang merupakan upaya paling mendasar
bagi umat manusia di seluruh dunia.
6
Pendidikan menjadi urusan semua bangsa di dunia, sebagaimana
PBB melalui UNESCO, juga mengurus pendidikan untuk semua bangsa
yang menjadi anggota PBB. Di Indonesia pendidikan diselenggarakan oleh
bangsa Indonesia sendiri yang arah dan tujuannya telah ditetapkan. UU yang
lama, yaitu Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
misalnya merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut:
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan / atau pelatihan bagi
peranannya di masa yang akan dating.
Rumusan tersebut telah bermakna lebih makro tanpa perlu
dikembangkan pertanyaan-pertanyaan seperti tersebut di atas. Namun
demikian tanpaknya rumusan tersebut masih kurang memuaskan karena
masih kurang jelas, misalnya apa yang dimaksud dengan "peranan di masa
yang akan datang" itu. Oleh karena itu undang-undang yang lebih baru,
yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang secara lengkap merumuskan pengertian pendidikan dengan
penegasan kondisi praktiknya (yaitu sadar dan terencana), wujud upaya
pendidikan (yaitu suasana belajar dan proses pembelajaran), arah
konkritnya (yaitu mengembangkan potensi peserta didik, fokus pendidikan
yaitu enam fokus yang harus dimiliki peserta didik), dan kegunaan
dimilikinya enam fokus pendidikan (yaitu untuk peserta didik, masyarakat,
bangsa, dan negara). Pengertian pendidikan menurut UU Nomor 20/2003
jauh lebih lengkap dan jelas dibanding pengertian pendidikan menurut UU
Nomor 2/1989 . Semua pendidik, apalagi pendidik profesional harus benar-
benar memahami, hafal dan paham serta mampu mengimplementasikan
pengertian pendidikan yang terdapat di undang-undang tersebut.
Ironisnya, makna pendidikan sudah ada sejak lama terancukan oleh
berbagai pengertian. Teori tabularasa sebagaimana telah dikemukakan pada
Bab I disertai teori lain, juga dari Barat yang mengatakan bahwa pendidikan
adalah "anima educandum", yang maknanya bahwa pendidikan diibaratkan
sebagai "binatang yang diajari". Bayangkan, peserta didik diibaratkan
sebagai "anima" yang artinya binatang. Teori yang "membinatangkan"
peserta didik disertai pula dengan teori bahwa pendidikan adalah "reward
and punishment", yang dalam praktiknya ternyata pemberian ganjaran
(reward) jarang dilakukan guru, dan yang terjadi adalah pemberian
hukuman (punishment) yang justru sering dilakukan.
Teori-teori yang mendegradasikan derajat manusia itu harus diganti
dengan teori yang berlandaskan keluhuran dan kemuliaan manusia, antara
lain :
7
1) "Tabula rasa" diganti dengan pemahaman bahwa bayi yang baru lahir
telah dibekali oleh Tuhan dengan derajat yang luhur dan mulia (HAM)
penuh dengan kebenaran dan keluhuran.
2) "Anima aducandum" diganti dengan pemahaman bahwa pendidikan
adalah upaya yang memuliakan dan membina keluhuran peserta didik
dan manusia pada umumnya.
Pendidikan sebagai "reward and punishment" diganti dengan
"reward and development" yang memberikan ganjaran sebanyak mungkin
kepada peserta didik yang sukses dan berperilaku baik, dan tidak
menghukum tetapi memper kembangkan sehingga mereka yang salah atau
masih gagal menjadi berkondisi baru yang baik. Dipahami bahwa kondisi
kehidupan manusia, ditinjau dari unit keindividualan, kelompok,
kelembagaan atau kemasyarakatan, atau bahkan berkebangsaan, ciri keman
dirian sangat diharapkan adanya. Individu, kelompok, lembaga, masyarakat,
dan bangsa perlu dibuat mandiri, agar kehidupannya tidak tergantung pada
pihak lain. Di samping itu ciri pengendalian diri juga diperlukan agar
kedirian masing-masing individu, kelompok, lembaga atau masya rakat, dan
bangsa tidak semaunya saja diekspresikan dalam bersikap, bertindak dan
memperlakukan pihak lain. Pengendalian diri merupakan penyeimbang dari
kemandirian yang keduanya adalah optimalisasi energi kehidupan manusia
yang menjadi kandungan HMM sebagaimana tercermin dalam unsur-unsur
kesejatian manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, khalifah di
muka bumi, penyandang HAM, berpancadaya, dan berkiprah di segenap
zona kehidupan, semuanya dengan warna lima-i. Dalam enam fokus upaya
pendidikan pengendalian diri memang dieksplisitkan; disamping itu
hendaknya dipahami pula bahwa fokus-fokus lain yang jumlahnya lima itu
sudah dengan sendirinya mengandung cirri kemandirian.
Coba bayangkan kalau memiliki kekuatan spiritual keagamaan
tetapi tidak mandiri; tergantung pada orang atau pihak lain; tidak kuat atau
mudah dipengaruhi orang / pihak lain. Apa jadinya kondisi seperti itu, yaitu
kondisi abal-abal, tidak bisa diandalkan, tidak bisa dipertanggung jawabkan,
tidak akuntabel pada diri subjek yang dimaksud? Kekuatan spiritual
keagaamaan yang hendaknya dimiliki itu mestinya sekuat dan seteguh
mungkin, kalau bisa optimal. Itu namanya mandiri. Seperti itu pulalah
makna semua fokus upaya pendidikan lainnya, yaitu pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan.
Demikianlah hendaknya. Semua fokus upaya pendidikan dibuat
seoptimal mungkin, sehingga subjek yang menjalani kegiatan pendidikan
terkembangkan menjadi diri yang mandiri dan sekaligus mampu
mengendalikan diri. Dengan makna seperti itu rumusan pendidikan yang
8
dimiliki oleh bangsa Indonesia sesungguhnyalah sudah mencapai makna
yang benar-benar makro, lengkap uitu mengandung makna menyeluruh
meliputi lima paradigma upaya pendidikan, yaitu mendasar,
membelajarkan, membudayakan, mempekerjakan, dan menyeluruh. Apa itu
paradigma? Kata paradigma (misalnya tentang pendidkan) mengandung
makna sangat luas menyangkut segenap materi yang ada di dalam bidang
tertentu, meliputi berbagai rincian tentang pengertian dan makna yang
bersifat mikro sampai makro.
Juga termasuk komponen dan unsur unsur yang berorientasi
berbagai materi terkait dengan filosofi sampai dengan kenyataan dan
implementasinya serta kepraktisannya, upaya pengembangannya sampai
dengan hasil hasilnya. Semua materi yang ada di dalam buku ini dan
berbagai buku lainnya tentang pendidikan, dan juga pendapat pendapat lain
yang belum terbukukan terkait dengan pendidikan semuanya dapat
dikaitkan dengan paradigma pendidikan.Uraian berikut memberikan
gambaran yang lebih lanjut tentang kelima paradigma pendidikan.
2. Paradigma Mendasar
Upaya pendidikan bersifat mendasar terkait dengan segenap
materinya yang melandasi upaya yang dimaksudkan itu. Upaya pendidikan
sama sekali tidak boleh mengabaikan unsur-unsur mendasar apabila
dikehendaki agar upaya tersebut akan berhasil secara optimal. Hal-hal
tersebut terdahulu dalam buku ini merupakan materi mendasar yang mau
tidak mau harus diperhitungkan dalam upaya pendidikan. Di sini disebutkan
sejumlah komponennya yang selanjutnya perlu dirinci lebih jauh untuk
menjamin optimalisasi implementasi dan hasil upaya pendidikan, yaitu
sebagai berikut.
a. Modul dasar kehidupan manusia, yaitu harkat dan martabat manusia
(HMM) yang luhur dan mulia, fasilitas pendidikan, dan petunjuk yang
telah difitrahkan oleh Sang Maha Pencipta. Semua modal dasar tersebut
harus diperkembangkan, dimanfaatkan dan diikuti dengan sebaik-
baiknya apabila keberadaaan manusia akan terkondisikan seoptimal
mungkin dengan kualitas tertinggi dalam kehidupannya.
b. Wujud kehidupan dalam bentuk perilaku dengan semua unsurnya, yang
perlu diperkembangkan melalui dinamika BMB3-5As dengan prinsip
TJS dan Triguna. Kehidupan yang ideal adalah kalau perilaku yang
ditampilkan penuh dengan kondisi BMB3-5As, TJS dan Triguna, dalam
bentuk KES dan terhindar dari KES-T, yang secara optimal mengarah
pada kehidupan SBMSB-DA. Segenap komponen BMB3- , TJS dan
9
Triguna, serta kondisi DBMSB-DA pastilah terkait dengan semua ilmu
yang dilandasi oleh Lima- underline O
3. Paradigma Membelajarkan
Kehidupan manusia tidak boleh dibiarkan begitu saja tetapi harus
diperkembangkan secara optimal. Upaya pendidikan yang arah dasarnya
adalah Memuliakan Kemanusiaan Manusia (MKM) tidak mungkin tercapai
dengan baik kalau paradigma membelajarkan tidak terlaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Komponen membelajarkan yang selanjutnya perlu dirinci
lebih lanjut meliputi materi pokok sebagai berikut.
a. Pengertian belajar yang dengan tegas mengandung pengertian
memperoleh sesuatu yang baru melalui dinamika BMB-3. Perilaku
mendasar kehidupan yang berkondisi tuntas adalah kalau upaya
pendidikan melalui proses pembelajaran yang memperkembangkan diri
peserta didik benar-benar menjadi pribadi yang mampu ber-BMB3.
b. BMB3 yang dibelajarkan adalah BMB3-5As dengan prinsip TJS dan
Triguna. Pengembangan kemampuan ber-BMB3 5As itu dengan
memperhatikan secara sungguh-sungguh tiga dasar dan arah
pengembangan peserta didik, yaitu :
• Likudadu : Lima kekuatan dalam diri individu (yaitu pancadaya:
daya taqwa, cipta, rasa, dan karya).
• Likuladu: Lima kekuatan di luar diri individu (yaitu gizi/nutrisi,
praktik pendidikan, interaksi sosial : komunikasi dan sikap, budaya,
dan kondisi insidental.
• Masidu: Lima kondisi individu (yiatu rasa ama, kompetensi,
aspirasi, semangat, dan pemanfaatan kesempatan.
c. Dalam kegiatan pembelajaran diangkatkan enam fokus pendidikan
sebagaimana ditegaskan dalam pengertian pendidikan, yaitu :
• Kekuatan spiritual keagamaan
• Pengendalian diri
• Kepribadian
• Kecerdasan
• Akhlak mulia
• Keterampilan
d. Merdeka Belajar
"Merdeka Belajar" dimaknai sebagai kondisi yang bebas, tidak
tertekan atau tertindas atau "dijajah" oleh siapapun, dengan penuh
kesadaran pribadi untuk melaksanakan kegiatan belajar secara lengkap,
yaitu:
• Bertekad untuk memperoleh sesuatu yang baru
10
• Mempraktikkan dinamika BMB3-5As
• Mengupayakan kondisi dan suasana lingkungan yang baik, terbebas
dari gangguan
• Mempersiapkan sarana yang diperlukan
• Memberdayakan potensi diri secara penuh
• Mengupayakan hasil optimal
4. Paradigma Membudayakan
Dalam wujud kehidupan, kenyataan menunjukkan bahwa setiap
individu manusia tidak bisa hidup sendiri-sendiri, tidak saling berhubungan
satu sama lain. Dalam lima kebutuhan dasar, salah satu diantanya adalah
kebutuhan sosial. Lebih mendasar, dalam komponen HMM dikonsepkan
adanya pancazona, yaitu lima zona atau wilayah kehidupan manusia yang
meliputi wilayah kefitrahan, keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan
keberagamaan. Kebutuhan sosial dalam pancazona itu menuntut kondisi
tertentu oleh setiap individu dan seluruh warga masyarakat, dan tuntutan itu
harus dipenuhi melalui pendidikan dengan materi bidang budaya.
Demikianlah paradigma pendidikan yang membudayakan peserta didik
perlu diimplementasikan dengan sebaik-baiknya. Dipahami bahwa
hubungan antar individu itu terwujudkan dalam bentuk perilaku yang
mendandung komponen :
• BMB3: dengan harapan BMB3-5As
• Kehidupan sehari-sehari dengan harapan KES, yang terhindar dari KES-
T
• Kehidupan menyeluruh dengan harapan kondisi DBMSB-DA.
Ketiga komponen tesebut seharunyalah terintegrasikan dalam
budaya kehidupan yang disinggung dalam uraian tentang likudadu,
likuladu, dan masidu yang terkandung di dalamnya asas kebenaran, yang
semuanya terkait dengan TJS dan Triguna. Semua komponen tersebut dan
keterkaitannya, dalam unsur budaya disebut dengan nilai, norma dan moral.
Dengan pengertian sebagai berikut:
• Nilai: Kualitas kebaikan tentang sesuatu yang kondisnnya bertingkat-
tingkat.
• Norma: Nilai kebaikan yang diberlakukan terhadap warga dalam
kelompok masyarakat tertentu.
• Moral:Nilai kebaikan terkait dengan kondisi karakter- cerdas dan
keberagamaan.
Materi nilai, norma, dan moral yang dimaksudkan itu terkait dengan
berbagai hal yang ada dalam semua bidang keilmuan berdasarkan
11
pemahaman Lima-O. Gambaran nilai nilai budaya tersebut di atas
dijabarkan dikemukakan dalam Prayitno (2021). Dalam uraian terdahulu
telah dikemukakan konsep BMB3-5AS, KES dan DBMSB-DA, yang mana
semuanya itu terkait dengan nilai, norma dan moral yang ada sebagai unsur
budaya. Sebagai arahan dalam rangka menyoroti unsur-unsur budaya
tersebut berbagai kondisi KES sebagaimana dikemukakan pada butir-butir
di atas berikut ini ditampilkan konsep atau aspek-aspek yang menyangkut
kondisi tersebut, khususnya dalam kaitannya dengan situasi sosial. Kondisi
KES T pun dikemukakn karena kenyataan negatif yang ada terutama sekali
berdampak pada hubungan atau aktivitas individu dan kelompok dalam
kehidupan pada umumnya. Materi berikut dikutip dari Prayitno, dkk *
(2021)
5. Paradigma Mempekerjakan
Manusia difitrahkan oleh Sang Maha Pencipta untuk aktif
berkehidupan dalam rangka memenuhi kelima kebutuhan dasar manusia.
Aktifitas tersebut tentu saja dilakukan melalui dinamika BMB3, yang
diharapkan ber-5As. Bayangkan kalau seseorang masih berada dalam
kondisi hidup tetapi tidak aktif, tidak berbuat apa-apa. Apa yang terjadi?
Hidup tetapi menjadi tidak berguna. Tuhan YME, Sang Maha Pencipta,
bahkan mengemukakan bahwa : "Orang yang sangat berguna adalah orang
yang berguna bagi orang lain". Apa yang perlu dikaukan untuk bisa seperti
itu tidak lain adalah dengan bekerja. Bekerja adalah melakukan sesuatu
secara nyata dengan hasil yang konkrit dan berguna. Untuk itu prinsip TJS
dan Triguna menjadi sangat diperlukan. Bagaimana kalau berkegiatan tetapi
tidak ber-TJS dan ber-Triguna? Tentu menjadi :
• Tersia-sia karena pemahaman atau ilmiahnya tidak diamalkan.
• Tersia-sia dan hasilnya rendah atau tidak berhasil sama sekali karena
pemahaman atau ilmiahnya tidak dikuasai.
• Tersia-sia karena keimanan dan ketaqwaannya hanya asekedar hafalan
sehingga tidak bisa diamalkan secara nyata.
• Tersia-sia atau malahan berdosa karena amalan yang didasarkan pada
pemahaman tertentu tidak sesuai atau bahkan berlawanan dengan firman
Tuhan.
• Tersia-sia karena tidak memahami apa itu TJS dan Triguna.
6. Paradigma Menyeluruh
Secara keseluruhan kehidupan manusia dipahami berkembang
dalam lima wilayah yang dikonsepkan sebagai lima ranah kehidupan
(lirahid), yaitu ranah :
12
• Jasmaniah – rohaniaH
• Individual-sosial
• Material spiritual
• Dunia –akhirat
• Lokal - global/universal
13
Pendidikan Tinggi disertai dengan diterbitkannya Buku Panduan Merdeka
Belajar - Kampus Merdeka yang memuat arahan dan materi tentang kegiatan
pembelajaran yang harus dijalani oleh mahasiswa. Terkait dengan hal itu
mahasiswa, program Sarjana atau Sarjana Terapan, selain harus menyelesaikan
kurikul yang diwajibkan dalam program studi pokoknya, diwajibkan pula
menempuh kegiatan pembelajaran dalam program studi yang berbeda di
perguruan tinggi sendiri, dan program studi yang sama di perguruan tinggi yang
berbeda. Di samping itu mahasiswa juga diwajibkan menjalani kegiatan
pembelajaran dengan pola sebagai berikut :
• Pertukaran pelajar/mahasiswa Magang / praktek kerja
• Asisten mengajar di satuan pendidikan
• Penelitian/ riset
• Proyek kemanusiaan
• Kegiatan wirausaha
• Studi/proyek independen
• Membangun desa / Kuliah Kerja NyataTematik (KKNT)
Orientasi khusus Permendikbud di atas adalah paradigma pembelajaran,
tetapi isinya menyangkut paradigma-paradigma yang lain sehingga orientasi
yang lebih luas adalah paradigma menyeluruh. Materi Merdeka Belajar yang
merupakan isi pokok dari buku yang diterbitkan oleh Ditjendikti tidak lain
adalah berorientasi pada paradigma menyeluruh.
14
DAFTAR PUSTAKA
15