Anda di halaman 1dari 5

Esai Teori Arsitektur Lanjur 2021-2022/Sesi Teori & Sejarah Arsitektur

Memahami Peristiwa Sejarah Melalui Dokumentasi dan Arsip Sejarawan,


Studi Kasus: Arsip Sejarah Kesultanan Deli –Sejarah Perkembangan Kota
Medan

Oleh Viata Viriezky (2106662941)

Dalam esai ini, saya akan menguraikan terlebih dahulu pemahaman dan interpretasi saya terhadap
teori sejarah yang ditulis oleh Carr (1967) dalam What is History?. Menurut Charr (1967), sebuah obyek
sejarah dapat dilihat dengan dua cara pandang yang berbeda, yaitu pandangan positivis –melihat bagaimana
yang sebenarnya atau pastinya, dan skeptisisme –memandang yang tidak pasti atau meragukan sehingga
melakukan eksplorasi lebih lanjut (Charr, 1967). Positivis menganggap kebenaran sejarah dapat dicapai
melalui objektivitas sejarah, sedangkan skeptisisme menganggap adanya jarak antara sejarah masa lalu dan
masa kini, sehingga kebenaran tidak bersifat mutlak, yang dapat dipahami adalah masa kini dan masa lalu
tidak dialami sehingga muncul keraguan (Charr 1967). Obyek sejarah terlebih dahulu dipelajari secara
empiris dengan menyajikan apa yang menarik bagi sejarawan sehingga hasil dari pandangan tersebut
bersifat subyektif, sejarawan tersebut selanjutnya menyajikan dokumen dan arsip akan tetapi tidak disertai
dengan penjelasan atau jawaban yang siap pakai –didaur ulang tanpa tinjauan lebih dalam, dikarenakan
adanya interpretasi dari sejarawan tersebut (Charr, 1967). Ketika sejarawan lainnya mempelajari dokumen
atau arsip maka hanya akan memahami bukti-bukti sejarah dan tidak secara empiris, sehingga interpretasi
dan apa yang dilakukan oleh sejarawan terdahulu perlu dipahami untuk melakukan interpretasi lebih lanjut
mengenai obyek sejarah tersebut (Charr, 1967).
Ketika mengumpulkan data, keakuratan sumber dan data yang didapatkan merupakan kewajiban,
sebagaimana yang disampaikan Charr (1967); “Accuracy is a duty, not a virtue.” Keakuratan tersebut
berupa fakta empiris yang meliputi waktu, tahun, lokasi, dan penemuan obyek atau barang secara fisik.
Namun di sisi lain, data tersebut tidak dapat berdiri sendiri dan tidak bisa terlepas dari interpretasi dari
sejarawan yang dipengaruhi konteks sosial dalam ruang dan waktu pada saat itu (Charr, 1967). Sejarawan
–sebagai pengamat, selanjutnya menulis dalam bentuk evaluasi hubungan timbal balik antara masa kini dan
masa lalu sebagai kunci untuk memahami masa kini, sehingga memahami apa yang menjadi signifikan dan
relevan terhadap interpretasinya. Oleh karena itu, kejujuran sejarawan dalam mengungkap fakta empiris
diperlukan untuk dapat mempertanggungjawabkan interpretasinya, sehingga sejarawan juga berusaha untuk
mencapai obyektifikasi dalam fakta empiris yang dikumpulkan(Charr, 1967).
Selain itu, dalam menerjemahkan suatu peristiwa di masa lampau, terdapat perbedaan antara
perspektif ilmuan (scientist), ahli sejarawan (historian), dan ahli moral (moralist) (Charr, 1967). Ilmuan
dan sejarawan sama-sama melakukan generalisasi pada peristiwa sejarah akan tetapi ilmuan
menerjemahkan secara lebih umum atau universal, sehingga pada akhirnya menghasilkan sebuah hukum
yang dapat digunakan kembali pada pembelajaran peristiwa yang lainnya, sedangkan sejarawan cenderung
mengeksplorasi lebih jauh mengenai peristiwa itu sendiri, sehingga hasil akhirnya akan bersifat lebih
subyektif dan open ended –terbuka untuk dieksplor kembali dengan relevansi waktu dan pandangan yang
berbeda (Charr, 1967). Ahli Moral mempelajari peristiwa bersejarah lebih mendalam mengenai moral-
moral yang ada pada masyarakat secara menyeluruh atau meliputi dan membahas tentang moral-moral yang
berlaku, sedangkan sejarawan hanya mempelajari moral yang berkaitan dengan peristiwa tersebut dan
memiliki pengaruh besar terhadap peristiwa yang terjadi pada masa itu (Charr, 1967).
Dari teori tentang pandangan terhadap obyek atau peristiwa sejarah oleh Charr (1967), maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa seorang sejarawan dapat memahami secara langsung tentang obyek atau
peristiwa, akan tetapi hal tersebut belum disebut sebagai sejarah, seiring waktu berjalan dengan adanya
konteks dan ruang waktu yang berbeda, hal tersebut kemudian menjadi sejarah. Sebagaimana yang
disampaikan Charr (1967) bahwa “All history is the history of thought”, sejarah tersebut diulas kembali
oleh sejarawan berikutnya melalui dokumen atau arsip dengan perspektif dalam konteks waktu dan
relevansi yang berbeda pula, sehingga dapat terjadi perbedaan pemahaman pada tiap masa yang berbeda.

Salah satu peristiwa yang didokumentasikan dan diarsipkan sebagai peristiwa bersejarah adalah
perkembangan wilayah Kesultanan Deli dalam sejarah perkembangan Kota Medan (Takari, et al, 2012).
Salah satu arsip yang mengumpulkan catatan-catatan mengenai peristiwa-peristiwa pada masa Kesultanan
Deli adalah araip Deli-Data 1863-1928 yang disusun oleh Oostkust van Sumatra-Instituut dan disimpan
oleh arsiparis Ir. F. J. Dootjes. Oostkust van Sumatra-Instituut mencatat beberapa peristiwa penting yang
meliputi sejumlah kegiatan pembangunan bangunan dan infrastruktur penting, peristiwa mewabahnya
penyakit di masyarakat masa itu, beberapa kebijakan politik Kesultanan Deli, disertai dengan beberapa data
dan diagram kependudukan dan catatan ekspor dan impor Deli (Oostkust van Sumatra-Instituut, 1938)
(Takari, et al, 2012). Seperti yang diungkapkan Carr (1967), pada arsip ini, Oostkust van Sumatra-Instituut
mencatat peritiwa secara empiris yang kemudian disajikan atau arsip namun tidak menyediakan jawaban
atau penjelasan secara detail, hanya berupa catatan peristiwa penting apa saja yang terjadi pada masa itu
(Oostkust van Sumatra-Instituut, 1938).
Sebagaimana yang dinyatakan Carr (1967) bahwa dokumentasi dan arsip peristiwa sejarah akan
dikaji kembali dengan konteks ruang dan waktu yang berbeda untuk melihat relevansi interpretasinya, maka
arsip peristiwa-peristiwa sejarah Deli dipelajari dengan waktu dan konteks masa kini untuk melihat
relevansinya interpretasi pendokumentasian peristiwa perkembangan Deli tersebut (Charr, 1967)(Oostkust
van Sumatra-Instituut, 1938). Arsip ini berisikan kumpulan data penduduk dan pedagang pantai timur
Sumatera berasal dari instansi wilayah tempat tinggal tertentu, beberapa data pembanding perkembangan
produksi pertanian dari kultur wirausaha, adapun data ekspor dan produski minyak bumi Deli (Oostkust
van Sumatra-Instituut, 1938). Penyusunan peristiwa-peristiwa penting Deli ditulis berdasarkan urutan tahun
kejadian dengan rincian peristiwa apa saja yang terjadi pada tahun tersebut, akan tetapi tidak dijelaskan
lebih jauh mengenai kejadian tersebut, contohnya pada halaman 27 arsip, pada tahun 1932 (figure 1),
terdapat pernyataan adanya peristiwa Sultan Deli masa itu menolak kelompok Muhammadiyah
menggunakan Masjid Lama, namun penyebab dan asal ususl kenapa terjadi penolakan tersebut beserta
detail digunakan untuk apa masjid tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut (Oostkust van Sumatra-Instituut,
1938). Hal ini sejalan dengan pernyataan Carr (1967), bahwa pendokumentasian peristiwa masa lampau
oleh sejarawan tidak menyediakan jawaban atau penjelasan yang siap pakai dan memerlukan kajian dan
eksplorasi lebih lanjut.

.
(Figur 1. Penulisan peristiwa penting Data Deli. sumber: Oostkust van Sumatra-Instituut, 1938)

Beberapa peristiwa penting terkait pembangunan bangunan dan infrastruktur Deli yang dicatat
dalam arsip ini berdasarkan urutan tahun adalah pembangunan kantor pos pertama di wilayah Deli pada
tahun 1879, pendirian agensi Chartered Bank dan Hotel Medan White Society tahun 1887, pendirian
perusahaan penyediaan air minum Air Bersih tahun 1905, Javasche Bank Bengkalis tahun 1907,
pembangunan kantor imigrasi Jawa tahun 1912, Penutupan Esplande untuk kegiatan olahraga tahun 1927,
dan peletakan batu pertama Rumah Sakit St. Elisabeth Medan pada tahun 1929 (Oostkust van Sumatra-
Instituut, 1938). Pencatatan peristiwa pembangunan pada arsip ini sejalan dengan teori Carr (1967)
mengenai fakta empiris yang meliputi waktu, lokasi, dan obyek atau barang fisik, bangunan-bangunan yang
dicatat sebagai obyek fisik sejarah terikat dengan waktu pembangunan atau pendirian dan lokasinya.
Data peristiwa pembangunan dari arsip ini kemudian disesuaikan dengan arsip-arsip sejarah Kota
Medan lainnya melalui peta Kota Medan pada tahun 1945 (Figur 2). Ketika dibandingkan dengan arsip-
arsip perkembangan Kota Medan lainnya, terdapat beberapa pembangunan yang turut mendukung
perkembangan Kota Medan akan tetapi tidak dicatat dalam arsip Data Deli yang ditulis Oostkust van
Sumatra-Instituut (Figur 3).

(Figur 2. Data Pembangunan Deli dalam Data Deli oleh Oostkust van Sumatra-Instituut. sumber: Oostkust
van Sumatra-Instituut, 1938 www.universiteitleiden.nl)

(Figur 3. Data Pembangunan Deli dalam arsip lainnya. sumber: www.universiteitleiden.nl)

Beberapa bangunan tersebut adalah pembangunan kantor perusahaan Inggris di Medan yaitu
gedung London Sumatera (LONSUM) tahun 1904, Kesawan Square tahun 1880, Su Tung High School
pada tahun 1926, dan Masjid Raya Al-Mashun pada tahun 1906 (www.universiteitleiden.nl) (Takari, et al,
2012). Sedangkan jika dibandingkan dengan keadaan pembangunan Kota Medan masa kini (Figur 4),
beberapa bangunan sejarah masih digunakan dengan fungsi yang sama, seperti Rumah Sakit St. Elisabeth
dan kantor pos Medan. Adapun bangunan sejarah di Medan yang mengalami perubahan fungsi akan tetapi
dengan kondisi fisik yang tetap sama, contohnya gedung kantor London Sumatera yang difungsikan
menjadi kantor BKP-PPS (Badan Kerja Sama Perusahaan Perkebunan Sumatera) (Sejarah BKP-PPS
Medan dikutip dari bks-pps.com).
(Figur 4. Kondisi pembangunan Kota Medan 2021. sumber: ANRI, 2012 & earth.google.com)

Setelah mengulas arsip perkembangan wilayah Kesultanan Deli dalam sejarah perkembangan Kota
Medan yang disusun oleh Oostkust van Sumatra-Instituut dan kemudian dieksplor lebih lanjut tentang
peristiwa pembangunannya dalam arsip perkembangan Kota Medan lainnya serta kondisi masa kini, saya
menginterpretasikan bahwa dalam memahami peristiwa sejarah melalui dokumen dan arsip sejarawan tidak
terlepas dari konteks ruang dan waktu peristiwa tersebut dicatat dan interpretasi sejarawan yang mencatat,
dalam studi kasus Deli Data oleh Oostkust van Sumatra-Instituut, tidak semua peristiwa didokumentasikan
namun hanya peristiwa yang dianggap penting oleh penyususn arsip (Oostkust van Sumatra-Instituut,
1938). Contohnya, beberapa peristiwa pembangunan yang dilakukan pada tahun 1863-1928 tidak diikut
sertakan dalam pencatatan arsip tersebut namun didokumentasikan dalam arsip-arsip lainnya (Oostkust van
Sumatra-Instituut, 1938)(ANRI, 2012)(www.universiteitleiden.nl). Oleh karena itu, sebagaimana
pernyataan Carr (1967) bahwa semua sejarah adalah sejarah dari pemikiran-pemikiran, dokumen dan arsip
sejarah Kesultanan Deli dalam sejarah perkembangan Kota Medan yang telah ada dieksplor kembali oleh
sejarawan selanjutnya kemudian diperbarui dalam dokumen atau arsip dan terulang lagi seterusnya.

Referensi

Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). 2012. Citra Kota Medan dalam Arsip. http//www.anri.go.id.

Carr, E. H. 1967. What is History. Penguin Books: London.

Dootjes, F. J. J. 1938. Deli Data, 1863 - 1938. Mededeeling no. 26 van het Oostkust van Sumatra-Instituut.
Amsterdam: Druk de Bussy.

Takari, M., A. Zaidan B.S., Djafar, F. M. 2012. Sejarah Kesultanan Deli dan Peradaban Masyarakatnya.
USU Press: Medan.

https://www.universiteitleiden.nl diakses pada 8 November 2021.

https://www.google.com/maps www.earth.google.com diakses 8 November 2021.

https://bks-pps.com/menu/tentang-kami/sejarah diakses 20 Desember 2021.

Anda mungkin juga menyukai