Anda di halaman 1dari 12

Kabupaten Enrekang adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.

Ibu kota
kabupaten ini terletak di Kota Enrekang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.786,01 km² dan
berpenduduk sebanyak ± 190.579 jiwa.

Ditinjau dari segi sosial budaya, masyarakat Kabupaten Enrekang memiliki kekhasan tersendiri. Hal
tersebut disebabkan karena kebudayaan Enrekang (Massenrempulu’) berada di antara kebudayaan
Bugis, Mandar dan Tana Toraja. Bahasa daerah yang digunakan di Kabupaten Enrekang secara garis
besar terbagi atas 3 bahasa dari 3 rumpun etnik yang berbeda di Massenrempulu’, yaitu bahasa Duri,
Enrekang dan Maiwa. Bahasa Duri dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Alla’, Baraka, Malua, Buntu
Batu, Masalle, Baroko, Curio dan sebagian penduduk di Kecamatan Anggeraja. Bahasa Enrekang
dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Enrekang, Cendana dan sebagian penduduk di Kecamatan
Anggeraja. Bahasa Maiwa dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Maiwa dan Kecamatan Bungin.
Melihat dari kondisi sosial budaya tersebut, maka beberapa masyarakat menganggap perlu adanya
penggantian nama Kabupaten Enrekang menjadi Kabupaten Massenrempulu’, sehingga terjadi
keterwakilan dari sisi sosial budaya.

Geografis Kabupaten Enrekang dengan ibu kota Enrekang terletak ± 235 Km sebelah utara Makassar.
Secara geografi Kabupaten Enrekang terletak pada koordinat antara 3° 14’ 36” sampai 3° 50’ 00” Lintang
Selatan dan 119° 40’ 53” sampai 120° 06’ 33” Bujur Timur. dengan luas wilayah sebesar 1.786,01 Km².

Ditinjau dari segi sosial budaya, masyarakat Kabupaten Enrekang memiliki kekhasan tersendiri. Hal
tersebut disebabkan karena kebudayaan Enrekang (Massenrempulu') berada diantara kebudayaan
Bugis, Mandar dan Tana Toraja. Bahasa daerah yang digunakan di Kabupaten Enrekang secara garis
besar terbagi atas 3 bahasa dari 3 rumpun etnik yang berbeda di Massenrempulu', yaitu bahasa Duri,
Enrekang dan Maiwa. Bahasa Duri dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Alla', Baraka, Malua, Buntu
Batu, Masalle, Baroko, Curio dan sebagian penduduk di Kecamatan Anggeraja. Bahasa Enrekang
dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Enrekang, Cendana dan sebagian penduduk di Kecamatan
Anggeraja.

Bahasa Maiwa dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Maiwa dan Kecamatan Bungin. Melihat dari
kondisi sosial budaya tersebut, maka beberapa masyarakat menganggap perlu adanya penggantian
nama Kabupaten Enrekang menjadi Kabupaten Massenrempulu', sehingga terjadi keterwakilan dari sisi
sosial budaya. Seluruh masyarakat Massenrempulu' dimana saja berada diharapkan tetap menjaga
budaya Massenrempulu' sebagai modal dasar pembangunan dalam melaksanakan otonomi daerah
untuk mewujudkan predikat atau gelar yang pernah diberikan oleh raja-raja dari Bugis yang diungkapkan
dalam Bahasa Bugis, bahwa NAIYYA ENREKANG TANA RIGALLA, LIPU RIONGKO TANA RIABBUSUNGI.
NAIYYA TANAH MAKKA TANAH MAPACCING MASSENREMPULU. NAIYYA TANAH ENREKANG TANAH
SALAMA

Kabupaten Enrekang adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibukota
kabupaten ini terletak di Kota Enrekang ± 236 Km sebelah utara Makassar. Secara administratif terdiri
dari 12 kecamatan defenitif terdapat 129 kelurahan/desa, yaitu 17 kelurahan dan 112 desa, dengan luas
wilayah sebesar 1.786,01 Km². Terletak pada koordinat antara 3o 14’ 36” sampai 03o 50’ 00” Lintang
Selatan dan 119o 40’ 53” sampai 120o 06’ 33” Bujur Timur.

Batas wilayah kabupaten ini adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja, sebelah
selatan dengan Kabupaten Luwu, sebelah timur dengan Kabupaten Sidrap dan sebelah barat dengan
Kabupaten Pinrang.

Kabupaten ini pada umumnya mempunyai wilayah Topografi yang bervariasi berupa perbukitan,
pegunungan, lembah dan sungai dengan ketinggian 47 – 3.293 m dari permukaan laut serta tidak
mempunyai wilayah pantai. Secara umum keadaan Topografi wilayah didominasi oleh
perbukitan/pegunungan yaitu sekitar 84,96% dari luas wilayah Kabupaten Enrekang sedangkan yang
datar hanya 15,04%.

Musim yang terjadi di Kabupaten Enrekang ini hampir sama dengan musim yang ada di daerah lain yang
ada di Propinsi Sulawesi Selatan yaitu musim hujan dan musim kemarau dimana musim hujan terjadi
pada bulan November - Juli sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Agustus - Oktober.
Jumlah penduduk Kabupaten Enrekang pada tahun 2012 sudah mencapai 255.089 jiwa, yang terdiri dari
129,975 jiwa laki-laki dan 125,114 perempuan. Penduduknya sebagian besar pemeluk Agama Islam
dengan mata pencaharian utama pada Sektor Pertanian (±65%).

Ditinjau dari kerangka pengembangan wilayah maupun secara geografis Kabupaten Enrekang juga dapat
dibagi kedalam dua kawasan yaitu Kawasan Barat Enrekang (KBE) dan Kawasan Timur Enrekang (KTE).
KBE meliputi Kecamatan Alla, Kecamatan Anggeraja, Kecamatan Enrekang dan Kecamatan Cendana,
sedangkan KTE meliputi Kecamatan Curio, Kecamatan Malua, Kecamatan Baraka, Kecamatan Bungin dan
Kecamatan Maiwa. Luas KBE kurang lebih 659,03 Km 2 atau 36,90% dari Luas Kabupaten Enrekang
sedangkan luas KTE kurang lebih 1.126,98 Km2 atau 63,10% dari, Luas wilayah Kabupaten Enrekang.

Dilihat dari aktifitas perekonomian, tampak ada perbedaan signifikan antara kedua wilayah tersebut.
Pada umumnya aktifitas perdagangan dan industri berada pada wilayah KBE. Selain itu industri jasa
seperti transportasi, telekomunikasi, hotel, restoran, perbankan, perdagangan industri pengolahan hasih
pertanian berpotensi dikembangkan di wilayah tersebut. Sedangkan KTE yang selama ini dianggap relatif
tertinggal bila dilihat dari ketersedian sarana dan prasarana sosial ekonomi, sangat memadai dari segi
potensi SDA, sehingga amat potensial untuk pengembangan pertanian yaitu pertanian tanaman pangan/
hortikultura, perkebunan dan pengembangan hutan rakyat.

Kawasan Timur Enrekang yang memiliki wilayah yang luas dengan berbagai potensinya memberi
peluang untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura serta tanaman perkebunan
dan kehutanan. Adanya keterbatasan akses KTE terhadap Kawasan Barat Enrekang mengindikasikan
perlunya kebijakan atau langkah langkah strategis yang memungkinkan kedua wilayah tersebut dapat
bersinergi untuk menuju pencapaian visi dan misi daerah.

Keberagaman kondisi georafis pada setiap wilayah menyebabkan adanya variasi komoditas unggulan
yang memberi peluang untuk dikembangkan pada setiap wilayah.

Dari segi sosial budaya, masyarakat Kabupaten Enrekang memiliki kekhasan tersendiri. Hal tersebut
disebabkan karena kebudayaan Enrekang (Massenrempulu') berada diantara kebudayaan Bugis, Mandar
dan Tana Toraja. Bahasa daerah yang digunakan di Kabupaten Enrekang secara garis besar terbagi atas 3
bahasa dari 3 rumpun etnik yang berbeda di Massenrempulu', yaitu bahasa Duri, Enrekang dan Maiwa.
Bahasa Duri dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Alla', Baraka, Malua, Buntu Batu, Masalle, Baroko,
Curio dan sebagian penduduk di Kecamatan Anggeraja. Bahasa Enrekang dituturkan oleh penduduk di
Kecamatan Enrekang, Cendana dan sebagian penduduk di Kecamatan Anggeraja. Bahasa Maiwa
dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Maiwa dan Kecamatan Bungin. Melihat dari kondisi sosial
budaya tersebut, maka beberapa masyarakat menganggap perlu adanya penggantian nama Kabupaten
Enrekang menjadi Kabupaten Massenrempulu', sehingga terjadi keterwakilan dari sisi sosial budaya.

Visi Dan Misi Kabupaten Enrekang Tahun 2009 -2013

Visi :

“ Mewujudkan Kabupaten Enrekang Sebagai Daerah Agropolitan Yang Lebih Maju,Unggul, Sejahtera Dan
Religius Pada Tahun 2013 “

Misi :

Mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing kuat untuk peningkatan
kesejahteraan rakyat.

Mengembangkan keunggulan komoditas dan produktifitas berdaya saing tinggi berbasis masyarakat,
melalui pendekatan pembangunan agropolitan yang berkesinambungan berbasis lingkungan, menuju
kemandirian daerah.

Mengembangkan sarana prasarana untuk meningkatkan pelayanan publik, serta kelancaran mobilisasi
sosial dan ekonomi antar desa/ wilayah.

Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan publik.

Pengembangan perekonomian berbasis masyarakat secara merata dan berkeadilan.

Wisata

Permandian Alam Lewaja mempunyai jarak 6 km dari Ibu kota Enrekang. Arah timur dapat ditempuh
dalam waktu 15 menit. Disamping dapat menikmati kolam renang lewaja, kita dapat juga menikmati
keindahan alam lewaja, dengan air yang jernih dan sejuk.
Villa tersebut sangat strategis karena lokasinya berada pada jalur menuju daerah wisata Tana Toraja
yaitu 18 km arah utara Kab. Enrekang dan berada pada ketinggian 800 m diatas permukaan air laut. Di
Villa ini wisatawan sering mengambil gambar keindahan Gunung Buttu Kabobong yang biasa di kenal
dengan sebutan "Gunung Nona".

Buttu Kabobong berada di wilayah di Desa Bambapuang kecamatan Anggeraja dengan menempuh jarak
18 km dari kota Enrekang dari arah utara menuju Tana Toraja atau sekitar 800 m dari permukaan air laut
dan dapat ditempuh 20 menit perjalanan.

Situs Tontonan yang dulu dikenal dengan serambi mayat merupakan situs peninggalan prasejarah
dimana terdapat mandu atau erong sebagai wadah kubur pada zaman sebelum masuknya Islam Situs
terletak di Tontonan Kel.Tanete Kec. Anggeraja 27 Km dari Kabupaten Enrekang. Kawasan Ini juga
menjadi pusat kegiatan panjat tebing yang dilengkapi sarana Outbond lainnya.

Kabupaten Enrekang terkenal dengan sebutan Negeri Seribu Gua. Lo'ko Bubau merupakan salah satu
goa yang sangat menakjubkan dengan stalaktit dan Stalakmit yang sunguh mempesona. Gua ini terletak
di Desa Kandinge Kec. Baraka, 53 Km dari kota Enrekang.

Gunung Latimojong adalah gunung tertinggi di Sulawesi Selatan dengan tinggi 3.478 mdpl, yang sudah
sering menjadi ajang pendakian bagi pencinta alam. Berada di Desa Karangan, Desa Latimojong
Kec.Baraka sekitar 70 Km dari Kota Enrekang.

Bunker Jepang ( Nippon ) adalah benteng pertahanan pada zaman penjajahan Jepang digunakan untuk
menghadapi tentara sekutu dan tentara perjuangan Indonesia yang banyak ditemukan di sekitar Gunung
Bambapuang 16 Km dari Kota Enrekang.

Terletak sekitar situs Tontonan di Kelurahan Tanete dan tidak jauh dari situs tontonan, batu ini terletak
di tengah sungai serta batu ini terbentuk secara alamiah sehinggah dapat menyeruapai kodok.
Situs Batu Tondon terletak di Tondon Desa Tongkonan Kecamatan Enrekang sekitar 20 Km dari Kota
Enrekang. Terdapat hamparan batu gamping seluas 300 m, dimana terdapat goresan berbagaia bentuk
batu berlubang yang berjumlah 56 buah yang diyakini merupakan peninggalan masa prasejarah. Di atas
hamparan batu tersebut, terdapat mesjid tua yang berumur ratusan tahun.

Terletak di Desa Pana Kec.Alla sekitar 42 Km dari ibukota Kabupaten Enrekang.

Di situs ini kuburan kuno yang masih mengunakan Erong sebagai wadah Kuburan dan ruangan gua yang
memiliki celah sehinggah dapat mengawasi keadaan Luar pada saat terjadi peperangan.

Kebun Raya Enrekang terletak di Desa Batumila, Kec. Maiwa sekitar 22 Km dari Kota Enrekang dengan
Luas sekitar 300 ha. Kebun Raya Enrekang salah satu kebun raya terbaik di antara 7 (tujuh) kebun raya
di Indonesia. Kebun ini berkosentrasi di bidang tropika (wilayah Wallceae), Pendidikan, Lingkungan dan
Pariwisata.

Terletak di Batuapi Desa Mangkawani, Kec. Maiwa sekitar 40 Km dari Kota Enrekang.

Desa ini terkenal sebagai kawasan percontohan untuk daerah desa bebas dari asap rokok yang sudah
terkenal baik dalam negeri maupun mancanegara. Desa ini terletak di Kec. Baraka yang berjarak 5 Km
dari kecamatan dan berjarak 50 Km dari Kabupaten Enrekang.

Kebudayaan Enrekang

Enrekang adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten
ini terletak di Kota Enrekang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.786,01 km² dan berpenduduk
sebanyak ± 190.579 jiwa. Ditinjau dari segi sosial budaya, masyarakat Kabupaten Enrekang memiliki
kekhasan tersendiri. Hal tersebut disebabkan karena kebudayaan Enrekang (Massenrempulu') berada di
antara kebudayaan Bugis, Mandar dan Tana Toraja. Bahasa daerah yang digunakan di Kabupaten
Enrekang secara garis besar terbagi atas 3 bahasa dari 3 rumpun etnik yang berbeda di Massenrempulu',
yaitu bahasa Duri, Enrekang dan Maiwa. Bahasa Duri dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Alla',
Baraka, Malua, Buntu Batu, Masalle, Baroko, Curio dan sebagian penduduk di Kecamatan Anggeraja.
Bahasa Enrekang dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Enrekang, Cendana dan sebagian penduduk di
Kecamatan Anggeraja.
Daerah ini disebut MASSENREMPULU yang artinya meminggir gunung atau menyusur gunung, sedang
sebutan Enrekang dari ENDEG yang artinya NAIK DARI atau PANJAT dan dari sinilah asal mulanya
sebutan ENDEKAN. Masih ada arti vrsi lain yang dalam pengertian umum sampai saat ini bahkan dalam
Adminsitrasi Pemerintahan telah dikenal dengan nama “ENREKANG” versi Bugis sehingga jika dikatakan
bahwa Daerah Kabupaten Enrekang adalah daerah pegunungan, sudah mendekati kepastian sebab jelas
bahwa Kabupaten Enrekang terdiri dari gunung-gunung dan bukit-bukit sambung menyambung
mengambil ± 85 % dari seluruh luas wilayah yang luasnya ± 1.786.01 Km². Dari berbagai macam
masyarakat kab. Enrekang akan ada beberapa kebudayaan yang tercipta sejak nenek moyang lahir. Baik
dari segi pemerintahan, bahasa, kekerabatan dan lain sebagainya. Enrekang cukup bisa diprediksikan
sebagai masyarakat Society (kesukuan) karena adanya tutur yang menyebutkan bahwa peradaban
Enrekang lebih dulu muncul dari peradaban Toraja dan diakui seorang pakar luar negeri bahwa memang
Enrekang adalah sebagai segmen suku tertentu di Sulsel. ”Kabupaten Enrekang mempunyai bahasa, adat
istiadat, seni budaya, kerajaan dan sejarah sendiri yang dikenal Massenrempulu bukan Bugis dan Toraja
seperti ditemukannya situs-situs dan artefak sejarah. Keberadaan sejarah budaya Massenrempulu diakui
beberapa pakar sejauh ini belum terkaji secara ilmiah dan digarap untuk dikembangkan demi
kepentingan generasi sebagai nilai budaya lokal, padahal dimaklumi nilai-nilai tradisi Massenrempulu
cukup kaya. Akan hal ini budaya Prof . Dr Abu Hamid yang sempat dimintai pendapatnya kepada Upeks
mengatakan, “Masyarakat Massenrempulu mempunyai kemauan keras untuk menunjukkan sebagai
etnis yang sejajar dengan etnis yang sudah ada, mungkin dimasa lampau belum sempat memperoleh
peluang karena kondisi sosial, ekonomi dan politik bisa jadi kesimpulan ini benar,” katanya. Karena itu
begitu banyaknya bukti peradaban situs dan artefak sepatutnya dibentuk semacam lembaga
kebudayaan Maspul untuk melakukan penelitian, pengkajian untuk mendukung kajian secara ilmiah.
(syamsul) Bumi Massenrempulu sangat kaya akan beragam seni budaya dan adat tradisi.

Dalam perkembangan sejarahnya, masyarakat hukum adat di Massenrempulu berkembang dinamis,


sejalan dengan perkembangan zaman. Sayang, masyarakat hukum adat yang benar-benar asli dan belum
tersentuh pengaruh dari luar, dalam kenyataannya telah berkurang. Tidak dipungkiri, seni budaya dan
adat istiadat berperan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, termasuk membangun dan
mensejahterakan seluruh rakyat, khususnya di Kabupaten Enrekang. Hanya saja, semuanya itu sudah
tidak mendapat perhatian lagi dari komponen masyarakat. Padahal, keanekaragaman seni budaya dan
adat istiadat yang dimiliki Kabupaten Enrekang sangat banyak. Tidak disangka, Enrekang adalah satu-
satunya wilayah yang ada di Sulawesi Selatan, yang memiliki lima kerajaan. Bone ataupun Luwu yang
sangat dikenal, hanya memiliki satu kerajaan saja. Inilah yang coba dipecahkan pemerintah Kabupaten
Enrekang untuk mencarikan solusinya. Melalui kegiatan Temu. Adat Massenrempulu tahun 2008, seni
budaya dan adat istiadat yang saat ini seakan terkubur oleh perkembangan zaman, coba dibangkitkan
lagi. Pertemuan para pemangku adat di seluruh wilayah Kabupaten Enrekang, dikumpulkan. Buntu
Kabobong dalam bahasa Enrekang (Massenrempulu) berarti gunung erotis. Pasalnya gigir gunung yang
berlipat-lipat ini kerapkali diasosiasikan dengan alat kelamin wanita. Layaklah jika kemudian populer
dengan sebutan Gunung Nona, Penelitian geologi mengungkap badan gunung, atau lebih tepatnya bukit,
yang berada di kaki Buntu Bambapuang ini terbentuk dari batu pasir. Konon dari dasar laut yang
terangkat akibat tumbukan lempeng benua. Terletak di jalan poros Makassar-Toraja. Bambapuang
adalah desa yang terletak di Kab. Enrekang, Sulawesi Selatan. Jika kita akan ke Tana Toraja dari arah
Makassar, tentu akan melewatinya. Cara mengenalinya mudah. Selepas dari kota Enrekang ke arah Tana
Toraja, kita akan melewati sederetan warung-warung di kanan jalan. Gunung Nona sebenarnya adalah
Gunung Buttu Kabobong. Kata kabobong dalam bahasa lokal berarti “sesuatu yang selayaknya
disembunyikan”. Orang dari luar area, daripada susah susah menyebut Buttu Kabobong, lalu
menyebutnya sebagai Gunung (maaf) Vagina. Karena kurang enak di dengar, kemudian disebut sebagai
Gunung Nona. Inilah gambar gunung erotis tersebut.

Sistem Religius Masyarakat Kabupaten Enrekang atau lebih dikenal dengan nama warga MASPUL
merupakan salah satu dari sekian banyak etnis yang ada di Sulawesi Selatan yang sangat taat
menjalankan ibadah kepercayaannya. Penduduk asli Kabupaten Enrekang merupakan pemeluk agama
Islam yang taat, ini dibuktikan dengan tidak adanya warga Maspul yang beragama lain diluar agama
Islam selain itu hampir setiap dusun memiliki rumah ibadah atau Mesjid, walaupun dusun tersebut jauh
berada di pelosok atau di lereng gunung. Kemudian tidak ada satupun rumah ibadah milik agama lain di
Kabupaten Enrekang meskipun ada beberapa warga pendatang yang beragama selain Islam yang
berdomisili di tempat itu. Namun, Alu’ Tojolo menjadi agama kepercayaan tradisional mereka sebelum
Islam masuk ke suku Duri. Agama kepercayaan tradisional ini mirip dengan agama kepercayaan
tradisional suku Toraja. Meskipun Islam telah mendarah daging bagi orang suku Duri, namun sebagian
kecil orang Duri masih ada yang mempertahankan agama kepercayaan tradisional. Misalnya di Baraka,
pengikut agama kepercayaan Alu' Tojolo ini mengadakan pertemuan secara teratur 1-2 kali dalam
sebulan. Masyarakat suku Duri juga tetap mempertahankan dan memelihara adat-istiadat sesuai dengan
ajaran nenek moyang mereka.

Sistem Bahasa Masyarakat Kabupaten Enrekang merupakan masyarakat majemuk dan masyarakat
sosial, sehingga dalam interaksi dan komunikasi antar sesama mereka memerlukan bahasa. Seperti juga
di daerah lain maka masyarakat Kabupaten Enrekang juga memiliki bahasa daerah tersendiri yang bila
didengar sepintas merupakan peralihan dari bahasa Bugis ke bahasa Toraja. Dikabupaten Enrekang ada
3 macam bahasa yang digunakan oleh penduduknya berdasarkan lokasi pemukiman mereka, yang
pertama adalah bahasa maroangin yang digunakan oleh mereka yang tinggal didaerah perbatasan sidrap
sampai ke daerah maiwa, yang kedua adalah bahasa enrekang yang digunakan oleh warga yang tinggal
didaerah perbatasan pinrang sampai kedaerah enrekang kota, yang ketiga yang merupakan bahasa yang
paling banyak digunakan oleh warga Maspul adalah bahasa duri yang digunakan oleh warga di 8
kecamatan di kabupaten Enrekang mulai dari Enrekang kota samapi ke perbatasan Tana Toraja. Namun
dengan adanya macam-macam bahasa yang tercipta di tanah Enrekang bukan berarti adanya strata
sosial yang menentukan tetapi perbedaan bahasa tersebut hanya berlaku sesuai dengan daerah
tersebut.

Sistem Pengetahuan Walaupun wilayah kabupaten Enrekang terletak jauh dari ibu kota Provinsi
Sulawesi selatan yaitu Kota Makassar akan tetapi masyarakat Kabupaten Enrekang adalah masyarakat
yang ingin maju, buktinya mereka terbuka dan menerima segala informasi dan teknologi yang masuk ke
daerahnya. Masuknya berbagai informasi pengetahuan dan teknologi ke Kabupaten Enrekang sebagian
besar merupakan andil dari warga Kabupaten Enrekang sendiri. Dari dulu warga Kabupaten Enrekang
terkenal dengan semangat menimba ilmunya yang tinggi, mereka rela meninggalkan kampung halaman
untuk menuntut ilmu di daerah lain yang mempunyai kualitas pendidikan yang lebih baik. Setelah
mereka menyelesaikan pendidikan mereka kembali ke kampungnya untuk membangun daerah tersebut
selain itu mereka tidak canggung untuk berinteraksi dengan pihak lain dalam upaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang ada di Kabupaten Enrekang. yang sangat membanggakan di daerah
ini sekarang adalah tidak ada satupun dusun yang memiliki sarjana (s-1) kurang dari sepuluh orang
kemudian banyak dari warga maspul yang turut pula membangun daerah – daerah lain baik itu di
Sulawesi Selatan maupun di Provinsi lain.

Sistem Mata Pencaharian Petani menjadi mata pencarian sebagaian besar masyarakat suku
Duri(Enrekang). Beberapa di antara mereka menanam tanaman keras dan memelihara hewan ternak.
Sebagian kecil lagi membuat barang kerajinan. Adapun tanaman pertanian suku Duri, terdiri dari padi,
jagung, ubi, cabai, dan bawang merah. Selain itu, ada pula yang memproduksi keju yang diolah secara
tradisional yang dikenal dengan nama dangke. Keju tersebut diolah dari susu sapi dan kerbau ditambah
sari buah atau daun pepaya. Dari uraian di atas, terlihat bahwa suku Duri memiliki hasil pertanian dan
peternakan yang cukup beragam. Namun dampak secara ekonomi belum begitu signifikan. Hal tersebut
karena infrastruktur berupa jalan yang laik belum mereka dapatkan. Jalan tersebut untuk memperlancar
distribusi hasil tani yang akan dijual. Hari ini tercatat sekitar 60% desa-desa belum memiliki sarana jalan
yang memadai. Hal ini mengakibatkan distribusi hasil-hasil bumi mereka menjadi mahal dan memakan
waktu yang lama. Diperlukan penyuluhan pertanian untuk mengolah tanah yang kurang subur, belum
lagi bantuan modal, dan cara pendistribusian barang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Duri. Hasil
dangke (keju) semestinya dapat dikembangkan dengan pengolahan secara industri dengan
menggunakan kemasan yang lebih menarik Guyuran hujan dan medan hutan yang cukup sulit, tidak
menyurutkan niat para petani untuk mengepung kawasan hutan di Kecamatan Enrekang. Ini dilakukan
demi mengamankan tanaman di ladang.Berburu babi secara massal yang oleh masyarakat Enrekang
disebut Marrangngan. Aktivitas ini memang sudah menjadi tradisi turun temurun para petani di Bumi
Massenrempulu. Konon kegiatan seperti ini sudah ada sejak tahun 1959, dan masih dipertahankan
hingga sekarang. Kegiatan yang melibatkan ratusan bahkan ribuan orang ini, ternyata cukup ampuh
untuk mengamankan tanaman para petani dari serangan hama babi. Para petani mengaku sudah dapat
tidur nyenyak pada malam hari, setelah mengepung kawasan hutan secara bersama-sama di sekitar
lahan perkebunan mereka. “Kalau kita sudah melakukan perburuan begini, maka kebun jagung atau padi
tidak perlu lagi dijaga sampai masa panen tiba, karena hama babi itu sudah menjauh,” ujar Mannahuri,
salah satu tokoh masyarakat Lewaja. Para petani mengaku harus begadang di kebun setiap malam untuk
mengamankan tanaman mereka dari serangan hama babi itu. Setelah kegiatan marrangngan, mereka
pun sudah dapat tidur dengan nyenyak. Hanya saja akhir-akhir ini, kegiatan yang diyakini mampu
memperkuat tali persaudaraan di antara sesama petani ini, rawan ditunggangi oleh elite-elite politik. Itu
karena massa yang tergabung dalam komunitas ini jumlahnya tidak sedikit.

Sistem Kesenian Musik bambu, alat musik tradisional Suku Massenrempulu, Kabupaten Enrekang,
Sulawesi Selatan. Musik bambu Enrekang yang terancam punah itu, berhasil ditampilkan kembali
dengan baik. Surugana Bambapuang atau surga dari Gunung Bambapuang. Itulah lagu yang melukiskan
keindahan gunung yang berada sekitar 3.400 meter dari permukaan laut (dpl) dan menjadi lagu khas
Suku Massenrengpulu yang mendiami Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan. Lagu itu
mengalun indah lewat konser musik bambu yang dimainkan kelompok tani serta siswa sekolah dasar
dan menengah dari berbagai kecamatan di Kabupaten Enrekang, Musik bambu Enrekang yang terancam
punah itu, berhasil ditampilkan kembali dengan baik. Masyarakat Suku Massenrengpulu (Maiwa, Duri
dan Enrekang) menyebut musik bambu sebagai musik bas, semua peralatannya terbuat dari bahan
bambu pelang atau petung, bentuknya menyerupai peralatan musik angklung dari Jawa Barat. Angklung
dan musik bas dimainkan secara berkelompok. Hanya saja bedanya, alat musik angklung mengandalkan
bunyi suara bamboo, sedangkan musik bas adalah alat musik tiup. Alat tiup itu pun terus berkembang
dan menjadi sarana hiburan rakyat di pedalaman Enrekang, dilengkapi alat tabuh yang dibuat dari kulit
sapi dan dimainkan beramai-ramai pada saat upacara adat, menyambut musim panen atau pesta rakyat.
“Kalau ada sunatan atau pengantin, alat ini masih sering dipakai sebagai hiburan. Juga tak ketinggalan
tentang lagu-lagu daerah yang tetap populer didaerah masing-masing seperti, Dalle lolona endekan dan
Suruganna Bambapuang. Berikut beberapa objek wisata yang terdapat di kab. Enrekang:

1. Permandian Alam Lewaja Permandian Alam Lewaja mempunyai jarak 6 km dari Ibu kota Enrekang.
Arah timur dapat ditempuh dalam waktu 15 menit. Disamping dapat menikmati kolam kita dapat juga
menikmati keindahan alam lewaja, dengan air yang jernih dan sejuk.

2. Air Terjun Lambai Terletak di Batuapi Desa Mangkawani Kec.Maiwa sekitar 40 Km dari Kota Enrekang.

3. Lo'ko Bubau. Kabupaten Enrekang terkenal dengan sebutan Negeri Seribu Gua.Lo'ko Bubau
merupakan salah satu goa yang sangat menajubkan gengan stalaktit dan Stalakmit yang sunguh
mempesona.gua ini terletak di desa Kandinge Kec.Baraka,53 Km dari kota Enrekang.

4. Desa Bone - Bone ( Kampung Bebas Asap Rokok ) Desa ini terkenal sebagai kawasan percontohan
untuk daerah desa bebas dari asap rokok yang sudah terkenal baik dalam negeri maupun
mancanegara.Desa ini terletak di Kec.Baraka yang berjarak 5 Km dari kecamatan dan berjarak 50 Km dari
kabupaten Enrekang.

5. Sapo Kaluppini ( Rumah Kaluppini ) Rumah Adat di desa Kaluppini kecamatan Enrekang di gunakan
sebagai tempat pelaksanaan adat Maccerang Manurung yang diadakan sekali dalam 8 ( Delapan ) Tahun.

6. Situs Tontonan. Situs Tontonan yang dulu di kenal dengan serambi mayat merupakan situs
peninggalan prasejarah dimana terdapat mandu atau erong sebagai wadah kubur pada zaman sebelum
masuknya Islam Situs terletak di Tontonan Kel.Tanete Kec.Anggeraja 27 Km dari Kabupaten Enrekang
.Kawasan Ini juga menjadi pusat kegiatan panjat tebing yang dilengkapi sarana Outbond lainnya.

7. Bunker Jepang Bunker Jepang ( Nippon ) adalah benteng pertahanan pada zaman penjajahan Jepang
digunakan untuk menghadapi tentara sekutu dan tentara perjuangan indonesia yang banyak di temukan
di sekitar Gunung Bambapuang 16 Km dari Kota Enrekang, tepatnya Kecamatan Alla.

8. Lo'ko Palakka ( Goa Palakka ) Lo'ko Palakka terletak di Labatu Desa Palakka Kecamatan Maiwa sekitar
7 ( tujuh ) dari kecamatan Maiwa.

9.Situs Benteng Alla Di situs ini kuburan kuno yang masih mengunakan Erong sebagai wadah Kuburan
dah ruangan gua yang memiliki celah sehinggah dapat mengawasi keadaan Luar pada saat terjadi
peperangan.
10. Villa Bampapuang Villa tersebut sangat strategis karena lokasinya berada pada jalur menuju daerah
wisata Tana Toraja yaitu 18 km arah utara Kab. Enrekang dan berada pada ketinggian 800 m diatas
permukaan air laut. Di Villa ini wisatawan sering mengambil gambar keindahan Gunung Buttu Kabobong
yang biasa di kenal dengan sebutan "Gunung Nona".

11. Lo'ko Malilin ( Goa Malilin ) Terletak di Desa Pana Kec.Alla sekitar 42 Km dari ibukota kabupaten
Enrekang.

12. Lo'ko Tappaan ( Goa Tappaan ) Terletak di desa Limbuang Kec.Maiwa sekitar 50 Km dari kota
Enrekang di dalam lo'ko ( goa ) tappaan terdapat kolam kecil dan air terjun setinggi 7 ( tujuh ) meter. 13.
Buntu/ Buttu Kabobong Buttu Kabobong berada diwilayah di Desa Bambapuang kecamatan Anggeraja
dengan menempuh jarak 18 km dari kota Enrekang dari arah utara menuju Tana Toraja atau sekitar 800
m dari permukaan air laut dan dapat ditempuh 20 menit perjalanan.

14. Situs Batu Tondon Situs Batu Tondon terletak di tondon Desa Tongkonan Kecamatan Enrekang
sekitar 20 Km dari kota Enrekang terdapat hamparan baru gamping seluas 300 m dimana terdapat
goresan berbagaia bentuk,batu berlubang yang berjumlah 56 buah yang diyakini merupakan
peninggalan masa prasejarah di atas hamparan batu itu terdapat mesjid tua yang berumur ratusan
tahun.

15. Maccerang Manurung Palipada Pesta Adat Maccerang Manurung Palipada diadakan sekali dalam 8
Tahun di Desa Kaluppini Kec.Enrekang , 9 Km dari Kota Enrekang.

16. Gunung LATIMOJONG Gunung Latimojong adalah gunung tertinggi di Sulawesi Selatan dengan tinggi
3478 mdpl,yang sudah sering menjadi ajang pendakian bagi pencinta alam,berada di desa karangan
Desa Latimojong Kec.Baraka sekitar 70 Km dari Kota Enrekang.

17. Batu Kodok Terletak sekitar situs Tontonan di kelurahan Tanete dan tidak jauh dari situs
tontonan,batu ini terletak di tengah sungai serta batu ini terbentuk secara alamiah sehinggah dapat
menyeruapai kodok.

18. Bola Battoa ( Rumah Besar ) Rumah adat di Lembong desa Rangga Kec.Enrekang rumah ini berusia
kurang lebih 200 tahun dan dalam keadaan terawat dan terpelihara secara turun temurun.

19. Kebun Raya Enrekang Kebun Raya Enrekang terletak di Desa Batumila Kec.Maiwa sekitar 22 Km dari
kota Enrekang dengan Luas sekitar 300 HA.Kebun Raya Enrekang salah satu kebun raya terbaik di antara
7 ( tujuh ) kebun raya di Indonesia. Kebun ini berkosentrasi di bidang tropika ( wilayah Wallceae ),
Pendidikan, Linkungan dan Pariwisata.

Sistem Peralatan Untuk mengakses daerah-daerah perkantoran, perdagangan, pertanian, dan


tempat tujuan lainnya, masyarakat dengan mudah dapat mencapainya, karena pada umumnya
masyarakat di Kabupaten Enrekang sudah memanfaatkan tekhnologi canggih pada sistem transportasi,
seperti Motor (bentor, ojek, motor rental), Mobil (angkot), sama halnya dengan alat transportasi, alat
komunikasi juga sudah menggunakan tehknologi yang canggih, seperti telefon rumah, Handpone
(telepon genggam), internet, dll. Masyarakat Kabupaten Enrekang sangat bergantung pada pertanian,
dan di buktikan dengan tujuan daerah yaitu Daerah Agropolitan. Dalam bidang pertanian masyarakat
masih menggunakan alat-alat tradisional seperti : cangkul, parang, linggis, sabit, dan lain-lain.

Sistem Kemasyarakatan Warga Kabupaten Enrekang secara umum memiliki pola sosial kemasyarakatan
yang sama dengan daerah lain. Dimana mereka juga memiliki lembaga-lembaga sosial masyarakat baik
itu bersifat formil maupun non formil. Semuanya itu mengurus berbagai macam kebutuhan dan polemic
dalam kehidupan sosial bermayarakat warga setempat dalam kesehariannya. Pada saat ini pola
kehidupan yang bersifat kerajaan atau yang mengistemawakan para keturunan raja atau kaum
bangsawan sudah tidak kental lagi karena sekarang warga masyarakat telah mengalami perubahan
pandangan dalam pola hidup yang disebabkan oleh serbuan informasi dan pengetahuan dari berbagai
penjuru selain dari terjadinya akulturasi kebudayaan dari daerah lain.

Anda mungkin juga menyukai