Anda di halaman 1dari 4

UU Ketenagakerjaan di Indonesia

Setiap perusahaan memiliki kebijakan masing-masing dalam mengelola


karyawan. Akan tetapi, UU Ketenagakerjaan harus tetap dijadikan patokan.
Jangan sampai, inovasi dalam rancangan peraturan perusahaan bertentangan
dengan UUK.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdiri atas 193
pasal. Dari keseluruhan pasal

A. Tentang Status Karyawan

UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 mengatur perjanjian kerja


antara karyawan dengan perusahaan, yang akan menentukan yang
bersangkutan dalam perusahaan itu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu
(PKWT) mengacu pada karyawan kontrak. Perjanjiannya didasarkan pada
jangka waktu tertentu atau selesainya sebuah pekerjaan. Sedangkan
perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT) merupakan perjanjian
kerja untuk karyawan tetap. Pasal yang mengatur perjanjian kerja untuk
karyawan tetap dan karyawan kontrak yakni Pasal 56 – Pasal 60 UU
Ketenagakerjaan. Di dalamnya juga dirinci mengenai jenis-jenis pekerjaan
yang boleh diserahkan kepada karyawan kontrak (PKWT).
B. Tentang Upah

“Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang


memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

Untuk mewujudkan Pasal 88 ayat 1 dari UU Ketanagekerjaan di


atas, pemerintah kemudian menetapkan kebijakan-kebijakan pengupahan
yang meliputi upah minimum, upah kerja lembur, upah tidak masuk kerja
karena berhalangan, upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan
lain di luar pekerjaan, upah karena menjalankan hak waktu istirahat, dan
lain-lain.

Ditekankan pula dalam UU Ketenagakerjaan tersebut bahwa upah


untuk pekerja/karyawan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan
pemerintah. Dalam menetapkan struktur dan skala upah pun perusahaan
perlu memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, serta
kompetensi para karyawannya. Jika perusahaan kemudian menyusun
komponen upah karyawan terdiri atas gaji pokok dan tunjangan tetap,
maka persentase gaji pokok minimal 75% dari total upah tetap.

Penghitungan gaji sendiri pada praktiknya biasa dilakukan


bersamaan dengan berbagai macam komponen kompensasi dan benefit,
misalnya tunjangan kehadiran, upah lembur, BPJS, potongan untuk cicilan
kasbon, dan lain-lain.
Berdasarkan UU, upah tidak diberikan jika karyawan tidak
melakukan pekerjaannya. Namun, ada beberapa kondisi di mana
perusahaan tetap wajib menggaji karyawan yang tidak bekerja. Kondisi-
kondisi tersebut, yaitu:

C. Karyawan sakit,

1. Karyawati sakit karena haid pada hari pertama dan kedua,


2. Karyawan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan
anaknya, isteri melahirkan atau keguguran, suami/ isteri/ anak/
menantu/ orang tua/ mertua/ anggota keluarga dalam satu rumah
meninggal dunia,
3. Sedang menjalankan kewajiban terhadap negara,
4. Karyawan menjalankan ibadah agamanya,
5. Karyawan telah bersedia melakukan pekerjaan yang dijanjikan tetapi
pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri
maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha,
6. Karyawan melaksanakan hak istirahat,
7. Karyawan melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas
persetujuan pengusaha,
8. Karyawan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Selengkapnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur soal


pengupahan dalam sebelas pasal, yaitu Pasal 88 s.d. 98.

D. Tentang Lembur

Pasal 77 UU Ketenagakerjaan mengatur waktu kerja karyawan,


yaitu selama 40 jam/minggu (7 jam/hari untuk 6 hari kerja, atau 8 jam/hari
untuk 5 hari kerja). Selebihnya, perusahaan diwajibkan membayar upah
lembur kepada karyawan. Meskipun begitu, UU tersebut juga membatasi
waktu kerja lembur karyawan, yaitu maksimal selama 3 jam/ hari dan 14
jam/minggu. Jangan lupa, penugasan untuk bekerja lembur ini pun harus
atas persetujuan karyawan yang bersangkutan.
E. Tentang Cuti dan Istirahat

Dalam Pasal 79 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa


perusahaan diwajibkan memberikan waktu istirahat dan cuti bagi
karyawannya. Waktu istirahat dan cuti yang dimaksud adalah sebagai
berikut:

1. Istirahat antara jam kerja, minimal 30 menit setelah bekerja selama 4 jam
terus menerus. Waktu istirahat ini tidak dihitung sebagai jam kerja;
2. Istirahat mingguan: 1 hari untuk 6 hari kerja/minggu, atau 2 hari untuk 5
hari kerja/minggu;
3. Cuti tahunan minimal 12 hari kerja setelah karyawan bekerja selama 12
(dua belas) bulan terus menerus;
4. Istirahat panjang untuk karyawan yang telah bekerja selama 6 tahun
secara terus-menerus pada perusahaan yang sama. Total waktu yang
dapat digunakan untuk istirahat panjang minimal 2 bulan, yang
dilaksanakan pada tahun ke-7 dan ke-8 bekerja (masing-masing 1 bulan).
Dengan diambilnya cuti panjang oleh karyawan, ia tidak berhak lagi atas
istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan. Selanjutnya, hal yang sama
berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.

F. Tentang Hak Karyawan Perempuan

Pasal-pasal yang mengatur tentang hak-hak khusus untuk


karyawan perempuan, adalah:

1. Pasal 81, tentang hak bagi karyawan perempuan yang merasakan sakit
untuk tidak bekerja pada hari pertama dan kedua masa haid
2. Pasal 82 ayat 1, tentang waktu istirahat untuk karyawati (karyawan
perempuan) yang melahirkan
3. Pasal 82 ayat 2, tentang hak waktu istirahat bagi karyawati yang
mengalami keguguran
4. Pasal 83, tentang kesempatan bagi karyawati menyusui anaknya

G. Tentang Tenaga Kerja Asing

Pemerintah Indonesia pun mengatur tentang tenaga kerja asing


melalui UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Bagi perusahaan yang
ingin mempekerjakan tenaga kerja asing, ada beberapa kewajiban yang
perlu diketahui, antara lain:

1. Perusahaan wajib terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari Menteri


Ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk. Sedangkan pemberi kerja
perseorangan (bukan perusahaan) dilarang sama sekali untuk
mempekerjakan tenaga kerja asing.
2. Perusahaan wajib memastikan tenaga kerja asing itu dipekerjakan dalam
jabatan dan waktu yang sesuai dengan Keputusan Menteri terkait hal
tersebut
3. Perusahaan wajib menunjuk tenaga kerja WNI sebagai tenaga
pendamping bagi tenaga kerja asing yang dipekerjakan, dengan tujuan alih
teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing tersebut
4. Perusahaan wajib melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi
tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki
oleh tenaga kerja asing yang sedang dipekerjakan
5. Perusahaan wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya
setelah hubungan kerjanya berakhir

Lebih lanjut, sebanyak 8 Pasal telah mengatur mengenai


keberadaan tenaga kerja asing yang dipekerjakan di Indonesia, yaitu dari
Pasal 42 hingga Pasal 49.

Anda mungkin juga menyukai