Anda di halaman 1dari 59

ISOLASI JAMUR DARI TANAH BENGKEL MOTOR

SEBAGAI PENDEGRADASI LIMBAH


SENYAWA HIDROKARBON

SKRIPSI

PUPUT FEBRIANTO
120802070

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ISOLASI JAMUR DARI TANAH BENGKEL MOTOR
SEBAGAI PENDEGRADASI LIMBAH
SENYAWA HIDROKARBON

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai


gelar Sarjana Sains

PUPUT FEBRIANTO
120802070

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERSETUJUAN

Judul : Isolasi Jamur Dari Tanah Bengkel Motor Sebagai


Pendegradasi Limbah Senyawa Hidrokarbon

Kategori : Skripsi
Nama : Puput Febrianto
Nomor Induk Mahasiswa : 120802070
Program Studi : Sarjana (S1) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan, September 2017

Komisi Pembimbing:
Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Rumondang Bulan,MS Dr. Firman Sebayang,MS


NIP: 195408301985032001 NIP: 195607261985031001

Diketahui/Disetujui oleh:
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,

Dr. Cut Fatimah Zuhra,S.SI,M.SI


NIP: 197404051999032001

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN

Isolasi Jamur Dari Tanah Bengkel Motor Sebagai Pendegradasi


Limbah Senyawa Hidrokarbon

SKRIPSI

Saya mengakui skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, September 2017

PUPUT FEBRIANTO
120802070

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGHARGAAN

Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahirabbil‟alamin, puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan Penulis kemudahan dan jalan hingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam Penulis hadiahkan kepada Nabi
Muhammad saw yang telah membawa umatnya ke alam penuh ilmu pengetahuan.

Ucapan terimakasih yang setulusnya Penulis berikan kepada orangtua Penulis


almarhumah ibunda Jastikawati, dan ananda mengucapkan terima kasih yang
sedalam–dalamnya, pengorbanan yang ibunda berikan kepada kami tidak ternilai
harganya. Dan terkhusus untuk Umi Nafisah, Buk Metri Azizah dan kakanda
Dessy Lismadora yang telah membesarkan dan memberikan dukungan baik moril
dan materil serta kasih yang tiada tara hingga Penulis berhasil sampai ke titik ini.
Untuk keluarga Penulis Abangda Novrial Jalius dan keluarga, kakanda Iyen,
Dewi, Ade fitriani dan Mima ningsih serta adek penulis M Abdullah Rehan,
terimakasih atas segala dukungan serta doa hingga Penulis bisa menyelesaikan
skripsi Penulis ini. Dan seluruh keluarga besar yang tidak bisa Penulis sebutkan
satu persatu.

Terimakasih Penulis ucapkan sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Firman


Sebayang, M.S selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Rumandang Bulan, M.S selaku
pembimbing II atas segala bimbingan baik itu dari segi ilmu dan waktu yang telah
diberikan kepada Penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih kepada Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra,S.Si., M.Si dan Ibu Dr. Sofia
Lenny, S.Si., M.Si selaku ketua jurusan dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA
USU yang telah memberikan kemudahan terhadap apa yang Penulis perlukan
selama ini, serta seluruh staf pegawai Departemen Kimia FMIPA USU yang telah
membantu segala keperluan Penulis selama ini.

Terimakasih Penulis ucapkan sebesar-besarnya kepada Bang Edi satrio dan Kak
Vika yang telah menjadi sesosok Abang dan kakak selama penulis menjalani
akademis di Departemen Kimia FMIPA USU. memberikan dukungan baik moril
dan materil untuk Membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi penulis.

Kepada teman – teman seperjuangan Kimia 2012 yang sangat membantu dalam
proses perkuliahan hingga skripsi Penulis, keluarga besar Laboratorium Biokimia
(Henri, Fitri, Nurul, Nikmah, Dian, hamdan, rifki, arwinda, erfi, ika, nur‟aini,
wike, adek-adek 2014) dan Vina Rahayu yang telah memberi masukan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi penulis serta terkhusus kepada Fadillah
Puspita Dewi yang sangat membantu dan memberikan dukungan kepada Penulis
sampai menyelesaikan skripsi ini, Penulis ucapkan terimakasih.

Penulis

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ISOLASI JAMUR DARI TANAH BENGKEL MOTOR
SEBAGAI PENDEGRADASI LIMBAH
SENYAWA HIDROKARBON

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengisolasi jamur dari tanah terkontaminasi


oleh oli di tanah bengkel motor sinar agung setia budi. jamur dikembangbiakan
secara bertahap dalam media Potato Dextro Agar (PDA) dan selanjutnya
menggunakan media Stone Mineral Salt Solution (SMSS) dan ditambahkan 2%
minyak solar dengan menggunakan metode cawan sebar pada suhu ruang dan
pengocokan 120 rpm. dan hasil isolasi diperoleh 5 jamur yang berpotensi
dalam mendegradasi minyak solar yaitu SP 1, SP 2, SP 4, SP 5, dan SP 10.
Kelima isolat diuji kemampuannya dalam mendegradasi minyak solar
sebanyak 5 ml dalam media Stone Mineral Salt Solution (SMSS) sebanyak 30
ml. Hasil pengujian menunjukkan isolat SP 1 mampu mendegradasi lebih baik
dibandingkan isolat lainnya yaitu sebesar 100% selama 3. Sedangkan isolat SP
5 mendegradasi 4.3 ml sekitar 86 %, isolat SP 4 mendegradasi 3.6 ml sekitar
72%, SP 2 mendegradsi 3 ml sekitar 60%, dan paling sedikit ialah isolat SP 10
mendegraasi sebesar 2.4 ml sekitat 48%. Kemampuan isolat-isolat jamur ini
dalam mendegradasi minyak solar yang bervariasi kemungkinan disebabkan
karena kemampuannya dalam menghasilkan biosurfaktan dan enzim yang
dihasilkan.

Kata kunci : Biodegradasi, minyak solar, jamur

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FUNGI ISOLATION FROM THE SOIL OF MACHINE SHOP
AS HYDROCARBON-COMPOUND WASTE
DEGRADATION AGENT

ABSTRACT

This research has been performed to isolate fungi from contaminated soil by oil in
sinar agung machine shop, setia budi. Fungi was reproduced gradually in Potato
Dextro Agar (PDA) medium and then using medium of Stone mineral salt
solution and added 2% diesel oil at room temperature incubation and 120 rpm
agitation. And isolation result obtained 5 fungi potentally degradation diesel oil
SP 1, SP 2, SP4 SP5, and SP 10. The 5 isolates tested its ability to degrade 5 ml
diesel oil in stone mineral salt solution (SMSS) medium as much 30 ml.the test
result showed that SP 1 isolate was able to degrade better than the other isolates
which was 100% for 3 day. While SP 5 isolates degraded 4,3 ml in the amount of
86%, SP 4 degraded 3,6% in the amount of 72%, SP 2 degraded 3ml in the
amount of 60 %, and at least is isolate of SP 10 degraded 2,4 ml in the amount of
48%. The ability of these fungi isolates to degrade varied diesel oil may be due to
their ability to produce biosurfactants an enzymes produced

Keywords : Biodegradation, diesel oil, fungi

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vi
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Daftar Lampiran x

BAB 1 Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 4
1.3. Pembatasan Masalah 4
1.4. Tujuan Penelitian 4
1.5. Manfaat Penelitian 5
1.6. Lokasi Penelitian 5
1.7. Metodologi Penelitian 5

BAB 2 Tinjauan Pustaka 7


2.1. Tanah 8
2.2. Mikroorganisme dalam tanah 8
2.3. Jamur 8
2.4. Kurva Pertumbuhan 9
2.5. Faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Fungi 10
2.6. Minyak bumi 13
2.7. Pencemaran lingkungan oleh minyak 13
2.8. Penanggulangan pencemaran lingkungan oleh minyak 15
2.8.1. Metode Fisika 15
2.8.1. Metode Kimia 16
2.9. Bioremediasi 17
2.9.1. Metode Bioremediasi 18
2.9.2. Pembagian Bioremediasi berdasarkan lokasi 19

BAB 3 Metode Penelitian 20


3.1. Alat dan Bahan 20
3.1.1. Alat 20
3.1.2. Bahan 21
3.2. Prosedur Penelitian 22
3.2.1. Isolasi Jamur dari tanah bengkel 22
3.2.2. Pembuatan Media Stone Mineral Salt Solution (SMSS) 22
3.2.3. Skrining Jamur Pendegradasi Solar 22

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2.4.Karakterisasi Jamur Secara Makroskopis 23
danMikroskopis
3.2.5. Uji Degradasi Minyak Solar 23
3.3. Bagan Penelitian
3.3.1.Isolasi Jamur dari tanah bengkel 24
3.3.2. Pembuatan Media Stone Mineral Salt Solution (SMSS) 24
3.3.3. Skrining Jamur Pendegradasi Solar 25
3.3.4. Karakterisasi Jamur Secara Makroskopis dan 25
Mikroskopis
3.3.5. Uji Degradasi Minyak Solar 26

BAB 4 Hasil Dan Pembahasan


4.1 Hasil Penelitian
4.1.1. Isolasi dan seleksi Jamur dari tanah bengkel sebagai 27
pendegradasi minyak solar
4.1.2. Identifikasi Jamur pendegradasi minyak solar 29
4.1.3 Uji kemampuan Jamur untuk mendegradasi Minyak solar 31
4.1.4 Hasil uji gugus fungsi dengan alat spektrofotometer IR 34

Bab 5 Kesimpulan Dan Saran


5.1. Kesimpulan 35
5.2. Saran 35

Daftar Pustaka 36
Lampiran 40

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

Table 4.1 Isolat jamur yang diperoleh dari tanah bengkel motor 28
Tabel 4.2 karakteristik jamur secara makroskopis 29
Tabel 4.3 Hasil rataan penguraian kadar minyak solar 32
Table 4.4 Analisa gugus fungsi minyak solar 34

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar

Gambar 1.1 Teknik Pengenceran 6


Gambar 2.1 Kurva pertumbuhan fungi 10
Gambar 4.1 Sel jamur yang tumbuh dalam media PDA 27
Gambar 4.2 karakteristik jamur secara mikroskopis 30
Gambar 4.3 Spektrum FT-IR senyawa kontrol (Minyak Solar) 35
Gambar 4.3 Spektrum FT-IR dari isolat jamur 37

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


Lampiran

Lampiran 1 Hasil Isolasi jamur dari tanah bengkel motor 41


Lampiran 2 Hasil Skrining jamur dari tanah bengkel motor dalam 42
media SMSS padat
Lampiran 3 Gambarhasil analisa FT IR 43

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak bumi merupakan sumber energi utama bagi kegiatan industri,


transportasi, dan rumah tangga. merupakan campuran kompleks senyawa organik
yang terdiri atas senyawa hidrokarbon dan nonhidrokarbon. Minyak solar yang
berasal dari Gas Oil, yang merupakan fraksi minyak bumi dengan kisaran titik
didih antara 2500C sampai 3500C yang disebut juga midle destilat. Komposisi
Minyak bumi ini disusun oleh karbon sekitar 85% dan hidrogen 12%
(hidrokarbon) serta 1-5% unsur nitrogen, fosfor, sulfur, oksigen serta unsur
logam. Senyawa Hidrokarbon yang berasal dari minyak, walaupun bukan zat
senobiotik namun dapat berpotensi menjadi sumber kontaminasi utama pada
lingkungan (Koesoemadinata, 1980).
Pencemaran lingkungan secara garis besar dapat dikelompokan menjadi
pencemaran air, tanah dan udara. Dimana terjadi perubahan tatanan lingkungan
oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun
sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau
dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengolahan
Lingkungan Hidup No.4 Tahun 1982).
Pencemaran minyak bumi dapat berasal dari tumpahan selama kegiatan
pengeboran, produksi, pengilangan, dan transportasi. Salah satu kontaminan
minyak bumi yang sulit diurai adalah senyawaan hidrokarbon. Ketika senyawa
tersebut mencemari permukaan tanah, maka zat tersebut dapat menguap, tersapu
air hujan, atau masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat beracun.
Akibatnya, ekosistem dan siklus air juga ikut terganggu (Karwati. 2009)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Keberadaan kontaminan yang sukar diuraikan dan bersifat toksik pada


tanah akan. menjadi masalah yang serius karena difusi oksigen dalam tanah
terganggu. Sehingga Beberapa mikroorganisme dalam tanah akan mati, merusak
perakaran tumbuhan, dan mencemari air tanah (Merasbi. 2003) (Alexander. 1999).
Sedangkan Tumpahan minyak pada perairan laut akan membentuk lapisan film
pada permukaan air, teremulsi dan diadsorbsi oleh sendimen- sendimen yang
berada di dasar laut. Minyak yang membentuk lapisan film pada permukaan air
laut akan menyebabkan terganggunya proses fotosintesis dan respirasi organisme
laut. Minyak yang teremulsi dalam air akan mempengaruhi epitelial insang ikan
sehingga menggangu proses respirasi (mukhtasor, 2007). bila pencemaran ini
tidak segera diatasi, dampaknya akan sangat besar dan sangat merugikan bagi
biota air seperti ikan, burung pemakan ikan.

Pencemaran dapat diatasi dengan cara fisika, dimana pengolahan awal


yaitu dengan cara melokalisasi tumpahan minyak menggunakan pelampung
pembatas (oil booms), yang kemudian akan ditransfer dengan perangkat pemompa
(oil skimmers) ke sebuah fasilitas penerima reservoir baik dalam bentuk tangki
setelah itu dibakar dan bisa juga dilanjutkan dengan pengolahan secara kimia
dengan pelarut atau surfaktan. Hal ini dapat mengakibatkan keracunan pada
organisme air dan juga dapat meningkatkan biaya pemulihan (Kittel. 1994).

Metode lain yang dapat dipakai dalam proses pembersihan tempat-tempat


yang tercemar minyak adalah secara biologi seperti bioremediasi. Metoda ini
lebih murah, lebih aman, dan tidak menghasilkan senyawa toksik ke lingkungan
(Munir,E.2006).karena senyawa hidrokarbon yang merupakan komponen
pembentuk minyak bumi digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa
mikroorganisme tertentu, sedangkan senyawa non-hidrokarbon merupakan nutrisi
pelengkap bagi pertumbuhannya, sehingga dapat melakukan metabolisme secara
balk (Udiharto, 1992).
Mikroorganisme mampu menyebabkan berbagai macam perubahan kimia.
dikarenakan mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk Penguraian suatu
bahan organik kompleks menjadi bentuk lain yang lebih sederhana CO2, H20 dan
logam dengan aktivitas mikroorganisme (Thomas.1992). Hal inilah yang disebut
dengan „Biochemical Diversity‟ atau keanekaragaman biokimia yang menjadi ciri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

khas mikroorganisme. Disamping itu, yang lebih penting lainnya adalah


mekanisme perubahan kimia oleh mikroorganisme sangat mirip dengan yang
terjadi pada organisme tingkat tinggi. Konsep ini dikenal dengan „Unity in
Biochemistry‟ yang artinya bahwa proses biokimia pada mikroorganisme adalah
sama dengan proses biokimia pada semua makhluk hidup termasuk manusia.
(Priyani,N.2003)

Bioremediasi merupakan aplikasi dari prinsip- prinsip dari suatu proses


biokimia untuk mengolah air, tanah, dan lumpur yang terkontaminasi oleh zat-
zat kimia yang berbahaya. Berkembangnya metode ini dikarenakan teknik
penerapannya yang relatif mudah dilapangan dengan biaya operasional yang
murah (Eweis.1998). Metode ini sangat bagus diterapkan di indonesia, disebakan
oleh kondisi iklim dan kelembapan yang sangat bagus, serta keanekaragaman
mikroorganisme yang tinggi.

Keberadaan mikroorganisme (bakteri, jamur, dan kamir) juga mempunyai


potensi yang cukup besar pada zaman sekarang ini. Kemampuan mikroorganisme
yang telah direkayasa untuk tujuan tertentu menjadikan cabang baru yang dikenal
dengan bioteknologi (priyani, N. 2003),

Penelitian Alpentri (2001), dengan judul “evaluasi kemampuan isolat


jamur dari salah satu sumur minyak diminas dalam mendegradasi minyak bumi” .
dan memperoleh isolat jamur yang baik dalam mendegradasi minyak bumi adalah
kultur campuran mempunyai kemampuan biodegradasi minyak bumi lebih baik
dibandingkan dengan Penicillium sp dan Aspergillus sp.

Nurhariyati (2001) telah mengisolasi khamir dan kawasan tercernar


minyak di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan berhasil mendapatkan 9 isolat
khamir, diantaranya adalah dan genus Candida dan Rhodotorula.

Hussein Al-Nasrawi (2012) dengan judul “Biodegradation of Crude Oil by


Fungi Isolated from Gulf of Mexico” dan diperoleh empat isolat yang mampu
mendegradasi minyak, yaitu Aspergillus niger ( 8.6%), Penicillium documbens
(7.9 %) and Cochliobolus lutanus (4.7%) , dan Fusarium solani (1.9%).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulistertarik untuk melakukan


penelitian tentang“isolasi jamur dari tanah bengkel motor sebagai pendegradasi
limbah senyawa hidrokarbon” danmelihat potensi dari jamur sebagai agen
bioremediasi terhadap lingkungan tercemar yang disebabkan oleh senyawa
hidrokarbon.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana cara mengisolasi jamur dari tanah terkontaminasi?


2. Bagaimana potensi jamur untuk pendegradasi senyawa hidrokarbon ?
3. Bagaimana kandungan dari metabolit jamur pada proses bioremediasi
senyawa hidrokarbon?

1.3 Pembatasan Masalah

1. Isolat jamur yang digunakan adalah jamur yang diperoleh dari tanah
bengkel di Sinar Agung Motor – Jl. Setia Budi
2. Isolasi jamur ditumbuhkan dengan menggunakan medium Stone Mineral
Salt Solution (SMSS)
3. Senyawa hidrokarbon yang digunakan adalah minyak solar
4. Waktu yang digunakan untuk uji degradasi adalah 7 hari

5. Suhu Fermentasi dilakukan pada suhu 30oC

6. Pengujian gugus fungsi dengan alat instrumen spektofotometer IR

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui cara isolasi jamur dari tanah yang terkontaminasi oleh
minyak
2. Untuk mengetahui potensi jamur sebagai pendegradasi minyak
3. Untuk mengetahui metabolit jamur pada proses bioremediasi senyawa
hidrokarbon

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi


mengenai potensi jamur sebagai pendegradasi atau menguraikan senyawa
hidrokarbon untuk mengatasi pencemaran lingkungan. dan sebagai sumber
informasi untuk pengembangan penelitian lebih lanjut

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan,


Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sumatera Utara

1.7 Metodologi Penelitian

Isolasi jamur pendegradasi limbah solar, dimasukan 5 gram tanah kedalam


tabung reaksi sebagai stok pengenceraan awal dan dilakukan pengenceran sampai
10-6 sambil di vortex dan diambil sampel pada setiap pengenceran 10-2, 10-3, 10-4,
10-5. Dituang media Potatoes Dextrose Agar (PDA) ke dalam petri sebagai media
pertumbuhan jamur. Tunggu hingga media memadat. Diambil sebanyak 0,1 ml
dari pengenceran 10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5kemudian dituang kemasing-masing petri
menggunakan metode cawan sebar. Diinkubasi dalam inkubator jamur selama 48
jam. Dilihat karakteristik pertumbuhan jamur yang tumbuh dan dicatat.
Dilanjutkan dengan kultur jamur Teknik biakan murni (TBM) didalam media
PDA untuk mendapatkan beberapa jenis jamur yang lebih murni.

Diinokulasikan sebanyak 3 kockborror jamur ke dalam erlenmeyer yang telah


berisi media SMSS cair steril sebanyak 30 ml, ditambahkan 3 ml solar ke dalam
erlenmeyer, kemudian. Di shacker selama 7 hari pada suhu ruang dengan
kecepatan 100. Diamati pada hari ke-3, hari ke-5 dan hari ke-7 dan dicatat
hasilnya. Pada Hari ke-7 dimasukkan masing-masing erlenmeyer ke dalam tube
sentrifugase dan disentrifuge pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Dihitung
selisih minyak solar pada medium awal sebelum degradasi dengan minyak solar
sisa dan dianalisa gugus fungsi dengan FT-IR.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

Gambar 1.1 Teknik pengenceran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah
Sacara umum tanah sering didefinisikan sebagai lapisan lapisan luar kulit bumi
(lithosphere: litho = batuan) dengan ketebalan berkisar dari beberapa cm hingga
lebih dari 3 meter (lewandowsky. 2000), tanah merupakan media alami tempat
hidup oleh tanaman dan biota lain, karena tanah dapat menyediakan sumber
nutrisi bagi tanaman dan biota yang lain baik itu berupa bahan organik maupun
anorganik (Baker dan Herson, 1994). Dalam tiap gram tanah yang subur
mengandung jutaan bahkan miliaran jasad mikro, dan ribuan hewan kecil
(Sullivan. 2004). Oleh karena itu tanah lebih tepat dipandang sebagai suatu
komunitas yang hidup dalam suatu tubuh alam yang inert (Rao, N.S. 1994).
Pengaruh biota tanah, baik itu secara mikro maupun makro terhadap
penyusunan tubuh tanah/ pembentukan tanah, kesuburan tanah, dan lingkungan
sangatlah penting. Biota yang hidup didalam tanah yang ditempatinya dapat
menyebabkan perubahan fisika- biokimia tanah. Hal ini termasuk reaksi- reaksi
yang dilakukan oleh organisme, baik itu interaksi yang terjadi antar organisme
dan interaksi antara organisme dengan lingkungannya (hanafiah,A.2009).
Biota tanah dapat dikelompokkan menjadi tumbuhan (flora) dan binatang
(fauna) tanah. Berdasarkan ukuran tubuhnya, fauna tanah dapat dibedakan
menjadi 3 golongan, yaitu (Wallwork,1974):
1. Mikrofauna, yaitu hewan tanah yang ukuran tubuhnya 20-200 μ, misal ;
Protozoa, Acarina, Nematoda, Rotifera, dsb.
2. Mesofauna, yaitu hewan tanah yang ukuran tubuhnya 200 μ -1 cm, misal ;
Acarina, Collembola, Nematoda, Rotifera, Araneida, Larva serangga,
Isopoda, dsb
3. Makrofauna, yaitu hewan tanah yang ukuran tubuhnya ≥ 1 cm. Misal :
Megascolesidae, Mollusca, Insecta, Vertebrata kecil dsb.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

2.2 Mikroorganisme dalam tanah


Mikroorganisme merupakan suatu jasad renik yang berukuran sangat
kecil. kebanyakan mikroorganisme berada dalam tanah, hal ini disebabkan karena
dalam tanah telah banyak menyediakan sumber nutrisi untuk kelangsungan hidup
dari mikroba itu sendiri (Rao,S.1994). Mikroorganisme terdapat di lingkungan
perairan, tanah maupun udara. Masing¬masing mikroorganisme akan beradaptasi
dan tumbuh sesuai dengan kondisi lingkungannya. Berdasarkan sifat tersebut,
maka mikroorganisme pada umumnya dapat hidup dan berkembang diberbagai
lingkungan (Dwidjoseputro, 1990).

Mikroorganisme dalam tanah terdiri dari jamur, bakteri, aktinomisetes,


dan protozoa merupakan komponen yang sangat penting dalam ekosistem tanah
karena mereka memiliki peranan utama dalam siklus nutrisi, mempertahankan
struktur tanah, dan juga mengatur pertumbuhan tanaman melalui berbagai
transformasi bahan kimia yang terjadi didalam tanah (Munir,E.2006).

Mikroorganisme juga mempunyai potensi yang cukup besar untuk


membersihkan lingkungan, Hal ini dikarenakan mikroorganime mempunyai
kemampuan untuk mendekomposisi atau menguraikan senyawa kompleks.
Mikroorganisme membutuhkan karbon untuk melangsungkan hidupnya. Sumber
karbon didapat dari senyawa organik itu sendiri (wong dkk,1997).

Kemampuan dari mikroorganisme telah banyak direkayasa untuk tujuan


tertentu sehingga menjadikan cabang baru dalam mikrobiologi industri yang
dikenal dengan bioteknologi, karena sifat nya yang sangat sederhana dan proses
perkembangbiakan yang sangat cepat serta adanya berbagai variasi metabolisme,
sehingga total jumlah perkembangan mikroba (jasad renik) di dalam tanah telah
dijadikan sebagai indeks kesuburan tanah (fertility indeks), tanpa
mempertimbangkan hal-hal lain (Priyani, N. 2003).

2.3 Jamur
Jamur mendominasi semua jenis tanah dengan keragaman yang paling besar
diantara mikroba tanah. Umumnya jamur membutuhkan kondisi aerasi tanah yang
baik (aerob), hanya sedikit dari kelompok ini yang bersifat anaerob dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

kebanyakan spesies jamur lebih toleran terhadap kemasamam dibandingkan


bakteri dan aktinomisetes, sehingga banyak populasi jamur pada kondisi tersebut
(hanafiah, A. 2009)

Secara taksonomi jamur tanah dibagi 2 kelas yaitu Hyphomycetes dan


zygomycetes. Hyphomycetes memproduksi spora aseksual, miselia bersepta.tipe
conidia dari spora aseksual berasal conidiophore, zygomycetes dan jamur lain
menghasilkan seksual dan aseksual spora (Yulipriyanto, H. 2010)

Jamur begitu beragam sehingga sulit menggolongkan mereka atas dasar morfologi
atau sumber karbonnya. Genus yang dominan pada tanah dapat menggunakan
berbagai sumber karbon Peran jamur terhadap kualitas tanah antara lain dalam
proses dekomposisi bahan organik (hanafiah, K.2005).

Ada beberapa keuntungan yang didapat dari mikroorganisme pendegradasi


minyak, antara lain populasi alami sudah beradaptasi dan berkembang dengan
baik di lingkungannya dan kemampuan untuk menggunakan hidrokarbon telah
disebarkan dalam populasi mikroba, populasi ini terbentuk secara alamiah dan di
daerah tercemar yang jumlah mikroorganismenya cukup, tidak perlu lagi
ditambahkan mikroorganisme untuk membantu degradasi (Ghazali dkk., 2004).

2.4 Kurva pertumbuhan


Setiap mikroorganisme mempunyai kurva pertumbuhan, begitu juga dengan fungi.
Kurva pertumbuhan tersebut mempunyai beberapa fase (Roosheroe, I. G. 2006),
antara lain:

1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel- sel dengan lingkungan, pembentukan
enzim – enzim untuk mengurai substrat
2. Fase akselerasi, yaitu fase dimana mulainya sel- sel membelah dan fase lag
menjadi fase aktif
3. Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat
banyak, aktivitas sel sangat meningkat dan fase ini merupakan fase yang
penting dalam kehidupan fungi. Pada awal dari fase ini kita dapat
memanen enzim- enzim.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

4. Fase deselerasi (moore- lendecker, 1996), yaitu waktu sel- sel mulai
kurang aktif membelah, kita dapat memanen biomassa sel atau senyawa-
senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel- sel.
5. Fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang
mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang
horizontal. Banyak senyawa senyawa metabolit sekunder dapat dipanen
pada fase stasioner
6. Fase kematian, yaitu jumlah sel- sel yang mati atau tidak aktif sama sekali,
lebih banyak dari pada sel- sel yang masih hidup. Kurva pertumbuhan
suatu fungi dapat dilihat di gambar

4 5

6
3

2
1

1 fase lag; 2 fase akselerasi; 3 fase eksponensial; 4 fase deselerasi;


5 fase stasioner; 6 fase kematian
Gambar 2.1. Kurva pertumbuhan fungi (Roosheroe, I. G. 2006)
2.5 Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fungi

Pertumbuhan fungi dipengaruhi beberapa faktor, sehingga proses


biodergradasi juga dipengaruhi oleh faktor yang sama. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi proses biodegradasi antara lain suhu, pH, keadaan nutrisi,
ketersediaan O2 ( Plohl dkk. 2001).

2.5.1 Subtrat

Subtrat merupakan sumber nutrien utama bagi fungi. Nutrien baru dapat
diproses atau dimanfaatkan setelah fungi mengekskresikan enzim-enzim
ekstraseluler yang dapat mengurai senyawa- senyawa kompleks dari substrat
menjadi senyawa yang lebih sederhana (Waluyo.L. 2007). Petrolium dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

didegradasi oleh sejumlah mikroba dengan penambahan jumlah nutrisi organik


seperti nitrogen, karbon dan fosfor (Odu. 1978)

Menurut Bossert dan Compeau (1995) berdasarkan studi di laboratorium dengan


menggunakan bahan inti tanah yang terkontaminasi solar, dimana tiga diantara
seluruh jenis pupuk nitrogen (Urea, Ammonia, atau nitrat) tersebut terbukti dapat
meningkatkan laju mineralisasi hidrokarbon. Penambahan urea mengakibatkan
terjadinya peningkatan laju mineralisasi 35% lebih besar dibandingkan pupuk
NH4NO3.

2.5.2 Kelembapan

Faktor ini sangat penting untuk penting untuk pertumbuhan. Pada


umumnya fungi tingakat rendah seperti Rhizopus atau Mucor memerlukan
lingkungan dengan kelembapan nisbi 90%, sedangkan kapang Aspergillus,
penicillium, fusarium, dan banyak hypomhycetas lainnya dapat hidup pada
kelembapan nisbi yang lebih rendah, yaitu 80%. Fungi yang tergolong Xerofilik
tahan hidup pada kelembapan 70%. Misalnya wallemia sebi, Aspegillus galucus,
banyak strain A. tamarii dan A.flavus (santoso.1998).

2.5.3 Suhu

Berdasarkan pada daerah aktivitas temperatur, mikroba dapat dibagi


menjadi tiga golongan utama (Madigan, M. T. 2003), yaitu:

1. Mikroba psikrofill (oligotermik), yakni golongan mikroba yang dapat


tumbuh pada 0-30°C, dengan temparatur optimum 10-15°C. Kebanyakan
dari golongan ini tumbuh di tempat-tempat dingin; baik di daratan maupun
di lautan.
2. Mikroba mesofil (mesotermik). adalah golongan mikroba yang dapat hidup
dengan baik temperatur 5 60°C, sedang temperatur optimumnya 25 40°C.
Umumnya mikroba mesotermik hidup dalam alat pencernaan.
3. Mikroba termofil (politermik). yaitu golongan mikroba yang tumbuh ada
temperatur 40 80 °C, dan temperatur optimumnya 55-65°C. Golongan
mikroba ini terutama terdapat di sumber- sumber air panas dan tempat-
tempat lain yang bertemperatur tinggi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Temperatur merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi


biodegradasi senyawa hidrokarbon. Terutama terhadap proses metabolisme dan
laju pertumbuhan mikroorganisme. Secara umum, peningkatan suhu berpengaruh
terhadap aktivitas enzim. Diluar temperatur optimum pertumbuhan jamur menjadi
lambat atau tidak ada pertumbuhan (Lay, 1994).

Pada suhu rendah viskositas minyak meningkat dan volatilitas senyawa


toksik menurun sehingga menghambat proses biodegradasi (Atlas, 1981).
Hidrokarbon rantai pendek alkana lebih mudah larut pada suhu rendah, tetapi pada
suhu tinggi senyawa aromatik lebih mudah larut (Foght & Westlake, 1987).

2.5.4 PH

Kemampuan mikroorganisme mendegradasi senyawa hidrokarbon juga


dipengaruhi oleh pH, karena pH menentukan optimalnya aktivitas enzim. jamur
secara umum memiliki pH sekitar 7 (Lay, 1992).

Berbagai studi menghasilkan fakta bahwa biodegradasi minyak lebih cepat


dengan peningkatan pH. Kecepatan optimum terjadi pada pH alkalin (Foght &
Westlake, 1987). karena degradasi senyawa hidrokarbon diketahui berlangsung
lebih cepat pada pH di atas 7 jika dibandingkan dengan degradasi pada pH = 5
(Cookson, 1995).

2.5.5 Oksigen

Mikroorganisme membutuhkan oksigen baik dalam bentuk oksigen bebas


yang diperoleh dari udara maupun oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen
mempunyai arti penting dalam biodegradasi minyak bumi. Oksigen digunakan
untuk proses reaksi oksidasi dan respirasi mikroorganisme. Sebagian besar
mikroorganisme pendegradasi minyak bumi tergolong dalam mikroorganisme
aerob (Jordan dan Payne, 1980).

Oksigen merupakan komponen penting yang mempengaruhi pertumbuhan


jamur pada lingkungan hidrokarbon. Oksigen digunakan untuk mengaktiflcan
enzim oksigenese dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon (Sharpley. 1966).
Oksigen ini mudah habis terutama jika jumlah mikroorganisme yang
memanfaatkannya sangat banyak sedangkan proses difusi tersebut membutuhkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

waktu yang lama. Dan laju biodegradasi akan menurun bila kandungan oksigen
berkurang (Andriany, 2001). Namun kebutuhan akan oksigen dapat disuplai
melalui pengadukan atau pembalikan secara berkala.

2.6 Minyak Bumi


Minyak bumi merupakan campuran senyawa hidrokarbon dan beberapa
komponen non-hidrokarbon (Atlas, 1981). Minyak bumi dari berbagai sumber
pada umumnya mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda. Kandungan
senyawa hidrokarbon dalam rninyak bumi lebih dari 75%. Rata-rata komposisi
dasar minyak bumi adalah karbon (C) 83-87%, hidrogen (H) 11-14%, sulfur (S)
0.01-8%, oksigen (O) 0-2%, nitrogen (N) 0.01-1.7% dan logam 0-0.1%
(Neumann, Pacynska-Lahme dan Saverin, 1981).

Minyak solar merupakan salah satu fraksi dari minyak bumi yang diperoleh
dengan cara destilasi, berwarna kuning kecoklatan yang jernih, berupa cairan
dalam suhu rendah, yang biasa disebut Gas Oil, Automotive Diesel Oil atau High
Speed Diesel (Pertamina, 2005). Minyak solar mengandung 38% n-alkana, 38%
alkana rantai cabang dan sikloalkana, 3% isoprenoid, 20% senyawa aromatik dan
1% senyawa polar (Calabrese, 1988 dalam Gaylarde et al., 1999). Jumlah atom
karbon permolekulnya 15-18 dan selang titik didihnya 300-400 C. Kegunaan
minyak solar pada umumnya adalah sebagai bahan bakar bagi mesin diesel
dengan rotasi medium atau rendah (300-1000 RPM) dan juga digunakan untuk
pembakaran langsung pada industri dapur kecil (Pertamina, 2005).

2.7 Pencemaran lingkungan oleh minyak


Pencemaran lingkungan secara garis besar dapat dikelompokan menjadi
pencemaran air, tanah dan udara. Dimana terjadi perubahan tatanan lingkungan
oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun
sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau
dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengolahan
Lingkungan Hidup No.4 Tahun 1982).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Pencemaran minyak bumi dapat disebabkan oleh terjadinya, Tumpahan


minyak, Kecelakaan kendaraan pengangkut, Kebocoran tangki bawah tanah dan
permukaan tanah, Kebocoran pipa minyak, Pencemaran minyak di laut bukan
hanya akibat kecelakaan, tetapi juga bersumber dari transportasi minyak di laut
oleh kapal-kapal, pencucian, dan juga kegiatan-kegiatan pemuatan dan
pembongkaran di pelabuhan (Fahruddin, 2004)
Pada saat ini, pencemaran yang diakibatkan oleh minyak sangat
menghawatirkan dan menjadi masalah yang serius, Keberadaan kontaminan yang
sukar diuraikan dan bersifat toksik pada tanah, maka zat tersebut dapat menguap,
tersapu air hujan, atau masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat
beracun. Akibatnya, ekosistem dan siklus air juga ikut terganggu (Karwati. 2009)
dan akan menjadi masalah yang serius karena difusi oksigen dalam tanah
terganggu. Sehingga Beberapa mikroorganisme tanah akan mati, merusak
perakaran tumbuhan, dan mencemari air tanah (Atlas & Bartha, 1981). meskipun
dalam jumlah kecil, dapat mempengaruhi kehidupan secara luas, bila pencemaran
ini tidak segera diatasi, dampaknya akan sangat besar dan sangat merugikan bagi
biota air dan juga biota darat seperti tumbuhan, burung pemakan ikan dan juga
manusia, (Merasbi. 2003).
Sedangkan Tumpahan minyak pada perairan laut akan membentuk lapisan
film pada permukaan air, teremulsi dan diadsorbsi oleh sendimen- sendimen yang
berada di dasar laut karena Solar mempunyai berat jenis lebih kecil dari air.
Minyak yang membentuk lapisan film pada permukaan air laut.Peristiwa ini dapat
menghalangi penetrasi cahaya matahari dan menghambat difusi oksigen. Oksigen
sangat dibutuhkan oleh biota air untuk respirasi dan cahaya matahari untuk proses
fotosintesis. Minyak yang teremulsi dalam air akan mempengaruhi epitelial insang
ikan sehingga menggangu proses respirasi (mukhtasor, 2007). bila pencemaran ini
tidak segera diatasi, dampaknya akan sangat besar dan sangat merugikan bagi
biota air seperti ikan, burung pemakan ikan dan juga manusia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

2.9 Penanggulangan pencemaran lingkungan oleh minyak


Pencemaran minyak bumi yang dapat merusak lingkungan biota tanah dan
biota air di bawahnya, dapat juga mengganggu kesehatan manusia. Bahan
pencemar tersebut sangat sulit untuk diatasi, apabila sudah menempel pada
partikel padat seperti tanah, pasir, dan sedimen (Van Dyke. 1991).

Secara umum Pencemaran tanah dan air dapat dikategorikan sebagai


sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Dalam ekosistem terdapat
mikroba yang mampu melakukan biodegradasi sehingga kondisi lingkungan dapat
bersifat lebih baik (Capelli et al., 2001). Mikroorganisme tersebut dapat diisolasi
berdasarkan kemampuan mereka untuk memproses berbagai sumber karbon,
seperti komponen alifatik dan aromatik (Ghazali. 2004; Oteyza. 2005).

2.8.1 Metode Fisika


Metode fisika yang dapat dilakukan antara lain:
1. Booming dan skimming,
Booms digunakan untuk melokalisasi dan mengendalikan pergerakanminyak
sedangkan skimmer digunakan untuk mengambil minyak.
2. Wiping dengan absorben,
Wiping dengan absorben adalah bahan hidrofobik yang digunakan
untukmenyeka minyak dari permukaan air.
3. Mekanis,
Peralatan mekanis digunakan untuk mengumpulkan dan membuangsedimen
yang tercemar minyak dalam jumlah besar. Hal tersebut terutamadilakukan di
daerah pantai.
4. Pencucian,
Pencucian dilakukan dengan menggunakan air dingin bertekanan rendahsampai
air panas bertekanan tinggi.
5. Relokasi sedimen dan tilling,
Relokasi sedimen dan tilling merupakan pemindahan sedimen tercemarminyak
ke tempat lain atau pencampuran dengan sedimen lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

2.8.2 Metode Kimia


Metode kimia yang dapat dilakukan antara lain:
1. Dispersant
Kandungan surfaktan digunakan untuk mendispersi minyak menjadi butiran
dalam air.
2. Demulsifiers
Bahan ini digunakan untuk memutus emulsi minyak-air guna mempercepat
dispersi alamiah.
3. Solidifiers
Bahan ini digunakan untuk meningkatkan polimerisasi minyak sehingga
minyak menjadi stabil, meminimalkan penyebaran, dan meningkatkan
efektivitas remediasi fisik.
4. Surface film chemicals
Bahan pembentuk film (film-forming agents) digunakan untuk mencegah
minyak tertarik ke substrat laut lepas, dan untuk meningkatkan pembuangan
minyak terikat pada permukaan alat pencuci bertekanan
Metoda kimia memiliki kelemahan dalam Pemakaian beberapa bahan kimia, yang
manadapat menyebabkan masalah bagi lingkungan itu sendiri, karena sifatnya
yang resisten untuk dapat dipecah secara biologi dan sangat toksik saat
terakumulasi dalam suatu ekosistem alam (Fiechter, 1992). Dan Penanganan
secara fisika dan kimia bersifat jangka pendek dan tidak tuntas (perpindahan
massa antar media lingkungan) karena hanya dapat memindahkan sekitar 10-15 %
pencemar dari media laut. Selain itu, penanganan secara fisika maupun kimia
membutuhkan dana yang lebih besar dan dapat menimbulkan dampak yang baru
dibandingkan penanganan secara biologis seperti bioremediasi (Nugrho 2006).
Salah satu cara penanggulangan pencemaran minyak bumi yang aman dan
ramah lingkungan adalah bioremediasi dengan menggunakan biosurfaktan yang
dihasilkan oleh mikroba pendegradasi minyak bumi. Selain dapat membantu
peningkatan degradasi minyak bumi juga tidak toksik terhadap lingkungan,
sehingga keberadaan biosurfaktan dapat menjadi alternatif pengganti senyawa
senyawa surfaktan kimia yang berfungsi pengaktif permukaan air (Van Dyke et
al., 1991).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

2.10 Bioremediasi
Bioremediasi berasal dari dua asal kata, yaitu bio (organisme hidup) dan
remediasi (menyehatkan kembali), sehingga secara bersama bioremediasi
diartikan menjadi suatu cara penggunaan organisme dalam upaya penyehatan
kembali lingkungan yang sudah rusak atau tercemar. Proses bioremediasi
bergantung pada kemampuan mikroorganisme yang digunakan dan sistem yang
dioperasikan untuk mendegradasi zat kontaminasi (karwati. 2009).
Bioremediasi merupakan suatu proses pengolahan yang memanfaatkan
aktivitas mikroorganisme (seperti ragi, jamur, atau bakteri) untuk menguraikan
pencemar atau substansi-substansi toksik tersebut menjadi bentuk yang lebih
sederhana, tidak berbahaya dan memberikan nilai tambah bagi lingkungan,
pengurain berlangsung akibat aktivitas enzim yang di suplai oleh mikroorganisme
untuk mengkatalis pemusnahan bahan-bahan kontaminan (Leahy dan Rita, 1990).
Pada dekade terakhir, bioremediasi memegang peranan penting (US-EPA). Hal ini
disebabkan dalam mengatasi permasalahan lingkungan yang sama, bioremediasi
diketahui lebih efektif dari segi pembiayaan dibandingkan dengan penerapan
teknologi lainnya seperti insinerasi dan containment (Cookson, 1995).
Selain itu, bioremediasi menarik untuk diaplikasikan karena dapat
memusnahkan hampir semua kontaminan organik serta tidak berdampak negatif
bagi kesehatan makhluk hidup dan lingkungan. Beberapa tahun terakhir berbagai
cara dilakukan untuk mengendalikan pencemaran lingkungan dengan cara
penelitian bioteknologi yang fokus pada usaha remediasi lahan yang tercemar oleh
senyawa hidrokarbon minyak solar. (Bento dkk. 2007).

Biosurfaktan dapat membantu melepaskan senyawa hidrokarbon dalam


senyawa organik dan meningkatkan konsentrasi senyawa hidrokarbon dalam air
melalui pelarutan ataupun emulsifikasi dengan demikian laju transfer senyawa
hidrokarbon kedalam mikro organisma semakin meningkat (Gautam & Tyagi,
2006).

Proses bioremediasi memiliki beberapa nilai lebih dibanding dengan


teknik pengolahan tanah tercemar senyawa hidrokarbon yang menggunakan
proses kimia maupun fisika. Keuntungan dari proses bioremediasi adalah:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

- Proses berjalan secara alamiah dengan mengandalkan elemen-elemen reaksi


yang sudah ada atau mudah diperoleh di alam bebas.
- Ramah lingkungan karena tidak menghasulkan limbah yang baru.
- Relatif lebih murah
- Dapat membersihkan pencemar hidrokarbon secara permanen, sementara
metoda lain umumnya hanya memindahkan pencemar dari satu media ke
media lainnya.
- Dapat dilakukan di lokasi tanah tercemar (in-situ)
- Menghapus resiko jangka panjang

Di samping keuntungan ada juga kerugian dari penerapan bioremediasi ini.


Kerugian bioremediasi tersebut diantaranya adalah:

- Hasilnya sulit diramalkan mengingat banyaknya mekanisme interaksi


pencemar hidrokarbon dengan tanah.
- Proses berjalan lambat sehingga proyek bioremediasi umumnya
berlangsung lama.
- Hanya dapat dilakukan terhadap pencemar yang biodegradable.
- Sulitnya menciptakan kondisi ideal yang dibutuhkan suatu reaksi
biodegradasi di dalam tanah. (Ali, M. 2012)
2.9.1 Metode Bioremediasi
Hampir semua jenis hidrokarbon dalam senyawa minyak dapat terurai dengan
baik oleh mikroba aerobik. Saat ini ada beberapa teknik bioremediasi aerobik
yang mampu menurunkan kadar pencemaran hidrokarbon minyak, yaitu:
1. Bioaugmentasi, yaitu metode dengan menginokulasikan
mikrobapendegradasi minyak ke daerah tercemar minyak untuk
melengkapi populasimikroba yang telah ada. Bioaugmentasi dapat
mempercepat prosesbiodegradasi ketika populasi indigenus hidrokarbon
rendah.
2. Biostimulasi, yaitu metode yang dilakukan dengan memodifikasi
lingkungan seperti mengubah habitat atau penambahan nutrien untuk
menstimulasi mikroba indigenos agar dapat mendegradasi minyak (Zhu
dkk. 2001)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Sentrifuge Fisher
Inkubator ESP
Neraca analitis Mettler
Hotplate Gallenkamp
Termometer 100oC YZ
Spatula
Cawan petri
Tabung reaksi
Mikropipet
Pipet serologi
Erlenmeyer
Beaker glass
Bunsen
Kockborror
Object glass
Tube sentrifuge
Rak tabung
Mancis
Mikroskop

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

3.1.3 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Tanah bengkel

Media potatoesdextros agar (PDA)

Media stone mineral salt solution (SMSS)

CaCO3 p.a (E-Merck)

NH4NO3 p.a (E-Merck)

Na2HPO4.7H2O p.a (E-Merck)

KH2PO4 p.a (E-Merck)

MgSO4.7H2O p.a (E-Merck)

Urea p.a (E-Merck)

Agar

Akuadest

Solar

Kloramfenikol

Kertas Label

Kertas saring

Clingwarp

Aluminium foil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

3.2 Prosedur Penelitian


3.2.1 Isolasi Jamur
Bahan isolasi jamur pendegradasi solar yang digunakan ialah tanah dari
bengkel daerah Padang Bulan, dan dibawa ke laboratorium. Dimasukkan 25 gram
tanah kedalam Erlenmeyer lalu ditambahkan dengan 250 ml larutan fisiologis
sebagai stok pengenceraan awal. Diambil sebanyak 1 ml, lalu dimasukan kedalam
tabung reaksi yang telah diisi 9 ml aquades yang telah disterilkan sebagai stok
pengenceran 10-1. Selanjutnya pengenceran 10-1, Diambil sebanyak 1 ml sambil di
vortex untuk pengenceran10-2dan dilakukan perlakuan yang sama untuk
pengenceran 10-3, 10-4, 10-5. diambil sampel pada setiap pengenceran10-2, 10-3, 10-
4
, 10-5. Dituang media Potatoes Dextrose Agar (PDA) ke dalam petri sebagai
media pertumbuhan jamur. Tunggu hingga media memadat. Diambil sebanyak
0,1 ml dari pengenceran 10-3, 10-4 dan 10-5kemudian dituang kemasing-masing
petri menggunakan metode cawan sebar. Diinkubasi dalam inkubator jamur
selama 48 jam. Dilihat karakteristik pertumbuhan jamur yang tumbuh dan dicatat.
Dilanjutkan dengan kultur jamur Teknik biakan murni (TBM) didalam media
PDA untuk mendapatkan beberapa jenis jamur yang lebih murni(Santos, V. L.
2004).

3.2.2 Pembuatan Media Stone Mineral Salt Solution (SMSS)


Untuk pembuatan media SMSS padat Ditimbang CaCo3 sebanyak 1 gram,
NH4NO30,5 gram, Na2HPO4.7H2O, 0,2 gram, KH2PO4 0,1 gram, MgSO4.7H2O 0,1
gram, Urea 0,02%, Agar 2%, solar 4 ml, kloramfenikol dan akuadest 200 ml.
Dicampurkan semua bahan hingga homogen dengan memanaskannya di atas
hotplate. Sedangkan untuk media SMSS cair bahan dan takaran yang digunakan
sama, tetapi untuk media SMSS cair hanya tidak ditambahkan agar didalamnya.
dan tanpa pemanasan. Kemudian media disterilkan dengan menggunakan autoklaf
(Darwis & Sunarti.1992).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

3.2.4 Skrining Jamur Pendegradasi Solar


Jamur terlebih dahulu ditumbuhkan pada media PDA untuk mendapatkan
koloni terpisah dengan teknik cawan sebar. Koloni yang tumbuh terpisah untuk
setiap strain jamur diinokulasikan di media Stone Mineral Salt Solution (SMSS)
dengan menggunakan kockborror atau spatula. Diinkubasi selama 48 jam.
Diamati apakah jamur tumbuh atau tidak dalam media SMSS.

3.2.3 Karakterisasi Jamur Secara Makroskopis dan Mikroskopis


Karakterisasi jamur secara makroskopis dan mikroskopis dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik blocksquare dan kemudian diidentifikasi koloninya
dengan melihat waktu tumbuh, warna permukaan atas dan balik, misellium, tepi
koloni dan warna spora, hifa.

3.2.4 Uji Degradasi Minyak Solar


Diinokulasikan sebanyak 3 kockborror jamur ke dalam erlenmeyer yang
telah berisi media SMSS cair steril sebanyak 30 ml, ditambahkan 5 ml solar ke
dalam erlenmeyer, kemudian. Di shacker selama 7 hari pada suhu ruang dengan
kecepatan 100. Diamati pada hari ke-3, hari ke-5 dan hari ke-7 dan dicatat
hasilnya. Pada Hari ke-7 dimasukkan masing-masing erlenmeyer ke dalam tube
sentrifugase dan disentrifuge pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit.Dihitung
selisih minyak solar pada medium awal sebelum degradasi dan minyak solar sisa
dan dianalisa gugus fungsi dengan FT-IR.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

3.3 Bagan Penelitian


3.3.1 Isolasi Jamur Dari Tanah Bengkel

Tanah Bengkel

Dimasukkan 25 gram tanah kedalam erlenmeyer


Dimasukan 250 ml larutan fisiologis
Dilakukan pengenceran sampai 10-6
Di vortex
Diambil sampel pada setiap pengenceran 10-3, 10-4, 10-5
Dituang media Potatoes Dextrose Agar (PDA) ke dalam petri
Diambil sebanyak 0,1 ml dari pengenceran 10-3, 10-4 dan 10-5
Dituang kemasing-masing cawan petri
Diinkubasi dalam inkubator jamur selama 48 jam

Biakan

Karakteristik pertumbuhan jamur yang tumbuh

Isolat konsorsium

Kultur jamur Teknik biakan murni (TBM) didalam media PDA

Isolat Jamur

3.3.2 Pembuatan media Stone Mineral Salt solution (SMSS)

Ditimbang CaCO3 sebanyak 1 gram, NH4NO3 0,5 gram,


Na2HPO4.7H2O 0,2 gram, KH2PO4 0,1 gram, MgSO4.7H2 O
0,1 gram, Urea 0,02%, Agar 2%, solar 4 ml, kloramfenikol
dan akuadest 200 ml
Dimasukan semua bahan kedalam erlenmeyer
Dihomogenkan dengan bantuan pemanasan
Media disterilkan dengan menggunakan autoklaf

Media SMSS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

3.3.3 Skrining Jamur Pendegradasi Solar

Strain jamur

Diinokulasikan jamur kedalam media Stone Mineral Salt Solution (SMSS)


Diinkubasi selama 48 jam
Diamati apakah jamur tumbuh atau tidak dalam media SMSS

Hasil

3.3.4 Karakterisasi Jamur Secara Makroskopis dan Mikroskopis

Isolat Jamur Terpilih

Dikarakterisasi jamur

Makroskopis Mikroskopis

Diamati berdasarkan warna permukaan diidentifikasi warna spora,hifa


atas dan balik, tepi koloni, misellium

Hasil Hasil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

3.3.5 Uji Degradasi Minyak Solar

Isolat Jamur Terpilih

Diinokulasikan sebanyak 3 kockborror ke dalam erlenmeyer


yang berisi media SMSS
Ditambahkan 5 ml solar ke dalam erlenmeyer
Di shacker selama 7 hari pada suhu ruang dengan kecepatan 120 RPM
Diamati pada hari ke-3, hari ke-5 dan hari ke-7

Hasil

Disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit

Jamur Filtrat

Dihitung selisih minyak solar pada


medium awal sebelum degradasi dan
minyak solar sisa
Dianalisa gugus fungsi dengan FT-IR

Hasil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Isolasi dan seleksi Jamur dari tanah bengkel sebagai pendegradasi
minyak solar

Isolasi jamur dari tanah bengkel motor dikembangbiakan secara bertahapdalam


media Potato Dextro Agar (PDA) dengan menggunakan metode cawan sebar,
dimana suspensi sel yang sudah dituang kepermukaan media potato dextro agar
(PDA) padat diratakan menggunakan hockey stick sehingga merata dipermukaan
media tersebut. Selanjutnya diinkubasi selama 48 jam pada suhu 370C. Gambar
4.1 menunjukan sel jamur yang tumbuh didalam media PDA.

a b c d
Gambar 4.1 Sel jamur yang tumbuh dalam media PDA setelah 48 jam
(a).Pengenceran 10-2 (b).Pengenceran 10-3(c). Pengenceran 10-4 (d). Pengenceran
10-5

Setelah itu kultur dilanjutkan ketahap pemurnian dengan teknik biakan murni.
Dari hasil isolasi yang dilakukan, diperoleh isolat sebanyak 13 yang ditandai
dengan SP 1, SP 2, SP 3 dan seterusnya sampai SP 13 lampiran 1.

Isolat jamur yang diperoleh dilakukan skrining untuk mengetahui potensi jamur
dalam mendegradasi minyak solar dengan menggunakan media Stone Mineral
Salt Solution (SMSS) padat. Dari skrining diperoleh 8 isolat yang berpotensi
dalam mendegradasi minyak solar, hal ini dapat dibuktikan dengan jamur yang
tumbuh pada media SMSS, dapat dilihat pada lampiran 2 dan tabel 4.1 berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Tabel 4.1 Isolat jamur yang diperoleh dari tanah bengkel motor

Waktu
Pengenceran MediaPDA Kode isolat Media SMSS
Tumbuh
10-2 + SP 1 + 48 jam
+ SP 2 + 73 jam
-2
10 + SP 3 + 48 jam
+ SP 4 + 73 jam
+ SP 5 + 48 jam
-3
10 + SP 6 + 53 jam
+ SP 7 - -
-3
10 + SP 8 - -
+ SP 13 + 63 jam
-4
10 + SP 9 - -
+ SP 10 + 91 jam
-4
10 + SP 11 - -
-5
10 + SP 12 - -
-5
10 - - - -
Keterangan: Media PDA + = jamur tumbuh, - = jamur tidak tumbuh
Media SMSS + = berpotensi sebagai pendegradasi minyak
- = tidak berpotensi sebagai pendegradasi minyak
Isolat SP 1 dan SP 3setelah 48 jam diinkubasi dengan media SMSS kedua
isolat menunjukan pertumbuhan yang lebih cepat dari pada isolat yang lainya, hal
ini ditandai dengan hifa yang mulai bermunculan dipermukaan media.
Kemungkinan karena jamur ini yang mula-mula menggunakan komponen minyak
yang mudah terdegradasi yaitu kelompok senyawa alkana sebagai sumber nutrisi.
Menurut Horowitz et al., (1975) dalam Pikoli et al., (2000) senyawa alkana adalah
komponen yang dominan dalam minyak solar, bersifat mudah larut dalam air dan
mudah terdifusi ke dalam membran sel mikroba. Oleh karena itu senyawa alkana
mudah dimanfaatkan oleh jamur sebagai sumber nutrien untuk pertumbuhan.
Sedangkan isolat SP 2, 4,5,6, dan SP 13 kemungkinan memerlukan waktu yang
sedikit lama untuk beradaptasi terhadap lingkungan yang baru.

Isolat SP 10 tumbuh lebih lambat, kemungkinan karena jamur tersebut


memerlukan waktu yang lebih lama untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
baru dan menurut Horowitz et al., 1975 dalam Pikoli et al., (2000) ada beberapa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

kelompok jamur yang mampu memanfaatkan komponen minyak solar yang masih
ada setelah pertumbuhan kelompok khamir pendegradasi senyawa alkana.

4.1.2 Identifikasi Jamur pendegradasi minyak solar

Identifikasi dilakukan terhadap isolat jamur yang mampu tumbuh pada medium
SMSS. Dari hasil pengamatan secara makroskopis diperoleh karakteristik jamur
yang dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 karakteristik jamur secara makroskopis

Warna
Bentuk koloni Miselium Tepi koloni
(Surface and reverse)
S : Putih kehitaman
Kapas Irregular
R:hitam

S:tengah coklat,
Padat, tidak seperti
sekeliling krem Halus
kapas
R: kecoklatan

S:Putih kehitamam
Kapas Irregular
R: Hitam

S: Putih Susu
Padat, Tidak seperti
Halus
kapas
R: Putih kekuningan

S: krem
Padat, tidak seperti
Halus
kapas
R: krem

S: Kerm kekuningan Padat, tidak seperti


Halus
R: kuning kapas

S:tengah hijau,
sekeliling putih Kapas Halus
R: putih kekuningan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

S: Krem Padat, tidak seperti


Halus
R: puith kekuningan kapas

Dari tabel diatas ada beberapa jamur yang memiliki karakteristik yang sama,yaitu
isolat SP 1 dan SP 3bentuk koloni yang dan warna spora hitam. isolat SP 5, SP 6
dan SP 13bentuk koloni sama dan warna spora krem, dan isolat yang berbeda
bentuk koloni dan warna cuman SP 4 warna spora kuning, hifa tidak bercabang,
dan tidak bersepta, SP 2 warna spora krem, dan SP 10 warna hitam.

Dapat dilihat dari gambar 4.2 dibawah ini.

a b c

d e
Gambar 4.2. (a) SP 1 warna spora hitam, hifa bersepta dan bercabang. (b) isolat
SP 2warna spora krem, hiofa tidak bersepta dan tidak bercabang, (c)
SP 4 warna spora krem, hifa tidak bersepta dan bercabang, (d) SP 5
warna spora kuning, hifa tidak bercabang, dan tidak bersepta, dan (e)
SP 10 warna hitam, hifa bersepta dan tidak bercabang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Menurut Chaillan et al., (2004), Aspergillus dan Penicillium merupakan


kapang yang paling umum ditemukan sebagai agen pendegradasi senyawa
hidrokarbon pada minyak.

4.1.3 Uji kemampuan Jamur untuk mendegradasi Minyak solar

Sebanyak 5 isolat Jamur pendegradasi minyak solar yang telah diisolasi dan
diseleksi dari tanah bengkeldengan menggunakan media Stone mineral salt
solution (SMSS), selanjutnya dilakukan pengujian kemampuan isolat tersebut
dalam mendegradasikan minyak. Hal yang sama juga dilakukan pada perlakuan
isolat kontrol.

Untuk isolat SP 1 memiliki kemampuan degradasi paling baik. Pada pengamatan


di hari ketiga semua minyak solar yang diuji sudah habis semuanya, Hal ini
mungkin karena SP 1 memiliki kemampuan adaptasi yang lebih tinggi, sehingga
lebih cepat menginduksi enzim yang diperlukan untuk degradasi minyak
dibandingkan isolat jamur lain, sehingga hasil biodegradasinya lebih banyak.
Sedangkan isolat lainnya pada hari ketiga masih mengandung minyak. Pada hari
kelima minyak yang diuji pada isolat SP 2, SP 4, SP 5, dan SP 10 mengalami
perubahan warna dari berwarna kuning dan cair menjadi berwarna kuning
kecoklatan dan sedikit kental. hal ini terjadi karena minyak solar telah mengalami
degradasi yang disebabkan oleh jamur sehingga mengalami perubahan struktur,
gambar menperlihatkan hasil perubahan dari minyak solar sebelum dan sesudah
didegradasi yang dapat dilihat pada gambar 4.3.

a b c d e
Gambar 4.3. Perubahan minyak solar sebelum dan setelah di degradasi oleh
jamur.
(a) minyak solar sebelum terdegradasi. (b= SP 2, c= SP 4, d= SP 5, e= SP 10)
adalah hasil dari minyak solar setelah terdegradasi oleh jamur

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

Mikroorganime ini mampu menguraikan komponen minyak karena kemampuan


nya mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor
elektronnya (Mukhtasor, 2007) dan sumber energinya (Brock et al.,
1994).Adapun tahap degradasi n- alkana berlangsung dengan bantuan enzim
monooksigenase, dimana n- alkana dioksidasi menjadi alkohol primer.
Selanjutnya alkohol primer dioksidasi menjadi alkohol sekunder, aldehid dan
asam lemak dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase (AlcH) dan aldehid
dehidrogenase (ADH) melalui β oksidasi menghasilkan asam dikarboksilat.
Degradasi sikloalkana melalui siklopentanol yang dikatalis oleh oksigenase

Gambar 4.4 Mekanisme degradasi senyawa n-alkana oleh jamur


Keterangan : (1) n-Alkana monooksigenase (2) Alkohol dehidrogenase (3)
Aldehid dehidrogenase (Wolfgang & Martin, 1990)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Dari pengujian kemampuan isolat jamur dalam mendegradasi minyak solar


dengan konsentrasi dan perlakuan yang sama,menunjukkan semua isolat memiliki
kemampuan mendegradasi minyak yang dapat dilihat dari adanya penurunan
kadar minyak setelah pengujian. Menurut Kavitha et al., (1997) mikroba
mendegradasi minyak dengan cara mengeluarkan enzim yang mampu memecah
senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Menurut
Mauersberger et al., (1996), khamir mendegradasi minyak bumi dengan cara
mengoksidasi substrat hidrokarbon dengan enzim P450 monooksigenase yang
mengoksidasi n-alkana menjadi alkohol. Selanjutnya alkohol dioksidasi menjadi
aldehid. Aldehid kemudian dihidroksilasi menjadi asam lemak.Hasil rataan
penguraian kadar minyak solar sisa oleh jamur dapat dilihat pada Tabel 4.3berikut
ini:

Tabel 4.3 Hasil rataan penguraian kadar minyak solar

Minyak Solar
Kode isolat Terdegradasi Rendemen (%)
Awal Akhir
Kontrol 5 4,4 0,6 12
SP 1 5 0 5 100
SP 2 5 2 3 60
SP 4 5 1,4 3,6 72
SP 5 5 0,7 4,3 86
SP 10 5 2,9 2,1 42

Hasil uji biodegradasi pada tabel diatas Adanya perbedaan kemampuan


degradasi di antara isolat tunggal mungkin berkaitan dengan perbedaan
kemampuan adaptasi terhadap minyak solar. Dan juga mungkin karena adanya
perbedaan kemampuan enzim yang dihasilkan oleh masing- masing khamir untuk
memecah minyak solar. Menurut Rosenberg & Ron (1996) dalam Crawford &
Crawford (1996) degradasi senyawa hidrokarbon juga ada kaitannya dengan
kemampuan genetik mikroba untuk memasukkan molekul oksigen ke dalam
senyawa hidrokarbon melalui beberapa tahapan reaksi untuk menghasilkan
senyawa intermediat. Menurut Atlas (1991) mekanisme biodegradasi minyak
diperairan sangat beragam bergantung pada (1) jenis dan komposisi hidrokarbon
penyusun minyak (2) kemampuan adaptasi mikroba dalam mendegradasi minyak
dan (3) faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas mikroba.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

Pelepasan biosurfaktan yang dihasilkan oleh mikroba diperlukan pada

tahap awal biodegradasi. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa

cairan akan teremulsi, dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke

permukaan sel mikroba. Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan, sehingga

lebih mudah masuk ke dalam sel. Ada tiga cara transport hidrokarbon ke dalam

sel mikroba yaitu pertama interaksi sel dengan hidrokarbon terlarut dalam fase

cair. Pada kasus ini umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika

sangat rendah sehingga tidak mendukung pertumbuhan mikroba.

Kedua kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan

hidrokarbon yang lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini

sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar

daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transport

aktif. Ketersediaan substrat untuk penempelan sel merupakan faktor yang

membatasi pengambilan substrat.Kontak langsung antara hidrokarbon dengan sel

menunjukkan adanya mekanisme yang penting dalam pengambilan substrat.

Ketiga, interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang teremulsi atau

tersolubilisasi oleh mikroba.Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan

partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Cara yang ketiga ini

merupakan kebalikan dari kasus yang kedua. Dengan berkurangnya partikel

substrat, maka daerah antar permukaan antara hidrokarbon dengan air akan

bertambah, sehingga dapat meningkatkan pengambilan substrat oleh mikroba

(Goswami & Singh, 1990).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

4.1.4. Hasil Uji Gugus Fungsi dengan Alat Spektrofotometer IR

Selain melalui proses perubahan warna, tingkat degradasi senyawa minyak solar
oleh isolat jamur dapat dilihat melalui analisa gugus fungsi dari struktur minyak
solar. Analisa gugus fungsi minyak solar dapat dilihat melalui Tabel 4.4 dan
Gambar 4.5 dibawah ini:

Tabel 4.4. Analisa Gugus Fungsi dari Minyak Solar

Panjang Gelombang Type Gugus Fungsi

723.33 ±10,2 Bending =C-H

1016.52±1.2 Stretch C-O

1168.9 ±3.2 Stretch -C-H

1373.5±5.2 Bending -C-H

1462±11.0 Stretch C=C

1745.21±2.0 Stretch C=C

2852.81±2.7 Stretch C-H

2931.9±3.5 Stretch C-H

International Journal of Science, Environment and Technology

Gambar 4.5 FT IR minyak solar pembanding

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Untuk menunjukkan gugus fungsi yang terdapat pada sampel kontrol dapat
diketahui melalui spektrum FT-IR minyak solar pada gambar 4.3 berikut :

Gambar 4.3. Spektrum FT-IR senyawa kontrol (Minyak Solar)

Dari gambar 4.3 diketahui bahwa spektrum FT-IR dari minyak solar
menunjukkan adanya variasi puncak serapan. Pita serapan pada bilangan
gelombang υ 2928,49 cm-1 disebabkan oleh gugus C-H sp3. Puncak serapan pada
bilangan gelombang υ1752,84 cm-1 dan υ 1469 cm-1 masing-masing diberikan
oleh gugus C=O dan senyawa aromatik. Sedangkan puncak serapan pada bilangan
υ 1387 cm-1 disebabkan oleh adanya gugus nitro dari minyak senyawa
pembanding. Alkil dari minyak solar yang ditunjukkan pada bilangan gelombang
υ 732,90 cm-1.

Berdasarkan data spektrum gugus fungsi sampel pembanding tersebut


maka dapat diketahui kemampuan degradasi masing-masing dari isolat jamur
tersebut dengan cara membandingkan spektrum FT-IR yang dihasilkan isolat
jamur dengan senyawa pembanding. Spektrum FT-IR dari isolat jamur dapat
dilihat pada Gambar 4.4 dibawah ini

(a)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

(b)

(c)

(d)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

(e)

Gambar 4.4. Spektrum FT-IR Isolat Jamur(a) SP1, (a) SP2,(b)SP4,(c) SP5,dan (d)
SP10

Berdasarkan pada Gambar 4.4 diketahui bahwa kelima isolat jamur


tersebut mampu mendegradasi minyak solar. Dimana kemampuan degradasi
minyak solar oleh isolat jamur paling baik terdapat pada isolat jamur SP1. Hal ini
ditunjukkan terjadinya perubahan struktur yang signifikan dari minyak solar. Hal
ini dibuktikan dengan hanya munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang
υ 3330,42 cm-1 yang diberikan oleh gugus fungsi hidroksi (O-H) dan υ 1640 cm-1
yang menunjukkan gugus alkena (C=C). Data ini juga didukung dengan hilangnya
puncak serapan pada bilangan υ 2982,49 cm-1 yang diberikan oleh menunjukkan
vibrasi streching C-H sp3, υ1469 cm-1 dan υ1365 cm-1 yang menunjukkan
vibrasi bending C-H sp2, alkil pada senyawa hidrokaron pada bilangan gelombang
υ732 cm-1 dan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang υ 1744 cm-1
yang diberikan oleh streching C=O (karbonil) yang seharusnya menjadi gugus
fungsi dari minyak solar.

Sedangkan pada isolat jamur SP2,SP4,SP5 dan SP10 meskipun tidak terjadi
perubahan struktur secara signifikan, tetapi ke-4 isolat tersebut juga mampu
mendegradasi minyak solar yang ditunjukkan dengan hadirnya puncak serapan
pada bilangan 1387 cm-1 yang diberikan oleh -CH2- bending. Dari data diatas
diketahui bahwa isolat jamur SP1 lebih baik untuk mendegradasi senyawa
minyak solar dibanding SP2,SP4,SP5 dan SP10.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil isolasi dan uji potensi jamur asal tanah bengkel sebagai pendegradasi
minyak solar maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Isolasi jamur dari tanah bengkel motor dikembangbiakan secara bertahap
dalam media Potato Dextro Agar (PDA) dengan menggunakan metode cawan
sebar, Setelah itu dilakukan skrining dengan media stone mineral salt solution
(SMSS) untuk mengetahui kemampuan dari isolat jamur sebagai agen
bioremediasi. hasilnyadiperoleh 5 isolat yaitu SP 1,SP2, SP 4, SP 5, dan SP 10
Metabolit dari proses jamur dalam degradasi minyak solar yang paling
baik terdapat pada isolat jamur SP1. Hal ini ditunjukkan terjadinya perubahan
struktur yang signifikan dari minyak solar. Hal ini dibuktikan dengan hanya
munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang υ 3330,42 cm-1 yang
diberikan oleh gugus fungsi hidroksi (O-H) dan υ 1640 cm-1 yang menunjukkan
gugus alkena (C=C). Data ini juga didukung dengan hilangnya puncak serapan
pada bilangan υ 2982,49 cm-1 yang diberikan oleh menunjukkan vibrasi streching
C-H sp3, υ1469 cm-1 dan υ1365 cm-1 yang menunjukkan vibrasi bending C-H
sp2, alkil pada senyawa hidrokarbon pada bilangan gelombang υ732 cm-1 dan
puncak serapan pada daerah bilangan gelombang υ 1744 cm-1 yang diberikan
oleh streching C=O (karbonil) yang seharusnya menjadi gugus fungsi dari minyak
solar

5.2 Saran

Disarankan untuk melakukan tahap meningkatkan kemampuan dan


pemakaian jamur secara berulang dengan cara imobilisasi dan menggunakan jenis
senyawa hidrokarbon yang lain yang lebih toksik terhadap lingkungan/ makhluk
hidup.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 2012. tinjauan Proses Bioremediasi Melalui Pengujian Tanah Tercemar


Minyak. Upn press. Surabaya
Alpentri. 1999. Evaluasi Kemampuan isolat jamur Dan Salah Satu Sumur Minyak
Bumi Minas Dalam Mendegradasi Minyak Bumi. Thesis magister ITB.
Bandung.
Alexander M. 1999. Biodegradation and Bioremediation. Ed ke-2. California:
Academic Pr.
Andriany, D (2001), Pengaruh Dispersan Pada Biodegredasi minyaki Mentah Dari
Crude PT. Caltex Pasifik Indonesia. Tugas Akhir Jurusan Teknik
Lingkungan FTSP – ITS Surabaya.
Atlas, RM, & Bartha R.. 1981. Microbiology Ecology, Fundamentals and
Applications. Addison Wesley Publishing Company, Inc.
Baker, K.H dan D.S, Herson (1994), Bioremidiation, Mc .Graw – Hill, Inc

Bento, F.M., Camargo F.A.O., Okeke B.C., Frankenberger W.T. 2007.


Comparative bioremediation of soils contaminated with diesel oil by
natural attenuation, bioestimulation and bioaugmentation. Bioresour.
Technol. (96), p:1049-1055.

Bossert, Ingeborg D dan Compeau, Geoffrey, C. (1995), Neanvy Of Petroleum


Hydrokarbon Contamination Soil Dalam : Uly.y Young dan Carl E.
Terniglia (Ed) Microbial Transformation And Degredation Of Toxix
Organis Chemicals . Wiley – Liss Inc, New York.
Cerniglia CE. 1992. Biodegradation of polycyclic aromatic hydrocarbons.
Biodegradation 3: 351-360

Capelli, SM, PJ Busalmen, & De Sánchez RS. 2001. Hydrocarbon


Bioremediation Of A Mineral-Base Contaminated Waste From Crude Oil
Extraction By Indegnious Bacteria. International Biodeterioration and
Biodegradation. 47:233-238.

Cookson, J.T (1995), Bioremidition Engineering : Design dan Apllication . Mc


Graw – Hill Inc . New York

Coleman, D. C. Crossley, Jr. And Hendrix, P. F. 2004. Fundamentals of Soil


Ecology. Second Edition. Institute of Ecology. Univ of Georgia, Athens
Georgia.elsevier Academic Press
Darwis, A.A. & Sunarti, T.C. 1992. Teknologi Mikrobial. Institut Pertanian Bogor
Dwidjoseputro. 1990. Dasar-dasar Microbiologi. Penerbit Djambatan. Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Eweis et al. 1998.Bioremedition Principles.Mc-Graw-Hill. Boston


Fahruddin. 2004. Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota
Laut.<http://cdc.eng.ui.ac. Id/article/articleview/1078/1/25>. (20 Mei
2009).
Fiechter, A. 1992. Biosurfactant Moving Towards Industrial Application. Tibtech.
10:208.
Foght, JM & Westlake, D.W.S. 1987. Bioremediation of hydrocarbons in
freshwater. In : Vandermeulen & Hrudey (Ed). Oil in Freshwater :
Chemistry, Biology, Countermeasure Technology. Pergamon Press, New
York, 213-217.
Gautam KK & VK Tyagi. 2006. Microbial Surfactans : A Review, Journal of
OleoScience.
Ghazali MF, Zaliha NR, Abdul RN, Salleh AB, & Basri M. 2004. Biodegradation
of Hdrocarbons in Soil by Microbial Consortium. International
Biodeterioration and Biodegradation. 54 : 61-67
Hanafiah,A.S. 2009. Biologi dan ekologi tanah. Usu press. Medan

Hanafiah, K.A., Anas, I., Napoleon, A., Ghoffar, N. 2005. Biologi Tanah. Ekologi
dan Makrobiologi Tanah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Jordan, R. E dan J. R. Payne. 1980. Fate and Weathering of Petroleum Spills in


The Marine Environment. Ann Arbor Science Publication, Inc. Ann Arbor.
Mich.
Karwati. 2009. Degradasi Hidrokarbon Pada Tanah Tercemari Minyak Bumi
Dengan Isolat A10 Dan D8. Jurnal. Bogor
Kittel, JA, Hoepel RE. 1994. Bioslurping Vacuum Enchanced Free Product
Recovery Coupled With Bioventing. A Case Study. Proceeding of the Join
NWWA/API. Petroleum Hydrocarbon Conference. Houston,Texas.
Koesoemadinata, R. P. 1980. Geologi Minyak dan Gas Bumi. Edisi III. Jilid I.
Penerbit ITB. Bandung.
Lay, B. 1994. Analisis Mikroba Di Laboratorium. Jakarta.
Leahy, J.G dan R.C. Rita. 1990. Microbiology Degradation of Hydrocarbon
Environmental Microbiology Review. Vol. 54.
Lewandowsky, A. M. 2000. Soil Biology primer. Natural Resources Conservation
Madigan, M. T. 2003. Biology of Microorganisms. Preatice Hall. United of
America State.
Merasbi M.R. 2003. Biodegradation of Petroleum Hydrocarbons in Soil. Iranian
Health Public Journal 28-32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Munir, E. 2006. Pemanfaatan mikroba dalam bioremediasi: Suatu Teknologi


Alternatif Untuk Pelestarian Lingkungan. Universitas Sumatera Utara
Medan
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Paranita : Jakarta
Moore-lendecker, E. 1996. Fundamentals of the fungi. 4th Edition. Prentice hall
international, Inc. New Jersey
Nasrawi, H A. (2012). Biodegradation of Crude Oil by Fungi Isolated from Gulf
of Mexico. Florida state university. USA
Neumann, H.J, Pacczynska-Lahme, D. Saverin. 1981. Composition and Properties
of Petroleum. Halsted Press. New York
Nugroho. A. 2006. Bioremediasi hidrokarbon minyak Bumi. Graha ilmu,
Yogyakarta
Nurhariyati T. 2001. Biodegradasi minyak oleh yeast hasil isolasi dan Pelabuhan
Tanjung Perak Surabaya. [Thesis] UNAIR. Surabaya.
Odu, CTI 1978. The effects of nutrient application and aeration on oil
degradation in soil, Environ, Pollut. 15: 235-240.
Oteyza de TG, Grimald JO, Lliros M. & Esteve I. Microsom Experiment of Oil
Degradation by Microbial Mats. Science of the Total Environtment Article
in Press
Pertamina, 2005. Industrial Diesel Oil (MinyakDiesel).http://www.pertaminacom/
indonesia/headoffice/hilirpdn/product/prdsolar.html. ( 16 november 2016)
Plohl, K., H. Lescovsek & Bricelj M. 2001. Biological Degradation of Motor Oil
in Water. Acta chim. 49:279-280.
Priyani, N. 2003. Sejarah Penemuan Mikroba. USU Digital Library
Rao, N. S. 1994. Mikroorganisme tanah dan pertumbuhan. Jakarta. Universitas
indonesia press
Roosheroe, I. G. 2006. MIKOLOGI, Dasar dan Terapan. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta
Santoso, I. 1999. Xerophilic moulds isolated form salted and unsalted dried fish
form traditional markets in jakarta. Journal indonesia food and nutrition
progress.
Santos, V.L., and Linardi, V.R. 2004. Biodegradation of phenol by a filamentous
fungi isolated from industrial effluents – identification and degradation
potential. Process Biochem.
Sharpley, J.M. (1966) Elementary Petroleum Microbiology. Gulf Piblishing Co.
Houston. Texas. 37- 149.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Sullivan, P. 2004. sustainable Soil management. NCAT. ATTRA Publication


Udiharto M (1992), Aktivitas Mikroba Dalam Degradasi Minyak Bumi, Lemigas,
Jakarta
Van Dyke, M. I., Lee, H., dan Jack, T. T. 1991. Application of Microbial
Surfactans. Biotechnology Environmental. 9: 241-252.
Walker, JD, & RR Colwell, 1974. Microbial degradation of model petroleum at
low suhues. Microb. Ecol.. 1: 63-95.
Wallwork, J. A. 1974. Ecology of Soil Animals. London: Mc Graw Hill.
Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Wolfgang F & Martin H. 2000. Aerobic degradation by microorganisme.
Biodegradation 75: 142-165.
Wong HC,dkk.1997. Design of Remediation System. lewis publisher.new york
Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Zhu, X., A. D. Venosa., M. T. Suidan & K. Lee. 2001. Guidelines for the
bioremediation of marine shorelines and freshwater wetlands. Cincinnati,
OH 45268

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Lampiran 1. Hasil Isolasi jamur dari tanah bengkel motor dan hasil Skrining
jamur dari tanah bengkel motor dalam media SMSS padat

isolat Hasil Isolasi dari tanah bengkel Hasil Skrining dimedia SMSS

SP 1

SP 2

SP 3

SP 4

SP 5

SP 6

SP 7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

SP 8

SP 9

SP 10

SP 11

SP 12

SP 13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Lampiran 2. Gambar hasil analisa gugus fungsi dengan FT IR

Gambar FT IR control

Gambar FT IR Isolat SP 1

Gambar FT IR Isolat SP 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Gambar FT IR Isolat SP 4

Gambar FT IR Isolat SP 5

Gambar FT IR Isolat SP 10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai