Anda di halaman 1dari 13

LOKASI BOROBUDUR

Jl. Badrawati, Kw. Candi Borobudur, Borobudur, Kec. Borobudur, Magelang, Jawa Tengah
https://www.google.com/maps/place/Borobudur+Temple/@-7.6080687,110.2033202,17.52z/data=!4m8!1m2!2m1!1scandi+borobudur!3m4!1s0x2e7a8cf009a7d697:0xdd34334744dc3cb!8m2!3d-7.6078738!4d110.2037513
PROFIL KABUPATEN MAGELANG
Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis,
Kabupaten Magelang terletak antara 110” 01’51” dan 110”26’58” Bujur Timur dan anatara
Letak Kabupaten Magelang dikelilingi oleh lima
7”19’13” dan 7”42’16” Lintang Selatan. Kabupaten Magelang sebelah timur berbatasan dengan
DIY, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali, sebelah
gunung yaitu: Sumbing,
Merbabu, Merapi,
selatan berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten
Wonosobo, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo dan Andong dan Menoreh.
Kabupaten Semarang.

Dengan karakteristik alam tersebut maka Kabupaten


Magelang merupakan daerah agraris penghasil
sayur mayur dan padi, serta pasir dan batu
andesit dari Gunung Merapi.

Candi Borobudur

https://www.google.com/search?safe=strict&sa=X&biw=1536&bih=722&q=gunung+di+kabupaten+magelang&npsic=0&rflfq=1&rlha=0&tbm=lcl&ved=2ahUKEwirwLHz-
qLkAhVIU30KHSxZAUkQtgN6BAgKEAQ&tbs=lrf:!3sIAE,lf:1,lf_ui:1&rldoc=1#rldoc=1&rlfi=hd:;si:;mv:!1m2!1d-7.2435909175897635!2d110.6590916294922!2m2!1d-
7.67796088563552!2d109.89279524277345!4m2!1d-7.460829807393159!2d110.27594343613282!5i11
OBYEK PEMAJUAN KEBUDAYAAN
MANUSKRIP

Manuskrip yang terdapat di Kabupaten Magelang diantaranya adalah


Kitab Berzanji, Prasasti Plandi, Al-Qur’an Tulis (ukuran 1 m
x75 cm), dan Prasasti Tuk Mas.
Berzanji atau Barzanji ialah suatu doa-doa, puji-pujian dan penceritaan
riwayat Nabi Muhammad saw yang dilafalkan dengan suatu irama atau nada yang biasa
dilantunkan ketika kelahiran, khitanan, pernikahan dan maulid Nabi Muhammad saw. Isi
Berzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, yang disebutkan berturut-turut yaitu
silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul.
Di dalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta
berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.

Prasasti Tuk Mas Prasasti Plandi


TRADISI LISAN CORAK BUDAYA
Tradisi lisan yang terdapat di Kabupaten Magelang diantaranya adalah Nangka
Corak budaya yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Magelang
Growong Dusun Kadisono Desa Ganthang Kecamatan Sawangan, Kyai dipengaruhi oleh letak Kabupaten Magelang yang berdekatan dengan
Petruk (Mengendalikan Letusan Gunung Merapi), Kyai Sapu Jagad Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), budaya masyarakat jawa
(Pengendali Lahar Dingin Gunung Merapi), Nyai Kendhit (Dewi Hujan dan karakteristik masyarakat agraris daerah pegunungan.
Merapi), Nyai Gadhung Melati (Dewi Kesuburan Lereng Gunung
merapi), Gupitan, Terjadinya Desa rambeanak, dan Gunung Balak.
Etnis lain yang bersinggungan dengan etnis Jawa Magelang adalah etnis
Cina. Adanya etnis Cina ditandai dengan adanya Pecinan yang terletak
ADAT ISTIADAT di sepanjang Jl. Pemuda Muntilan, berdirinya Klentheng, dan kesnian
Barong Sai/Liyong di Kecamatan Muntilan menambah keragaman
Adat istiadat yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Kabupaten Magelang budaya Kabupaten Magelang. Kebudayaan Arab di Kabupaten
diantaranya adalah Merti Desa/ Merti Dusun, Suran, Nyadran, Magelang ditandai dengan berdirinya pondok-pondok pesantren,
Grebeg Lentheng Agung, Syawalan, Sedekah Kali, Besaran, seni Hadrah, Mauludan dan Rebana.
Rebo Wekasan, Ruwahan.

RITUS
Ritus yang terdapat di Kabupaten Magelang diantaranya adalah Tumuruning
Wahyu Kakung/Wahyu Kasampurnan, Ritual Jamasan Topeng Ireng,
Tumuruning Wahyu Sejatining Putri, Ruwatan Anak Sukerto, Ritual
Sunatan Manggar, Bhakti Bumi PS Budiaji, Jamasan Topeng Lengger,
Ritual Elo Progo, Ruwatan Potong Gombak, dan Badrawarna.
ADAT ISTIADAT KABUPATEN MAGELANG
Merti Desa/ Merti Dusun

Tradisi merawat bumi digelar warga lereng barat Gunung Merapi di Dusun Kaliuranglor Desa Kaliurang Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

Selama empat hari warga menggelar prosesi adat merti bumi demi keselamatan, kelancaran rejeki hidup bebrayan (rukun) dengan Gunung Merapi

Pertunjukan wayang kulit menjadi rangkaian merti bumi. Kita juga menggelar pentas sejumlah kesenian tradisional sebagai wujud selamatan untuk alam Merapi.

Dusun Kaliurang hanya berjarak delapan kilometer dari puncak Merapi. Secara turun temurun sekitar 155 kepala keluarga di zona bahaya awan panas Merapi ini hidup tentram berkecukupan dari bertani salak dan palawija.

Tradisi Merti bumi digelar warga Kaliuranglor setiap tahun di bulan Suro penanggalan Jawa. Prosesi diawali pengambilan air tuk panguripan pada Rabu sore.

Air simbol kehidupan dan kemakmuran itu diambil dari mata air Aren dan tuk Bodro yang ada di alur Sungai Krasak yang berhulu di Gunung Merapi.

Setelah didoakan dan disakralkan, air dalam beberapa wadah kendi tanah liat kemudian disiramkan ke tanaman pertanian oleh perangkat desa setempat.

Harapannya tanduran disiram (tanaman) para petani jauh dari hama. Hasil panen melimpah dan harga jualnya bagus.
Diiringi genderang, terompet dan seruling, pasukan bergodho Manggoloyudho, bersama warga yang berbusana jawa membawa beberapa kendi air berkah itu bersama sepasang gunungan lanang wadon, tumpeng robyong, nasi
ambeng, ingkung ayam menuju makam leluhur mereka.

Di halaman makam leluhur, dengan khidmad warga menggelar upacara dan doa bersama.

Dalam sambutannya, Camat Srumbung mengungkapkan merti bumi yang digelar masyarakat Dusun Kaliuranglor memiliki makna mendalam hubungan manusia alam dan Tuhan.

Ini merupakan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan karena hingga saat ini diberi rizki keselamatan dan rezeki barokah. Di samping itu wujud rasa terimakasih kepada leluhur pendahulu yang telah berjuang mendirikan desa.

Lebih lanjut ia menambahkan, dari tradisi merti bumi masyarakat Kaliuranglor juga berupaya melestarikan tradisi.

Tak kalah penting adalah upaya 'nguri-uri' kebudayaan Jawa yang luar biasa oleh masyarakat Kaliurang agar senantiasa bertahan lestari.

Sebagai puncaknya, warga beramai-ramai berebut gunungan dan ambeng yang dipercaya mendatangkan berkah.
ADAT ISTIADAT SURAN DUSUN TUTUP NGISOR MAGELANG

Tradisi “suran” atau “suro” warga lereng Gunung Merapi di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Rabu mengawali kehidupan baru
masyarakat setempat pascaerupsi Gunung Merapi.

Suran tahun 2010 mengambil tema “Babar urip anyar” atau memulai kehidupan baru setelah terpuruk akibat erupsi Gunung Merapi. Suro merupakan bulan pertama dalam penanggalan
Jawa. Masyarakat Dusun Tutup Ngisor setiap tanggal 14 dan 15 bulan Suro selalu menyelenggarakan tradisi “suran” yang telah dilakukan sejak tahun 1937 untuk menyambut tahun baru.

Erupsi Gunung Merapi berdampak pada kehidupan ekonomi dan pertanian warga sekitar merapi lumpuh maka harus dibangkitkan untuk memasuki kehidupan baru. Ritual suran diawali
dengan rangkaian tolak balak dengan pementasan kesenian jatilan di Padepokan Tjipta Boedaya, dilanjutkan dengan kirap keliling padepokan dan Dusun Tutup Ngisor sebanyak tiga kali
diikuti puluhan warga.

Sebelum rangkaian tolak balak, kami melakukan meditasi untuk memohon kepada Tuhan agar warga diberikan keselamatan dan dijauhkan dari mara bahaya. Advertisment Peserta ritual
tolak balak membawa tombak dan sapu lidi diiringi dengan musik dari tampah, centong, dan linggis.

Iringan musik tersebut ada sejarahnya, dahulu pernah ada seorang bayi yang hilang tidak diketahui rimbanya. Setelah dicari dengan menyembunyikan alat-alat tersebut, akhirnya bayi
tersebut dapat ditemukan di tengah tanaman padi.

Setelah ritual tolak balak, katanya, dilanjutkan dengan pementasan kesenian rakyat di sebuah tanah lapang di dekat Padepokan Seni Tjipta Boedaya hingga sore hari. Jenis kesenian rakyat
yang dipentaskan antara lain jatilan, topeng ireng, dayakan, dan soreng.

Pada Rabu malam, katanya, diselenggarakan apresiasi kesenian rakyat dari beberapa kota, antara lain Yogyakarta, Solo, dan Semarang. Pementasan kesenian tersebut menarik perhatian
ratusan warga Dusun Tutup Ngisor dan sekitarnya untuk melihatnya.
Sadranan atau nyadran adalah nama dari salah satu tradisi masyarakat agama
ADAT ISTIADAT SADRANAN ATAU NYADRAN Islam di Jawa yang dilakukan untuk menyambut datangnya bulan ramadhan atau
kata jawanya adalah posonan. Ada beberapa acara dalam nyadran tersebut
seperti halnya Kenduri, bersih-bersih makam atau bisa juga dikatan dengan ziarah
kubur.
Di dusun Cekelan kabupaten Magelang, tradisi nyadran ini biasanya dilaksanakan
sehari sebelum datangnya bulan Ramadhan atau mendekati bulan Ramadhan.
Masyarakat Islam di daerah Jawa ini memang masih sangat kuat dalam
melaksanakan budaya-budaya atau tradisi seperti itu sampai waktu sekarang ini.
Dengan adanya acara nyadran ini, bisa juga membuat kebersamaan masyarakat di
daerah tersebut menjadi semakin rukun, dan saling menjaga persaudaraan antara
satu dengan yang lain. Tidak hanya itu saja, bahkan dengan acara nyadran itu juga
dapat mempererat hubungan dengan orang yang telah meninggal serta
keterikatannya dengan Tuhan karena di situ pula kita berdoa untuk roh yang telah
meninggal.

Pagi-pagi sekali para warga sudah sibuk menyiapkan makanan untuk dibawa ke acara nyadran tersebut. Bahkan anak-anak kecil juga senang mengikuti acara
nyadran. Sesampainya di area makam, warga sekitar nampak membawa beraneka macam makanan yang telah disiapkan semalaman untuk dibagikan atau
dihamparkan di alas daun pisang dan tikar. Ada yang membawa makanan tersebut dengan cething, ada juga yang membawanya dengan tumpeng. Terdapat
banyak makanan di dalamnya seperti nasi, ingkung ayam, rempeyek, kerupuk, sambal, lalapan, dan beraneka macam sayuran.
Setelah selesainya pengajian atau tausiah dari Bapak Abdul Malik, para warga segera memakan makanan yang telah dibawanya dari rumah tersebut. Ada juga
yang saling bertukar atau memberi makanan bawaannya terhadap warga yang lain. Para warga bisa menjadi lebih bersyukur atas nikmat yang telah diberikan
Tuhan dan juga atas kelimpahan rezekinya.
Kota Magelang, beramai-ramai berebut gunungan gethuk atau sering
ADAT ISTIADAT GETHUK disebut dengan grebeg gethuk. Gethuk adalah makanan khas
Magelang yang terbuat dari bahan dasar ketela pohon. Sementara,
grebeg gethuk merupakan rangkaian puncak memperingati Hari jadi
Kota Magelang. Acara yang dipusatkan di alun-alun itu selalu dinanti-
nanti warga karena mereka bisa berebut menikmati makanan khas
itu dengan cara yang unik dan hanya diadakan setahun sekali. Dalam
acara itu, ratusan gethuk disusun sedemikian rupa menyerupai
miniatur gunung Tidar dan tower air minum yang menjadi ciri khas
kota Magelang. Gethuk gunung Tidar diwarnai dengan warna hijau,
sedang tower berwarna coklat serupa dengan tower di alun-alun.
Wali kota Magelang yang memimpin langsung acara tersebut,
sebelum memasuki lapangan upacara Walikota dikirab terlebih
dahulu dengan menggunakan kereta kencana oleh barisan prajurit
berpakaian, menyusul Ketua dan segenap muspida. Mereka tampak
berpakaian raja dan ratu kerajaan jawa. Para seluruh tamu undangan
dan peserta upacara pun mengenakan pakaian adat jawa. Uniknya
lagi, aba-aba upacara tersebut menggunakan Bahasa Jawa.

Upacara tersebut dimeriahkan dengan marcingklung yang dimainkan oleh siswa-siswi dan Seni Tradisional Trunthung
serta Dayakan. Usai upacara, dilanjutkan dengan kirab budaya keliling Kota. Kirab budaya berlangsung ramai karena
diikuti pula marching band Canka Lokananta dari Akademi Militer (Akmil) dan Liong Samsi dan kesenian tradisional
lainnya. Kirab dimulai dari Alun-alun kemudian menyusuri jalan Pemuda, Jalan Tidar, Jalan Tentara Pelajar dan kembali ke
alun-alun lagi. Warga pun berbondong-bondong menyaksikan kirab budaya ini. Menurut Kepala bagian Humas, Protokol
dan Santel Kota Magelang Bambang Rijantoko, acara tersebut merupakan bentuk upaya untuk memperkenalkan kepada
masyarakat luas bahwa gethuk adalah makanan asli Kota Magelang dan sudah menjadi ikon. Kami juga ingin
mempertahankan budaya makanan tradisional di tengah serbuan makanan-makanan modern. Selain itu, kegiatan kirab
budaya sekaligus untuk menggali potensi budaya yang ada di Kota Magelang dan untuk pengembangan pariwisata.
RABU WEKASAN
Rabu Wekasan (Jawa: Rebo Wekasan) adalah
tradisi ritual yang dilaksanakan pada hari Rabu
terakhir bulan Shafar, guna memohon
perlindungan kepada Allah Swt dari berbagai
macam malapetaka yang akan terjadi pada hari
tersebut. Tradisi ini sudah berlangsung secara
turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa,
Sunda, Madura, dll.

Bentuk ritual Rebo Wekasan meliputi empat hal;


(1) shalat tolak bala’; (2) berdoa dengan doa-doa
khusus; (3) minum air jimat; dan (4) selamatan,
sedekah, silaturrahin, dan berbuat baik kepada
sesama.

Asal-usul tradisi ini bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (w.1151 H) dalam kitab “Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf’il ‘Abid Wa
Qam’i Kulli Jabbar ‘Anid (biasa disebut: Mujarrobat ad-Dairobi). Anjuran serupa juga terdapat pada kitab: ”Al-Jawahir Al-Khams” karya Syeikh Muhammad
bin Khathiruddin Al-‘Atthar (w. th 970 H), Hasyiyah As-Sittin, dan sebagainya.

Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan bahwa salah seorang Waliyullah yang telah mencapai maqam kasyaf (kedudukan tinggi dan sulit dimengerti orang
lain) mengatakan bahwa dalam setiap tahun pada Rabu terakhir Bulan Shafar, Allah Swt menurunkan 320.000 (tiga ratus dua puluh ribu) macam bala’
dalam satu malam. Oleh karena itu, beliau menyarankan Umat Islam untuk shalat dan berdoa memohon agar dihindarkan dari bala’ tsb. Tata-caranya
adalah shalat 4 Rakaat. Setiap rakaat membaca surat al Fatihah dan Surat Al-Kautsar 17 kali, Al-Ikhlas 5 kali, Al-Falaq dan An-Nas 1 kali. Kemudian setelah
salam membaca doa khusus yang dibaca sebanyak 3 kali. Waktunya dilakukan pada pagi hari (waktu Dhuha).
RITUAL PRADAKSINA DI BOROBUDUR
Pradaksina diselenggarakan di Candi
Borobudur saat matahari terbit. Ritual ini
dilakukan oleh para biksu. Mereka mengenakan
topi merah berbentuk jambul sambil berputar
mengelilingi candi sebanyak tiga kali.
Sebagian dari mereka bertugas meniup
terompet dan kerang serta membawa bunga
teratai berbahan kertas. Bunga itu berisi lilin
yang menyala. Usai ritual pradaksina, bunga
teratai diletakkan di tepi candi.

Biksu dari Sangha Theravada dan Mahayana berjalan kaki untuk menerima derma atau sedekah di Kota Magelang, Jawa Tengah, Sabtu, 21 Mei 2016. Ritual
pindapata dilakukan setidaknya 50 biksu menjelang Hari Raya Waisak. Sebagian dari mereka datang dari Tangerang. Pindapata sesuai dengan ajaran Buddha
merupakan ritual bersedekah dengan mengumpulkan bahan makanan dan uang dari umat Buddha. Ritual ini mengajarkan orang untuk tidak serakah dengan
berderma. Pindapata dilakukan menjelang Waisak, yang tahun ini jatuh pada 22 Mei. Biksu dari Sangha Theravada datang lebih dulu dan memulai prosesi
pindapata dengan merapal doa di tempat ibadah Tri Dharma Liong Hok Bio. Setelah itu, mereka berjalan tanpa alas kaki menyusuri pusat pertokoan atau
pecinan Kota Magelang di Jalan Pemuda sepanjang 2 kilometer pada pukul 08.00. Biksu dari Sangha Mahayana kemudian datang dan melakukan hal yang
sama. Bhante Pradit Arinchayo menjadi pemimpin biksu yang melakukan pindapata dari Sangha Mahayana. Bhante Pradit, yang berbahasa berbahasa Melayu,
mengatakan pindapata mendekatkan biksu dengan umat Buddha. "Sedekah mendatangkan kebaikan dan kebijaksanaan," kata Bhante Pradit. Para biksu
berjalan satu per satu dan membawa bokor terbuat dari logam. Pagi itu, sebagian toko belum membuka dagangannya. Umat Buddha berdiri berjajar di depan
toko dan memberikan sedekah kepada setiap biksu yang melewati jalan itu. Bocah-bocah pun berderma uang dalam amplop merah. Barang yang menjadi
sedekah bermacam-macam, di antaranya uang yang dibungkus amplop merah atau angpao. Ada pula beraneka makanan dan minuman, di antaranya mi
instan, teh, makanan ringan, dan gula. Dibanding Waisak tahun lalu, kali ini sedekah yang diberikan umat Buddha lebih beragam jenisnya.
SUMBER DAYA ALAM (MATERIAL) KAB. MAGELANG
TEKNOLOGI TRADISIONAL
Teknologi tradisional yang terdapat di Kabupaten Magelang
diantaranya adalah pembuatan Grabah Tanah Liat,
Pembuatan Batu Bata dan Genteng Tanah Liat, Alat
Pertanian Tradisional dan Peralatan Rumah Tangga, Pembuatan
Tosan Aji, dan lain sebagainya.

GEOLOGI
Bagian barat daya Kabupaten Magelang (Salaman dan Borobudur
bagian selatan) tersusun dari batuan breksi, andesit, dasit, tufa,
tufa lapili, aglomerat dan lava andesit yang merupakan bagian
dari Formasi Andesit Tua. Batuan dari gunung berapi yang ada di
sekililing wilayah ini merupakan unsur batuan yang membentuk
dataran Magelang berupa tanah endapan alluvial yang subur.
Wilayah Kabupaten Magelang di bagian tengah merupakan tanah
endapan/alluvial yang merupakan lapukan dari batuan induknya.

Anda mungkin juga menyukai